You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

PERUBAHAN PADA LANSIA


- PROSES PENUAAN

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya
dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi
orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus
mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.

ASPEK BIOLOGIS PADA PENUAAN


Proses penuaan biologis yang dialami lansia relatif tidak akan menimbulkan perubahan buruk
saat diperlukan penurunan tingkat ketergantungan fisik yang tinggi. Berikut ini teori biologis
tentang penuaan :
A. Teori seluler
à Sel diprogram hanya untuk membelah pada waktu yang terbatas.

B. Teori sistesis
à Akibat penuaan, protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan
kurang elastis.

C. Teori keracunan oksigen


à Kemampuan lansia untuk melawan efek racun oksigen akan berkurang.

D. Teori sistem imun


à Kopetensi yang menurun dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan infeksi, penyakit
autoimun, dan kanker.

PENUAAN PADA SISTEM TUBUH (FISIOLOGIS)


Penuaan dapat dibedakan antara penuaan yang normal (fisiologis) dan penuaan karena kondisi
penyakit (patologis). Berikut ini merupakan efek fisiologis dari penuaan :
A. Sistem muskuloskeletal
à Atrofi otot, dekalsifikasi tulang, dan perubahan postural.
B. Perubahan kardiopulmonal
à Pembuluh darah kehilangan elastisitas, peningkatan nadi dan peningkatan tekanan darah.
à Pendistribusian tulang kalsium menyebabkan dekalsifikasi tulang iga dan kalsifikasi kartilago
kosta : Perubahan ini dan perubahan postural menyebabkan penurunan efislensi paru.
C. Sistem perkemihan
à Kehilangan irama diurnal pada produksi urine dan penurunan filtrasi ginjal
D. Sistem pencernaan
à Tidak ada perubahan yang signifikan
E. Sistem saraf
à Kemunduran pendengaran dan penglihatan
F. Sistem endokrin
à Kemunduran fungsi gonad

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS PADA PENUAAN


Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak. Pengertian yang salah tentang lansia
adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang.
Berikut aspek psikologis pada penuaan :
A. Kepribadian, intelegensi dan sikap
Tes intelegensi dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia. Lansia
seringkali mempertahankan sikap yang kuat, sehingga sikapnya lebih stabil dan sedikit sulit
untuk diubah.
B. Teori aktivitas dan pelepasan
- Teori pelepasan : Lansia secara berangsur-angsur mengurangi aktivitasnya dan bersama
menarik diri dari masyarakat.
- Teori aktivitas : Sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas
yang pasti, dan mengkompensasi dengan melakukan banyak aktivitas yang baru.

KEPERAWATAN GERONTIK
PENGERTIAN GERONTOLOGI DAN GERIATRI NURSING
A. Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin
terjadi pada lanjut usia.
- Geriatri nursing adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya
pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. Karena itu,
perawatan lansia yang menderita penyakit dan dirawat di RS merupakan bagian dari gerontic
nursing.

PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA


A. Pendekatan fisik
à Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit.

B. Pendekatan psikis
à Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.

C. Pendekatan sosial
à Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam
pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia
untuk menciptakan sosialisasi mereka.

D. Pendekatan spiritual
à Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian.

TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


A. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
B. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan.
- Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
- Menolong dan merawat klien yang menderita sakit.
- Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
- Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.

FOKUS ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


1) Peningkatan kesehatan (health promotion)
2) Pencegahan penyakit (preventif)
3) Mengoptimalkan fungsi mental.
4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

TAHAP-TAHAP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA


A. Pengkajian :
- Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan meliputi aspek :
a) Fisik : - Wawancara
- Pemeriksaan fisik : Head to tea, sistem tubuh.
b) Psikologis
c) Sosial ekonomi
d) Spiritual
Pengkajian dasar meliputi : Temperatur, nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan, tingkat
orientasi, memori, pola tidur, penyesuaian psikososial.
Sistem tubuh meliputi : Sistem persyarafan, kardiovaskuler, gastrointestinal, genitovrinarius,
sistem kulit, sistem musculoskeletal.

Perencanaan
à Untuk menentukan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi
keperawatan yang tepat.

Pelaksanaan
à Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi /
perencanaan yang telah ditentukan.

Evaluasi
à Penilaian terhadap tindakan keperawatan yang diberikan / dilakukan dan mengetahui apakah
tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DIABETES MILIETUS

keadaan yang ditandai dengan hiperglikemia akibat defisiensi ataua penurunan efektifitas kerja
insulin ( Kamus Keperawatan , Edisi 17 hal. 137 )
· Suatu penyakit akibat kekurangan hormone insulin sehingga glukosa tidak dapat diolah oleh
tubuh sehingga mangakibatkan glukosa dalam darah meningkat, lalu dikeluarkan dalam kemih
yang berasa manis ( Kamus Kedokteran , hal 76 )
· Suatu kelompok gangguan sistemik kronik yang nyata memperlihatkan gangguan metabolisme
karbohidrat , sehingga didapati hiperglikemik dan glukosuria ( Kapita Selekta, hal 114 )
· Gangguan metabolik yang ditandai dengan intoleransi glukosa.
· Penyakit sistemik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara supali dan kebutuhan
insulin.

Klasifikasi DM :
· Type I yaitu : DMTI ( Diabetes Mielitus Tergantung Insulin )
· Type II yaitu DMTTI ( Diabetes Milietus Tidak Tergantung Insulin )
· Secondary Diabetes yaitu diabetes akibat kondisi lain ( Syndrom kerusakan
pancreas )
· Gestasional Diabetes Milietus

Komplikasi
komplikasi terjadi karena tidak terkontrolnya gula darah dan mempengaruhi pembuluh darah
kecil pada semua organ dan jaringan contoh pada mata, ginjal atau mempengaruhi pembuluh
darah besar dan saraf

Penatalaksanaan Diabetes Militus


Pada prinsipnya terdapat 5 koponen dalam penanganan Diabetes Militus :
1. Diet
2. Latihan dan olahraga
3. Obat dan terapi
4. Pemantauan gula darah
5. pendidikan kesehatan

ETIOLOGI
DMTI ditandai oleh penghancuran sel – sel beta pancreas.
- Faktor genetic ( Kecenderunagn genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA atau Human Leucocyte Antigen )
- Faktor Imunologi
- Faktor lingkungan
DMTTI ditandai dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin , factor lain adalah :
- Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun )
- Obesitas
- Riwayat keluarga
- Kelompok etnik ( di Amerika Serikat , golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya Diabetes Milietus tipe II dibandingkan
dengan golongn Sfro Amerika )
FAKTOR PREDISPOSISI
· Obesitas
· Mempunyai keluarga dengan riwayat DM
· Gaya hidup ( nutrisi berlebihan )

TANDA DAN GEJALA


Gejala klasik ( khas ) pada klien dengan diabetes adalah :
· Polidipsi rasa haus yang berlebihan
· Poliuria ( sering kencing , terutama pada malam hari / nokturia )
· Polipagia ( sering merasa cepat lapar )
· Penurunan berat badan yang cepat
· Kadang – kadang klien mengeluh badan terasa lemah
· Rasa kesemutan pada jari tangan dan kaki
· Gatal – gatal
· Penglihatan kabur
· Gairah seks menurun
· Luka sukar sembuh
Terkadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan , mereka mengetahui
adanya diabetes milietus hanya karena pada saat check up ditemukan kadar glukjosa darahnya
tinggi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosa diabetes milietus dipastikan bila :
· Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau lebih ditambah ditambah gejala khas diabetes
milietus.
· Glukosa darah puasa 140 mg / dl atau lebih pada 2 kali pemeriksaan p-ada saat yang berbeda.
· Bila ada keraguan perlu dilakukan test toleransi terhadap glukosa atau yang popular disebut
GGT, dengan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah minum 75 gr glukosa.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

· Diet
Prinsip penatalaksanaan diet :
- Memberikan semua unsure makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
- Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
- Memenuhi kebutuhan energi
- Mencegah fluktasi kadar glukosa darah
•Memberikan semua unsur makanan esensial ( vitamin, mineral )
•Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesui
• memenuhi kebutuhan energi
•50-60% karbohidrat
•12-20% protein
•20-30% lemak
•Mencegah fluktuasi peningkatan kadar gula daraharah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
- Menurunkan kadar lemak darah , jika kadar ini meningkat

· Latihan.
Latihan dengan cara melawan tahanan ( resistance training ) dapat meningkatkan lean body mass
dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat ( resting metabolic rate ).

· Pemantauan.
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG ; Self Monitoring of
Blood Glucose)

· Terapi ( jika diperlukan ).


Terapi pemberian preparat insulin

· Pendidikan Kesehatan dan Penyuluhan.


Mengajarkan kepada keluarga atau klien mengenai cara menyuntikkan Insulin mulai dari
peralatan, persiapan dan pemberian suntikan insulin, pengetahuan tentang kerja insulin, pelibatan
penyuntuikkan insulin kedalam jadwal harian.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :

1. Pensiunan dan masalah-masalahnya


2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
4. Pencemaran pelayanan kesehatan
5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
6. perkembangan ilmu
7. Program PBB
8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
10. Mahalnya obat-obatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:

1.   Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri
termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.

2.   Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:

1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan


2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh
4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami


klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk,
merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan
O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus
disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

2. Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.

4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

Keperawatan lanjut usia berfokus pada :

1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)


2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

E. Diagnosa Keperawatan

1. Aspek fisik atau biologis


a. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu
dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor
biologi.

NOC I : Status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:

1. Asupan nutrisi tidak bermasalah


2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
3. Energy tdak bermasalah
4. Berat badan ideal

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)

1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien
5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.

b.  Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :

1        Mengatur jumlah jam tidurnya


2        Tidur secara rutin
3        Miningkatkan pola tidur
4        Meningkatkan kualitas tidur
5        Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur

1        Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2        Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

3        Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik

4        Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

c.    Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan   neuromuskular


yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan
pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC            : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu :

1        Kontinensia Urin


2        Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).
3        Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.
4        Mengosongkan bladde dengan lengkap.
5        Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC  : Perawatan Inkontinensia Urin

1        Monitor eliminasi urin


2        Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.
3        Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
4        Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

d.   Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan


memori sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :

1        Mengingat dengan segera informasi yang tepat


2        Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan
3        Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat

1        Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan


2        Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat
3        Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

e.   Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang


ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.

TUJUAN

NOC  : Fungsi Seksual


1        Mengekspresikan kenyamanan
2        Mengekspresikan kepercayaan diri

NIC  : Konseling Seksual

1        Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.

2        Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

f.   Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Yang ditandai dengan :

1        Perubahan gaya berjalan


2        Gerak lambat
3        Gerak menyebabkan tremor
4        Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Memposisikan penampilan tubuh


2        Ambulasi : berjalan
3        Menggerakan otot
4        Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC :  Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )

1        Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan
2        Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3        Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)

g.  Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

Yang ditandai dengan:

1        Peningkatan kebutuhan istirahat


2        Lelah
3        Penampilan menurun

NOC Activity Tolerance

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1        Memonitor  usaha bernapas dalam respon aktivitas


2        Melaporkan aktivitas harian
3        Memonitor ECG dalam batas normal
4        Memonitor warna kulit

NIC Energy Management

1        Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
2        Tentukan keterbatasan fisik pasien
3        Tentukan penyebab kelelahan
4        Bantu pasien untuk jadwal  istirahat

h.  Dx. Risiko kerusakan integritas kulit


NOC : Kontrol Risiko ( risk control )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Kontrol perubahan status kesehatan


2        Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko
3        Mengenal perubahan status kesehatan
4        Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan

NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )

1        Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan
2        Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan
3        Monitor warna kulit
4        Monitor suhu kulit
5 Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

i. Dx. Kerusakan Memori b.d  gangguan neurologis

Yang ditandai dengan :

1        Tidak mampu mengingat informasi factual


2        Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
3        Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman
4        Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Mengenal diri sendiri


2        Mengenal orang atau hal penting
3        Mengenal tempatnya sekarang
4        Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )

1        Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan
dengan pasien.
2        Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.
3        Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali
4        Monitor perilaku pasien selama terapi

1. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:

1. Mengidentifikasi pola koping efektif


2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif
3. Melaporkan penurunan stress
4. Memverbalkan control perasaan
5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan
6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan
7. Menggunakan dukungan social yang tersedia
8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis

NIC I : coping enhancement


1. Dorong aktifitas social dan komunitas
2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama
4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama.
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:

1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama


2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga
3. Menerima kujungan dari teman dan  anggota keluarga besar
4. Memberikan dukungan satu sama lain
5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan


pasien.
2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.
3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien
4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya  yang sesuai dengan
umur atau penyakitnya.
5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

NOC :

Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan akan bisa
memperbaiki konsep diri dengan criteria :

1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat
pnyakitnya
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

NIC : Peningkatan harga diri

1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi


2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya
3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya
4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi

Yang ditandai dengan:

1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup


2. Mudah tersinggung
3. Gangguan tidur
NOC  Anxiety Control

1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Memonitor  intensitas  cemas
3. Melaporkan tidur  yang adekuat
4. Mengontrol respon cemas
5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress

NIC  Anxiety Reduction

1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas


2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan
3. Identifikasi ketika perubahan level cemas
4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi
5. Dx. Resiko Kesendirian

NOC Family Coping

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran


2. Mengatur masalah
3. Menggunakan strategi penguranagn stress
4. Menghadapi masalah

NIC  Family Support

1. Bantu pekembangan harapan yang realistis


2. Identifikasi alami dukungan spiritual  bagi keluarga
3. Berikan kepercayaan  dalam hubungan dengan keluarga
4. Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan
5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan


meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :

1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya


2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya
3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan

NIC : Peningkatan Citra Tubuh

1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan


2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra
tubuh pasien
3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama
4. Aspek spiritual

Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.

NOC I : pengaharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:

1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif


2. Mengekspresikan arti kehidupan
3. Mengekspresikan rasa optimis
4. Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)

1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.
5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010.

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA


International.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA

DENGAN HIPERTENSI

PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi.

KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 1999 )
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan
diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan
sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu :
Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan
pada :
Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut :

Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alcohol
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


Ginjal
Glomerulonefritis
Pielonefritis
Nekrosis tubular akut
Tumor
Vascular
Aterosklerosis
Hiperplasia
Trombosis
Aneurisma
Emboli kolestrol
Vaskulitis
Kelainan endokrin
DM
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Saraf
Stroke
Ensepalitis
SGB
Obat – obatan
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid
PATOFISIOLOGI / PATHWAY
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan
arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat
mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek
samping terapi diuretik.
Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

Terapi tanpa Obat


Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-
lain

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala
dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks

Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )


Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL
COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor

Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh


Obat ke-2 diganti
Ditambah obat ke-3 jenis lain

Step 4 : Alternatif pemberian obatnya


Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai
berikut :
Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar
apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter
Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur
tekanan darahnya di rumah
Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-
masalah yang mungkin terjadi
Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

PENGKAJIAN
Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton

Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit
serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat

Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress
multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
Letupan suasana hati

Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara

Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
Makanan / Cairan
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
glikosuria
Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis

Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optic
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen
Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok

Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis

Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien

Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alcohol

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia
miokard, hipertropi ventricular

Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam.

Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi :
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
Catat edema umum
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat
tidur.
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
bendroflumentiazid ( Naturetin )
Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic ( Burmex )
Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ),
amilioride ( midamor )
Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol ( tenormin ),
nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin ( catapres )
Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran kalsium
( nivedipin, verapamil )
Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin
( Serpasil )
Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz
( wytension ), metildopa ( aldomet )
Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid
( nipride, nitropess )
Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor
( captopril, captoten )

Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral


Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal

Intervensi :
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan
distraksi
Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam,
valium )

Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan
pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD
dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium
dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :
Pertahankan tirah baring
Tinggikan kepala tempat tidur
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri
jika tersedia
Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
Amati adanya hipotensi mendadak
Ukur masukan dan pengeluaran
Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output


Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas

Intervensi :
Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Instruksikan pasien tentang penghematan energy
Kaji respon pasien terhadap aktifitas
Monitor adanya diaforesis, pusing
Observasi TTV tiap 4 jam
Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak
terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
Tampak dapat istirahat dengan cukup
TTV dalam batas normal

Intervensi :
Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
Evaluasi tingkat stress
Monitor keluhan nyeri kepala
Lengkapi jadwal tidur secara teratur
Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
Lakukan masase punggung
Putarkan musik yang lembut
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.


Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

Intervensi :
Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya

Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita
klien

Tujuan:
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
Jam
Kriteria hasil :
Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
Ekspresi wajah rilek
TTV dalam batas normal

Intervensi :
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang,
penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam
rencana pengobatan
Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
Observasi TTV tiap 4 jam
Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
Berikan support mental pada klien
Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit


Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan ekperawatan
selama 1 x 24 jam

Kriteria hasil:
Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program

Intervensi :
Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau
efek toksik
Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PENDAHULUAN
Dalam lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah " suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia". Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan kliniK (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
(Yura and Walsh,1983) yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa
keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention),
melaksanakan tindakan keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation)

LANDASAN HUKUM PENANGANAN LANJUT USIA


Filsafat Negara/P4
UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34
UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan Bab I Pasal 1 ayat 1
UU No 4 tahun 1965, tentang pemberian Bantuan penghidupan orang tua
No.5 tahun 1`974, tentang pokok-pokok pemerintah di daerah
UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial.
Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1974
Program PBB tentang lansia, anjuran kongres International WINA tahun 1983
GBHN 1983/Pelita IV
Keputusan Menteri Sosial RI No 44 tahun 1974, tentang organisasi dan tata kerja Departemen
Sosial Propinsi
UU No 10 tahun 1992, tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera.
UU No.11 tahun 1992 tentang dana pension
UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Ketetapan MPR
Keputusan Menteri Sosial RI No. 27 tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Sosial Propinsi
Delapan jalur pemerataan dan pelayanan kesehatan
Hari Lanjut Usia Nasional yang di canangkan oleh Bapak Presiden tanggal 29 Mei 1996 di
Semarang
Undang Undang Kesejahteraan No. 13 tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Tahun Lanjut Usia Internasional tahun 1999
Sasaran WHO tahun 2000

BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA


Meliputi:
Pensiunan dan masalah-masalahnya
Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
Meningkatnya jumlah lanjut usia
Pencemaran pelayanan kesehatan
Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
perkembangan ilmu:
Program PBB
Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
Mahalnya obat-obatan
Tahun Lanjut Uaia Internasional 1 Oktober 1999

KEGIATAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR BAGI LANSIA


Kegiatan ini menurut Depkes (1993 1b), dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan
pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun
kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Wreda maupun Puskesmas, yang
diberikanoleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota
keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau
bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah
atau panti (Depkes, 1993 1b).
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal
hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk
kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan
ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna, dan
kesegaran jasmani.
Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet)

Dekubitus merupakan keadaan yang dapat di cegah , namun bila telah terlanjur terjadi akan
memerlukan perawatan khusus. Adapun pengertian dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit
sampai jaringan di bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya
penekanan pada suatu area terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat.

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:
berkurangnya jaringan lemak subkutan
berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

Disamping itu, factor intrinsic (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya dekubitus, yakni:
Status gizi (bias underweight atau overweight)
Anemia
Adanya hipoalbuminemia
Adanya penyakit-penyakit neurologik
Adanya penyakit-penyakit pembuluh darah
Adanya dehidrasi

Factor ekstrinsik, yakni:


Kurang bersihnya tempat tidur
Alat-alat yang kusut dan kotor
Kurangnya perawatan/perhatian yang baik dari perawat

Dekubitus dapat dibagi dalam 4 derajat, yakni:


Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis. Daerah yang tertekan nampak
kemerah-merahan/eritema atau lecet saja
Derajat II: Reaksi lebih dalam sampai mencapai dermis bahkan sampai ke subkutan. Di sini
tampak ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan ada perubahan pigmen kulit
Derajat III: Untuk menjadi lebih dalam meliputi jaringan lemak subkutan dan cekung ,
berbatasan dengan fascia dari otot-otot: sudah dimulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik
yang berbau.
Derajat IV: Ulkus meluas sampai menembus otot sehingga di dasar ulkus terlihat tulang yang
bias terinfeksi dan berakibat osteomelitus.

Bila sudah terjadi dekubitus , segera tentukan stadium atau derajatnya, dan beikan tindakan
medik dan keperawatannyasesuai apa yang dihadapi (Vander Cammen), 1991: My Kyta).

Dekubitus derajat I
Kulit yang kemerahan dibersuhkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion,
kemudian di masase 2-3 kali/hari, dan dilakukan posisi tidur secara selang seling (miring kanan,
terlentang dan miring kiri).

Dekubitus derajat II
Disini sudah terjadi ulkus yang dangkal: perawatan luka harus memperlihatkan syarat-syarat
aseptic dan antiseptic. Daerah bersangkutan di gosok-gosok dengan sedan dihembus dengan
udara hangat bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep topical, mungkin
juga untuk merangsang granulasi. Pergantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena
dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

Dekubitus derajat II
Ulkus yang sudah dalam, menggaung , atau cekung pada bungkus otot dan sering sudah ada
infeksi: usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan
terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeable untuk masuknya udara / oksigen dan
penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah kalau perlu dikompres karena akan
mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat di kunci dengan larutan NaCl
fisiologis, dan kalau perlu diberikan antibiotic sistemik.

Dekubitus derajat IV
Ulkus meluas sampai pada dasar tulang dan sering pula disertai jarinagan nekretik maka semua
langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan dan
jika perlu dibuang, sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi. Setelah jaringan
necrotic dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa
usaha mempercepat antara lain dengan memberikan oksigenasi pada luka, tindakan dengan
ultrason untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah, dan sampai pada transplantasi
kulit setempay. Mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat 40 %. Oleh karena itu, walaupun ulkus
telah sembuh harus diperhatikan kemungkinan timbul kambuh di daerah tersebut.

Perawatan rehabilitasi dasar juga dapat diberikan, misalnya: latihan menggerakkan sendi,
perawatan pernafasar, dan otot-otot (Depkes, 1993Ib)

PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA


Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami
klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat di cegah atau di tekan
progresifitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan
orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama
tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan , mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat
prhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuuk klien lanjut usia yang masih aktifdapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut
dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku , kebersihan tempat tidur serta
posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau
gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanju usia dihadapka pada
dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejanh, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin .

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan ayau
membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancer, makanminum, melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan , tidur, menjaga sikap, tubuh waktu
berjalan, duduk, merubah posisi tiduran , beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badab, melindungi kulit dan keclakaan

Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan
O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan
melakukan gerak badanyang berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usi agar mau dan menerima
makanan yang disajikan.Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu ,
kebersihan badan , tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu
mendapatperhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan , hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, .

Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia ,
harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara
pemecahannya.

Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah,
sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melasanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya gangguan tangan)
terkadang sangat berarti buat mereka.
Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segal sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip " Tripple", yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dsarnya klien lanjut usia membutuhkan rsa aman dan cinta kasih saying dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawata.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunyya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peninngkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
mentertawakan atau memarahi klien lanjuusia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan , perawat
bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kea rah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

Pendekatan social
Mengadakan diskusi , tukar pikiran,dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame klien usia
berarti menciptakan sosialisasi kereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk social yang membutuhkan orang
lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misa jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.

Tidak sedikit klien tidak tidur terasa , stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbilkan kekecewaan , ketakutan atau ke khawatiran, dan rasa
kecemasan .
Tidak jarang terjadi pertengkarav dan pperlahian diantara lanju usia , hal ini dapat diatasi dengan
berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun ter hadap pepetugas yang secara
langsunga berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia di Panti Wreda.

Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenagan dan kepuaran batinn dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pedekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian , DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakigatkan oleh persoalan keluargaperawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang
mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan sesorang merupakan factor
yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapngkan
dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut dengan
jalan perawatan dan pencegahan.
Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lanjut
usia (life support)
menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan tmaupun akut)
Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat
dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit ,
masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
(memelihara kemandirian secara maksimal)

FOKUS KEPERAWATAN LANJUT USIA


Peningkatan kesehatan (helth promotion)
Pencegahan penyakit (preventif)
Mengoptimalkan fungsi mental
Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

PENGKAJIAN
Tujuan:
Menentukan kemampuan klien untuk memlihara diri sendiri
Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu
Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien
Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Meliputi aspek:
Fisik
Wawancara:
Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya
Kegiatan yang mampu dilakukan lanjut usia
Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri
Kekuatan fisik lanjut usia: otot,sendi, penglihatan, dan pendengaran
Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BZAB/BAK
Kebiasaan gerak badan / olah raga/senam lanjut usia
Perubahan fungsi tubuh yang sanga bermaknang dirasakan
Kebiasaan lanju usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi , perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui
perubahan fungsi tubuh
Pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan fisik, yaitu:
Head to tea
Sistem tubuh

Psikologis
Apakah mengenal masalah-masalah utamanya
Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
Apakah optimis dalm memandang suatu kehidupan
Bagaimana mengatasi stress yang dialami
Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan
Apakah harapan pada ssaat ini akan dating
Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, prosespikir, alam perasaan, orientasi, dan
kemampuan dalam penyelesaian masalah.

Sosial ekonomi
Dari man sumber keuangan lanjut usia
Apa saja kesibukan lanju usia dalam menisci waktu luang
Dengan siapa dia tinggal
Kegiatan organisasi apa yang diikutu lanjut usia
Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya
Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain diluar rumah
Siap saj yang mengunjungi
Seberapa besar ketergantungannya
Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.

Spiritual
Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya
Apakah secara teratur mengikuti atu terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya pengajian
dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin
Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalh apakah dengan berdoa
Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal

Pengkajian dasar
Temperatur
Mungkin serendah 95 F (hipotermi) kurang lebih 35 C
Lebih teliti dperiksa di sublingual
Pulse (denyt nadi)
kecepatan, irama, dan volume
Aplika, radial, pedal

Respirasi
Kecepatan, irama, dan kedalaman
Tidak terturnya pernafasan
Tekanan darah
Saat baring, duduk, berdiri
Hipotensi akibat posisi tubuh
BB hilang pada tahun-tahun terahir
Tingkat orientasi
Memory (ingatan)
Pola tidur
Penyesuaian psikososial

Sistem persyarafan
Kesimetrisan raut wajah
Tingkat kesadaran adanya perubahan dari otak
Mata: kejelasan melihat, adanya katarak
Pupil: kesamaan, dilatasi
Ketajaman penglihatan penurunan karena menua
Gangguan sensori (sensory deprivarion)
Ketajaman mendengaran
Adanya sakit dan nyeri

Sistem kardiovaskuler
status gizi
pemasukan diet
anoreksia, tidak direka , mual, dan mulut
mengunyah dan menelan
keadaah gigi, rahang, mual muntah
auskultasi bising usus
palpasi apakah perut kembung dan perlebatran kolon
apakah ada kondstipakl

Siatem gastrointertinal
warna dan bau urine
Distensi kandeng kemih, inkontinensia
Frekuensi, tekanan, atau desakan
Pemasukancairan dan pengeluarkan cairan
Disuria
Seksualitas.

Sistem kulit
Kulit
temperature, tingkat kelembaban
Keutuhan luka, luka terbakar, robekan
Turgor
Perubahan pigmen
Adanya jaringan parut
Keadaan kuku
Keadaan rambut
Adanga ganttuan umu
Sistem musculoskeletal
Kontraktur
atrofi otot
mengecilkan tendo
ketidakadekuatannya gerakan sendi
tingkat mobilisasi
ambulasi dengan atau tanpa bantuan/peralatan
keterbatasan gerak
kekuatan otot
kemampuan melangkah atau berjalan
gerakan sendi
paralysis
kifosis

Psikososial
Menunjukkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
Fokus pada diri bertambah
Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih saying yang berlebihan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Fisik/Biologis
Gangguan nutrisi :kurang/lebih dari kebutuhan tubuh b/d pemasukan yang tidak adequate
Gangguan persepsi sensorik : Pendengaran, penglihatan b/d hambatan penerimaan dan
pengiriman rangsangan
Kurangnya perawatan diri b/d penurunan minat dalam merawat diri
Potensial cedera fisik b/d penurunan fungsi tubuh
Gangguan pola tidur b/d kecemasan atau nyeri
Perubahan pola eliminasi b/d kecemasan atau nyeri
Perubahan pola eliminasi b/d penyempitan jalan nafas atau adanya secret pada jalan nafas
Gangguan mobilitas fisik b/d kekuatan sendi

Psikososial
Isolasi social b/d perasaan curiga
Menarik diri dari lingkungan b/d perasaan tidak mampu
Depresi b/d isolasi social
Harga diri rendah b/d perasaan ditolak
Coping tidak adequate b/d ketidakmampuan mengemukakan perasaan secara tepat
Cemas b/d sumber keuangan yang terbatas

Spiritual
Reaksi berkabung atau berduka cita b/d ditinggal pasangan
Penolakan terhadap proses penuaan b/d ketidakstabilan menghadapi kematian
Marah terhadap tuhan b/d kegagalan yang dialami
Perasaan tidak tenang b/d ketidakmampuan melakukan ibadah secara tepat

RENCANA KEPERAWATAN
Meliputi :
Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan
Bekerjasama dengan profesi kesehatan yang lainnya
Tentukan prioritas :
Klien mugkin puas dengan situasio demikian
Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan
Keamanan atau rasa aman adalah utama yang merupakan kebutuhan
Cegah timbulnya masalah-masalah
Sediakan klien cukup waktu untuk mendapat input atau pemasukan
Tulis semua rencana jadwal

Perencanaan
Tujuan tindakan keperawatan lansia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain :
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Peningkatan keamanan dan keselamatan
Pemeliharaan kebersihan diri
Pemeliharaan keseimbangan istirahat/tidur
Meningkatnya hubungan interpersonal melalui komunikasi

Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi


Penyebab gangguan nutrisi pada lansia :
Penurunan alat penciuman dan pengecap
Mengunyah kurang sempurna
Gigi yang tidak lengkap
Rasa penuh pada perut dan susah BAB
Melemah otot lambung dan usus
Masalah gizi yang timbul pada lansia :
Gizi berlebihan
Gizi kurang
Kekurangan vitamin
Kelebihan vitamin

Kebutuhan Nutrisi pada lansia :


Kalori pada lansia :
Laki – laki = 2.100 kalori
Perempuan = 1.700 kalori
Dapat dimodifikasi tergantung keadaan lansia, missal gemuk atau kurus atau disertai penyakit
demam.
Karbohidrat, 60 % jumlah karbohidrat yang dibutuhkan
Lemak, tidak dianjurkan karena menyebabkan hambatan pencernaan dan terjadi penyakit, 15%-
20% dari total kalori yang dibutuhkan.
Protein, untuk mengganti sel-sel yang rusak, 20-25% dari total kalori yang dibuhkan
Vitamin dan mineralsama dengan kebutuhannya pada usia muda
Air, 6-8 gelas perhari

Rencana makanan untuk lansia


Berikan makanan porsi kecil tapi sering
Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin
Berikan makanan yang mengandung serat
Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori
Membatasi minum kopi dan teh

Meningkatkan keamanan dan Keselamatan lansia


Penyebab kecelakaan pada lansia :
Fleksibilitas kaki yang kurang
Fungsi penginderaan dan pendengaran menurun
Pencahayaan yang kurang
Lantai licin dan tidak rata
Tangga tidak ada pengaman
Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak
Tindakan Mencegah Kecelakaan :
Klien/Lansia :
Biarkan lansia menggunakan alat Bantu untuk meningkatkan keselamatan
Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi
Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur, jika tidur
Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, latih klien untuk menggunakan alat Bantu
untuk berjalan
Bantu ke kamar mandi terutama untuk lansia yang menmggunakan obat penenang /diuretic
Menggunakan kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu
Usahakan ada yang menemani, jika berpergian.

Lingkungan
Tempatkan klien di ruangan khusus dekat kantor sehingga mudah diobservasi bila lansia tersebut
di rawat
Letakkan bel di bawah bantal dan ajarkan cara penggunaannya
Gunakan tempat yang tidak terlalu tinggi

You might also like