Professional Documents
Culture Documents
406091045
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak-anak dan
orang dewasa di negara-negara tropis. Di indonesia, malaria sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan dalam masyarakat. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama
di luar Jawa dan Bali, karena di daerah itu terdapat campuran penduduk yang berasal dari
daerah endemis dan non-endemis malaria. Di daerah-daerah tersebut sering terjadi letusan
wabah malaria yang menimbulkan banyak kematian. Malaria merupakan penyakit infeksi
akut atau kronis yang disebabkan oleh plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren,
mengigil, berkeringat, kelemahan, anemia dan hepatosplenomegali.1,2
Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Klinis penyakit malaria adalah
khas, mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil, dan pada
waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Di samping itu terdapat kelainan
pada limpa, yaitu splenomegali; limpa membesar dan menjadi keras.3
Meskipun penyakit ini telah diketahui sejak lama, penyebabnya belum diketahui. Dulu
diduga bahwa penyakit ini disebabkan oleh hukuman dari dewa-dewa karena waktu itu terjadi
wabah di sekitar kota Roma. Ternyata penyakit ini banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, sehingga penyakit tersebut disebut “malai” (mal area
= udara buruk = bad air).3
Baru pada abad ke-19, Laveran melihat “bentuk pisang” dalam darah seorang penderita
malaria. Kemudian diketahui bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk (Ross, 1897) yang
banyak terdapat di rawa-rawa.3
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia, dan splenomegali.4
EPIDEMIOLOGI
Malaria terdapat di daerah-daerah dari 60º Lintang Utara sampai 30º Lintang Selatan,
setinggi 2.666 m (Bolivia 2.591 m) sampai daerah yang terletak 433 m di bawah permukaan
laut. Daerah yang sejak semula bebas malaria ialah Pasifik Tengah dan Selatan (Hawai dan
Selandia Baru). Di daerah tersebut siklus malaria tidak dapat berlangsung karena tidak
terdapat vektor.4
Malaria di daerah endemik terdapat secara autokton (indigenous malaria) karena
siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung (terdapat manusia, nyamuk dan parasit).
Besarnya derajat endemik dapat diukur dengan spleen rate dan parasite rate sehingga dapat
dibedakan daerah : 1. Hipoendemik: spleen rate 0 – 10%, parasite rate 0 -10%. 2.
Mesoendemik: spleen rate 11 – 50% dan parasite rate 11 – 50%.3. Hiperendemik: spleen rate
dan parasite rate lebih dari 50%. 4. Holoendemik: spleen rate dan parasite rate lebih dari
75%.4
Malaria di suatu daerah berbeda dengan daerah lain karena :
1. Faktor manusia (rasial)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI Sulianti Saroso
Billy Jonatan Referat Malaria
406091045
2. Faktor vektor (nyamuk Anopheles). Di Indonesia terdapat beberapa vektor yang penting
(spesies Anopheles), yaitu: A.aconitus, A.maculatus, A.subpictus yang terdapat di Jawa
dan Bali; A.sundaicus dan A.aconitus di Sumatera; A.sundaicus, A.subpictus di Sulawesi;
A.balabacensis di Kalimantan; A.farauti dan A.punctulatus di Irian Barat.
3. Parasit. Di beberapa daerah parasit telah kebal terhadap obat anti malaria.
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk.
ETIOLOGI
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae
dan Plasmodium ovale. Plasmodium falcifarum merupakan penyebab infeksi berat bahkan
dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia
Plasmodium falcifarum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana
dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.1,2
Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi
campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang paling
banyak dijumpai adalah campuran Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax atau
Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun
hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka
penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah
resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.1,2
Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-
anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan
tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan
gizi.1,2
DAUR HIDUP
Daur hidup keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri
dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual
(skizogoni) dalam badan hospes vertebra.3
Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu: 1) daur eritrosit dalam darah (skizogoni
eritrosit) dan 2) daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan
dengan a) skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk
dalam sel hati dan b) skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati. Hasil
penelitian pada malaria primata menunjukkan bahwa ada dua populasi sporozoit yang
berbeda, yaitu sporozoit yang secara langsung mengalami pertumbuhan dan sporozoit yang
tetap “tidur” (dormant) selama periode tertentu (disebut hipnozoit), sampai menjadi aktif
kembali dan mengalami pembelahan skizogoni. Pada infeksi P.falcifarum dan P.malariae
hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati sebelum daur dalam darah dimulai; sesudah
itu daur dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi P.vivax dan P.ovale daur eksoeritrosit
berlangsung terus “sampai bertahun-tahun” melengkapi perjalanan penyakit yang dapat
berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps.3
Fase jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam
kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui
probosis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit akan segera masuk ke dalam peredaran
darah dan setelah ½ - 1 jam masuk ke dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian masuk ke dalam sel hati dan berkembang biak. Proses ini disebut skizogoni
praeritrosit. Inti parasit membelah diri berulang–ulang dan skizon jaringan (skizon hati)
berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti
disertai oleh pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-
ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi
tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati.3
Fase ini berlangsung beberapa waktu, tergantung dari spesies parasit malaria, seperti
dibawah ini :3
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk di peredaran
darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa
difagositosis. Pada P.vivax dan P.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah
beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan
skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps
jangka panjang (long term relapse) atau rekurens. P.falcifarum dan P.malariae tidak
mempunyai fase eksoeritrositik; relapsnya disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik dan
dikenal sebagai rekrudesensi (short term relapse). Rekrudesensi yang panjang kadang-kadang
dijumpai pada P.malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam
sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa rekurens (long term
relaps) tidak ada pada infeksi P.malariae: 1) infeksi P.malariae dapat disembuhkan dengan
obat skizontosida darah saja; 2) tidak pernah ditemukan skizon eksoeritrositik dalam hati
manusia atau chimpanzee setelah siklus praeritrositik; dan 3) parasit menetap dalam darah
untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi.3
Fase aseksual dalam darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria
ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa
tunas/ inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis malaria. Merozoit yang
dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada
interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit
melekat pada membrane eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung
dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi, membentuk vakuol dengan
parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga
lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam
darah berbentuk bulat, kecil; beberapa di antaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma
terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk
lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya
berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit. Parasit mencernakan
hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen malaria (hemozoin dan
hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir
berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang makin jelas pada stadium lanjut.
Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembang biak secara aseksual melalui proses
pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang
lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon.
Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri dari inti dan sitoplasma yang
disebut merozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah dan merozoit dilepaskan
dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain
dibentuk dengan cara yang sama. Pada daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara berulang-
ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitemia yang meningkat dengan cepat sampai
proses dihambat oleh respons imun hospes.3
Perkembangan parasit dalam eritorit menyebabkan perubahan pada eritrosit, yaitu
menjadi lebih besar, pucat dan bertitik-titik pada P.vivax. Perubahan ini khas untuk spesies
parasit. Periodisitas skizogoni berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Daur skizogoni (fase
eritrosit) berlangsung 48 jam pada P.vivax dan P.ovale, kurang dari 48 jam pada P.falcifarum
dan 72 jam pada P.malariae. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa
kelompok parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda sehingga gejala demam tidak
menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan
gejala demam memberi gambaran tersian atau kuartan.3
Fase seksual dalam darah. Setelah 2 atau 3 generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk, sebagian
merozoit tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis).
Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang
berbeda pada berbagai spesies: pada P.falcifarum bentuknya seperti sabit/ pisang bila sudah
matang; pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies Plasmodium dengan pulasan
khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti
kecil padat dan pada gametosit jantan (mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau
merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam gametosit mengandung banyak butir-
butir pigmen.3
Eksflagelasi. Bila nyamuk Anopheles betina menghisap darah hospes manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit aseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi
gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang
masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron,
menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Proses ini
hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan
mikroskop pada sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet
jantan disebut mikrogamet; makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) dan
menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh
makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan
dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot.3
Sporogoni. Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam
waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing ini
berukuran panjang 8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding
lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat, disebut
ookista. Jumlah ookista pada lambung Anopheles berkisar antara beberapa buah sampai
beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan-bulatan
semitransparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan
besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap spesies Plasmodium. Bila ookista
makin membesar sehingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen
tidak tampak lagi. Inti yang sudah membelah-belah dikelilingi oleh protoplasma yang
merupakan bentuk-bentuk memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar
bentuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing dengan inti di tengahnya (sporozoit) dan
panjangnya 10-15 mikron. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan
bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang
menjadi infektif. Bila nyamuk ini menghisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit
dimasukkan ke dalam luka tusukan dan mencapai aliran darah hospes perantara.3
CARA INFEKSI
Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung gametosit sampai
mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit
adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu: 1) secara alami melalui
vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk dan 2)
secara induksi (induced), bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk ke
dalam badan manusia melalui darah, misalnya dengan transfusi, suntikan atau secara
kongenital (bayi baru lahir) mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah
(plasenta), atau secara sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit (sebelum perang dunia
II); demam yang timbul dapat menunjang pengobatan berbagai penyakit, seperti lues dan
sindrom nefrotik.3
PATOLOGI
Perjalanan penyakit malaria terdiri dari serangan demam yang disertai oleh gejala lain
diselingi oleh periode bebas penyakit.3
Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari, tergantung
pada spesies parasit (terpendek untuk P.falcifarum, terpanjang untuk P.malariae), pada
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat imunitas hospes. Di
samping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan
nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung stadium
aseksual.3
Masa prapaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam
darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(microscopic threshold).3
Masa tunas intrinsik parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia
adalah 12 hari untuk malaria falcifarum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30
hari untuk malaria malariae (kuartana).3
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori
dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit
yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada
mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum
pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni
eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit
dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah
multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :3
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrositnya yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang
tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan
hemolisis intravaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.3
Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang
rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. TNF
adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi
parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia
dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease
Syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga
menghancurkan P.falcifarum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang
dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan
malaria falcifarum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.3
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut
P.falcifarum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan
tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan
dengan afinitas eritrosit yang mengandung P.falcifarum terhadap endotelium kapiler darah
dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi
perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk
gumpalan yang membendung kapiler alat-alat dalam. Protein dan cairan merembes melalui
membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edem
jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya
histidin P.falcifarum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut; sekurang-kurangnya ada 4
macam protein yang berperan dalam sitoadherens sel endotel untuk eritrosit yang terinfeksi
P.falcifarum.3
GEJALA KLINIS
Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
Pada malaria vivax dan ovale (tersiana) skizon setiap kelompok menjadi matang setiap 48
jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersian; pada malaria kuartana yang disebabkan
oleh P.malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik berakhir dengan
timbulnya serangan pertama. Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang
timbulnya secara periodik, bersamaan dengan sporulasi. Timbulnya demam juga bergantung
pada jumlah parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang
ditentukan dengan hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah. Demam biasanya
bersifat intermiten (febris intermitens), dapat juga remiten (febris remitens) atau terus
menerus (febris continua).3
Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu lesu, sakit kepala,
tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah. Serangan demam yang
khas terdiri dari beberapa stadium:3
1. Stadium menggigil dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil.
Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat,
tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat.
Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak sering disertai kejang-kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam dimulai pada saat perasaan dingin sekali berubah menjadi
panas sekali. Muka menjdi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit
kepala makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras.
Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41ºC (106ºF) atau lebih. Stadium ini
berlangsung selam 2 sampai 6 jam.
3. Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat
tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemah
tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam
Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam.
Setelah itu terjadi stadium apireksia. Lamanya serangan demam ini untuk tiap spesies
malaria tidak sama. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama
biasanya disebur relaps. Relaps dapat bersifat:3
a. Rekrudesensi (relaps jangka pendek) yang timbul karena parasit dalam darah (daur
eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu sesudah
serangan pertama hilang.
b. Rekurens (relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeritrosit dari
hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam timbul lagi dalam
waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang.
Bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan pertama dan relaps,
maka keadan ini dapat disebut periode laten klinis, walaupun mungkin ada parasitemia dan
gejala lain seperti splenomegali. Peride laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan
dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.3
Serangan demam makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan
diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya respons imun hospes.
Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria menahun.
Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah
berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit
dalam kapiler dan sinusoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit
dan butir-butir hemozoin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen
tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa. Hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang
trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun
jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.3
Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falcifarum dengan
penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada
malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin
turun secara mendadak. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor: 1) penghancurkan eritrosit
yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa dan
pada saat sporulasi. Dalam hal ini, faktor autoimun memegang peranan; 2) ”reduced survival
time” (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama); 3)
diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.3
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah
yang diperiksa dengan mikroskop. Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk
menunjang penanganan klinis. Penunjang laboratorium adalah: 1) untuk diagnosis pada
kegagalan obat; 2) untuk penyakit berat dengan komplikasi; 3) untuk mendeteksi penyakit
tanpa penyulit di daerah tidak stabil atau daerah dengan transmisi rendah; dan penting untuk
daerah yang ada infeksi P.falcifarum dan P.vivax sebab pengobatannya berbeda.3
1. Diagnosis dengan mikroskop cahaya
Sediaan darah dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapangan
mikroskopis dengan pembesaran 500-600 yang setara dengan 0,20 µl darah. Jumlah parasit
dapat dihitung per lapangan mikroskopis.
Metode semi-kuantitatif untuk hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal
adalah sebagai berikut :
+ = 1-10 parasit per 100 lapangan
++ = 11-100 parasit per 100 lapangan
+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan
++++ = > 10 parasit per 1 lapangan
+++++ = > 100 parasit per 1 lapangan, setara dengan 40.000 parasit/µl
Hitung parasit dapat juga dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200
leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000/µl darah, sehingga
densitas parasit dapat dihitung sebagai berikut :
Parasit /µl darah = jumlah parasit yang dihitung x 8000
Jumlah leukosit yang dihitung (200)
a) Teknik dip-stick dan uji ICT (immunochromatographic test), mendeteksi secara imuno-
enzimatik suatu protein kaya histidin II yang spesifik parasit (immuno-enzymatic
detection of the parasite-specific histidine-rich protein II). Tes spesifik untuk
P.falcifarum dan P.vivax telah dicoba di beberapa negara, antara lain di Indonesia. Tes
ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukan dalam waktu 10 menit dan dapat
dilakukan secara massal. Selain itu tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak
terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak
memerlukan aliran listrik.
Kelemahan tes ini adalah :
1. tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
2. antigen yang masih beredar ± 2 minggu setelah parasit hilang masih
memberikan reaksi positif
3. gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin masih dapat
dideteksi
4. biaya tes ini masih cukup mahal
Walaupun demikian, tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk
pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang
disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah
biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimtomatik). Jadi seharusnya tidak
mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis
klinis pada penderita dengan gejala.
b) Metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu:
hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan
PCR (polymerase chain reaction). Akhir-akhir ini beberapa pelacak DNA dan RNA
yang spesifik telah dikembangkan untuk mengindentifikasi keempat spesies
Plasmodium, tetapi terutama untuk P.falcifarum dan ternyata tes ini sangat spesifik dan
sensitif, dapat mendeteksi minimal 2 parasit, bahkan 1 parasit/µl darah.
Keuntungan utama pada teknik PCR adalah mendeteksi dan mengidentifikasi infeksi
ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk studi
epidemiologi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan penanganan
malaria tanpa komplikasi.
PLASMODIUM VIVAX
DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Spesies ini terdapat di daerah subtropik, dapat juga ditemukan di daerah dingin
(Rusia), di daerah tropik Afrika, terutama di Afrika Barat, spesies ini jarang ditemukan. Di
Indonesia spesies tersebut tersebar di seluruh kepulauan, dan pada umumnya di daerah
endemi mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain.3
bagian tengah atau di pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan terjadi
secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit
dari daur eritrosit, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform, kecuali pada hari-
hari permulaan serangan pertama.3
Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali, sebagian merozoit yang tumbuh
menjadi trofozoit dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit
(gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih
tampak titik Schuffner di sekitarnya. Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang
berwarna biru dengan inti kecil, padat dan berwarna merah. Mikrogametosit (jantan) biasanya
bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti
biasanya terletak di tengah. Butir-butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun
mikrogametosit, jelas dan tersebar pada sitoplasma.3
Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari
pada suhu 20ºC dan 8-9 hari pada suhu 27ºC. Di bawah 15ºC perkembangbiakan secara
seksual tidak mungkin berlangsung.3
Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen berwarna kuning
tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.3
tidak teratur, tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam.
Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil,
panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,6ºC (105ºF) atau lebih.
Mual dan muntah serta herpes pada bibir dapat terjadi. Pusing, mengantuk atau gejala lain
yang ditimbulkan oleh iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara.
Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria
menahun menjadi lebih jelas.3
Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai
teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun menjadi sangat besar, keras dan kenyal.
Trauma kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan ruptur pada limpa yang
membesar, tetapi hal ini jarang terjadi. Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit
P.vivax kecil dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung,
jumlahnya bertambah besar. Kira-kira satu minggu setelah serangan pertama, stadium
gametosit tampak dalam darah. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat
berlangsung beberapa minggu dengan serangan demam yang berulang-ulang. Pada kira-kira
60% kasus yang tidak diberi pengobatan atau yang pengobatannya tidak adekuat, relaps
timbul sebagai rekrudesensi atau short term relapse.3
DIAGNOSIS
Diagnosis malaria vivax ditegakkan dengan menemukan parasit P.vivax pada sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa.3
PROGNOSIS
Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi
pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria
vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung
lebih lama, oleh karena sifat relapsnya, yaitu rekrudesensi dan rekurens.3
PLASMODIUM MALARIAE
NAMA PENYAKIT
P.malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan
demam berulang pada tiap hari keempat.3
DISTRIBUSI GEORAFIK
Penyakit malaria kuartana meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik,
tetapi frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung rendah.3
DIAGNOSIS
Diagnosis P.malariae dapat dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang
dipulas dengan Giemsa.3
Hitung parasit pada P.malariae rendah, hingga memerlukan ketelitian untuk
menemukan parasit ini. Seringkali parasit ini ditemukan dalam sediaan darah tipis secara
tidak sengaja, pada penderita yang tidak menunjukkan gejala klinis malaria.3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI Sulianti Saroso
Billy Jonatan Referat Malaria
406091045
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, infeksi ini dapat berlangsung sangat lama dan relaps pernah
tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.3
PLASMODIUM OVALE
NAMA PENYAKIT
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale.3
DISTRIBUSI GEOGRAFIK
P.ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, di daerah Pasifik
Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di pulau Owi
sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan di pulau Timor.3
DIAGNOSIS
Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menemukan parasit P.ovale dalam sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa.3
PROGNOSIS
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.3
PLASMODIUM FALCIFARUM
NAMA PENYAKIT
P.falcifarum menyebabkan penyakit malaria falcifarum.3
DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Parasit ini ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.3
Parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkan dapat menjadi berat.3
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit saja; tidak ada
fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps jangka panjang (rekurens) seperti terjadi
pada infeksi P.vivax dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati.3
Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falcifarum sangat kecil dan
halus dengan kira-kira seperenam diameter eritrosit. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan
dalam satu eritrosit (infeksi multipel).3
Adanya skizon muda dan skizon matang dalam sediaan darah tepi berarti keadaan
infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.3
Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-kadang
melebihi 500.000/mm3 darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar rata di alat-alat
dalam dan jaringan sehingga gejala klinis pada malaria falcifarum dapat berbeda-beda.
Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi
menggumpal dan menyumbat kapiler.3
Makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari mikrogametosit dan
sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Mikrogametosit berbentuk
lebih lebar dan seperti sosis. Jumlah gametosit pada infeksi P.falcifarum berbeda-beda,
kadang-kadang sampai 50.000-150.000/mm3 darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh
spesies Pasmodium lain pada manusia.3
Skizogoni eritrosit pada P.falcifarum selesai dalam waktu 48 jam dan periodisitasnya
khas tersiana.3
mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini
tergantung dari anamnesis tentang kepergian penderita ke daerah endemi malaria
sebelumnya.3
Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan
keadaan memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, mental confusion. Demam
tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak
walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan nafas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare
menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan pada paru-paru. Limpa
membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-
kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia
ringan dan leukopenia dengan monositosis. Bila pada stadium dini penyakit dapat didiagnosis
dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi.3
Pada P. Falcifarum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan
terjadinya malaria berat atau komplikasi.5
Resiko terkena malaria berat akan meningkat seiring dengan pertambahan usia dan
adanya kontak dengan parasit sebelumnya. Terdapat fenomena yang sangat menarik. Pada
anak yang mengalami malaria serebral ternyata telah memiliki kadar antibodi antimalaria
yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi infeksi malaria sebelumnya.
Fenomena ini memunculkan suatu hipotesis bahwa pada anak-anak, saat infeksi pertama
malaria mereka tidak memiliki risiko tinggi untuk terkena malaria serebral. Tetapi, pada saat
infeksi kedua dan infeksi berulang berikutnya, mereka memiliki risiko tinggi untuk terkena
malaria serebral. Ada satu penjelasan yang paling mungkin mengenai hal ini bahwa malaria
serebral adalah penyakit imunologis, di mana pada infeksi pertama terbentuk pertahanan
imun yang protektif yang nantinya menyebabkan imunopatologi pada reinfeksi berikutnya.6
Malaria falcifarum berat adalah penyakit malaria dengan P.falcifarum stadium
aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut di
bawah ini (WHO,1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus):3
- malaria otak dengan koma (unarousable coma)/ malaria serebral
merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan
dengan bentuk malaria berat lainnya. Gejala klinisnya berupa sakit kepala dan rasa
ngantuk disusul gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang fokal atau
menyeluruh. Pada anak koma timbul kurang dari 2 hari setelah demam yang didahului
kejang dan penurunan kesadaran.
- anemia normositik berat
- edem paru
- hipoglikemia
- syok
- perdarahan spontan/DIC
- kejang umum yang berulang
- asidosis
- malaria hemoglobinuria (blackwater fever)
Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau di daerah tertentu):
- gangguan kesadaran (rousable)
- penderita sangat lemah
- hiperparasitemia
- ikterus
- hiperpireksia
Pada penderita malaria falcifarum yang disertai satu atau lebih dari satu macam
kelainan tersebut di bawah ini cukup untuk dibuat diagnosis malaria falcifarum berat atau
dengan penyulit, bila diagnosis lain dapat disingkirkan.3
DIAGNOSIS
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium
trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah
tepi. Pada autopsi dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat
dalam.3
PROGNOSIS
Walaupun telah banyak diketahui mengenai patofisiologinya, mortalitas malaria berat
masih cukup tinggi, yaitu 20-50%. Kelompok resiko tinggi untuk menderita malaria berat
adalah :3
a. di daerah hiper/holoendemik
- anak kecil berumur > 6 bulan (angka kematian tertinggi pada kelompok umur 1-3
tahun)
- wanita hamil
b. di daerah hipo/mesoendemik : anak-anak dan orang dewasa
c. lain-lain :
- pendatang (antara lain transmigran)
- pelancong (travellers)
PENGOBATAN
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat
iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum
obat anti malaria.7
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
I. Malaria Falcifarum7
Lini pertama pengobatan malaria falcifarum adalah seperti yang tertera dibawah ini :
Lini pertama pengobatan malaria falcifarum adalah Artemisinin Combination Therapy
(ACT), pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu :
1. Artesunate – Amodiaquin
• Artesunat = 4 mg/kgbb
b. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk
dosis dewasa), setiap blester terdiri dari :
• 4 tablet artesunate @ 50 mg
Primakuin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna coklat kecoklatan
yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan per-oral
dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primakuin
tidak boleh diberikan kepada :
• Ibu hamil
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Dihydroartemisinin+Piperaquin+Primakuin
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
2-3 DHP ¼ ½ 1 1,5 2 3-4
Kina tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina
fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali
selama 7 hari.
Dosisiklin
Dosiksiklin yang beredar di Indonesia alaha kapsul atau tablet yang mengandung 50
mg dan 100 mg Doksisiklin HCI. Doksiksiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 hari,
dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kgbbari, sedangkan untuk anak usia 8-14
tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada Ibu hamil dan anak
usia < 8tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau
500 mg tetrasiklin HCI. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari, dengan
dosis 4 -5 mg/kgbb/kali. Seperti halnya dosisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan
pada anak dibawah umur 8 tahun dan Ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan denga primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila pemberian
dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemeberian obat
dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang
dapat diberikan untuk kina 9 tablet. Dan primakuin 3 tablet.
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1**)
Penderita
*) Dosis diberikan kg/bb
**)4x250 mg Tetrasiklin
c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke
15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru)
Kina + Primakuin
Kina Tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg
kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10
mg/kgbb/kali selama 7 hari.
Dosis kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1
tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per-hari yang diberikan selama 14 hari.
Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan
kepada : Ibu hamil, bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi
ini digunakan untuk pengobatan malaria vivax yang resisten terhadap
pengobatan ACT.
H1-14 Primakuin - - ¼ ¼ ¾ 1
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya.
Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta
pemberian primakuin pada hari 1 dengan dosis adalah 0,75 mg/kgBB dilanjutkan pada
hari 2 – 14 primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB.
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
2
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
4-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Atau
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15%) pada keadaan hitung parasit
>10.000/ul; apabila anemianya hipokromik mikrositik harus dikesampingkan
adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau < 1 ml/kgbb/jam
pada anak setelah dilakukan rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%)
6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi ≤
20 mmHg); disertai keringat dingin.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia.
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat
anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD)
3. Hiperparasitemia > 5%
5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 400 C pada orang dewasa, > 410 C pada anak)
Tidak terarah 0
Respon verbal
Menangis normal 2
Merintih 1
Tidak terarah 0
Respon gerakan
Ada respon lokal terhadap rangsang nyeri 2
Menarik tungkai karena rangsang sakit 1
Non spesifik atau tidak ada reaksi 0
Total 0-5
Keterangan :
Penilaian unrouseable coma : - pada anak-anak ≤ 3
Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada tabel
11.
Tabel 11. Manifestasi Malaria Berat Pada Anak dan Dewasa
Manifestasi pada Anak Manifestasi pada Dewasa
a. Koma (malaria serebral) a. Koma (malaria serebral)
b. Distress pernafasan b. Gagal ginjal akut
c. Hipoglikemia (sebelum terapi c. Edem paru, termasuk ARDS#
kina)
d. Hipoglikemia (umumnya sesudah
d. Anemia berat terapi kina)
e. Anemia berat
e. Kejang umum yang berulang
f. Kejang umum yang berulang
f. Asidosis metabolik
g. Asidosis metabolik
g. Kolaps sirkulasi, syok
hipovolemia, hipotensi
(tek.sistolik<50mmHg) h. Kolaps sirkulasi, syok
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang dating dengan manifestasi klinis
berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.
Apabila fasilitas tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan
untuk dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.
Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi:
1. Tindakan umum
2. Pengobatan simptomatik
4. Penanganan komplikasi
I. Tindakan umum7
4. Pantau tekanan darah, warna kulit dan suhu. Penderita hipotensi ditidurkan dalam
posisi Trendenlenburg.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 36
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI Sulianti Saroso
Billy Jonatan Referat Malaria
406091045
Breathing (pernafasan)
Bila takipnoe atau pernafasan asidosis : berikan oksigen dan rujuk ke ICU.
Circulation (Sirkulasi darah)
a. Periksa dan catat: nadi, tekanan darah, penilaian turgor kulit. Pasang Jugular
Venous Pressure (JVP) atau Central Venous Pressure (CVP) bila
memungkinkan.
d. Pada pemeriksaan jantung, bila ada aritmia dan pembesaran jantung, maka
hati-hati pada pemberian kina dan cairan.
Drug / Defibrilasi
Disesuaikan dengan fasilitas dan protokol rumah sakit.
II. Pengobatan simptomatik7
Dewasa:
Parasetamol 15 mg/kgbb/kali. Pemberian dapat diulang setiap 4 jam selain itu
penderita dapat dikompres.
Anak:
a. Pemberian antipiretik untuk mencegah hiperpireksia: parasetamol 10
mg/kgbb/kali, diberikan setiap 4-6 jam, dan lakukan kompres hangat.
b. Bila terjadi hipertermia (suhu rectal > 40o C) beri parasetamol dosis inisial: 20
mg/kgbb, diikuti 15 mg/kgbb setiap 4-6 jam sampai panas turun < 40oC.
Dewasa:
Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit). Bila masih
kejang pemberian diazepam diulang setiap 15 menit, pemberian maksimum 100
mg/24 jam. Sebagai alternative dapat dipakai Phenobarbital 100 mg im/kali
diberikan 2 x sehari.
Anak:
a. Diazepam intra-vena (perlahan-lahan 1 mg/menit)
d. Bila tidak ada pilihan lain sebagai alternative dapat dipakai Phenobarbital
sebagai berikut:
• Artemeter intramuskular
diberikan 2,4 mg/kgbb per- iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuscular (i.m) dengan dosis yang
sama.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (lihat dosis pengobatan lini pertama
malaria falcifarum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter
Artemeter intramuscular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam
larutan minyak. Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2 mg/kgbb
intramuscular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuscular satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapay minum obat,
maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin
(lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falcifarum tanpa komplikasi).
Obat alternatif malaria berat
cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan
dapat minum obat.
Kina dihidrokorida pada kasus pra-rujukan:
Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-infus, maka dapat diberikan kina
dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuscular dengan masing-masing ½ dosis pada paha
depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong). Untuk pemakaian intramuscular,
kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100
mg/ml.
Catatan
• Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian.
• Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis
maintenance kina diturunkan ½ nya (cek dibuku severe malaria, transaction of
royal society)
• Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kgbb
1. Malaria serebral7
Gangguan kesadaran pada malaria serebral dapat disebabkan adanya berbagai
mekanisme: gangguan metabolisme di otak, peningkatan asam laktat, peningkayn
siktoin dalam darah, sekuestrasi dan rosetting.
Penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria berat umumnya.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:
a. Perawatan pasien dengan gangguan kesadaran
d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia
g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hypostatic pneumonia
• Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke I &
III
• Kortikosteroid
• Epinephrine (adrenalin)
• Heparin
• Prostacyclin
• Oxypentifylline (Trental®)
• Oksigen hiperbarik
• Cyclosporine A
• Serum hiperimun
• Dichloroacetate
2. Anemia berat7
Anemia berat adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin < 5g/dl atau
hematokrit < 15% dengan parasit >100.000/ul. Anemia berat sering menyebabkan
distress pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu
pemberian transfuse darah harus segera dilakukan.
Tindakan:
Anak-anak:
a. Rencanakan tranfusi darah segera, lebih baik dengan PRC
Kebutuhan total = ∆ Hb x BB x 4 cc
Keterangan:
∆ Hb = selisih antara Hb yang diinginkan setelah transfuse dengan Hb
sebelum transfuse
Misal:
Hb anak 4 g% dengan berat badan – 10 kg. Hb yang diinginkan setelah
transfuse : 12 g%. total PRC transfuse darah adalah : 8 x 10 x 4 cc = 320 cc.
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood dengan perhitungan sbb:
Kebutuhan total = ∆ Hb x BB x 6 cc
Untuk mencegah terjadinya kelebihan beban jantung dapat diberikan
furosemid 1 mg/kgBB sebelum transfuse. Bila pemberian furosemid tidak
memungkinkan, pemberian transfuse dilakukan secara bertahap.
Dewasa :
a. Berikan tranfusi darah paling baik darah segar atau PRC 10-20 ml.kgbb. setiap
4 ml/kgbb akan menaikkan Hb 1 g%
3. Hipoglikemia7
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu <40 mg%.
sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil,
dan penderita malaria berat lainnya dengan terapi kina. Kina dapat menyebabkan
hiperinsulinemia sehingga terjadi hipoglikemi. Penyebab lain hipoglikemia diduga
karena terjadi peningkatan update glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan:
a) Berikan bolus glukosa 40% intra vena sebanyak 50-100 ml (anak-anak : 2-4
ml/kgbb dengan pengenceran 1:1 dengan akuadest, untuk neonatus maksimum
konsentrasi glukosa 12,5%)
b) Dilanjutkan infus glukosa 10% perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
c) Pemantauan teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan
berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia seperti perfusi buruk, keringat
dingin, hipotermi, dan letargi.
produksi urin sampai anuria. Gagal ginjal akut terjadi apabila volume urin< 400 ml/24
jam atau ≤ 20 ml/jam pada dewasa atau ≤ 1 ml/kgbb/jam pada anak-anak setelah
diobservasi/diukur selama 4-6 jam.
GGA terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke ginjal sehingga terjadi iskemik dengan terganggunya mikrosirkulasi ginjal yang
menurunkan filtrasi glomerulus. Penyebab GGA pada malaria: gagal ginjal pre-renal
akibat dehidrasi adalah yang tersering (> 50%), sedangkan gagal ginjal renal akibat
tubuler nekrosis akut terjadi pada 5-10% penderita. GGA sering terditeksi terlambat
setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi
yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak
tercatatnya keseimbangan cairan (balans cairan) secara akurat.
Tindakan:
a. Pada semua penderita malaria berat, sebaiknya kadar ureum dan kreatinin
diperiksa 2-3 kali per minggu.
b. Apabila pemeriksaan ureum dan kreatinin tidak memungkinkan, produksi urin
dapat dipakai sebagai acuan.
c. Bila terjadi oliguria
- Dewasa produksi urin < 400 ml/24 jam
- Anak-anak < 1 ml/kgbb/jam
- Neonatus < 0,5 ml/kgbb/jam (observasi 8 jam)
d. Observasi tanda-tanda vital, balans cairan, pemeriksaan auskultasi paru, jugular
venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP) bila tersedia.
e. Bila terjadi anuria (produksi urin < 100 ml/24 jam pada dewasa), diberikan
furosemid inisial 40 mg IV, dan urin output diobservasi. Bila tidak ada respon,
dosis furosemid ditingkatkan secara progresif dengan interval 30 menit, sampai
mencapai dosis maksimum 200 mg.
Bila terjadi anuria pada anak yaitu ditandai dengan tidak ada produksi urine
dalam 8 jam, makadiberikan furosemid 1 mg/kgbb/kali. Bila tidak ada respon
setelah 8 jam, pemberian dapat diulang dengan dosis 2 mg/kgbb sampai
maksimum 2 kali. Periksa kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya Gagal Ginjal Akut (GGA).
f. GGA biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat, rujuk
penderita ke RS tingkat Provinsi atau RS lain dengan fasilitas dialisis.
g. GGA yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat
berbahaya bila tidak ditanggulangi secara cepat. Tanda-tanda overload mulai dari
yang ringan sampai berat adalah:
- Batuk-batuk,
- Tekanan darah meningkat,
- Nadi cepat,
- Pada asukultasi paru ada ronki basah di bagian basal kedua pari,
- Pada auskultasi jantung dapat terdengar bunyi jantung tambahan (bunyi
jantung 3),
- JVP meningkat,
- Pasien terlihat sesak nafas ringan sampai berat.
h. Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian cairan
i. Direncanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS
yang mempunyai fasilitas dialisis.
j. Periksa kadar elektrolit darah dan EKG untuk mengetahui terjadinya
hiperkalemia, asidosis metabolik serta gagguan keseimbangan asam-basa.
Catatan:
Indikasi dialisis:
1) Klinik:
- Tanda-tanda uremik
- Tanda-tanda volume overload
- Pericardial friction rub
- Pernapasan asidosis
2) Laboratorium:
- Hiperkalemia (K > 5,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga diketahui
melalui pemeriksaan EKG)
- Peningkatan kadar ureum dengan uremic syndrome
Tindakan:
- Bila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang, diberikan
suntikan vitamin K dengan dosis 10 mg intravena.
- Bila ditemukan tanda-tanda Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), ganti
faktor pembekuan yang berkurang, antara lain dengan penambahan faktor
pembekuan, plasma segar beku (FFP), transfusi suspensi trombosit dan
pemberian Packed Red Cell (PRC).
- Bila Hb < 5 gr% berikan transfusi darah.
6.1. Ikterus
Manifestasi ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg%) sering dijumpai pada dewasa,
sedangkan bila ditemukan pada anak prognosisnya buruk. Tidak ada tindakan khusus
untuk ikterus. Bila disertai hemolisis berat dan Hb sangat rendah maka diberikan
transfusi darah. Biasanya kadar bilirubin kembali normal dalam beberapa hari setelah
pengobatan dengan anti malaria.
Tindakan:
- Berikan oksigen bila sesak napas.
- Periksa Analisa gas darah dan koreksi dengan pemberian larutan natrium
bikarbonat. Koreksi pH arterial harus dilakuan secara perlahan-lahan. Natrium
Bikarbonat diberikan sebanyak: 0,3 x BB x BE (base excess) meq. Apabila
tidak ada analisa gas darah dapat diberikan dengan dosis 1-2 meq/kgbb/kali.
- Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita seger di rujuk
ke RS tingkat Provinsi.
Tindakan:
- Berikan cairan rehidrasi.
- Monitor CVP.
- Bila Hb < 5 g% atau Ht < 15%, berikan transfusi darah.
- Periksa kadar G6PD.
- Bila ditemukan defisiensi G6PD, hentikan pemberian primakuin, kina, SP.
Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisin.
- Bila berkembang menjadi GGA, rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas
hemodialisis.
8. Hiperparasitemia7
Umumnya ditemukan pada penderita nom-imun, dengan densitas parasit > 5% dan
adanya skizon. Risiko terjadinya multiple organ failure meningkat pada penderita
hiperparasitemia. Di daerah endemik tinggi anak-anak yang imun (densitas 20-30%)
dapat mentoleransi keadaan tersebut sehingga tanpa gejala.
Tindakan:
a. Segera berikan anti malaria.
b. Evaluasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang sediaan darah.
c. Indikasi transfusi tukar exchange blood transfusion (EBT) adalah:
- Parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat.
- Parasitemia > 10% disertai komplikasi berat lainnya seperti: malaria
serebral, GGA, ARDS, ikterus dan anemia berat.
- Pemberian > 10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal.
- Parasitemia > 10% disertai prognosis buruk (misal: lanjut usia, adanya
skizon pada darah perifer).
- Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis).
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadiai sebaiknya penderita segera dirujuk.
9. Edema paru7
Edema paru pada malaria berat sering timbul pada fase lanjut dibandingkan dengan
komplikasi lainnya.
Edema paru terjadi akibat:
a. Adukt respiratory distress syndrome (ARDS)
Tanda-tanda ARDS:
- Timbul akut
- Ada gambaran bercak putih pada foto thoraks di keuda paru
- Rasio PaO2 : FiO2 < 200
- Tidak dijumpai tanda gagal jantung kiri
Manifestasi klinis ARDS:
- Takipnoe (napas cepat) pada fase awal
- Pernapasan dalam
- Sputum: ada darah dan berbusa
- Foto thoraks: ada bayangan pada kedua sisi paru
- Hipoksaemia
b. Over hidrasi akibat pemberian cairan
Dijumpai tanda gagal jantung kiri, biasanya akibat adanya gagal ginjal akut yang
disertai pemberian cairan yang berlebihan.
ARDS dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler di paru. ARDS dan
overload, dapat terjadi bersamaan atau sendiri-sendiri, perbedaannya dapat dilihat
pada tabel 13.
Tabel 13. Perbedaan ARDS dengan fluid overload/kelebihan cairan
ARDS FLUID OVERLOAD
Balans cairan Normal Input > Output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi
JVP Normal Meninggi
Tindakan:
Bila ada tanda edema paru akut, penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dapat
dilakukan tindakan sesuai penyebabnya:
a. ARDS
- Pemberian oksigen
- PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia
b. Over hidrasi:
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg IV bila perlu diulang 1 jam kemudian atau
dosis ditingkatkan sampai 100 mg (maksimum) sambil memonitor urin
output dan tanda-tanda vital. Dosis anak: furosemid 1 mg/kgbb/kali,
diulang 1 jam kemudian bila belum respon
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi
- Untuk kondisi mendesak atau pasien dalam keadaan dimana pernapasan
sangat sesak, dan tidak mungkin dirujuk.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
o Atur posisi pasien ½ duduk
o Lakukan venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong
transfusi sebanyak 250-500 ml
o Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat
dikembalikan ketubuh pasien
Komplikasi ini sering terjadi pada anak-anak. Penyebab terbanyak adalah asidosis
metabolik. Asidosis biasa berhubungan dengan malaria serebral.
Tindakan:
Penatalaksanaan distress pernapasan sebaiknya bertujuan mengkoreksi penyebabnya.
Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada penatalaksanaan kasus malaria berat.
Kesalahan diagnosis meliputi:
- Kesalahan diagnosis terutama dalam membedakan antara meningitis, encephalitis,
thypoid fever, hepatitis dan DHF.
- Kesalahan dalam konfirmasi mikroskopik, misal: kesalahan teknis dalam pembuatan
sediaan darah dan eror rate yang tinggi dan mikroskopis.
- Kesalahan dalam menetapkan tingkat keparahan, misal: manifestasi serebral sering
timbul mendadak, anemia pada malaria berat.
Kesalahan pada penatalaksanaan:
- Keterlambatan pengobatan.
- Pemberian obat dengan dosis tidak adekuat.
- Kegagalan mengendalikan kejang.
- Kegagalan mengontrol balans cairan.
- Kesalahan dalam perawatan.
- Ketidaktepatan pemberian pengobatan pendukung.
- Kegagalan mengganti dari pengobatan parenteral ke oral.
C. Kemoprofilaksis
Oleh karena Plasmodium falcifarum merupakan spesies yang virulensinya tinggi maka
kemoprofilaksis terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan
tingginya tingkat resistensi Plasmodium falcifarum terhadap klorokuin, maka doksisiklin
menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak
umur < 8 tahun dan ibu hamil.7
Pembiakan P.falcifarum secara in vitro sebagai pembuka jalan dan kemajuan dalam bidang
rekayasa genetik serta teknologi antibodi monoklonal, dapat meningkatkan kemampuan para
peneliti untuk mengembangkan vaksin malaria. Penelitian vaksin sekarang ditujukan kepada
4 stadium perkembangan parasit yaitu sporozoit, stadium di hati, stadium aseksual dan
stadium seksual darah. Vaksin malaria pertama yang diuji di Kolombia, Venezuela, Gambia
dan Thailand adalah vaksin merozoit sintetik yang diberi nama SPf 66. Hasilnya sedang
dalam tahap evaluasi. Akhir-akhir ini sedang dilakukan penelitian untuk membuat suatu
polivaksin yang terdiri dari empat stadium perkembangan parasit malaria.3
PROGNOSIS
Bergantung kepada pengobatan yang diberikan. Pada malaria tropika (yang
disebabkan oleh P.falcifarum) dapat timbul komplikasi yang berbahaya yang disebut
Blackwater Fever (hemoglobinuric fever) dengan gagal ginjal akut.3
BAB III
RESUME
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya,
hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala menggigil serta demam berkepanjangan. Dengan
munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida,
penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria
telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah
dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian
Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap
tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya,
malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Pertumbuhan penduduk
yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu
memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan
manusia yang bermukim didaerah tersebut.
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit
yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa menggigil, panas dan keringat dingin.
Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali
secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala
pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelahinfeksi).
Demam rimba (jungle fever) disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh
Plasmodium falcifarum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma,
mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae,
memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut
kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria
yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria
tertiana.