You are on page 1of 35

I.

PENDAHALUAN

0 Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan kerak bumi terluar yang berbatasan dengan
atmosfer sebagai media tumbuh tanaman dan aktifitas biologi. Komponen
tanah tersusun atas bahan mineral, bahan organik, udara tanah, dan bahan cair.
Bahan mineral menyangkut bahan anorganik yang terkandung di dalam tanah
tersusun dari campuran kerikil, pasir, debu, dan tanah liat. Dominasi dari salah
satu bahan anorganik tersebut akan menentukan mutu tanah dan
pengolahannya. Bahan organnik adalah bahan yang tersususn dari campuran
sisa- sisa tumbuhan dan hewan yang sedang atau telah melapuk. Udara tanah
terutama diperlukan sebagai pendukung kehidupan mikrobia sebagai jasad
perombak. Bahan cair terdiri dari air dan garam-garam yang sangat
dibutuhkan oleh mikrobia dan tanaman. Tanah sangat penting khususnya bagi
usaha dibidang pertanian karena kehidupan dan perkembangan tumbuh-
tumbuhan dan segala mahluk hidup di dunia memerlukan tanah. Tanah
merupakan tempat bercocok tanam yang tersusun atas batuan, mineral, dan
bahan organik yang membusuk atau melapuk pada lapisan atas karena waktu.
Tanah juga merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan hasil
tanaman dengan menyediakan air, udara, dan hara. Tanah tersusun dari udara
tanah (soil air), bahan organik meter, bahan mineral dan oksigen .
Tanah yang paling jelek adalah dengan stuktur liat,tanah ini tersusun
atas partikel-partikel yang cukup kecil. Sangat kecil jika dibandingkan dengan
tanah pasir. Partikel tanah liat kurang lebih sama dengan seperatus tanah pasir.
Kehalusan tanah liat ini cenderung mengumpal, terlebih pada musim hujan
dan amat rakus menghisap air. Kejelekan tanah lia ini akan menahan air sangat
ketat sehingga keadaan menjadi lembab dan udara pun berputar cukup lambat.
Bila nantinya kering kering tanah liat ini akan menggumpal seperti batu dan
sifatnya pun kian kedap terhadap udara. Itu sebabnya kerap kali ditemukan
tanah liat buat keramik dan batu bata tentunya kalau tanaman di tanam pada

1
2

tanah tersebut akan menderita karena akar tidak mampu menembus lapisan
tanah padat.
Kesuburan tanah memang ada beberapa macam akan tetapi, yang kita
kehendaki ialah struktur tanah yang remah. Kuntungan stuktur tanah demikan
ialah uadara dan air tanah berjalan lancar temperatur stabil. Keadaan tersebut
sangat memacu pertumbuhan jasad renik tanah yang memegang peranan
penting dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah. Oleh karena
itu untuk memperbaiki struktur tanah anjurkan untuk memberi pupuk organik
(pupuk kandang,kompos, atau pupuk hijau), karena unsur tersebut tidak
menimbulkan efek sampng seperti jang ka panjang yaitu penurunan atau
kenaikan pH tanah.
Kesuburan tanah dapat dilihat dari kondisi fisik, kimia, maupun biologi
tanah. Dari segi fisik, tanah yang subur dicirikan keadaannya yang gembur.
Untuk menggemburkannya, perlu dilakukan pembalikan, baik dicangkul
maupun dibajak. Unsur kimia yang diperlukan tanaman disebut unsur hara.
Kebutuhan unsur hara setiap tanaman berbeda-beda, kebutuhan unsur hara
dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: dalam jumlah banyak (makro),
sedang (madya), dan sedikit (mikro)Unsur hara makro tersusun atas unsur
hara makro primer yaitu: N, P, K dan unsur hara makro sekunder yaitu: Ca,
Mg, S. Unsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn, B, Zn, dan Mo. Kondisi biologi
tanah yang baik dan prodiktif adalah tanah yang banyak mengandung bahan
organik dan jasad hidup (mikro dan makro organisme). Jasad hidup berperan
sebagai jasad perombak bahan organik menjadi bahan organik yang halus dan
dapat diserap oleh tanaman.
Untuk meningkatkan kesuburan tanah maka perlu pemberian pupuk
untuk meningkatkan kandungan unsur hara tanah. Pupuk digolongkan menjadi
2 yaitu: pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk
yang terbut dari sisa-sisa mahkluk hidup yang diolah melalui proses
pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Pupuk anorganik atau
pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu

2
3

berbagai bahan kimia sehingga memiliki presentase kandungan hara yang


tinggi
Untuk dapat mengetahui bagaimana keadaan tanah sebelum tanah
ditanami maka jenis tanaman. Tertentu maka kita harus mengetahui bagimana
stuktur maupun tektur tanah tesebut. Yang tidak kalah penting adalah pH tanah
untuk mengetahui hal tersebut maka perludiadakan pengujian di laboratorium
agar hasil tersebut dapat di ketahui dengan valit bukan atas pengamatan visual
saja mengenai kandungan air tanah, ketersediaan N,P,K dalam tanah yang
berguna untuk penambahan unsur hara dalam tanah.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kesuburan dan pemupukan ini adalah :
1. Mengetahui pertumbuhan tanaman sawi pada tanah alfisol.
2. Mengetahui sifat-sifat kimia tanah berbagai jenis tanah (N, P, K, Bahan
Organik).
3. Mengetahui pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan
tanamna sawi.
4. Mengrtahui persentase perkecambahan benih sawi pada berbagai jenis
tanah dan cara pemupukan yang berbeda.
5. Menilai tingkat kesuburan dari setiap jenis tanah berdasarkan data – data
diatas.
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Hari / tanggal Waktu Kegiatan Tempat
Sabtu, 10 November 06.00 Menanam
2007
Sabtu, 17 November 06.00 Pengamatan
2007
Sabtu, 24 Novermber 06.00 Pengamatan
2007
Sabtu, 1 Desember 06.00 Pengamatan
2007
Sabtu, 8 Desember 07.30 Panen dan analisis berat
2007 brangkasan segar
Jum’at 28 Desember 09.00 Analisis Tanah Laboraturium
2007 dan Sabtu 29 Kimia Dan

3
4

Desember 2007 Kesuburan


Tanah

4
6. II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah
1. Tanah Entisols
Sifat unik yang ditemukan pada entisols adalah dominasi bahan
mineral tanah dan tidak adanya perbedaan horizon pedogenetik. Entisols
adalah tanah yang mendukung bagi tanaman, tetapi pada beberapa iklim
dan jenis vegetasi tertentu. Tidak adanya horison pedogenetik merupakan
hasil dari lamanya pelapukan bahan induk, seperti pasir kuarsa, sehingga
tidak mudah terbentuk horizon, pembentukan dari bahan yang sulit, batuan
yang terlarut dengan lambat seperti limestone, yang meninggalkan sedikit
residu. Hilangnya waktu untuk pembentukan horizon karena kekuatan
pengendapan abu/aluvium terjadi pada daerah miring dimana banyaknya
erosi melampaui banyaknya pembentukan horison pedogenetik atau
percampuran horizon karena binatang/pengolahan pada kedalaman
1 atau 2 m (Killham, 1994).
Ciri tanah tidak dapat ditemtukan oleh iklim atau proses
pembentukan tanah, akan tetapi oleh sifat bahan induknya. Biasanya
terdapat pada lereng yang curam. Perkembangannya lemah, umumya
kurang berarti untuk tanah pertanian. Tanah regosol juga sangat muda dan
terdapat di atas endapan mineral yang dalam dan tidak berbatu besar,
sebagian besar terdapat di daerah gumuk pasir loess dan glasial apapun
yang lerengnya curam (Buckman and Brady,1982).
Entisols terbentuk dari berbagai bahan induk, dan penyebarannya
mulai dari dataran rendah pada topografi datar atau cekung di lahan basah
sampai dataran tinggi pada topografi berbukit dan bergunung. Entisols
pada "landform" marin dan aluvial masing-masing ter-bentuk dari endapan
bahan marin (endapan laut), dan endapan sungai (fluviatil). Pada lahan
kering dapat terbentuk dari bahan sedimen (batu pasir), batu gamping atau
dari bahan vulkanik (pasir vulkanik). Entisols dari bahan marin tidak
sesuai untuk pertanian tanaman karena mengandung kadar garam yang

1
tinggi, tetapi berpotensi untuk perikanan air payau. Namun, Entisols yang
terbentuk dari endapan sungai berpotensi untuk pertanian lahan basah
(padi) dan perikanan air tawar. Entisols yang terdapat di lahan kering,
yang terbentuk dari bahan sedimen, batu gamping, terlebih jika dari bahan
vulkanik, cukup berpotensi untuk pertanian tanaman pangan, tanaman
perkebunan, buah-buahan, dan tanaman pakan ternak (Anonim, 1993).
Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk deferensiasi
horizon, meskipun pada tanah regosol tua sudah mulai terbentuk horizon A
lemah, bewarna kelabu, mengadnung bahan yang belum atau masih baru
mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar, struktur kersai atau
remah, konsistensinya lepas sampai gembur, dan pH 6-7, makin tua tanah
struktur dan konsistensinya padat, bahkan seringkali membentuk padas
dan drainase dan porositas yang terhambat. Umumnya jenis tanah ini
belum membentuk agregat, sehingga peka terhadap erosi. Umumnya
cukup mengandung P dan K yang masih segar dan belum siap untuk
diserap tanaman tetapi kekurangan unsur N (Darmawijaya, 1990).
2. Tanah Alfisols
Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat
tebal, yaitu 130 cm sampai 5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara
horizon tidak begitu jelas. Warnanya merah, coklat sampai kekuning-
kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 persen tapi
biasanya sekitar 5 persen saja. Reaksi tanah berkisar antara pH 4,5-6,5
yaitu dari asam sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini
umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya
gembur. Dari warna biasanya bisa dilihat kandungan unsur haranya,
semakin merah biasanya semakin miskin. Pada umumnya kandungan
unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar
merembeskan air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasi dari agak cepat
sampai agak lambat, daya menahan air cukup baik dan agak tahan erosi.
Pada umumnya tanah ini kadar unsur hara dan organiknya cukup rendah,
sedangkan produktifitas tanahnya dari sedang sampai tinggi. Tanah ini
memerlukan input yang memadai. Ciri morfologi yang umum ialah tekstur
lempung sampai geluh (Sarief, 1979).
Alfisols dapat terbentuk dari lapukan batu gamping, batuan plutonik,
bahan vulkanik atau batuan sedimen. Pe-nyebarannya terdapat pada
"landform" karst, tektonik/struktural, atau volkan, yang biasanya pada
topografi berombak, bergelombang sampai berbukit. Tanah ini mempunyai
sifat fisik, morfologi dan kimia tanah relatif cukup baik, me-ngandung
basa-basa Ca, Mg, K, dan Na, sehingga reaksi tanah biasanya netral (pH
antara 6,50  7,50) dan kejenuhan basa > 35%. Tergantung dari keadaan
topografi, tanah ini berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan
lahan kering dan/atau tanaman tahunan (Anonim, 1993)
Tanah Alfisols ini telah mengalami perkembangan yang cukup
lanjut, yang dicerminkan oleh akumulasi liat pada horizon B. Kesuburan
tanah cukup tinggi, karena nilai kejenuhan basanya di atas 50%.
Umumnya tanah jenis ini dalam, bahkan sangat dalam, dan hanya sebagian
kecil kedalaman efektifnya di bawah 30 cm (lithic). Kandungan liatnya
cukup tinggi sehingga pengolahan tanah cukup sulit (Anonim, 2003)
Berdasarkan warnanya, Alfisol dibagai dalam beberapa macam
tanah, antara lain adalah :
a. Alfisol Merah
b. Alfisol Merah kekuningan
c. Alfisol Coklat kemerahan
d. Alfisol coklat
e. Alfisol coklat kekuningan
f. Alfisol Merah ungu (Darmawijaya, 1990)
3. Tanah Vertisols
Ciri-ciri tanah ini sebagai berikut, tekstur lempung dalam bentuk
yang mencirikan, tanpa horizon aluvial dan iluvial. Struktur lapisan atas
granuler, sering terbentuk bunga kubis dan lapisan bawah gumpal atau
pejal, mengadung kapur, pemuaian dan kontraksi tinggi jika diubah ke
kadar airnya, seringkali nilai mikroreliefnya gilgai. Konsistensi luar biasa
liat, bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air, dalam
selom rata-rata 75 cm, warna kelam atau chroma kecil
(Darmawijaya, 1990).
Tanah Vertisols memiliki ciri proses percampuran tanah secara
teratur dan terhentinya perkembangan horison diagnostik merupakan ciri
yang dapat ditemukan. Karena tanah mengalami pergerakan, sifat
diagnostiknya memiliki banyak sifat yang mendukung. Diantaranya
kerapatan zarahyang tinggi ketika kering, konduktivitas hidrolik yang
sangat lambat ketika lembab, kelihatan terangkat dan turunnya permukaan
tanah Karena tanah lembab yang menjadi kering dan pengeringan yang
cepat sehingga menyebabkan terbukanya retakan-retakan. Sifat khusus
Vertisols pada umumnya adalah kandungan lempung yang tinggi. Adanya
perubahan volume dengan berubahnya kelembaban dan bukti adanya
pergerakan tanah adalah pembentukan slicken slides, mikrorelief gilgai
dan struktur agregat berbentuk baji dikarenakan kemiringan sudut dari
horisontal. Pada musim tertentu, hujan yang datang pada saat retakan
terbuka mengakibatkan beberapa permukaan tanah terjatuh atau
membasahi retakan sehingga tanah menjadi lembab dan retakan tertutup
(Anonim,2003)
Tanah ini dicirikan dengan tingginya lempung tipe pengembang
yang dalam bulan atau musim kering menyebabkan tanah retak-retak
dalam dan lebar. Karena sangat mengerut, retak dan permukaan
mengalami kelembapan maka pada umumnya tidak mantap dan
menimbulkan masalah jika digunakan untuk fondasi gedung jalan raya
bahkan untuk bidang pertanian (Buckman and Brady, 1982).
Bahan induk tanah ini terbatas pada tanah yang bertekstur halus atai
tersendiri dari bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu
kapur, nepal, tuf, alivial dan abu vulkanik. Kandungan bahan organik pada
umumnya antara 1,5-4 %. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus
dan kadar kapur. Jenis lempung yang terbanyak adalah monmorilonit
sehingga tanah ini mempunyai daya absorbsi tinggi jika tanah mengering
setelah hujan pertama. Permukaan gumpal tanah ini yang kaya kapur
memperlihatkan “bunga kubis” (Darmawijaya, 1990).
Vertisols sangat sulit untuk dikerjakan karena vertisols memiliki
konsistensi yang sangat keras ketika kering dan sangat liat dan lekat ketika
basah. Maka dari itu dalam mengerjakan tanah ini sering terbatas pada
waktu yang singkat dan keadaan air yang cukup. Tetapi pengolahan dapat
sering dilakukan pada musim kering dengan mesin-mesin berat.
Pengolahan secara mekanik pada musim basah mengakibatkan pemadatan
tanah yang sangat serius. Karena tanah basah tidak dapat dilalui. Vertisols
memiliki drainase yang jelek, pelindian bahan-bahan hasil pelapukan yang
terbatas, kandungan kalsium dan magnesium tinggi dan pH kira-kira 7. hal
ini dikarenakan konduktivitas hidrolik yang rendah pada Vertisols. Pada
saat tanah dalam keadaan kapasitas lapang, praktis tidak ada terjadi
pergerakan air (Anonim,1993).
4. Tanah Andisols
Andisols terbentuk dari abu dan/atau pasir volkan. Penyebarannya
terdapat pada "landform" volkan pada ketinggian lebih dari 900 m dpl.
(pada topografi ber-gunung). Tanah ini mempunyai sifat fisik, morfologi
dan kimia tanah yang cukup baik. Tekstur tanahnya ringan (lempung
berdebu), struktur tanah berbutir, konsistensi gembur sehingga mudah
diolah, dan kemampuan meretensi air cukup tinggi. Tanah ini cukup stabil
dan karena umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang relatif
tinggi dan struktur tanah yang berbutir (granular) dan konsistensi yang
gembur terutama di lapisan atas (epipedon mollik), tanah ini sangat
berpotensi untuk pertanian, namun tergantung dari keadaan topografinya
(Anonim, 1993).
Andisols merupakan tanah mineral yang tidak mempunyai horison
argilik, natrik, spodik dan oksik, tetapi mempunyai satu atau lebih dari
epidon histik, epidon molik, epidon umbrik, horison kambik, horison
plakik, duripan tau pada jeluk 18 cm setelahdicampur mempunyai
kandungan bahan organik lebih dari 3% (Munir, 1996).
Andosol dijumpai pada daerah yang mempunyai ketinggian lebih
dari 1000 meter dengan topografi bergelombang, agak rata dan dataran
tinggi gunung berapi, dibawah vegetasi hutan tropika basah. Andosol
merupakan tanah yang masih muda, sehingga proses-proses pembentukan
tanah masih lemah. Solum Andosol umumnya agak dalam sampai dalam,
berwarna hitam sampai kekuningan mempunyai horizon A umbrik tetapi
horizon B yang baru berkembang (Handayanto, 1998)
Sifat tanah andosol sebagai berikut :
a. Ciri morfologi : horizon Al yang tebal berwarna kelam, coklat
sampai hitam, sangat poreus, sangat gembur, tak
liat (non-plastik), tak lekat (non-sticky), struktur
remah atau granuler, terasa berminyak karena
mengandung bahan organik antara 8 % sampai
30 % dengan pH 4,5-6.
b. Sifat mineralogi : fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik,
dengan mineral feromagnesium, dan fraksi
lempung sebagian terbesar alofan berkembang
mengandung juga halloysit.
c. Sifat kimia : kejenuhan basa rendah, dengan kapasitas
penukaran kation (cara Na-asetat pH 7) dan
kapasitas penukaran anion tinggi, mengandung C
dan N tinggi tetapi nisbah C/N rendah, kadar P
rendah karena terfiksasi kuat, sukar mengalami
peptisasi, berat jenis kurang dari 0,85 dan pada
kapasitas lapang kelengasan tanah lebih dari
15 % (Darmawijaya,1990).
B. Tanaman
Ada dua jenis penanaman diusahakan: kering dan basah. Dalam
keduanya, sejumlah besar bahan organik (kompos) dan air diperlukan agar
tanaman ini dapat tumbuh dengan subur. Dalam penanaman kering, kangkung
ditanam pada jarak 5 inci pada batas dan ditunjang dengan kayu sangga.
Kangkung dapat ditanam dari biji benih atau keratan akar. Ia sering ditanam
pada semaian sebelum dipindahkan di kebun. Daun kangkung dapat dipanen
setelah 6 minggu ia ditanam (Anonim, 2007).
Jika penanaman basah digunakan, potongan sepanjang 12-inci ditanam
dalam lumpur dan dibiarkan basah. Semasa kangkung tumbuh, kawasan basah
ditenggelami pada tahap 6 inci dan aliran air perlahan digunakan. Aliran air
ini kemudian dihentikan apabila tanah harus digemburkan. Panen dapat
dilakukan 30 hari setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman dipetik, cabang
dari tepi daun akan tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7-10 hari
(Anonim, 2007).
Kangkung diperbanyak dengan stek batang yang panjangnya 20 – 25 cm
atau dengan biji. Kebutuhan stek dalam 1 m2 sekitar 16 batang. Untuk
budidaya kangkung darat, dibutuhkan kurang lebih 50 – 80 kg/Ha. Benih
diambil dari tanaman yang sudah tua berwarna hitam. Untuk mempercepat
perkecambahan diperlukan perendaman benih di dalam air selama satu malam
sebelum benih itu disebarkan (Anonim, 1995).
Tanaman kangkung tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang
sulit. Salah satu syarat yang penting adalah air yang cukup. Apabila
kekurangan air pertumbuhannya akan mengalami hambatan. Kangkung baik
ditanam di dataran rendah. Di dataran tinggi, tumbuhnya lambat dan hasil
kurang. Di dataran rendah kangkung biasanya ditanam di kolam atau rawa-
rawa atau di timbunan sampah dan juga tegalan. Di tempat yang mengandung
baham organik tinggi, tanaman akan tumbuh subur sekali. pH yang
dikehendaki adalah 5,5 – 6,5. Tetapi tanaman toleran terhadap tanah asam dan
naungan (Anonim, 1995).
Tanaman kangkung hanya sedikit dikenal di luar asia tropis walaupun
penanamannya sangat mudah, sangat bergizi dan pantas dibudidayakan lebih
luas dimana benih dapat diperoleh dari pedagang dari pedagang-pedagang
Singapura, Hongkong, Taiwan dan Bangkok (William, 1993).
Sawi (Brassica juncea) mudah ditanam didataran rendah dan tinggi.
Namun, sawi lebih banyak ditanam didataran rendah, terutama
dipekarangan karena perawatannya lebih mudah. Jenis sawi huma baik
sekali jika ditanam di tempat yang agak kering atau tegalan. Sawi hijau
kurang disukai karena rasanya agak pahit. Sawi hijau batangnya pendek
dan tegap. Daunnya lebar, berwana hijau tua, bertangkai pipih, kecil dan
berbulu halus (Rukman, 1994).
Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan.
Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi : ada yang mencabut
seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas
permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara
yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama.
Pertumbuhan yang baik dapat menghasilkan 100 kuintal daun/ha.(tanaman
sawi) (Anonim, 2008).
Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah.
Akan tetapi, umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di
pekarangan, di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah
pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan ferhadap hujan.
Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim
kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah
yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan
drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Anonim, 2008).
Persemaian Sawi diperbanyak dengan biji. Biji yang akan
diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Biji sawi sudah
banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapangan, sawi
terlebih dahulu harus disemaikan. Persemaian dapat dilakukan di
bedengan atau di kotak persemaian. Setiap 1 ha lahan dibutuhkan 700
gram biji sawi (Anonim, 2008).
Pengolahan tanah sambil menunggu bibit cukup umur untuk
ditanam, tanah yang akan ditanami diolah dengan bajak atau cangkul,
selanjutnya tanah itu diberi pupuk kandang sekitar 10 ton/ha, dihaluskan,
dan dibuat bedengan-bedengan yang lebarnya 1 m dan panjang sesuai
dengan keadaan lahan. Tinggi bedengan 10-20 cm dan jarak
antarbedengan 35 cm. Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 3-4 minggu sejak biji disemaikan. Jarak tanam yang digunakan
umumnya 30 x 40 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada
sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab
(Anonim, 2008).
Pendangiran dan penyiangan biasanya setelah turun hujan, tanah di
sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil
menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-
rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak
perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali.
Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan
perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang
tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang
diberikan sebaiknya mengandung nitrogen. Setiap tanaman diberi pupuk
sebanyak 3 gram atau 60 kg N/ha atau 3 kuintal ZA/ha (Anonim, 2008).
C. Kesuburan Tanah
Pengkajian kesuburan tanah melibatkan pengamatan bentuk unsur hara
tanaman didalam tanah, bagaimana unsur-unsur tersebut menjadi tersedia
untuk tanaman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara
oleh tanaman. Pada gilirannya, tindakan memperbaiki kesuburan tanah dan
produksi tanaman dengan menyediakan unsur hara terhadap sistem tanah dan
tanaman (pupuk, bahan organik dan lain-lain). Kesuburan tanah bersifat “site
specific” dan crop specific”(Handayanto, 1998).
Tanah yang subur lebih disukai untuk usaha pertanian, karena
menguntungkan. Sebaliknya terhadap tanah yang kurang subur dilakukan
usaha untuk menyuburkan tanah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh
meningkat. Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk
menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah
itu berada. Produk tanaman berupa buah, biji, daun, bunga, umbi, getah,
eksudat, akar, trubus, batang. Biomassa, naungan, penampilan dan sebagainya.
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor
pembentuk tanah yang merajai dilokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim,
relief, organisme atau waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam
pembahasan kesuburan tanah, sedangkan tanaman merupakan indikator mutu
kesuburan tanah (Yuwono, 2004).
Kesuburan tanah pertanian diukur berdasarkan hasil tanaman (berat
kering ton.ha-1) dan kualitas (kandungan gula, pati, protein, dan vitamin), yang
variasinya direkam dari tahun ke tahun. Pada prinsipnya, tanah yang subur
adalah tanah yang secara konsisten memberikan hasil yang baik tanpa
penambahan pupuk. Tanah kemungkinan mempunyai kesuburan asli yang
tinggi, tetapi hasil produksinya rendah karena faktor produksi lainnya
menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis tanah tertentu mempunyai potensi
kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak dilakukan perbaikan tingkat
kesuburannya maka hanya diperoleh hasil dengan aras sedang. Hasil akan
dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan irigasi apabila kondisi iklim terlalu
kering, pemupukan, perbaikan varietas yang berproduksi tinggi, perbaikan
sistem pertanaman, dan perlindungan tanaman (Manahan, 1994).
Evaluasi kesuburan tanah melibatkan pendugaan kemampuan tanah
untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman. Produktivitas tanah adalah suatu
istilah dimana penambahan kombinasi antara aspek unsur hara, aspek fisik
tanah dan faktor tanah lain yang mempengaruhi produksi tanaman. Kesuburan
tanah dapat dievaluasi dengan empat pendekatan, yakni (i) Uji tanah, (ii)
Analisis tanaman, (iii) Percobaan pot, dan (iv) Percobaan pemupukan di
lapangan. Berbagai upaya untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan
kesuburan tanah-tanah pertanian telah lama dilakukan seperti penambahan
pupuk anorganik dan atau bahan organik ke dalam tanah. Namun demikian,
pemakaian pupuk anorganik ternyata kurang baik bagi lingkungan, karena
kelebihan dari pupuk tersebut dapat menjadi bahan pencemar lingkungan.
Oleh karena itu perlu dicari suatu cara peningkatan kesuburan tanah atau suatu
cara untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman dengan prinsip masukan
rendah (“low input”) tanpa harus mencemari lingkungan atau bahkan harus
lebih bersahabat dengan lingkungan (Setijono, 1997).
Pada umumnya, tanah yang baik untuk tanaman sayuran harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Kesuburan kimia tanah cukup tinggi, tanah harus banyak mengandung
unsur hara essensial dan tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang kritis
harus tersedia, walau dalam kadar yang paling rendah, karena unsurnya
akan menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi dari tanaman.
b. Struktur tanah baik, sifat fisik tanah harus stabil, daya tahan air, drainase
dan aerasi cukup baik. Tanah yang baik harus merupakan media yang
cocok untuk aktivitas mikrobia non pathogen, baik untuk pertumbuhan
akar tanaman sampai sekurang-kurangnya pada kedalaman 60 cm
(Hermanto, 2000).
II. CARA KERJA

A. Penanaman Tanaman
1. Persiapan :
a. Pengolah tanah.
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah pada
kedalaman olah, kemuduan menggemburakan dan meletakkannya dari
sisa – sisa tanaman pengganggu.
b. Pembuatan Petak
Pembuatan petak dengan ukuran 2x2,5 meter dengan jumlah petak
seluruhnya yaitu 4 petak. Masing – masimg petak dikerjakan oleh
sekelompok mahasiswa yang telah ditentukan oleh co-ass.
2. Pemberian pupuk organik pada petak sesuai dengan dosis 1 hari
sebelum tanam.
3. Menanam 3 biji per lubang tanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm.
Jadi ada 25 lubang tanam tiap petak.
4. Mengamati tinggi tanaman setiap seminggu sekali.
Setiap praktikan wajib membawa penggaris/meteran dan hasil pengamatan
harus disetujui oleh asisten.
5. Pemeliharaan
- Penyiraman: penyiraman dilakukan tergantung pada musim. Bila
musim pennghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukan
pengurangan air yang ada, tetapi sebaiknya bila mmusim kemarau tiba
kita harus menambah air demi kecukupan tanaman sawi yang kita
tanam. Bila tidak terlalu panas penyiraman dilakukan sehari cukup
sekali sore atau pagi hari.
6. Setelah tanaman berumur 30 hari (1 bulan) dilakukan pemanenan.
7. Ambil seluruh bagian tanaman, dibersihkan kemudian ditimbang
sebagai brangkasan segar tanaman.

1
Keterangan:
Perlakuan yang digunakan:
A: tanpa pupuk
B: pupuk organik 5 kg/petak
C: pupuk anorganik dengan dosis urea 50kg/petak dan KCl 37kg/petak
D: kombinasi pupuk organik dan anorganik
B. Analisis Tanah
1. Kadar lengas
a. Menimbang botol timbang kosong (a).
b. Meninmbang contoh tanah 5 gr dan memasukkannya dalam
botol timbang.
c. Menimbang botol timbang dan contoh tanah (b).
d. Mengoven selama 4 jam pada suhu 150o C.
e. Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang botol timbang
(c).
f. Menghitung kadar lengas tanah.
Kadar lengas:b-c

2. pH tanah
a. Menimbang contoh tanah kering angin 6 gr, memasukkan ke
dalam flakon.
b. Menambah 15 cc aquadest.
c. Mengocok hingga homogen selama 1 menit.
d. Mendiamkan selama 30 menit.
e. Mengukur pH dengan pHmeter.
3. N total tanah
a. Destruksi :
1) Menimbang dengan gelas arloji bersih dan kering, contoh tanah
angin diameter 0,5 mm 1 gr.
2) Memasukkan ke tabung Kjeldahl dan menambahkan 6 ml H2SO4
pekat.
3) Menambah campuran serbuk K2SO4 dan CuSO4 1 kecil.
4) Melakukan destruksi hingga campuran homogen yaitu asap hilang
dan larutan menjadi putih kehijauan atau tidak berwarna.
b. Destilasi
1) Menambahkan aquadest 30 ml setelah larutan tabung Kjeidahl
dingin, menambah aquadest 30 ml dan menuangkan dalam tabung
destilasi (tanah tidak ikut) dan menambahkan 2 butir Zn dan 20 ml
NaOH pekat.
2) Mengambil larutan penampung 10 ml (merupakan campuran H2SO4
0,1 N dan 2 tetes metyl red) pada beker gelas atau erlymeyer
(larutan penampung sudah dibuat).
3) Melakukan destilasi hingga volume larutan menampung 40 ml.
c. Titrasi
1) Mengambil larutan penampung 10 ml dan melakukan titrasi pada
larutan dalam bekergelas hasil destilasi, dengan NaOh 0,1 N
sampai warna hampir hilang/kuning bening.
2) Melakukan prosedur diatas untuk blanko.
3) Menghitung nilai N total tanah.
4. P tersedia tanah
a. Mengencerkan larutan standart P.
b. Menimbang 1 gr tanah kering angin kemudian memeasukkan
ke dalam tabung reaksi.
c. Menambahkan 7 ml larutan Bray I (0,025 N HCl + 0,03 N
NH4F), lalu menggojonya selama 1 menit.
d. Menyaring dengan kertas whatman sampai jernih.
e. Menganbil 2 ml filtrate dan menambah 5 ml aquadest.
f. Menambahkan 2 ml amonium molybdat hingga homogen.
g. Menambahkan 1 ml SnCl2 dan menggojognya.
h. Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 660 nm.
5. K tersedia tanah
a. Menimbang contoh tanah 2,5 gr
b. Menambahkan amonium asesat 25 ml dan
menggojognya selama 30 menit.
c. Menyaring ekstrak dan mengambil 5 ml.
d. Menambahkan 5 ml LiCl2 dan menjadikan volume
50 ml dengan aquadest.
e. Menembak dengan flamefotometer.
6. Bahan Organik
a. Menimbang ctka (contoh tanah kering angin)
0,5 gr dan memasukkan dalam labu takar.
b. Menambahkan K2Cr2O7 1 N sebanyak 1 ml.
c. Kocok memutar dan mendatar selama 60 detik.
d. Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml
(lewat dinding labu).
e. Warna harus merah jingga jika menjadi hijau
tambahkan K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat, dan penambahan inin harur
dicatat.
f. Kemudian mendiamkan selama 30 menit.
g. Menambahkan H3PO4 85% ini dan
mengencerkan dengan aquadest sampai 50 ml atau sampai tanda garis.
h. Menggojognya sampai homogen.
i. Mengambil larutan bening 5 ml dan
menambahkan 2 tetes indikator DPA dan 15 ml aquadest.
j. Mengocok sampai homogen kemudian
melakukan titrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna menjadi hojau
cerah.
k. Membuat blanko atau tanpa contoh tanah
dengan langkah sama seperti di atas.
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PRAKTIKUM

A. Analisis Tanaman
1. Tinggi Tanaman
Tabel 1.1 Hasil Prngamatan Tinggi Tanaman Sawi
Perlakua Tanaman Minggu ke- Rata –
No. Tanaman
n Ke- I II III rata
1. Sawi SP1 1 1,5 4,5 10,3 5,4
2 2 6,5 12,5 7
3 2 6 14 7,3
4 2,2 4,6 10,5 5,7
5 1,8 5 9 5,26
Rata-rata 1,9 5,32 11,26
SP0N0 1 2 3,2 6,1 3,7
2 1,2 4,7 12 5,9
3 1,1 4 8 4,3
4 2,5 3,1 10,4 5,3
5 1,6 3,2 9,9 4,9
Rata-rata 1,68 3,64 9,28
SP1N1 1 2 5 12 6,3
2 1,8 5 12,5 6,43
3 2 4,5 11,8 6,1
4 2,3 6 14,4 7,5
5 2 5,2 12,5 6,5
Rata-rata 3,37 5,14 12,6
SN1 1 2 5 12 6,3
2 2,3 5,5 14 7,2
3 2,3 4,5 12,2 6,3
4 2 4,2 12,5 6,2
5 2,5 5 10 5,8
Rata-rata 2,2 4,8 12,11
SP1N2 1 0,9 3,5 11 5,1
2 1 4 9,3 4,7
3 1 4 11,5 5,5
4 1 4 11 5,3
5 1 3,5 9,5 4,6
Rata-rata 0,9 3,8 10,4
SN2 1 2 3,5 9 4,8
2 1 2 7,5 3,5
3 1 3,2 8,5 4,2
4 1,5 4,6 10 5,3
5 1 7,2 18 8,7
Rata-rata 1,3 4,1 10,6
SP1N3 1 2 3,2 7 4,06
2 1,1 4,7 13 6,2
3 2,5 4 11 5,8

1
4 1,6 3,1 9 4,5
5 1 3,2 5,5 4,5
Rata-rata 1,64 3,64 9,1
Sumber : Hasil Rekapan Data Kelompok

2. Berat Brangkasan Basah


Tabel 1.2 Hasil Penimbangan Berat Brangkasan
No. Tanaman Perlakua Berat Brangkasan
n
1. Sawi SP1 7,5
SP0N0 4,79
SP1N1 7
SN1 8,86
SP1N2 6,2
SN2 5
SP1N3 1,57
Rata – rata 5,85
Sumber : Hasil Rekapan Data Kelompok

B. Analisis Laboratorium
Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Setiap Jenis Tanah di Laboraturium
No. Jenis Kadar pH H N total P K Ctkm Kadar Kadar
Tanah Lengas tanah tersedia tersedia (mg) C BO
2 O
(%) (%) ( ppm ) (%) Organik (%)
tanah
(%)
1. Alfisol 7,16 5,524 0,18 274,35 0,68 233.29 4,98 8,57
2. Entisol 41,8 5,271 0,05 619,5 0,01 176,3 0,24 0,4128
3. Ultisol 13,44 4,634 0,51 165,45 0,77 220,38 3,54 6,08
4. Entisol 8,4 5 0,21 484,3 0,99 230,63 6,71 11,52
5. Alfisol 7,20 5,52 0,09 303,71 0,79 233,21 7,68 5,96
6. Entisol 45,28 4,9 0,16 730,88 1,27 172,08 4,78 7,78
7. Untisol 8,28 4,770 0,485 173,83 0,78 230,88 10,125 17,415
Sumber : Laporan Sementara

Analisis Data
1. Kadar Lengas Tanah
Diket : a = 66,72 gram
b = 52,36 gram
c = 65,76 gram
Ditanya : KL…?
Jawab :
b−c
x 100 %
KL = c−a
66,72 − 65,76
x 100%
= 65,76 − 52,36
0,96
x 100%
= 13,4
= 7,16 %
2. pH Tanah
pH H2O = 5,524
3. N Total Tanah
Diket : A = 2,41
B = 3,43
N = 0,1 N
KL = 7,16 %
Berat tanah = 1 gr
Ditanya : N total Tanah…?
Jawab :
(B− A ) x N NaOH x 14 x 4
x 100 %
100
xberat tan ah( mg)
N total = 100+KL
(0,2−0,5) x 0,1 x 14 x 4
x 100%
100
x1000
= 100+7,16
1,68
x 100%
= 0,933 x 1000
1,68
x 100%
= 933
= 0,187 %
4. P Tersedia Tanah
Diket : ppm P larutan tanah = 7,29
KL = 7,16 %
Berat tanah = 1 gr
Ditanya : ppm P…?
Jawab :
ppm laru tan tan ahx 35
100
xberat tan ah( g )
ppm P = 100+KL
7, 29 x 35
100
x1
= 100+7 ,16
255,15
= 0,93
= 274,35 ppm P
5. K Tersedia Tanah K
Diket : ppm K Larutan Tanah = 0,32
KL = 7,16 %
Berat Tanah = 2,5 gr = 250 mg
Ditanya : K tersedia Tanah…?
Jawab :
50 50
ppm K laru tan tan ahx x
5 100
x 100 %
100
xberat tan ah(mg)
K= 100+KL
50 50
0 ,32 x x
5 100
x 100 %
100
x 250
= 100+7 ,16
1,6
x100%
= 233,296
= 0,68 %
6. Bahan Organik
Diket : A = 1,1 ml
B = 1,4 ml
KL = 7,16 %
Berat tanah = 2,5 gr = 250 mg
N FeSO4 = 1 N
Ditanya = BO…?
Jawab :
100
xctka(mg)
Berat ctkm = 100+KL
100
250
= 100 x7,16
= 233,29 mg
100
(B− A )xNFeSO 4 x3 x 10 x
77
x100%
Kadar C Organik = Berat ctkm
100
(1,4−1,1)x 1x 3 x10 x
77
x100%
= 233,29
0,3x 30x 1,29
x100%
= 233,29
= 4,98 %
V. PEMBAHASAN

Tanah merupakan sumber daya alam yang peranannya sangat strategis masa
kini dan yang akan datang. Kehidupan manusia dan makhluk lainnya sangat
tergantung pada tanah dan tidak mungkin menghindar dari ketergantungan akan
tanah. Tanah berfungsi sebagai prosesor raksasa yang dapat mengolah, mengubah,
dan mensintesis suatu produk yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, tumbuh-
tumbuhan maupun hewan. Dengan demikian, tanah mempunyai kemampuan yang
luar biasa untuk menjadi media kehidupan bagi makhluk yang ada di permukaan
bumi. Keberadaan tanah di permukaan bumi sangat beragam. Keragaman meliputi
segala aspek morfologi, fisik, kimia, dan beberapa aspek lainnya. Sering kita
jumpai tanah yang berwarna hitam, kuning, merah, kelabu dan putih; dan sering
pula dijumpai tanah yang subur, tandus dan banyak lagi performans dari tanah
yang ada dipermukaan bumi.
Tanah yang baik ialah tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang
tinggi. Kesuburan tanah yang ideal apabila sifat fisika, kimia dan biologi
tanahnya seimbang. Selain faktor tanah, pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi
oleh iklim dan lingkungan pertumbuhan. Kesuburan tanah secara singkat
merupakan kandungan hara yang terdapat di dalam tanah, baik hara makro
maupun mikro. Adanya jenis tanah yang berbeda-beda baik dari sifat fisika, kimia
maupun biologinya maka kandungan atau ketersediaan hara dalam tanah juga
berbeda-beda antara tanah yang satu dengan jenis tanah yang lain.
Kesuburan tanah dalam arti sempit adalah ketersediaan hara tanaman pda
waktu tertentu.makin tinggi ketersediaan hara, maka tanah tersebut makin subur
dan sebaliknya status hara dalam tanah selalu berubah-ubah, tergantung pada
musim, pengelolaan tanah dan jenis tanaman. Problematika kesuburan tanah yang
sering terjadi adalah pengurasan unsur hara pada saat pemanenan, pemberian
pupuk yang tidak proporsional atau berlebihan dan siklus pengharaan terbuka.
Sebelum melakukan penanaman hendaknya dilakukan analisis tanah terlebih
dahulu terutama sifat kimia tanah, dimana analisis kimia tanah bertujuan untuk
mengetahui status ketersediaan hara pada tanah tersebut sehingga memberikan

1
indikasi yang jelas tentang adanya kelebihan dan kekurangan unsur hara yang
mungkin terjadi pada tanaman dan dapat memberikan rekomendasi kebutuhan
pupuk yang diperlukan.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi kangkung darat
tersebut. Dan diperoleh rata data minggu ke -1 sebagai berikut, : KP1 = 4,22 cm;
KP0N0 = 5,5 cm; KP1N1 = 7,4 cm ; KN1 = 7,4 cm ; KP1N2 = 6,84 cm ; KN2 =
5,5 cm ; KP1N3 = 7,02. Ternyata rata – rata tanaman kangkung pada minggu ke-
1 terbesar didapat pada perlakuan KP1N1 dan KN1 dan terkecil didapat pada
perlakuan KP1.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi kangkung darat
tersebut. Dan diperoleh rata data minggu ke -2 sebagai berikut, : KP1 = 11,42 cm
; KP0N0 = 10,2 cm; KP1N1 = 10,82 cm ; KN1 = 13,52 cm ; KP1N2 = 14,98 cm ;
KN2 = 9 cm ; KP1N3 = 12,86. Ternyata rata – rata tanaman kangkung pada
minggu ke-2 terbesar didapat pada perlakuan KP1N2 dan terkecil didapat pada
perlakuan KP2.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi kangkung darat
tersebut. Dan diperoleh rata data minggu ke -3 sebagai berikut, : KP1 = 23,68
cm; KP0N0 = 22,3 cm; KP1N1 = 22,76 cm ; KN1 = 26 cm ; KP1N2 = 29,44 cm ;
KN2 = 22,3 cm ; KP1N3 = 30,08. Ternyata rata – rata tanaman kangkung pada
minggu ke-3 terbesar didapat pada perlakuan KP1N3 dan terkecil didapat pada
perlakuan KP2.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi sawi tersebut. Dan
diperoleh rata data minggu ke -1 sebagai berikut, : SP1 = 1,9 cm; SP0N0 = 1,68
cm; SP1N1 = 3,37 cm ; SN1 = 2,2 cm ; SP1N2 = 0,9 cm ; SN2 = 1,3 cm ; SP1N3
= 1,64 cm. Ternyata rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-1 terbesar didapat
pada perlakuan SP1N1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N2.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi sawi tersebut. Dan
diperoleh rata data minggu ke -2 sebagai berikut, : SP1 = 5,32 cm; SP0N0 = 3,64
cm; SP1N1 = 5,14 cm ; SN1 = 4,8 cm ; SP1N2 = 3,8 cm ; SN2 = 4,1 cm ; SP1N3
= 3,64 cm. Ternyata rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-2 terbesar didapat
pada perlakuan SP1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N1 dan SP1N3.
Dengan beberapa perlakuan diatas mengamati tinggi sawi tersebut. Dan
diperoleh rata data minggu ke -3 sebagai berikut, : SP1 = 11,26 cm; SP0N0 =
9,28 cm; SP1N1 = 12,36 cm ; SN1 = 12,11 cm ; SP1N2 = 10,4 cm ; SN2 = 10,6
cm ; SP1N3 = 9,1 cm. Ternyata rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-1
terbesar didapat pada perlakuan KP1N1 dan terkecil didapat pada perlakuan
SP1N2.
Dengan beberapa perlakuan diatas, setelah satu bulan kita melakukan
pemanenan dan menimbang berat brangkasan segar kangkung darat tersebut. Dan
diperoleh data sebagai berikut, : KP1 = 6,5 kg ; KP0N0 = 9 kg; KP1N1 = 7,9kg ;
KN1 = 8 kg ; KP1N2 = 9,1 kg ; KN2 = 4,7 kg ; KP1N3 = 9,7 kg, dengan rata –
rata berat brangkasan kangkung sebesar 7,84 kg Ternyata berat tanaman kangkung
terbesar didapat pada perlakuan KP1N3 yaitu dengan memberikan pupuk kandang
dan pupuk urea 75 kg/ha, dan berat tanaman kangkung terkecil didapat pada
perlakuan KN2 pupuk urea yaitu dengan 50 kg/ha.
Dengan beberapa perlakuan diatas, setelah satu bulan kita melakukan
pemanenan dan menimbang berat brangkasan segar sawi tersebut. Dan diperoleh
data sebagai berikut, : SP1 = 7,5 kg ; SP0N0 = 4,79 kg; SP1N1 = 7 kg ; SN1 =
8,86 kg ; SP1N2 = 6,2 kg ; SN2 = 5 kg ; SP1N3 = 1,57 kg, dengan rata – rata
berat brangkasan sawi sebesar 5,85 kg Ternyata berat tanaman kangkung terbesar
didapat pada perlakuan SN1 yaitu dengan memberikan pupuk urea 25 kg/ha, dan
berat tanaman kangkung terkecil didapat pada perlakuan SP1N3 pupuk urea yaitu
dengan 75 kg/ha.
Kadar lengas adalah kadar air yang terdpat dalam tanah yang terikat
oleh bebagai kakas yaitu kakas ikat matrik, osmosis, dan kapiler. Kadar lengas
tanah alfisol kelompok 1 yang diperoleh dalam praktikum uji laboratorium ini
adalah 7,16 % dan kelompok 5 kadar lengasnya adalah 7,20 %. Adapun hasil
kadar lengas tanah yang lain adalah tanah entisol kelompok 2 sebesar 41,8 %,
kadar lengas kelompk 4 sebesar 8,4 % dan kadar lengas kelompok 6 sebesar 45,28
%, tanah ultisol kadar lengas kelompok 3 sebesar 13,44 dan kadar lengas
kelompok 7 sebesar 8,28 %. Kadar lengas tertinggi terdapat pada tanah entisol,
dan kadar lengas terendah terdapat dalam tanah alfisol. Hal ini disebabkan karena
pada tanah Entisols karena strukturnya paling kasar dan didominasi oleh pasir
yang menyebabkan kandungan air tanah dalam pori mikro sedikit, banyak yang
lolos karena sifat tanah yang pasiran, sehingga kadar lengasnya dalam tanah
paling sedikit dibandingkan dengan jenis tanah yang lain. Struktur tanah Alfisols
paling halus diantara jenis tanah yang lain, dengan halusnya struktur tanah
menyebabkan jumlah pori mikro yang terisi oleh air tanah lebih banyak disamping
luas permukaannya yang paling luas, sehingga kadar lengas yang terdapat pada
tanah Alfisols paling besar.
Pada pengukuran pH tanah, tanah alfisols kelompok 1 memiliki pH 5,524
dan kelompok 5 memiliki pH 5,52. Dari kelompok lain jenis Entisols kelompok 2
memiliki pH 5,271, kelompok 4 memilik pH 5 dan kelompok 6 memiliki pH 4,9.
Tanah Untisol kelompok 3 memiliki pH 4,634 dan kelompok 7 memiliki pH 8,28.
Jenis tanah Anfiisols memiliki pH tanah yang paling tinggi sebesar 5,524 dan
tanah Ultisols memiliki pH tanah yang terendah sebesar 4,634. rendahnya pH
tanah undisols dibandingkan dengan pH tanah yang lain disebabkan kejenuhan
basa yang besar dan kapasitas pertukaran kation yang tinggi. Ion H+ dapat ditukar
tersebut berdisosiasi menjadi ion H+ bebas. Ion H+ yang dapat ditukar membentuk
kemasaman potensial. Ion H+ aktif membentuk kemasaman aktual. pH NaF
khusus untuk tanah undisols karena andosol termasuk mineral amorf dan
mengandung alofan-alofan atau non kristalin sehingga F- dapat mengekstrak dan
melepas OH-. Tanah alfisol merupakan tanah yang terbentuk dari lapukan batu
gamping, batuan plutonik, bahan vulkanik atau batuan sedimen. Tanah ini
mempunyai sifat fisik, morfologi dan kimia tanah relatif cukup baik, me-
ngandung basa-basa Ca, Mg, K, dan Na, sehingga reaksi tanah biasanya netral
(pH antara 6,50  7,50) dan kejenuhan basa > 35%. Tergantung dari keadaan
topografi, tanah ini berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering
dan/atau tanaman tahunan
Dari hasil laboraturium N total tanah alfisols kelompok 1 memiliki N total
tanah 0,18 % dan kelompok 5 memiliki N total tanah 0,79 %. Dari kelompok lain
jenis Entisols kelompok 2 memiliki N total tanah 0,05 %, kelompok 4 memilik N
total tanah 0,21 dan kelompok 6 memiliki N total tanah 0,16 %. Tanah Untisol
kelompok 3 memiliki N total tanah 0,51 % dan kelompok 7 memiliki N total
tanah 0,485 % .Tanah tertinggi terdapat pada tanah Ultisol yaitu 0,48 % dan
terendah pada tanah eltisol yaitu 0,05 %. Di samping itu unsur N dapat mengalami
volatilisasi (kehilangan berupa gas NH3). Kehilangan NH3 terutama pada pH >7.
Pada N total tanah Untisol lebih tinggi dibanding tanah Entisol karena pH tanah
Untisol lebih rendah dari Entisol. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
jenis tanah yang memiliki N tersedia paling tinggi yang ada hanya jenis tanah
yang memiliki N tersedia sedang yaitu tanah ultisol dan alfisol dan yang memiliki
N tersedia paling rendah adalah tanah entisol.
Dalam praktikum acara ini, kita menentukan jumlah P tersedia yang ada di
dalam berbagai macam jenis tanah. Dan kita dapat mengetahui kebutuhan P dalam
berbagai jenis tanah. Dan diperoleh hasil sebagai berikut: tanah alfisols kelompok
1 mempunyai P tersedia sebesar 274,35 dan kelompok 5 mempunyai P tersedia
sebesar 303,71 ; tanah entisol kelompok 2 mempunyai P tersedia sebesar 619,5,
kelompok 4 mempunyai P tersedia sebesar 484,3 dan kelompok 6 mempunyai P
tersedia sebesar 730,88; tanah ultisol kelompok 3 mempunyai P tersedia sebesar
165,45 dan kelompok 7 mempunyai P tersedia sebesar 173,83 ; sedangkan tanah.
Ini dapat disimpulkan bahwa tanah yang memiliki P tersedia paling besar adalah
tanah alfisol. Dengan memiliki P2O5 sebesar 21,59 tanah alfisol dinilai
mempunyai P tersedia yang sedang. Sedangkan tanah yang P tersedianya paling
kecil adalah tanah ultisol. Kebanyakan P diserap dalam bentuk ion anorganik
orthofosfat : HPO2- atau H2PO4.
K total yang terkandung dalam berbagai jenis tanah berbeda – beda. Dapat
dilihat dari hasil uji laboratorium ini. Dan hal ini berguna untuk menghitung
kebutuhan K dalam pemupukan tanah Dan diperoleh hasil sbagai berikut : tanah
alfisol kelompok 1 mempunyai K tersedia dalam tanah sebesar 0,68 % dan
kelompok 5 mempunyai K tersedia dalam tanah sebesar 0,79 %; tanah entisol
kelompok 2 mempunyai K tersedia sebesar 0,01 %, kelompok 4 mempunyai K
tersedia dalam tanah sebesar 0,99 % dan kelompok 6 mempunyai K tersedia
dalam tanah sebesar 1,27 %; tanah ultisol kelompok 3 mempunyai K tersedia
sebesar 0,77 % dan kelompok 7 mempunyai K tersedia dalam tanah sebesar 0,78
%. Jadi bahwa K tersedia yang paling besar terdapat dalam tanah entisol dan K
tersedia yang paling kecil terdapat dalam tanah entisol. Karena kurang ketelitian
K tersedia tanah yang paling besar dan rendah sama.
Dari praktikum ini kita dapat memperoleh kadar C organik, kadar bahan
organik dan berat ctkm dalam tanah. Dan dari data laporan sementara diperoleh
hasil sebagai berikut: berat ctkm tanah alfisol kelompok 1 adalah 233,29 mg dan
kelompok 5 adalah 233,21 mg ; tanah entisol kelompok 2 adalah 176,3 mg,
kelompok 4 adalah 230,63 mg dan kelompok 6 adalah 172,08 mg ; tanah ultisol
kelompok 3 adalah 220,38 mg dan kelompok 7 adalah 230,88. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tanah dengan ctkm tertinggi adalah tanah alfiisol dalam
praktikum ini hasil ctkm terkecil adalah entisol. Dan dari data laporan sementara
didapat besar kadar C organik tanah alfisol kelompok 1 sebesar 4,98 % dan
kelompok 5 sebesar 7,68 % ; tanah entisol kelompok 2 adalah 0,24 %, kelompok
4 sebesar 6,71 % dan kelompok 6 sebesar 4,78 % ; tanah ultisol kelompok 3
adalah 3,54 % dan kelompok 7 sebesar 10,125. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa tanah yang mengandung kadar C organik tertinggi adalah
tanah entisol dan tanah yang mengandung kadar C organik terendah adalah tanah
ultisol. Adapun besar kadar bahan organik tanah alfisol kelompok 1 adalah 8,57 %
dan kelompok 5 sebesar 5,96 % ; tanah entisol kelompok 2 adalah 1 0, 4128 %,
kelompok 4 sebesar 11,52 % dan kelompok 6 sebesar 7,78 % ; tanah ultisol
kelompok 3 sebesar 6,08 % dan kelompok 7 sebesar 17,415 %. Kadar BO paling
tinggi adalah tanah untisol dan terendah pada tanah entisol.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-1 terbesar didapat pada
perlakuan SP1N1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N2.
b. Rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-2 terbesar didapat pada
perlakuan SP1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N1 dan
SP1N3.
c. Rata – rata tanaman sawi pertumbuhan paling tinggi minggu ke-3
pada perlakuan SN1N1 dan yang paling rendah pada perlakuan
SP1N3.
d. Pada tanaman sawi berat brangkasan paling tinggi pada perlakuan SN1
seberat 8,86 kg dan terendah pada perlakuan SN2 seberat 5 kg.
e. Kadar lengas tertinggi adalah pada tanah Entisol yaitu sebesar 45,28%
dan yang terendah pada tanah Alfisol sebesar 7,16 %.
f. pH tanah tertinggi adalah pada tanah Alfisol yaitu sebesar 5,524 dan
terendah pada tanah Ultisol sebesar 4,634
g. N total tanah yang tertinggi pada tanah Ultisol sebesar 0,51 % dan
terendah pada tanah Entisol sebesar 0,05 %
h. P tersedia di tanah terbesar terdapat pada tanah entisol sebesar 730,88
ppm dan terendah pada tanah untisol sebesar 165,45 ppm.
i. K tersedia di tanah terbesar pada tanah entisol sebesar 0,01% dan
terendah pada tanah Entisol sebesar 1,27 % karena terjadi ketidak
telitian praktikan dalam melaksanakan praktikum.
j. Kadar bahan organik yang tertinggi pada tanah Untisol sebesar
17,415% dan terendah pada tanah entisol sebesar 0,4128 %.
B. Saran
Perlu dilakukan analisis lagi dengan tanaman yang berbeda sehingga
bisa membandingkan tingkat kesuburan tanah yang berbeda dengan tanaman
yang berbeda pula. Dalam melakukan praktikum dilapangan harus dengan

1
seksama agar data yang diperoleh valit dan pada praktikum laboraturium
dibutuhakan ketelitian agar memperoleh data yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1993. Soilorders. Soils.ag.uidaho.edu/soilorders/htm.

_______. 1995. Budidaya Tanaman Sayur – mayur . www.iptek.co.id. Diakse


tanggal 15 Januari 2008.
_______.2007. Budidaya Kangkung. http://
agroline.moa.my/doa/bdc/vege/ka_tek_bm.html. Diakses tanggal 15
Januari 2008

_______.2003. Kondisi Biofisik. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8 No. 2,


©Badan Litbang Pertanian Jakarta, Indonesia.

_______. 2008. Budidaya Sawi . www.iptek.co.id. Diakse tanggal 15 Januari


2008.
Buckman, H.O and N.C Brady. 1982. The Nature and Properties of Soil
(terjemahan Soegiman). Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Darmawijaya, M Isa., Dr., Ir., 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti
Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Handayanto, E. 1998. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian


Universitas Brawijaya. Malang.

Hermanto. 2000. Laporan Tahuanan Puslitbang Tanaman Pangan. Badan


Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Cambridge, UK.

Manahan, S.E., 1994. Environmental Chemistry. Sixth edition. Lewis Publisher.


London, Tokyo, Boca Raton, Florida. USA.

Munir, Moch. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka jaya. Jakarta.

Rukman, Rahmat, 1994. Bertanam Betrai dan Sawi. Kasius. Jogjakarta

1
Sarief. 1979. Ilmu Tanah Umum. Bagian Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UNPAD.
Bandung.

Setijono, S. 1997. Intisari Kesuburan Tanah. Penerbit IKIP Malang. Malang.

Yuwono, NW. 2004. Kesuburan Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Williams C. et. al. 1993. Vegetable Production In The Tropics. Longman Group
Limited. London

You might also like