Professional Documents
Culture Documents
(RPP) Khusus.
Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Oleh sebab itu, segala kegiatan
termasuk pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar di bulan ini harus diselnggarakan
dengan penuh kesungguhan hati( ikhlas)supaya menjadi amal ibadah yang dilipat gandakan
oleh Allah.
Terkadang suatu informasi atau isu nasional disampaikan kepada masyarakat secara kurang
proporsional. Alhasil bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan
komprehensif akan merasa kebingungan, salah menafsirkan bahkan tidak jarang malah
memperkeruh suasana dengan komentar-komentar yang tidak konstruktif dan kurang
bertanggung jawab.
Perkembanan teknologi dan informasi terjadi begitu luar biasa. Pada zaman seperti saat
ini penyebaran berita suatu peristiwa atau isu tentang sesuatu hal begitu cepat tersaji kepada
masyarakat luas. Melalui kecanggihan media elektronik seperti teknologi televisi seseorang
dapat menyaksikan suatu peristiwa secara langsung (live) tanpa harus datang langsung ke tempat
kejadian perkara.
Di Indonesia saat ini begitu banyak terdapat saluran atau chanel televisi baik lokal
maupun nasional. Berbagai chanel tersebut menampilkan sajian acara yang beragam, mulai dari
sajian mode, hiburan, kekerasan, teknologi, gaya hidup masyarakat hingga isu-isu nasional yang
actual. Secara kuantitas sajian informasi merupakan hal positif, karena masyarakat dapat
memperoleh informasi tentang berbagai hal secara memadai. Akan tetapi di sisi lain timbul
persoalan yang harus dihadapi masyarakat, yaitu membajirnya informasi (booming information)
dalam rentang waktu yang sangat cepat. Kondisi demikan memaksa masyarakat harus selektif
dalam memilih informasi.
Selain terjadi booming information, khusus untuk isu nasional actual terkadang
disampaikan secara kurang proporsional oleh para pelaku industry berita (terutama media
elektronik; televisi) kepada masyarakat. Terkadang tujuan komersil media masa dan tujuan
edukatifnya tidak seimbang. Disaat suatu peristiwa baru muncul ke permukaan, wartawan sudah
ada yang berani mengambil hipotesis dan menyajikannya kepada masyarakat melalui teknik dan
perspektif yang beragam dengan kurang memperhatikan apakah berita itu akan mencerdaskan
masyarakat atau sebaliknya, yang penting adalah para konsumennya tertarik. Selain itu,
terkadang media massa menggunakan metode pemberitaan yang seolah olah menggiring orintasi
masyarakat kepada suatu steatment tertentu, padahal steatmen tersebut belum diberikan secara
eksplisit oleh pihak yang berwenang.
Sebagai contoh saat pemberitaan pengepungan rumah yang dijadikan tempat singgah para
teroris di Temanggung jawa tengah, media masa seolah-olah menggiring keyakinan masyarakat
luas bahwa polisi sudah meyakini kalau orang yang dikepung adalah Nurdin M. Top. Padahal
saat itu POLRI belum mengeluarkan staetmen apapun. Secara hukum pemberitaan demikian
memang tidak melanggar aturan, akan tetapi bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir
radikal dan komprehensif, pemberitaan seperti ini bisa membingungkan, salah menafsirkan
bahkan biasa memperkeruh keadaan dengan memberikan komentar-komentar tidak konstruktif
dan kurang bertanggung jawab. Misalnya ketika yang dikepung sudah tertangkap dalam kondisi
meninggal dunia dan diketahui bahwa identiasnya bukan Nurdin M. top. Ada kalangan
masyarakat tertentu yang berpandangan kurang baik terhadap Polri, menurutnya Polri terlalu
cepat mengambil kesimpulan atau steatmen sehingga masyarakat percaya kalau Nurdin M. top.
Tertangkap, tetapi nyatanya tidak. Di samping itu Densus 88 dianggap terlalu berlebihan dalam
mengambil tindakan sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
Orientasi serupa juga berpotensi untuk terjadi pada kasus yang sedang hangat dibicarakan
saat ini yaitu mengenai ketidak harmonisan relasi antar KPK dan Polri maupun kasus-kasus yang
akan uncul berikutnya. Jika kondisi demkian terus dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu
yang relatif lama, ada kekhawatiran akan terbentuk budaya politik militan pada masyarakat.
Ketika terjadi krisis, masyarakat akan mencari siapa yang dapat dikambing hitamkan atau siapa
yang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Padahal budaya politik yang
diinginkan terbentuk pada masyarakat Indonesia adalah budaya politik toleransi yang
pemikirannya berpusat pada masalah yang harus dinilai dengan sikap netral dan kritis bukan
curiga terhadap orang.
Untuk menghindari tumbuh kembangnya budaya politik yang membentuk cara berpikir kurang
sehat pada masyarakat, perlu adanya usaha-usaha rekonstruksi paradigma berfikir individu warga
negara. Salah satu paradigma berfikir positif yang dapat digunakan dalam menelaah isu nasional
actual adalah orientas berfikir
Generator Citizen. Menurut Somantri (2001: 306) Generator Citizen adalah warga negara
yang mau menerima input informasi dari berbagai sumber dan perspektif yang berbeda, menilai
secara kritis, radikal dan komprehensif, serta mau mengeluarkan pendapat dan solusi sendiri
dengan dasar yang jelas dan kuat.
Maka dari itu sudah selakyanya setiap individu warga negara Indonesia berusaha
menginternaliasi orientasi berfikir generator citizen ini dengan membiasakan untuk selalu
terbuka pada setiap perkembangan informasi yang terjadi walau datang dari berbagai sumber dan
sudut pandang yang berbeda (Input yang beragam) dengan tidak cepat percaya dan terpengaruh
begitu saja melainkan dikaji terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut secara kritis mendalam
dan menyeluruh (tidak picik), bila perlu dengan menggunakan panduan berbagai literatur atau
pendapat para pakar untuk kmudian memberikan pendapat sendiri hingga memberikan solusi
yang inovatif dengan dasar atau landasan yang kuat.
Melalui oriantasi berfikir generator citizen ini diharapkan setiap warga negara Indonesia
menjadi the creative thinking citizen yaitu warga negara yang memiliki kemampuan berfikir
untuk selalu berinovasi dan mencari solusi baru dalam menghadapi masalah (Ergo Sum dalam
Wuryan dan Syaifullah, 2008: 20). Selain itu melalui oriantasi berfikir generator citizen ini juga
diharapkan setiap individu masyarakat Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu warga
negara yang memiliki tiga indikator sebagaimana diungkapkan oleh Wuryan dan Syaifullah
(2008: 77) yaitu berwawasan luas atau cerdas (Civic Intelligence) dalam arti cerdas secara moral,
cerdas spiritual dan cerdas emosional. Mampu berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan
baik tingkat local, nasional mapaun Internasional (Civic Participation) dan bertanggung jawab
atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukannya (Civic Responsibilities).
“Antara” Pendidikan kewarganegaraan (PKn), Ramadhan, dan Hari
Proklamasi
Ketika ada orang yang bertanya: “Mata pelajaran apa yang paling berkaitan dengan bulan
yang sedang dijalani umat islam sekarang (Ramadhan)?”, jawabannya adalah Pendidikan Agama
Islam (PAI). Jawaban tersebut tentunya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena subtansi PAI
adalah siar ajaran agama islam itu sendiri, termasuk didalamnya mengajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan Ramadhan dan segala ritualnya. Kemudian jika ada yang bertanya: “Mata
pelajaran apa yang paling relevan dengan hari kemerdekaan negara republik tercinta
(Indonesia)?”, jawabannya adalah Pendidikan Sejarah.
Akan tetapi, apabila ada pertanyaan ketiga yang menggabungkan antara Ramadhan dan
Hari kemerdekaan dengan pertanyaan: “Mata pelajaran apa yang relevan dengan keduanya, yaitu
mata pelajaran yang memiliki korelasi dengan Ramadhan dan Hari Kemerdekaan yang jatuh
bertepatan di bulan Agustus ini?”, jawabannya mungkin akan beranekaragam tidak homogen
seperti jawaban dua pertanyaan sebelumnya, sesuai dengan perspektif dan dasar atau landasan
masing-masing. Dengan tetap menghargai plularisme jawaban dari pertanyaan itu, mata
pelajaran yang menempati urutan pertama dalam hirarki keterkaitan antara Ramadhan dan Hari
Kemerdekaan adalah pendidikan kewarganegaraan (PKn). Korelasinya bisa dilihat dari sasaran
atau tujuan yang ingin dicapai oleh Ramadhan, peringatan Hari Kemerdekaan dan mata pelajaran
PKn itu sendiri.
Pertama, Ramadhan. Ramadhan merupakan bulan istimewa, bulan yang penuh rahmat
dan ampunan. Di bulan ini pahala amal ibadah dilipat gandakan, pintu surga terbuka lebar dan
pintu neraka ditutup rapat, rizki dilapangkan dan masih banyak lagi keistimewaan lainnya. Selain
keitimewaan yang dibawanya, Ramadhan juga sarat dengan pelatihan dan pembelajaran terhadap
umat yang melaksanakannya. Adapun konsep-konsep kebaikan yang dilatih atau dibelajarkan
Agama Islam di bulan Ramadhan diantaranya adalah: kesabaran, kepedulian, kedisiplinan, dan
keikhlasan. Tujuan dari pelatihan atau pembelajaran itu adalah untuk membentuk insan yang
taat, yaitu insan yang menuruti segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang-
Nya sesuai dengan tuntunan Al-quran dan Hadits atau yang lazim dikenal dengan Insan Mutaqin.
Kedua, Hari kemerdekaan. Hari kemerdekaan atau hari proklamasi yang diperingati
setiap tanggal 17 Agustus, biasanya diisi dengan berbagai acara dan perlombaan. Namun, hal itu
akan sedikit berbeda di tahun ini karena hari kemerdekaan bertepatan dengan puasa Ramadhan.
Bagaimanapun hari kemerdekaan itu diisi, esensinya tetap sama, yaitu mengingatkan kepada kita
bahwa kebebasan yang kita nikmati di negeri ini tidak diperoleh dengan mudah. Untuk
menegakan kemerdekaan bangsa dan negara ini agar punya martabat dan sejajar dengan negara
lain, nenek moyang kita (para pahlawan bangsa) mengorbankan harta-benda, jiwa raga dan
segala-galanya sehingga harus mengalami penderitaan dalam jangka waktu yang sangat lama.
Oleh karena itu, tanggal 17 Agustus itu harus dijadikan momentum bangsa untuk instrospeksi
diri terutama memupuk rasa patriotisme dan rasa nasionalisme agar perjalanan bangsa dan
negara ini ke depan bisa jauh lebih baik.
Ketiga, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Asumsi PKn sebagai mata pelajaran yang
paling berkorelasi dengan Ramadhan dan Hari Proklamasi didasarkan pada realita bahwa PKn
secara pragmatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan
(civilizing) serta memberdayakan (enpowering) manusia/anak didik dalam rangka pembentukan
diri yang beragam dari segi agama, sosial budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan, PKn mempunyai fungsi
yang sangat essensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki
keterampilan hidup bagi diri, agama, masyarakat, bangsa dan negara. Isi PKn diarahkan untuk
menumbuhkan kompetensi kewarganegaran, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kepribadian
kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga keterampilan kewarganegaraan tersebut diperlukan
agar tercipta partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan
politik dan masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkenaan dengan subtansi atau
informasi yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang sistem politik,
pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan
sebagainya. Sementara itu, keterampilan kewarganegaraan (civic skill) berkaitan dengan
kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial dan psikomotorik. Keterampilan intelektual yang
penting bagai terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, kritis, meliputi keterampilan
mengidentifikasi dan mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi,
menentukan dan mempertahankan (Wuryan dan Syaifullah, 2008: 78).
Sementara itu, watak dan kepribadian kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat
pokok karakter pribadi maupun karakter publik warga negara yang mendukung terpeliharanya
demokrasi konstitusional. Sifat karakter pribadi warga negara antara lain tanggungjawab moral,
disiplin diri, dan hormat terhadap martabat setiap manusia. Sedangkan sifat karakter publik
antara lain kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, hormat terhadap aturan hukum (rule of
law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Sapriya,
2004: 13). Termasuk ke dalam watak dan kepribadian kewarganegaraan ini adalah kecerdasan
moral (moral intelegence) yang hendak dibangun melalui Pendidikan Kewarganegaran, meliputi:
empati, kesadaran, pengendalian diri, respek/kepedulian, kebaikan, toleran, dan kejujuran.
Ketiga komponen pembelajaran PKn itu akan membentuk siswa menjadi warga negara
sekaligus sebagai umat beragama yang baik. Optimalisasi pendidikan kewarganegaraan yang
berorientasi civic knowledge, civic skill, civic disposition dan moral intelegence akan membentuk
karakter dan kompetensi: cerdas, disiplin, bertanggung jawab moral, hormat terhadap martabat
setiap manusia, sopan, hormat terhadap aturan hukum dan norma (rule of law), kesadaran yang
tinggi, pengendalian diri, respek/peduli, kebaikan, toleran, dan jujur pada diri siswa. Pendek kata
dengan terinternalisasinya kompetensi seperti di atas terhadap diri anak didik maka semua siswa
yang beragama Islam akan menjadi umat beragama yang baik di mata Allah SWT maupun di
mata sesama, yaitu Insan mutaqin sebagaimana sasaran yang ingin dicapai oleh bulan
Ramadhan yang sedang dijalani saat ini. Selain itu, kompetensi di atas akan menjadikan mereka
(termasuk siswa non muslim) sebagai warga negara yang baik (good citizen) yaitu warga negara
yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue) yang memiliki rasa cinta terhadap
tanah air dan memiliki sikap rela berkorban demi bangsa dan negara dengan memberikan
partisipasi bermutu dan bertanggungjawab dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan baik di
tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Optimalisasi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Di Sekolah Dalam Rangka
Menyambut Bulan Suci Ramadhan (Reinforcement Civic Disposition dan Moral
Intelegence Menuju Siswa yang Insan Mutaqin dan Good Citizen)
‘Marhaban ya ramadhan, puji dan syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
SWT berkat rahmat-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk dapat melewati bulan
istimewa, bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita
melakukan persiapan sematang mungkin agar kita dapat mengisi bulan ramadhan nanti dengan
maksimal dan penuh makna’.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Di bulan ini pahala amal ibadah
dilipat gandakan, pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka ditutup rapat, rizki dilapangkan dan
masih banyak keistimewaan lainnya. Keistimewaan bulan Ramadhan tersebut berimplikasi
terhadap umatnya untuk dapat melakukan persiapan dengan sematang mungkin, agar waktu ke
waktu di bulan tersebut dapat dilalui dan diisi dengan maksimal dan penuh makna. Proses
persiapan itu tentunya tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi di zaman globalisasi seperti
sekarang ini. Dengan pengaruhnya, globalisasi membuat banyak manusia terutama remaja di
negeri ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia bahkan sebagai umat beragama.
Dalam berpakaian misalnya, remaja- remaja Indonesia lebih banyak menggunakan
pakaian minim yang memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya ditutupi. Padahal cara
berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat dan norma-norma
agama terlebih di bulan suci Ramadhan nanti.
Selain itu, dillihat dari sikap dan moralitas, remaja Indonesia mengalami kemerosotan
yang sangat tajam (demoralisasi kronis). Banyak remaja yang tingkah lakunya tidak
mengindahkan sopan santun dan cenderung tidak perduli terhadap lingkungan. Ironisnya, apa
yang disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks yang lazim dikenal masyarakat dengan
seks bebas, nyatanya cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan anak sekolah dan
mahasiswa. Akibatnya, kita sering mendengar dan melihat kasus remaja atau pelajar dan
mahasiswa yang melakukan aborsi. Salah satu penyebabnya adalah pengaruh tayangan porno
dari internet, VCD/DVD, televisi ataupun media lainnya.
Sejatinya kondisi demikian tidak boleh dibiarkan terus berlangsung, terlebih di bulan suci
Ramadhan. Karena hal demikian akan merusak amal ibadah yang sedang dijalankan. Oleh karena
itu, sudah selayaknya kita sebagai pendidik dan sekaligus sebagai pihak yang bertangung jawab
terhadap kehidupan remaja dan eksistensi bangsa ini untuk dapat menyelamatkan mereka dengan
menginternalisasi ajaran-ajaran positif ke dalam diri mereka sehingga mereka memiliki pondasi
yang kokoh dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh dinamika terutama di bulan suci
Ramadan.
Tentunya banyak upaya yang dapat kita lakukan untuk membentengi remaja dan anak
didik agar mereka siap menjalani bulan suci ramadhan, diantaranya adalah dengan optimalisasi
pendidikan kewarganegraan (PKn) di sekolah. PKn secara pragmatik-prosedural berupaya
memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan
(enpowering) manusia/anak didik dalam rangka pembentukan diri yang beragam dari segi
agama, sosial budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan, PKn mempunyai fungsi
yang sangat essensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki
keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Isi PKn diarahkan untuk
menumbuhkan kompetensi kewarganegaran, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kepribadian
kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga keterampilan tersebut diperlukan agar tercipta
partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Untuk menumbuhkan kompetensi yang diperlukan, maka pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan harus mengandung tiga komponen penting, yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak
kepribadian kewarganegaraan (civic disposition). Bronson (Wuryan dan Syaifullah, 2008: 78).
Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan subtansi atau informasi yang harus
diketahui oleh warga negara, seperti prengetahuan tentang sistem politik, pemerintahan,
konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya. Sementara
itu, keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual,
sosial dan psikomotorik. Keterampilan intelektual yang penting bagai terbentuknya warga negara
yang berwawasan luas, kritis, meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskripsikan;
menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan (Wuryan dan
Syaifullah, 2008: 78)
Sementara itu, watak dan kepribadian kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat
pokok karakter pribadi maupun karakter publik warga negara yang mendukung terpeliharanya
demokrasi konstitusional. Sifat karakter pribadi warga negara antara lain tanggungjawab moral,
disiplin diri, dan hormat terhadap martabat setiap manusia. Sedangkan sifat karakter publik
antara lain kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, hormat terhadap aturan hukum (rule of
law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Sapriya,
2004: 13).
Sedangkan mengenai kecerdasan moral (moral intelegence) yang hendak dibangun
melalui Pendidikan Kewarganegaran, meliputi: empati, kesadaran, pengendalian diri,
respek/kepedulian, kebaikan, toleran, dan kejujuran.
Ketiga komponen pembelajaran Pkn itu akan membentuk siswa menjadi warga negara
yang baik, yaitu warga negara yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue)
selaku warga negara. Berkaitan dengan keutamaan atau kebajikan tersebut, Plato (Wuryan,
Syaifullah, 2006: 118) mengemukakan empat keutamaan atau kebajikan yang dihubungkan
dengan tiga bagian jiwa manusia. Keempat kebajikan itu adalah pengendalian diri (temperance)
yang dihubungkan dengan nafsu, keperkasaan (fortitude) yang dihubungkan dengan semangat
(Thumos), kebijaksanaan atau kearifan yang dihubungkan dengan akal (nous), dan keadilan yang
yang dihubungkan dengan ketiga bagian jiwa itu.
Oleh karena itu dengan optimalisasi pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi civic
disposition dan moral intelegence, diharapkan terbentuk karakter dan kompetensi disiplin,
tanggungjawab moral, hormat terhadap martabat setiap manusia, sopan, hormat terhadap aturan
hukum dan norma (rule of law), kesadaran yang tinggi, pengendalian diri, respek/peduli,
kebaikan, toleran, dan kejujuran pada diri siswa. Pendek kata dengan terinternalisasinya
kompetensi seperti di atas diharapakan semua siswa yang beragama Islam, lebih siap dalam
menjalani bulan Ramadhan dan mampu mengisi bulan penuh keistimewaan tersebut dengan
maksimal dan penuh makna sehingga mereka menjadi umat beragama yang baik di mata tuhan
dan sesame, yaitu insan mutaqin. Bagi mereka yang tidak beragama islam diharapkan
kompetensi tersebut akan menjadikan mereka sebagai warga negara yang baik atau good citizen
yaitu warga negara yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue) di mata bangsa
dan negara.