Professional Documents
Culture Documents
1. Kelenjar Air Mata (Lakrima) Terletak di atas sudut luar mata yang mengeluarkan air
mata yang berfungsi untuk mencuci debu dan kotoran di mata. Air mata juga
mengandung lysozyme – bahan yang melawan bakteri.
2. Kelenjar Liur Terletak dalam pipi dan di bawah lidah. Air liur mengeluarkan bahan
yang melawan penyakit.
3. Membran Mukus Lapisan lembab yang melapisi beberapa organ – seperti hidung
dan tekak, mengeluarkan mukus, cairan yang melindungi kita dari bakteri dan
menangkap kuman serta debu.
4. Kulit mengeluarkan peptida antimikroba seperti β-defensin
5. Timus sangat penting keberadaannya bagi bayi yang baru lahir, tanpa timus sistem
imun bayi akan mati. Timus menghasilkan timosin yaitu hormon yang menguatkan
reaksi sistem imun.
6. Limpa terdiri atas dua bagian yaitu pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru
dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah lalu mengikuti aliran
darah. Limpa berkontribusi pada reproduksi sel, fagositas, perlindungan sel darah
merah, dan pembangunan kekebalan
(Anonim. 2007)
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu
antigen eksogen dan antigen endogen. Antigen eksogen adalah antigen-antigen yang
disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau
polutan (Filzahazny. 2008).
Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut:
antigen senogeneik (heterolog), adalah antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies
yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting untuk
mendiagnosa penyakit.
antigen autolog dan
antigen idiotipik atau antigen alogenik (homolog).
(Filzahazny. 2008)
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.
Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen
disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel
(Filzahazny. 2008).
Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan tersier
(Filzahazny. 2008)
- Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibody pada
situs identik yang kecil, bernama epitop (Filzahazny. 2008).
- Sekunder
1. Netralisasi
2. Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse darah yang
tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.
3. Presipitasi
4. Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu mengikat
reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang
mengandung antigen tersebut.
5. Sitotoksis
(Filzahazny. 2008)
- Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologic dari interaksi antigen-antibodi
yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain:
aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan pengaruh
merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang menyebabkan
kerentanan terhadap infeksi.
1. Bakteri
2. Virus
(Filzahazny. 2008)
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada
manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa
dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti
serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen
yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai
berikut:
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk
menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself (Reteena. 2010).
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul dengan
berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat
kecil seperti asam amino tidak bersifat imunogenik (Reteena. 2010).
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam amino
kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau
tiga asam amino yang berbeda (Reteena. 2010).
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan
antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu
determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau gula (Reteena. 2010).
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigen
yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun (Reteena. 2010).
Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon imun
tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk
jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang
diberikan) (Reteena. 2010).
C. PEMBAGIAN ANTIGEN
a. Unideterminan, univalen
Yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu molekul (Reteena. 2010).
b. Unideterminan, multivalen
Yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian tersebut ditemukan pada satu
molekul (Reteena. 2010).
c. Multideterminan, univalen
Yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya
(kebanyakan protein) (Reteena. 2010).
d. Multideterminan, multivalen
Yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen
dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi) (Reteena. 2010).
a. Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang
berbeda.
c. Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu
spesies.
d. Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari
spesies yang berbeda.
(Reteena. 2010)
a. T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk
dapat menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
b. T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah
di dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran,
levan, dan flagelin polimerik bakteri.
` (Reteena. 2010)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun
terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan
sel darah merah (Reteena. 2010).
b. Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid (Reteena. 2010).
c. Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA
terjadi pada penderita dengan SLE (Reteena. 2010).
d. Protein
Antigen juga dibagi menjadi antigen lengkap dan antigen tidak lengkap. Antigen lengkap
merupakan salah satu dari antigen yang dapat menginduksi respon imun dan bereaksi dengan
produknya sebagai respo tersebut. Antigen lengkap meliputi imunogen dan antigen. Antigen
tidak lengkap (hapten) adalah substansi kimia aktif yang mempunyai berat molekul kecil
yang tidak dapat menginduksi respon imun oleh dirinya sendiri tetapi dapat bergabung
dengan molekul yang lebih besar (carrier atau Schlepper) menjadi bersifat imunogenik dan
dapat mengikat antibodi. Contoh hapten adalah berbagai golongan antibiotik dan obat
lainnya dengan berat molekul yang rendah. Hapten biasanya dikenal oleh sel B sedangkan
carrier oleh sel T. Carrier sering digabungkan dengan hapten dalam usaha imunisasi
(Reteena. 2010).
KARAKTERISTIK ANTIGEN
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur
tersier.
a. Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar. Tetapi molekul
kecil dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat imunogen dengan
membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan protein inang (carrier) (Reteena. 2010).
b. Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam DNP-L-lisin
yang memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam homolog primer.
Kopolimer dari dua asam amino bersifat imunogenik untuk beberapa spesies, yang mana
polimer dari tiga atau empat asam amino yang merupakan syarat yang penting untuk spesies
lain. Lokasi dari struktur dalam determinan juga sangat penting (Reteena. 2010).
c. Rigiditas
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non
imunogenik. Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke gelatin
(Reteena. 2010).
d. Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting yang
dapat dimasukkan oleh molekul besar (Reteena. 2010).
e. Struktur tersier
Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi kespesifikan dari
respon suatu antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin tidak bereaksi dengan molekul
alami. Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease di bawah kondisi kontrol diproduksi dari
campuran molekul protein yang berbeda hanya dalam struktur tiga dimensi. Jika katabolisme
terjadi, struktur tersier dari imunogen akan dihancurkan (Reteena. 2010).
Sebuah model sel T dan APC yang melibatkan interaksi TCR-dimediasi oligomerisasi MHC
kelas II. Secara kronologis, peristiwa yang digambarkan dari atas ke bawah
gambar. Pengenalan antigen oleh sel T yang menghasilkan pertambahan lokal baik dari TCR
dan antigen MHC-peptida kompleks pada antarmuka selular. Oligomerisasi mendahului
pengikatan CD4 coreceptor, sehingga penuh T aktivasi sel, dan adalah tingkat membatasi
langkah interaksi untuk sel T. T reseptor sel yang dipicu dan diinternalisasi, tetapi digantikan
oleh orang lain kekhususan identik, dan struktur antigen di zona kontak menjadi lebih teratur
karena semua kompleks MHC-peptida khusus direkrut untuk kisi-kisi. Pada titik kritis,
kompleks akresi diinternalisasikan dari permukaan APC. Jika oligomerisasi lokal pada
antarmuka antara sel T dan APC tidak terjadi, hasilnya adalah sebagian aktivasi sel T, disertai
dengan internalisasi TCR saja. Antigen-presenting sel dengan kompleks MHC-peptida
diinternalisasi tidak dapat merangsang lebih sel T kekhususan yang sama (Richard A Lake,
et. al.. 2011).
Lake, Richard A, Bruce W S Robinson and John D Hayball. 2011. MHC multimerization,
antigen expression and the induction of APC amnesia in the developing immune response.
Tersedia di http://www.nature.com/icb/journal/v77/n1/fig_tab/icb199912f1.html [29 Maret
2011]