You are on page 1of 15

Anak Tuna Rungu, Belajar 

Mendengar

Aktivitas sehari-hari pada anak-anak dapat digunakan untuk meningkatkan pendengaran, ujaran,
bahasa dan berpikir. Perkembangan untuk meningkatkan pendengaran, terbagi dalam 3 bagian:
1. Diskriminasi fonem dalam suku kata.
2. Diskriminasi perkataan dalam ungkapan. Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah
anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi
tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan
khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-
masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk
tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G
untuk cacat ganda.

Daftar isi

[sembunyikan]

 1 Tunanetra
 2 Tunarungu
 3 Tunagrahita
 4 Tunadaksa
 5 Tunalaras
 6 Kesulitan belajar

[sunting] Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau
akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah
media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah
tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar
biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan
tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
[sunting] Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),


2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal,
bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak.

[sunting] Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata
dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),


2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan
sosialisasi.

[sunting] Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik.

[sunting] Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

[sunting] Kesulitan belajar

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena
gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan.
individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan
motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan
keterlambatan perkembangan konsep.

3. Memori auditori.
Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan menggunakan wicaranya
berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang baik. Terapis harus mulai dari apa yang
dipahami dan bermakna pada anak-anak tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian
dikembangkan dalam bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi.
Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran, wicara,
bahasa dan pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, dimana sasaran itu digolongkan di
dalam 1 aktivitas. Belajar mendengar tidak berhubungan dengan umur.

1. Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan pengguna Alat
Bantu Dengar.
2. Mengurangi bunyi bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, AC dan sebagainya.
3. Bantu anak-anak itu dengan cara menggunakan “motherese” agar wicaranya lebih jelas.
4. Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.

Tahapan-Tahapan Peningkatan Kemampuan Pendengaran:


1. Deteksi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya bunyi dilakukan dalam permainan, dimana anak-anak
belajar memberi jawaban terhadap bunyi yang ia dengar. Frekuensi vocal yang mudah seperti
(oo), yang sedang (ah) dan (brem-m-m), lebih mudah dideteksi oleh anak-anak, oleh karena
mereka sering mendengar bunyi-bunyi konsonan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan bunyi-
bunyi konsonan (m-m-m), (b-b-b) dan bisikan (baa), maka akan menambah pengenalan
pendengaran.
2. Diskriminasi
Membedakan bunyi dalam hal kualitas, intensitas, durasi dan nada. Apabila anak-anak keliru
dalam berkata, maka mereka harus belajar membedakan bunyi dulu.
3. Identifikasi
Bila anak-anak itu mulai menggunakan perkataan yang bermakna, maka orang tua dapat
menambah bagaimana pendengaran anak tersebut dalam pembendaharaan katanya melalui
permainan atau aktivitas sehari-hari.
4. Pemahaman
Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, bercerita dan memberikan lawan kata.
Perkembangan Kemampuan Pendengaran
Perbedaan fonem dalam suku kata:
• Menanggapi variasi vokal. Contoh: /u/, /a/, /i/ dan suara (br-r-r).
• Menanggapi variasi konsonan. Contoh: (m-m-m), (b-b-b) dan (wa-wa).
• Peniruan gerakan fisik (permulaan untuk bicara).
• Mempergunakan peniruan kiu tangan (untuk produksi fonem spontan).
• Peniruan kualitas variasi suara supra segmental pada fonem atau variasikan nada, irama dan
durasi. Contoh: (ae-ae) (ae-ae), (ma) (ma), (m-a-a-a).
• Peniruan pertukaran vokal diftong. Contoh: (a-u) (u-i) (a-i).
• Peniruan variasi konsonan pada friktatif (gesekan, mis: f-v), nasal (sengau, mis: m-ng) dan
posif (letusan, mis: p-t). Contoh: /h/ /h/ dengan /m/ /m/ /m/ dengan /b/ /b/.
• Peniruan konsonan bersuara dan tidak bersuara, contoh: /b/ /b/ dengan /p/ /p/, kemudian
variasikan dengan vokal. Contoh: (bo-bo) (pae-pae).
• Peniruan suku kata dengan konsonan-vokal. Contoh: (ba-bo), (mi-mu).
• Ganti komponen yang berlainan dan variasikan dengan vokal. Contoh: (ma-ma) (no-no); (bi-bi)
(go-go).
• Variasikan suku kata konsonan dengan vokal yang sama. Contoh: (bi-di), ko-go).
Perbedaan perkataan dalam ungkapan:
• Memperkenalkan bunyi untuk kata yang bermakna. Contoh: ngung-ngung pesawat, ngeng-
ngeng motor; tut-tut kereta api.
• Memperkenalkan 2 suku kata berlainan pada kata yang bermakna. Contoh: pisang, bunga.
• Memperkenalkan kata yang bermakna konsonan awal sama dan vokal yang bervariasi. Contoh:
bola, botak, bonsai.
• Memperkenalkan kata-kata yang bermakna dengan perbedaan konsonan yang khas untuk p.o.a
(point of articulation-penempatan alat ucap) dan m.o.a (manner of articulation -caranya).
• Memperkenalkan konsonan awal yang sama dan konsonan akhir yang berlainan. Contoh: cap,
cat.
Memori Pendengaran:
• Mulailah dengan suara-suara yang berhubungan. Contoh: tik-tok dengan moo-oo-oo.
• Memahami dan melakukannya. Contoh: tutup pintu, buka pintu.
• Memperkenalkan kalimat dan mengulang kata-kata terakhir, kemudian kata-kata tengah.
Contoh: Di mana bola kemudian lempar, lempar, lempar. Pegang hidung, hidung, hidung
mancung.
• Memperkenalkan kalimat, dimana kata akhir diletakkan di tengah. Contoh: Ambil gelas
kemudian letakkan gelas di atas meja.
• Pilih 2 objek kata dalam 1 kalimat. Contoh: Beri saya bola dan sepatu. Cuci kedua tanganmu.
• Memperkenalkan obyek dengan cara mendengarkan uraian dalam kalimat. Contoh: Bila engkau
mempunyai sayap, engkau dapat melakukan terbang ke atas langit.
• Pilih 3 unit:
- 3 obyek. Contoh: saya mau buku, jeruk dan topi.
- Kata benda, kata depan. Contoh: anjing itu di bawah kursi.
- 2 obyek dan penghubung. Contoh: beri saya apel bukan jus apel.
- 2 kata benda ditambah kata kerja. Contoh: kuda dan ayam sedang minum, boneka dan kucing
duduk di kursi.
- 1 kata kerja dan 2 obyek. Contoh: cuci tangan dan kaki.
• Memperkenalkan 4 sampai 5 unit:
- 4 obyek. Contoh: beri saya apel, buku, pensil dan penghapus.
- 2 kata kerja. Contoh: bapak sedang tidur dan ibu sedang duduk.
- Variasikan perbedaan kata penghubung, kata depan dan kata kerja. Contoh: ambil apel atau
nanas di samping gelas itu atau berikan ibu jam bukan gelang.
- Menambah keterangan waktu. Contoh: sebelum kamu tidur harus gosok gigi dulu.
- Menambah uraian dalam kalimat. Contoh: Bapak makan kue dan minum teh kemudian duduk
di depan televisi.
• Melakukan percakapan dari topik yang telah diketahuinya.
• Mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan.
• Melakukan percakapan dengan topik yang diketahui oleh keluarganya.

Penyusupan Bahasa pada Penyandang Autisme


2. Penyusupan Bahasa pada Penyandang Autisme

Apabila melihat bahwa anak-anak autistik memiliki kecerdasan yang bervariasi, bahkan
dikatakan bahwa sebagian besar mengalami keterbelakangan mental, terapi dapat disesuaikan
dengan kemampuan mereka mencerna pelajaran. Oleh karena itu, sebelum melakukan terapi
bahasa, perlu mengetahui intelegensi dan kemungkinan seberapa jauh mereka akan mampu
menguasai materi pendidikan serta mengetahui dan mengelola perilaku autistik yang
mengganggu.

Masalah yang dimiliki anak-anak penyandang autisme saat mempelajari kata-kata sederhana
adalah begitu banyak kalimat mereka memiliki ciri ekolali (membeo/mengulang kata) dan
mengapa penggunaan bahasa mereka sering tidak memiliki kreativitas dan daya cipta, dan
membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan orang lain (Peeters, 2004:66).
Namun demikian, bahasa harus menjadi bagian dari diri penyandang autisme. Mereka harus
mengenal dan menguasai bahasa agar dapat berinteraksi sosial. Oleh karena itu, pada para
austistik masalah pemaknaan dan pemahaman tentang makna benda-benda, kejadian, dan orang
lain harus dihadirkan lebih dahulu (Peeters, 2004:19). Selain itu, perlu untuk memahami “lebih
dari persepsi literal/tanggapan harfiah” (Peeters, 2004:29). Hal ini disebabkan para penyandang
autisme sangat kesulitan untuk memahami sesuatu yang bersifat abstrak. Mereka tidak akan
mengerti tentang norma, ketuhanan, dan rasa. Oleh karena itu, lebih mudah menyusupkan pada
diri mereka kata-kata yang bersifat konkrit.

Tentu saja penyusupan bahasa pada penyandang autisme tidak langsung dengan mempelajari
bahasa berupa kalimat lengkap. Dengan demikian, perlu adanya tahapan-tahapan dalam
mengembangkan bahasa. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa selalu dimulai dengan kalimat
satu kata atau holoprase yang telah mencerminkan suatu hubungan konseptual (Mar’at, 2005:58).
Dari segi bahasa tulis, pelekatan bahasa dimulai dengan pengenalan seluruh abjad alfabet.
Kemudian berlanjut pada penyukuan yang terdiri atas dua huruf (gabungan huruf vokal dan
konsonan). Setelah itu, penggabungan penyukuan atau pengulangan penyukuan yang dikaitkan
dengan pemahaman makna benda-benda, kejadian, dan orang lain. Hingga pada akhirnya
pengenalan kata dan tanda baca. Begitu tahap berikutnya telah dirambah, tahap sebelumnya tetap
dimunculkan kembali. Cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui daya
konsentrasi dan pemahaman penyandang autisme terhadap bahasa.

Merasuknya bahasa pada diri penyandang autisme diawali dengan kontak mata. Kontak mata
sangat perlu agar perhatian penyandang autisme terfokus dan mereka mengenal lawan bicara.
Dari kontak matalah dapat diketahui kesiapan penyandang autisme untuk dirasuki bahasa dalam
bentuk rentetan kata-kata bermakna. Setelah kontak mata, tahap selanjutnya adalah kontak fisik.
Lewat sentuhan dan rabaan, penyandang autisme dikenalkan pada benda dan kata, situasi dan
kata, atau tempat dan kata. Sentuhan fisik disertai dengan pelafalan kata sangat penting untuk
meningkatkan pemahaman penyandang autisme terhadap makna suatu kata.

Kesuksesan bahasa menyusup ke diri penyandang autisme sangat ditentukan oleh kemampuan
penyandang autisme tersebut berkonsentrasi. Mempertahankan konsentrasi merupakan latihan
terberat bagi penyandang autisme. Konsentrasi bisa dibangun dengan cara menyadarkan mereka
pada apa yang harus dikerjakan. Penyadaran ini dapat dilakukan dengan cara memanggil nama
mereka secara berulang-ulang dengan suara nyaring, sentuhan, memberikan atau menunjukkan
hal-hal atau benda-benda yang disukai, dan pemaksaan.

Hal yang perlu diingat selama proses menjalin terapi bahasa ini adalah tidak menirukan kata-kata
penyandang autisme; walaupun sekadar ekolali, karena hal ini bisa memancing amarah dan
merusak konsentrasi penyandang autisme. Selain itu, terapi sebaiknya dilakukan secara
individual dalam suatu ruang tertutup sehingga perhatiannya tidak mudah terpecah.
Gangguan Bicara, Berbahasa dan
Berkomunikasi

DEFINISI

Yang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan
mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah
kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat
cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa
dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.

Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti
fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai
dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai
dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan
mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.

Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total
atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang
mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi
alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar
konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga
bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah
gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel
rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang
mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan
pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral
dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar
(learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation),
celah bibir, atau celah langit-langit mulut.

BERAPA BANYAK ANAK YANG MENGALAMI GANGGUAN KOMUNIKASI

Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5%


anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia
sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya
menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga
bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum
ada.

KARAKTERISTIK

Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau
bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang
anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan
bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini
tidak selamanya terjadi.

Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika
pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan
kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir.
Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif.
Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat
mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.

APA BEDANYA GANGGUAN BERBICARA DENGAN BERBAHASA...?

Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara
atau dengan gangguan dalam kualitas suara. Ada yang disebut dysfluency atau stuttering atau
gagap, yaitu terjadi gangguan pada kelancaran berbicara, dan biasanya muncul di usia 3 atau 4
tahun. Gagap dapat hilang sendiri di usia remaja, namun tidak selalu demikian sehingga terapi
wicara harus selalu dipertimbangkan.
Gangguan bicara dapat juga berupa gangguan dalam artikulasi, hal ini disebut gangguan fonologi.
Gangguan artikulasi adalah penggantian satu suara dengan suara lain, atau penghilangan satu
suara, atau suara menjadi berubah sama sekali. Contoh gangguan artikulasi: „mobil“ jadi „obin“
atau „mobi“ atau „obil“.

Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam „pitch“, volume ataupun kualitas suara. Gangguan
suara tipikal misalnya suara kasar, suara terputus-putus atau terengah-engah, suara yang terpecah
jika dalam intonasi atau pitch yang tinggi. Gangguan suara seperti ini biasanya terjadi bersamaan
dengan gangguan berbahasa lain sehingga disebut gangguan komunikasi kompleks. Bahkan
gangguan yang terjadi dapat merupakan gabungan dari beberapa gangguan yang telah disebutkan
di atas.

Sedangkan gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog
interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam
konteks yang „nyambung“ baik verbal maupun non verbal,  menyelesaikan masalah, membaca
dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara
atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa
meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat,
ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal jumlahnya, dan
ketidak mampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur
syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.
Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.

DAMPAK NEGATIF

Gangguan berbicara dan berbahasa dapat mempengaruhi anak dalam berkomunikasi dengan
orang lain, dalam proses memahami atau menganalisa informasi. Ketrampilan berkomunikasi
merupakan ketrampilan sangat penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya
mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya. Membaca, menulis, bahasa
tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa, sebuah simbol /
kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat dan pikiran.

Bagaimana Implikasi Gangguan Komunikasi dalam Proses Pendidikan Anak...?

Proses pembelajaran didapat melalui proses komunikasi. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam
komuniksi aktif dan interaktif dengan sebaya dan orang dewasa di lingkungan sekolah merupakan
hal utama yang dibutuhkan seorang anak dalam mendulang sukses di sekolah.
Gangguan mendengar, bicara, membaca dan menulis akhirnya menimbulkan gangguan
berkomunikasi. Pada anak usia sekolah terjadi penambahan kosa kata yang luar biasa banyaknya
disertai kemampuan abstraksi yang semakin matang. Membaca dan menulis mulai diajarkan, dan
dengan bertambahnya usia, pemahaman dan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menjadi
semakin kompleks. Ketrampilan berkomunikasi sangat kritis dibutuhkan dalam belajar
Anak dengan gangguan komunikasi seringkali menunjukkan prestasi akademis yang kurang baik
karena mereka perlu berjuang untuk membaca, mengalami kesulitan memahami dan
mengekspresikan pikirannya, tidak dapat menginterpretasikan simbol-simbol sosial, akhirnya
anak menolak pergi ke sekolah, bahkan tidak jarang sampai tidak mau mengikuti tes yang
diwajibkan.

Karena seluruh gangguan komunikasi memiliki potensi untuk mengakibatkan anak terisolir dari
lingkungan sosial dan pendidikannya, maka sangat penting untuk melakukan intervensi dini..
Karena organ otak berkembang pesat di usia dini kehidupan, seorang anak akan lebih mudah
mempelajari ketrampilan berkomunikasi pada periode usia sebelum 5 tahun. Jika anak memiliki
gangguan otot, gangguan pendengaran, atau keterlambatan dalam perkembangan, biasanya
kemampuan berbahasa, berbicara dan kemampuan di bidang lain yang berhubungan juga akan
terpengaruhi.

Intervensi Apa yang Dapat Dilakukan...?

Dalam usaha meningkatkan kemampuan anak, dibutuhkan tim yang solid yang terdiri dari guru,
speech language pathologist, audiologist, dan orang tua tentunya. Namun sebelumnya dokter anak
akan mengidentifikasi gangguan komunikasi apa yang dialami anak tersebut, salah satunya
dengan mencek fungsi pendengaran anak bekerja sama dengan dokter Ahli Telinga Hidung
Tenggorokan.
Speech-language pathologist akan membantu anak dengan gangguan komunikasi dengan cara
memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik anak tersebut. Dia juga akan
mengkonsultasikan kondisi anak dengan guru disekolah sehingga diharapkan pihak sekolah dapat
mengakomodasi situasi belajar yang paling maksimal yang dapat mendukung kemampuan
komunikasi anak; juga bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mendiskusikan teknik-teknik
terapi yang paling efektif dan paling cocok diterapkan untuk masalah spesifik anak tersebut.
Penggunaan alat bantu dengar sangat bermakna bagi anak dengan gangguan dengar sedang
sampai berat. Anak yang tuli membutuhkan stimulasi dini yang konsisten dan juga alat bantu
komunikasi lain seperti „sign language“, „finger spelling“, bahasa isarat dan juga tentunya alat
bantu dengar tersebut.
Teknologi yang canggih juga banyak membantu anak anak yang mengalami gangguan
bicara/bahasa akibat keterbatasan fisik. Penggunaan media komunikasi elektronik dapat
membantu individu berkomunikasi tanpa bicara langsung sehingga mereka tetap dapat
mengkomunikasikan isi pikirannya.

ANAK-ANAK YANG TIDAK BIASA


EXCEPTIONAL STUDENTS
OLEH : jamri dafrizal,S.Ag.S.S,M.Hum
LATAR BELAKANG

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain
karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya
cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan banuan dari orang lain.

Santrock (2008,219) menyebut siswa yang anak-anak yang tidak biasa dengan istilah
“exceptional students” adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau ketidak mampuan dan
anak-anak yang tergolong berbakat.

Tujuan Pembahasan

Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memiliki gambaran,


pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentang jenis-jenis dan karakterisitk anak yang tidak
biasa ini sehingga pada gilirannya memiliki sikap dan perilaku yang positif dan mampu
memberikan perlakuan secara tepat untuk membantu mengembangkan potensi yang dimiliki.

KATEGORI SISWA YANG TERCAKUP DALAM EXCEPTIONAL STUDENTS


A.ANAK BERKESULITAN BELAJAR (LEARNING DISABILITY)
Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis : (1). Anak yang
sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya rendah karena factor
eksternal. Disebut sebagai ana

ANAK-ANAK YANG TIDAK BIASA


EXCEPTIONAL STUDENTS
OLEH : jamri dafrizal,S.Ag.S.S,M.Hum
LATAR BELAKANG

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain
karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya
cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan banuan dari orang lain.

Santrock (2008,219) menyebut siswa yang anak-anak yang tidak biasa dengan istilah
“exceptional students” adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau ketidak mampuan dan
anak-anak yang tergolong berbakat.

Tujuan Pembahasan

Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memiliki gambaran,


pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentang jenis-jenis dan karakterisitk anak yang tidak
biasa ini sehingga pada gilirannya memiliki sikap dan perilaku yang positif dan mampu
memberikan perlakuan secara tepat untuk membantu mengembangkan potensi yang dimiliki.

KATEGORI SISWA YANG TERCAKUP DALAM EXCEPTIONAL STUDENTS


A.ANAK BERKESULITAN BELAJAR (LEARNING DISABILITY)

Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis : (1). Anak yang
sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya rendah karena factor
eksternal. Disebut sebagai anak

menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar mereka dapat memahami pelajaran
denga baik. Anak yang mengalami gangguan tingkah laku perlu cukup perhatian terhadap
persoalan social yang dihadapinya agar dapat mengkonsentrasikan diri pada pelajaran.

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk
tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

Daftar isi

[sembunyikan]

 1 Tunanetra
 2 Tunarungu
 3 Tunagrahita
 4 Tunadaksa
 5 Tunalaras
 6 Kesulitan belajar

[sunting] Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau
akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah
media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah
tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar
biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan
tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)

[sunting] Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),


2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal,
bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak.

[sunting] Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata
dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),


2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan
sosialisasi.

[sunting] Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik.

[sunting] Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

[sunting] Kesulitan belajar

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena
gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan.
individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan
motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan
keterlambatan perkembangan konsep.

You might also like