Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dengan adanya perubahan dalam lingkungan yang semakin kompleks, maka perlu
melakukan perencanaan atas perubahan tersebut secara proaktif dan bukan reaktif.
3. Visioner.
Perencanaan strategik yang dibuat harus berorientasi pada masa depan, sehingga
memungkinkan organisasi untuk memberikan komitmen pada aktivitas dan kegiatan di
masa mendatang.
2.1.2. Misi
1. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif,
kompetitif dan terjangkau.
2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasisi
partispasi masyarakat.
3. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan
ketertiban kota.
4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota.
5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik.
Pemahaman terhadap misi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Untuk mampu berfungsi sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan dan
jasa yang representatif, ketersediaan prasarana dan sarana kota yang memadai,
efisien dan efektif mutlak diperlukan, sekaligus menjamin berlangsungnya
kegiatan ekonomi dan investasi secara produktif.
b. Pada dasarnya pembangunan harus diarahkan secara lebih adil dan merata,
ramah lingkungan serta memberi peluang yang seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat, agar tumbuh rasa memiliki dan komitmen dalam proses
pembangunan dan hasil-hasilnya.
c. Menegakkan supremasi hukum, keamanan, ketentraman dan ketertiban kota
disadari telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan pra-kondisi bagi
berlangsungnya pembangunan dan aktivitas kota yang lebih efisien dan produktif.
d. Kualitas kehidupan kota yang lebih baik dan kerukunan warga kota menjadi
pendorong bagi berlangsungnya berbagai aktivitas masyarakat secara lebih aman,
damai, harmonis dan sinergis.
e. Pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik oleh aparatur yang profesional,
memiliki spirit, etos kerja dan komitmen tinggi serta didukung sistem informasi
handal, dapat lebih menjamin kinerja pemerintah dalam meningkatkan pelayanan
masyarakat, menciptakan kepastian hukum, transparansi dan akuntabilitas publik.
Strategi merupakan alat penghubung antara Visi, Misi, Arah Kebijakan dan Pokok-
pokok Kebijakan Pembangunan dalam satu paket dengan strategi di setiap di setiap
bidang pembangunan. Strategi di setiap bidang Renstrada Propinsi DKI Jakarta dapat
dilihat dalam setiap bab dari bab 5 hingga bab 12 yang mencerminkan delapan bidang
Renstrada Propinsi DKI Jakarta. Strategi dilahirkan dari pengamatan setiap bidang
sehingga secara umum bersifat memayungi strategi di setiap bidang pembangunan
Propinsi DKI Jakarta. Strategi tersebut meliputi :
11. Membangun komunikasi antar masyarakat Propinsi DKI Jakarta yang bersifat
heterogen dengan memperhatikan akar budaya masing-masing daerah sehinggak
seminimal mungkin dapat menekan terjadinya konflik-konflik horizontal.
(SOSIAL)
Akan tetapi kemakmuran yang dicapai diatas pondasi masalah yang masih
besarseringkali akan menimbulkan permasalahan baru, terlebih dalam masa pemulihan
pasca krisis sekarang ini.
2.4.3. Fungsi Propinsi DKI Jakarta Sebagai Kota Jasa (service city)
Untuk mendukung fungsi Propinsi DKI Jakarta sebagai Kota Jasa (service city)
pembangunan yang dilakukan harus dapat mendukung fungsi-fungsi pelayanan kota baik
untuk kepentingan lokal, nasional maupun internasional. Penjabaran sebagai Kota Jasa
(service city) adalah menjadikan Propinsi DKI Jakarta sebagai :
3. Pusat Keuangan
4. Pusat Pariwisata
Dinamika politik nasional dalam lima tahun terakhir telah menjadi proses
pembelajaran berarti bagi kehidupan masyarakat dalam berdemokrasi. Diharapkan ke
depan, masyarakat akan menjadi lebih dewasa dan menyikapi reformasi dan tidak
terjebak pada kebebasan yang tidak terkendali yang dapat mematahkan dan mengabaikan
supremasi hukum yang telah menjadi komitmen bersama. Dengan kata lain, terbentuknya
masyarakat madani dan tata pemerintahan yang baik (good governance) untuk menjamin
berlangsungnya kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik.
Selanjutnya inflasi diharapkan dapat ditekan dibawah 2 digit per tahun selama lima
tahun kedepan. Seperti telah diketahui, pada tahun 1998 telah terjadi hiper-inflasi yang
mencapai 74,4 persen, walaupun kemudian dapat ditekan menjadi sebesar 1,80 persen
pada tahun 1999, karena pengalaman hiper-inflasi tahun sebelumnya. Sedangkan untuk
tahun 2000 dan 2001 inflasi mencapai masing-masing 10,29 dan 11,52 persen, cukup
tinggi namun tidak dapat dihindari karena kebijakan nasional menaikkan harga BBM dan
tarif listrik untuk mengurangi subsidi, serta merosotnya nilai tukar rupiah.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,28 persen per tahun selama periode 2003-2007
tentunya diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru guna mengatasi
pengangguran. Jumlah kesempatan kerja yang disediakan dalam periode ini adalah 470
ribu atau mencapai 94 ribu per tahun. Dengan jumlah tambahan kesempatan kerja sebesar
ini maka tingkat pengangguran dapat direndam untuk tidak bertambah tinggi yaitu dari
10,34 persen tahun 2003 menjadi 6, 59 persen pada akhir tahun 2007.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,28 persen per
tahun dalam periode lima tahun kedepan, tentunya diperlukan investasi yang tidak
sedikit, baik bersumber dari pemerintah daerah sendiri, pemerintah pusat, masyarakat
maupun dunia usaha. Sumber dana investasi ini tidak terbatas dari sumber dana dalam
negeri yang biasanya berasaldari tabungan domestik maupun pinjaman domestik,
melainkan tidak tertutup kemungkinan (dalam sistem perekonomian yang terbuka saat
ini) sumber dana dari pinjaman luar negeri.
Dengan target pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,28 persen per tahun, total
nilai investasi yang dibutuhkan selama periode 2003-2007 diperkirakan akan mencapai
Rp. 516,29 triliun atau perlu disediakan dana sebesar Rp. 103,26 triliun setiap tahunnya.
Perhitungan ini didasarkan pada angka Incremental Capital-Output ratio (ICOR) dengan
besaran yang bergerak antara 4,5 - 5,5 (asumsi bahwakegiatan ekonomi berjalan secara
efisien). Rasio ini didasari pemikiran bahwa pembiayaan investasi juga akan semakin
sulit karena (a) baik APBN maupun APBD diperkirakan tidak akan bertambah secara
tajam karena pemulihan ekonomi yang mendorong potensi pajak dam retribusi belum
dapat dicapai dalam satu atau dua tahun mendatang, (b) dunia usaha juga masih akan
mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan investasi, (c)
tabungan masyarakat diperkirakan akan sedikit menurun karena pendapatan nyaris tidak
bertambah sementara kebutuhan konsumsi terus meningkat karena kenaikan harga, (d)
pinjaman luar negeri pemerintah maupun swasta akan bertambah sulit karena krisis
kepecayaan luar negeri terhadap kemampuan Indonesia dalam mengembalikan pinjaman
terutama dikaitkan dengan depresiasi rupiah, dan (e) penanaman modal asing akan
tersendat karena keraguan investor asing atas berbagai krisis dan instabilitas yang dialami
Indonesia.
Di lain pihak perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka otonomi
daerah akan terus diperbaiki dan memberi sinyal positif pada penguatan struktur
keuangan daerah, terutama yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan
kebijakan pengeluaran anggaran yang lebih efisien dan efektif, serta berorientasi pada
transparansi dan akuntabilitas publik maka peningkatan pelayanan masyarakat,
pemulihan ekonomi, serta rehabilitasi prasarana dan sarana kota.
2.6. Perkembangan Dengan Ekonomi Nasional
Pada bagian ini akan dilakukan Analisa “Location Quotient” (LQ), “Revealed
Comparative Advantage (RCA)” dan Analisa “Shift-Share”.
Jakarta dari waktu ke waktu terus menaglami perubahan. Begitu pula tantangan dan
permasalahan yang dihadapi. Pembangunan Propinsi DKI Jakarta masih menyisakan
aneka persoalan di berbagai bidang kehidupan warga kota, baik sosial, ekonomi maupun
menyangkut sarana prasarana kota dan tata pemerintahan. Semua masalah itu hanya dapat
dicarikan solusinya dengan tepat apabila mampu mengenalinya dengan teliti dan jeli.
Berdasarkan data dari hasil jajak pendapat dan evaluasi hasil forum pengkajian,
pembangunan Propinsi DKI Jakarta di masa mendatang meliputi:
Kesenjangan adalah masalah kota yang cukup menonjol, baik kesenjangan antar
golongan penduduk yang tampak dari distribusi pendapatan, maupun kesenjangan sektor
ekonomi golongan penduduk yang tampak dari kesenjangan produktivitas, akses terhadap
pasar, akses terhadap modal dan manajemen. Kesenjangan yang semakin meluas pasca
krisis ekonomi telah menimbulkan ekses disharmoni sosial yang mengarah pada konflik
antar golongan penduduk.
Perkembangan ekonomi di Propinsi DKI Jakarta tidak terlepas dari situasi ekonomi
nasional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diawali dengan depresiasi
mata uang rupiah terhadap dolar AS, telah membawa implikasi buruk pada perekonomian
Indonesia. Inflasi yang tinggi, suku bunga bank yang meningkat mengakibatkan
merosotnya kinerja lapangan usaha di sektor riil. Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi
merasakan dampak krisis ekonomi yang besar dibanding daerah lainnya, bahkan
mengalami kontraksi yang sangat tajam dengan pertumbuhan minus 17,49 persen pada
tahun 1998, dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi sebesar 74,4 persen. Peristiwa Mei
1998 yang mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana kota.
5. Pengelolaan sampah dan air limbah yang belum tertangani dengan baik
7. Sistem pengendalian banjir, pemeliharaan sungai dan drainase kota yang belum
baik
1. Untuk belanja periodik, khususnya belanja pegawai dan TAL (telepon,air, dan
listrik) dialokasikan pada setiap unit kerja.
b. Kewenangan yang lebih luas bagi suku dinas dalam pemungutan pajak dan
retribusi daerah.
2. Dana Perimbangan
c. Penentuan dasar bagi hasil bukan pajak yang tidak semata-mata didasarkan
pada ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
b. Pengelolaan alternatif yang lebih proaktif atas surplus anggaran yang dimiliki
oleh Pemerintah Propinsi. a. Meningkatnya komunikasi dengan Pemerintah Pusat.
2.9. Evaluasi Kinerja
Bagian penting dalam pengelolaan pembangunan adalah evaluasi yang mantap atas
pelaksanaan rencana pembangunan. Evaluasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik
agar dapat dikenali secara dini penyimpangan-penyimpangan pelaksaan dari rencana
pembangunan,dan kemudian dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikan yang tepat
sasaran dan tepat waktu. Evaluasi dilakukan dengan merujuk pada lintasan sebab akibat,
melalui penetapan indikator kinerja.
Dalam rangka memilih indikator kinerja, perlu diupayakan pengukuran yang dapat
dilakukan secara mudah dan murah. Untuk itu, pengukuran kinerja tersebut sadapat
mungkin merupakan kegiatan yang melekat pada proses penyelenggaraan pembangunan
sehingga tidak menimbulkan biaya berlebihan. Laporan Dinas, BPS dan pihak-pihak
ketiga (Konsultan dan pusat-pusat kajian) dapat digunakan sebagai alat penilaian.
a. Masukan (input)
b. Keluaran (output)
c. Hasil (outcome)
d. Manfaat (benefit)
4) Neraca Daerah .
BAB IV
PENUTUP
Disusun Oleh :
D.0710140
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah tugas “PROSES
PENYUSUNAN RENSTRA “, yang disusun dengan judul “ Renstra Pemprov DKI
Jakarta “.
Adapun yang di maksud dan tujuan dari tugas ini adalah untuk memenuhi salah
satu syarat tugas mata kuliah Teori Perencanaan. Di samping itu penyusunan tugas ini
juga merupakan sarana agar mahasiswa sebagai kaum intelektual bisa lebih peka terhadap
bagaimana penyusunan renstra yang membuat sebuah organisasi bisa berjalan dengan
baik dan terencana.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas
ini, Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini merupakan hasil dari usaha optimal
yang tidak luput dari kesalahan terutama disebabkan karena keterbatasan pengalaman,
waktu, tenaga, serta pengetahuan dari penulis sendiri.
Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis dan mahasiswa khususnya
serta pihak lain pada umumnya.
Terima kasih.
Penulis,