Professional Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau
di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta
kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J. Reeves,1999).
Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam
pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami
komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera
medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga
masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
A. KONSEP DASAR
I. ANATOMI FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke
lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus
intervertebralis.
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang
mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena
mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar
ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5
vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada
daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah
lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang
menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka
mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu
bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan
gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang
menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika
kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki,
dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta
mempertahankan tegak. (lihat gambar A1)
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus
bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis
yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa
patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian
otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk
memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk
tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus
medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum
terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum
tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya
dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh
sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan
bawah : dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi
sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian
tubuh dan bergerak refleks.
4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf
motorik.
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah
torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot
interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak
bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
II. PENGERTIAN
Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
III. ETIOLOGI
- tumor.
IV. PATOFISIOLOGI
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi
kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla
spinalis akut.
- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
MANIFESTASI KLINIS
- nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
- paraplegia
- tingkat neurologik
- gagal nafas
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
- Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
- Skan ct
- MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- Mielografi.
- Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma,
atelektasis)
- Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat
bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan
pada saraf frenikus /otot interkostal).
KOMPLIKASI
- Neurogenik shock.
- Hipoksia.
- Gangguan paru-paru
- Instabilitas spinal
- Orthostatic Hipotensi
- Ileus Paralitik
- Kontraktur
- Dekubitus
- Inkontinensia blader
- Konstipasi
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi
sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Farmakoterapi
Tindakan Respiratori
3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
Dilakukan Bila :
1. Pengkajian
a. Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan
umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
c. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna
seperti kopi tanah /hematemesis.
d. Integritas Ego
f. Makanan /cairan
g. Higiene
h. Neurosensori
i. Nyeri /kenyamanan
j. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
k. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
l. Seksualitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan
sesorik.
6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alt
traksi
INTERVENSI
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas
normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah
pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2
> 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
Rencana Tindakan
R/ Mengencerkan sekret
Rencana Tindakan
b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari
infeksi pada lokasi yang tertekan.
Rencana Tindakan
f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2
jam dengan gerakan memutar.
g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
Rencana tindakan
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
Rencana tindakan
R/ Mencegah konstipasi
Rencana tindakan
Evalusi
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Pearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia.