You are on page 1of 29

IMPLIKASI

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK


TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Pendidikan Bagi Anak Usia Sekolah Dasar


1. Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam
kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru
hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan
siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
2. Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai berikut:
1. menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik,
2. membina hidup sehat,
3. belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok,
4. belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
5. belajar membaca, menulis, dan menghitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat,
6. memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif,
7. mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai
8. mencapai kemandirian pribadi.
Tugas perkembangan tersebut menurut guru untuk:
9. menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik,
10. melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya berkembang,
11. mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau
langsung dalam membangun konsep; serta
12. melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga siswa mampu
menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
1. Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan sangat penting
dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pemerintah
menetapkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Program
wajib belajar ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan bagi setiap anak yang
berusia 7 - 15 tahun untuk memperoleh pendidikan serta untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia Indonesia hingga mencapai minimal kelas 3 SLTP.
2. Jenis penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah dasar meliputi Sekolah Dasar (SD)
baik negeri maupun swasta, SD Kecil, SD Pamong, SD Luar Biasa baik negeri maupun swasta,
SD Terpadu, dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) baik negeri maupun swasta.

Pendidikan Bagi Anak Usia Sekolah Menengah


Karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah menengah adalah sebagai berikut.
1. Adanya kekurangseimbangan proporsi tinggi dan berat badan..
2. Mulai timbulnya ciri-ciri sekunder.
3. Timbulnya keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing.
4. Kecenderungan ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul dengan
orang banyak serta antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan
bantuan dari orang tua.
5. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika, atau norma dengan kenyataan yang
terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
6. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat kemurahan
dan keadilan Tuhan.
7. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
8. Kepribadiannya sudah menunjukkan pola tetapi belum terpadu.
9. Kecenderungan minat dan pilihan karier sudah relatif lebih jelas.
Karakteristik tersebut menuntut guru untuk:
1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas
topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi;
2. Menyalurkan hobi dan minat siswa melalui kegiatan-kegiatan yang positif;
3. Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau
kelompok kecil;
4. Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi
siswa;
5. Menjadi teladan atau contoh, serta
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab.
Satuan pendidikan pada tingkat SLTP meliputi rumpun SLTP (SLTP negeri dan swasta,
Madrasah Tsanawiyah (Mts) negeri dan swasta, SMP Kecil, dan SLTP Terbuka), SLTP Luar
Biasa (Sekolah Luar Biasa dan SLTP Terpadu), dan Pendidikan Luar Sekolah (Paket B, Ujian
Persamaan SLTP, Diniyah Wustho, dan Pondok Pesantren).
Satuan pendidikan pada tingkat SLTA meliputi Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah negeri dan swasta, serta Pondok Pesantren.
Satuan pendidikan pada tingkat SLTP meliputi rumpun SLTP (SLTP negeri dan swasta,
Madrasah Tsanawiyah (Mts) negeri dan swasta, SMP Kecil, dan SLTP Terbuka), SLTP Luar
Biasa (Sekolah Luar Biasa dan SLTP Terpadu), dan Pendidikan Luar Sekolah (Paket B, Ujian
Persamaan SLTP, Diniyah Wustho, dan Pondok Pesantren).
Satuan pendidikan pada tingkat SLTA meliputi Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah negeri dan swasta, serta Pondok Pesantren.
Pendidikan Bagi Orang Dewasa
Penurunan kemampuan fisik menuntut penyelenggaraan pendidikan yang menggunakan berbagai
media yang mampu memperkuat kelemahan fisik orang dewasa. Menurut Knowles, dalam
merancang kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa hendaknya memperhatikan:
1. Konsep diri,
2. Pengalaman,
3. Kesiapan untuk belajar, dan
4. Orientasi kegiatan belajar orang dewasa.
Dengan memperhatikan perbedaan orang dewasa dengan anak-anak, pembelajaran yang cocok
bagi orang dewasa adalah pembelajaran yang menerapkan:
1. Metode penemuan sendiri (discovery method),
2. Belajar pemecahan masalah, dan
3. Belajar konsep.
Di samping ketiga model belajar tersebut, model pendidikan yang tepat bagi orang dewasa
adalah model pendidikan yang memadukan antara pendidikan formal dengan pendidikan luar
sekolah.
Ciri khas pendidikan orang dewasa adalah fleksibel dalam pelaksanaannya.
Karakteristik peserta didik

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

1. Pengertian individu sebagai peserta didik


Berasal dari kata Indivera = suatu kesatuan organisme yang tak dapat dibagi bagi lagi

2. Makna pertumbuhan dan perkembangan


pertumbuhan => perubahan yang bersifat kuantitatif
Perkembangan => perubahan yang bersifat kualitatif

3. Kebutuhan manusia dalam perkembangannya


Primer
sekunder

4. Karakteristik individu sebagai peserta didik


- Setiap individu memiliki ciri, sifat bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari
pengaruh lingkungan di sekitarnya.
- Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifar
tetap (ajeg), sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan faktor psikologis lebih mudah
berubah karena dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan
- Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh, khas, dan memiliki sifat-sifat sebagai
makhluk individu. Kebutuhan pribadi manusia meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan
sosiopsikologis.

5. Faktor yang mempengaruhi perkembangan pribadi


Faktor pembawaan
Faktor lingkungan

6. Aliran tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan


a. Aliran nativisme
b. Aliran empirisme
c. Aliran konvergensi

7. Perbedaan individu dalam perkembangan pribadi


Faktor keturunan + lingkungan = perbedaan individu

8. Pengaruh perkembangan kehidupan pribadi terhadap tingkah laku


Proses perkembangan kehidupan sebelumnya + interaksi dengan lingkungan + kejadian sekarang
=> kepribadian tingkah laku seseorang

9. Upaya pengembangan kehidupan pribadi


- Membiasakan hidup sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara baik.
- Mengerjakan tugas secara mandiri dengan penuh tanggung jawab.
- Membiasakan hidup bermasyarakat.
- Melatih cara merespons berbagai masalah yang dihadapi dengan baik
- Mengikuti dan mematuhi aturan kehidupan keluarga dengan disiplin.
- Melaksanakan peran sesuai dengan status dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga.
- Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
- Menciptakan suasana yang kondusif dan keteladanan oleh pihak yang memiliki otoritas.

10. Pertumbuhan dan perkembangan individual


- pertumbuhan fisik
- perkembangan intelek
- perkembangan emosi
- perkembangan sosial
- perkembangan bahasa
- bakat khusus
- Sikap,nilai,dan moral

11. Pertumbuhan fisik


- pertumbuhan sebelum lahir
- pertumbuhan setelah lahir

12. Perkembangan intelek


- masa sensori motorik (0,0-2,5 tahun)
- masa praoperasional (2,0-7,0 tahun)
- masa konkreta praoperasional (7,0-11,0 tahun)
- masa operasional (11,0-dewasa)

13. Perbedaan individual peserta didik


- perbedaan kognitif
- perbedaan dalam kecakapan bahasa
- perbedaan dalam kecakapan motor,
- perbedaan dalam latar belakang
- perbedaan bakat
- perbedaan dalam kesiapan belajar

14. Otak sebagai pusat belajar terdiri dari


- batang otak yang berfungsi motorik-sensorik-pengetahuan fisik yang berasal dari pancaindera.
- Sistem limbik yang berfungsi sebagai menyimpan perasaan, mengatur bioritme tubuh.
- neokorteks yang berfungsi sebagai pusat kecerdasan.

15. Karakteristik cara belajar tiap individu


- Visual
- auditorial
- kinestetik
Implikasi
Faktor Intelektual Terhadap Penyelengaaraan Pendidikan

Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran, yang


penting adalah bahwa potensi setiap peserta didik (termasuk kemampuan
intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu sangat diperlukan
kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya kemampuan intelektual
tersebut. Conny Semiawan (1994) mengemukakan bahwa dua buah kondisi yaitu
keamanan psikologis dan kebebasan psikologis. Peserta didik akan merasa aman
secara psikologis apabila:

1. Pendidik
dapat menerima peserta didik sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala
kekuatan dan kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya bahwa ia baik dan
mampu.

2. Pendidik
mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak merasa dinilai oleh orang lain.

3. Pendidik
memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku
peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan melihat dari sudut
pandang anak.

Teorri Pieget mengenai perkembangan kognitif, sangat erat dan penting


hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukan
bahwa aktifitas adalah sebagai unsur pokok dalam perkembangan kognitif.
Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan perkembangan kognitif,
sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang
laian saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan
kognitif termasuk didalamnya perkembangan intelektual.

Model Pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai
peserta didik siap sendiri. Tetapi sekolahlah yang mengatur lingkungan belajar
sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik
untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar
tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu membawa
peserta didik utuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik
handaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada
ditangannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:

1. Menciptakan
interksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.

2. Memberi
kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang
ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan akan sangat
menunjang perkembangan intelaktual anak.

3. Menjaga dan
meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik baik mlalui kegiatan olah raga
maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berfikir
peserta didik.

4. Meningkatkan
kemampuan berbahasa peserta didik baik melalui mass-media cetak maupun
menyediakan situasi yang memungkinkan peserta didik berpendapat atau
mengemukakan ide-idenya, sengat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual
peserta didik.

Implikasi
Faktor Fisisk Teerhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikn sarana dan prasarana


yang ada jangan sampai menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya:
tempat didik yang kurang seuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Disamping itu juga perlu diperhatikan waktu
istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik tetap sehat
adanya jam-jam olah raga bagi peserta didik di luar jam pelajaran. Misalnya:
merlalui kegiatan ekstra kurikuler kelompok olah raga, bela diri, dan
sejenisnya.

Implikasi
Faktor Emosional terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Perkembangan emosi peserta didik sengat erat kaitannya dengan


factor-faktor: perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua,
perubahan dalam hubungannya dalam teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia
luar) dan perubahan dalam hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu perbedaan
individual dalam perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi, bahkan
diramalkan pasti dapat terjadi.

Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan


sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang,
bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat
mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam
menghadapi emosi remaja.

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik
perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan
tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya
memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan
yang tidak mungkin di lakukan.

Implikasi
Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap
dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum
dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di
luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan
sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.

Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas


untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan
sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh
intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh sepeerti ketika
anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak
akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan
sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:

1. Sekolah
harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.

2. Saling
menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk menanggulangi
masalah-masalah yang timbul dalam hubungan dengan peserta didik yang bertabiat
apapun

3. Pola
pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi
guru.

Implikasi
Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang


dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan
pendidikan agar “suatu performance” dapat dilakukan pada masa yang akan datang
(Semiawan, 1987; Munandar, 1992). Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat
khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai “performance”
atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih
memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.

Dalam kaitan ini untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat
khusus terlebih supaya mencapai titik optimal di kalangan peserta didik usia
sekolah menengah perlu dilakukan langkah-langkah antara lain:

1. Dikembangkan
suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengembangkan bakat-bakatnya, dengan selalu mengusahakan adanya dukungan
psikologis maupun fisiologis.

2. Dilakukan
usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta
kegigihan dalam melakukanusaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara
terpadu.

3.
Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan
formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada peserta
didik yang memiliki bakat khusus menojol.

Implikasi
Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Tiga tingkatan kemampuan peserta didik sebagaimana dikemukakan di atas tentunya


akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara pendidik dengan
peserta didik. Persoalannya adalah bagaimana untuk menjadi pendidik yang
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik ? Beberapa hal dibawah ini dapat
digunakan sebagai acuan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan .

1. Memberi
penjelasan

Dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik (yang berkaitan dengan


iptek), hendaknya:

a. Menentukan
hal-hal pokoknya dan hubungannya satu sama lainnya.

b. Memberi
penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan
menghindari penjelasan yang salah baik disengaja maupun tidak.

c. Memberi
penjelasan secara gamblang dan sederhana sehingga sehingga semua peserta didik
dapat menangkapnya dengan baik.

d. Menghindari
berbicara dengan bahasa yang muluk, dan mengusahakan berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh peserta didik.

e. Menghindari
penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak pasti dan tidak tegas.
f. Memeriksa
kembali penjelasan apakah semua peserta didik telah mengerti terhadap informasi
yang disampaikannya.

2. Mengajukan
pertanyaan

Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis,
yaitu pertanyaan “tingkat tinggi” dan pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan
tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut pemikiran abstrak, sedangkan
pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut fakta, pengetahuan
sederhana, dan penerapan pengertian.

Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan
ini adalah :

a. Mengulangi
pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik dengan maksud agar peserta didik
yang lain mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.

b. Menempatkan
pertanyaan peserta didik dalam konteks keseluruhan bahan pelajaran.

c. Merangsang
peserta didik agar mau mengajukan pertanyaan.

d. Merespon
pertanyaan dengan baik.

1. Memberikan Umpan Balik

Dengan umpan balik akan diketahui apakah komunikasi dua arah sudah
tercapai dengan baik atau belum. Umpan balik ini berlaku baik dari pengajar
kepada peserta didik atau sebaliknya.

Implikasi
Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan

Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi
antara dua faktor yang sama-sama penting kedudukannya yaitu faktor hereditas dan
faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut tidak bisa dipisakan satu sama
lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri
dalam operasionalnya.
Atas dasar sedikit informasi tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
butir implikasi pertumbuhan/perkembangan/kematangan peserta didik terhadap
penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan


sosial yang meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.
2. Interaksi
manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan
maupun penyesuaian diri pada lingkungan.
3. Dalam
interaksi sosial, manusia sejak lahir telah menjadi anggota kelompok sosial
yang dalam hal ini ialah keluarga.
4. Atas
dasar keterikatan dan kewajiban sosial para pendidik terutama orang tua, maka
anak senantiasa berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial,
serta lingkungan psikis yang sebaik-baiknya bagi proses pertumbuhan dan
perkembangannya.
5. Setelah
umur kronologis mencapai lingkungan tertentu, anak telah mencapai berbagai
tingkat kematangan intelektual, sosial, emosional, serta kemampuan jasmani
yang lain.
6. Kematangan sosial merupakan landasan bagi kematangan intelektual, karena
perkembangan kecerdasan berlangsung dalam lingkungan sosial tersebut.
7. Kematangan emosional melandasi kematangan sosial dan kematangan intelektual,
karena sebagian besar tingkah laku manusia dikuasai atau ditentukan oleh
kondisi perasaannya.
8. Kematangan jasmani merupakan dasar yang melandasi semua kematangan sebagimana
dimaksudkan di atas.
9. Pendidik
yang berkecimpung dalam pengasuhan anak dalam perkembangan di masa kanak-kanak
hendaklah memperhatikan keterkaitan antara berbagai segi kematangan jasmani
dan rohani anak dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
10. Hasil-hasil belajar yang mendasari hidup bermasyarakat banyak dicapai oleh
anak dalam keluarga terutama semasa masih kanak-kanak, yaitu sikap dan pola
tingkah laku terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
11. Iklim
emosional yang menjiwai keluarga itu meliputi: hubungan emosional antara
keluarga, kadar kebebasan menyatakan diri dan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan.
12. Seorang
anak dimana anak sekolah adalah seorang realis yang hendak mengenal kenyataan
di sekitarnya menurut keadaan senyatanya atau objektif apa adanya.
13. Pada
umumnya anak masa sekolah dan masa remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang
semakin kuat dan sehat. Sedangkan dalam segi ruhani ia mengalami perkembangan
pengetahuan dan kemampuan berpikir yang pesat pula karena ditunjang oleh
hasrat belajar yang sehat serta ingatan yang kuat.
14. Pemahaman
guru terhadap minat dan perhatian peserta didik akan sangat bermanfaat dalam
perencanaan program-program pendidikan maupun pengajaran.
15. Karakteristik umum pertumbuhan/perkembangan peserta didik ialah ditandai
dengan: Kegelisahan, pertentangan, keinginan mencoba segala sesuatu, menghayal
dan aktivitas berkelompok.

mendahului merupakan dasar bagi periode berikutnya dan masing-masing periode


memiliki karakteristik sendiri-sendiri.

STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN

Diarsipkan di bawah: Uncategorized — suaidinmath @ 11:54 am


 
 
2 Votes

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai  cara
penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang
berperan dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu
tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari
kuantitas maupun kualitas; misalnya kemampuan setiap personal, jumlah dan kekuatan
persenjataan, motivasi pasukannya dan lain sebagainya. Selanjutnya ia juga akan mengumpulkan
informasi tentang kekuatan lawan, baik jumlah prajuritnya maupun keadaan persenjataannya.
Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan apa yang harus
dilakukannya, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik
peperangan, maupun waktu yang pas untuk melakukan suatu serangan dan lain sebagainya.
Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik ke
dalam, maupun ke luar.

Demikian pula halnya seorang pelatih sepakbola, ia akan menentukan strategi yang dianggapnya
tepat untuk memenangkan suatu pertandingan setelah ia memahami segala potensi yang dimiliki
tim-nya.  Apakah ia akan melakukan strategi menyerang dengan pola  2-3-5 misalnya; atau
stategi bertahan dengan pola 5-3-2, semuanya sangat tergantung kepada kondisi tim yang
dimilikinya serta kekuatan tim lawan..

Dari dua ilustrasi tersebut dapat kita simpulkan, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai a  plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976). Jadi dengan demikian
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai  perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Ada dua hal yang patut kita
cermati dari pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan  dalam  pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada
proses  penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.  Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan
berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh
sebab  itu sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas, yang dapat diukur
keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.

Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran 
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.Nah, sekarang bagaimana
upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang
telah disusun  tercapai secara optimal, ini yang dinamakan dengan metode. Ini berarti,  metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi
satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan strategi 
ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran.
Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada  sebuah perencanaan
untuk mencapai sesuatu; sedangkan  metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi. Dengan kata lain strategi adalah a plan of operation achieving something;
sedangkan metode adalah a way in achieving something.Istilah lain yang juga memiliki
kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik
dengan strategi maupum metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran.  Istilah  pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru 
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deductif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat juga istilah lain yang kadang-
kadang sulit dibedakan yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan
penjabaran dari metode pembelajaran.  Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang  dalam
rangka  mengimplementasikan suatu metode. Misalnya cara yang bagainana yang harus
dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien? Dengan demikian
sebelum seseorang melakukan proses  ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya berceramah pada siang hari dengan jumlah siswa yang banyak  tentu saja akan berbeda
jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.Taktik adalah gaya
seseorang dalam melaksanakan  suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik
sifatnya lebih individual. Misalnya walaupun dua orang sama-sama menggunakan metode
ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama, sudah pasti mereka akan  melakukannya secara
berbeda, misalnya dalam taktik mengguanakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar
materi yang disampaikan mudah dipahami.Dari penjelasan di atas, maka dapat ditentukan bahwa
suatu strategi pembelajaran yang diterapkan  guru akan tergantung pada pendekatan yang
digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik
yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik
yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain. Ada beberapa strategi
pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree (1974)  mengelompokkan kedalam  strategi
penyampaian – penemuan atau exposition – discovery Learning dan strategi pembelajaran
kelompok dan strategi pembelajaran individual atau Groups – individual Learning. Dalam
strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut
untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam
strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian dalam
strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi
discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran  dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui
berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi
siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi
pembelajaran tidak langsung. Strategi belajar  individual  dilakukan oleh siswa secara mandiri.
Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan
individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain
untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah, belajar melalui modul, atau
belajar bahasa melalui kaset audio. Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar
kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa orang
guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran
klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group.
Strategi kelompok, tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap
sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi akan terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa
yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang memiliki kemampuan
tinggi. Ditinjau dari  cara penyajian dan cara pengolahannya strategi pembelajaran  juga dapat
dibedakan antara strategi pmbelajaran deduktif dan  strtategi pembelajaran induktif.  Strategi
pembelajaran deduktif, adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari
konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau
bahan pelajaran  yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-
lahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran dari
umum ke khusus. Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari
dimulai dari hal-hal yang konkret atau  contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa
dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi semacam ini sering juga dinamakan
strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika
kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu
juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan
menentukan bagaimana cara mencapainya.  Oleh karena itu sebelum menentukan strategi
pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.

1. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pertanyaan-


pertanyaan yang dapat diajukan adalah:

 Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif
atau psikomotor?
 Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi
atau rendah?
 Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?

1. b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:

 Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?
 Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau
tidak?
 Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?

1. c. Pertimbangan dari sudut siswa.


1. Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?
2. Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa?
3. Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?
2. d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya.

 Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja?
 Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan?
 Apakah  strategi itu memiliki nilai efektifitas dan efesiensi?

Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi yang


ingin diterapkan. Misalkan untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif,
akan memiliki strategi yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif atau
psikomotor. Demikian juga halnya, untuk mempelajari bahan pelajaran yang bersifat fakta akan
berbeda dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan lain sebagainya

Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran
adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan
dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Killen (1998): “No teaching strategy is better than others in all circumtances,
so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about
when each of the teaching  strategies is likely to most effective.
Apa yang dikemukakan Killen itu jelas, bahwa guru harus mampu memilih strategi yang
dianggap cocok dengan keadaan.  Oleh sebab itu guru perlu memahami prinsip-prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:

1. Berorientasi pada tujuan

Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan
siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting,
sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi
pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini sering
dilupakan guru. Guru yang senang berceramah, hampir setiap tujuan menggunakan strategi
penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi
yang demikian. Hal ini tentu saja keliru. Apabila kita menginginkan siswa trampil menggunakan
alat tertentu katakanlah trampil menggunakan termometer sebagai alat pengukur suhu badan,
tidak mungkin menggunakan strategi penyampaian (bertutur). Untuk mencapai tujuan yang
demikian, siswa harus berpraktek secara langsung. Demikian juga halnya  manakala kita
menginginkan agar siswa dapat menyebutkan hari dan tanggal proklamasi kemerdekaan suatu
negara, tidak akan efektif kalau menggunakan strategi pemecahan masalah (diskusi). Untuk
mengejar tujuan yang demikian cukup guru menggunakan stratagi bertutur (ceramah) atau
pengajaran secara langsung.

2.  Aktivitas

Belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu strategi
pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada
aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikhis seperti aktivitas mental.
Guru sering lupa dengan hal ini. Banyak guru yang terkecoh oleh sikap siswa yang pura-pura
aktif padahal sebenarnya tidak.

3. Individualitas

Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada
sekelompok siswa, namun pada hakekatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku
setiap siswa. Sama seperti seorang dokter. Dikatakan seorang dokter yang jitu dan profesional 
manakala ia menangani 50 orang pasien, seluruhnya sembuh; dan dikatakan dokter yang tidak
baik manakala ia menangani 50 orang pasien,  49  sakitnya bertambah parah atau malah mati.
Demikian juga halnya dengam guru, dikatakan guru yang baik dan profesional manakala ia
menangani 50 orang siswa, seluruhnya berhasil mencapai tujuan; dan sebaliknya, dikatakan guru
yang tidak  baik atau tidak  berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa, 49 tidak berhasil
mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dilihat dari segi jumlah siswa sebaiknya standar
keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan,
maka semakin berkualitas proses pembelajaran.
4.  Integritas

Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar
bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi
pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus
dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi. Penggunaan metoda
diskusi, contohnya, guru harus dapat merancang strategi pelaksanaan  diskusi tidak hanya
terbatas pada pengembangan aspek intelektual saja, akan tetapi harus mendorong siswa agar
mereka dapat berkembang secara keseluruhan, misalkan mendorong agar siswa dapat
menghargai pendapat orang lain, mendorong siswa  agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-
ide yang orisinil, mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa dan lain sebagainya.

Di samping itu, Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 dikatakan  bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi  peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus  dalam
pengelolaan  pembelajaran  sebagai berikut:

1. Interaktif

Prinsip interaktif mengandung makna, bawa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan
pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar dianggap sebagai  proses mengatur
lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian proses pembelajaran
adalah proses interaksi baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa; maupun antara siswa
dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan siswa aka
berkembang baik mental maupun intelektual.

2. Inspiratif

Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba
dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajran
bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang
siswa  untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu guru, mesti membuka berbagai
kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai dengan
inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subyektif, yang bisa dimaknai
oleh setiap subyek belajar.

3. Menyenangkan

Preoses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh
potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan
menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses
yang menyenangkan (enjoyful learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilakukan pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur
kesehatan misalnya  dengan pengaturan cahaya, ventilasi dan sebabaginya; serta memenuhi
unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih,  bebas dari debu, lukisan dan
karya-karya siswa yang tertata, pas bunga dan lain sebagainya. Kedua, melalui pengelolaan
pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model
pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu
membangkitkan motivasi belajar siswa.

4.  Menantang

Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat
ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-
coba, berpikir secara intuitif atau  bereksplorasi. Apapun yang diberikan dan dilakukan guru
harus dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning
how to do). Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak memberikan informasi
yang sudah jadi yang siap ”ditelan” siswa, akan tetapi informasi yang mampu membangkitkan
siswa untuk  mau ”mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum ia ambil kesimpulan. Untuk
itu dalam hal-hal tertentu sebaiknya guru memberikan informasi yang ”meragukan”, kemudian
karena keraguan itulah siswa terangsang untuk membuktikannya.

5. Motivasi

Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi
tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar.  Oleh karena itu, membangkitkan
motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi
dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak atau melakukan
sesuatu. Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri siswa manakala  siswa merasa
membutuhkan (need). Siswa yang merasa butuh akan bergerak dengan sendirinya untuk
memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu dalam rangka membangkitkan motivasi, guru harus
dapat menunjukkan penting/nya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan siswa, dengan
demikian siswa akan belajar bukan hanya sekedar untuk memperoleh nilai atau pujian akan
tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhanya.

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran dididsain untuk membelajarkan siswa. Artinya,
sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dengan kata lain pembelajaran
ditekankan  atau berorientasi pada aktivitas siswa (PBAS). Ada beberapa asumsi perlunya
pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama asumsi filosofis tentang pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik
kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu maka  proses
pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi
yang dimiliki anak didik. Dengan demikian maka hakekat pendidikan pada dasarnya adalah  (a)
interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia (c) berlangsung sepanjang
hayat (d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa (e) keseimbangan
antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru dan (f) peningkatan kualitas hidup manusia.
Kedua, asumsi tentang siswa sebagai  subjek pendidikan, yaitu (a) siswa  bukanlah manusia
dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang  sedang dalam tahap perkembangan; (b) setiap
manusia memiliki kemampuan yang berbeda (c) anak didik pada dasarnya adalah insan yang
aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya (d) anak didik memiliki motivasi
untuk memenuhi kebutuhannya. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah
objek yang harus dijejali dengan informasi, akan tetapi mereka adalah subjek yang memiliki
potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki anak didik itu. Ketiga, asumsi tentang guru adalah (a) guru bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan profesional dalam
mengajar; (c) guru  mempunyai kode etik keguruan; (d)  guru memiliki peran dalam sebagai
sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi siswa dalam belajar. Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran
adalah (a) bahwa proses pengajaran  direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem; (b)
peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan  yang diatur
oleh guru; (c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik  yang
tepat dan berdaya guna (d)    pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara
seimbang (e)  inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal. Dalam
pandangan psikologi modern belajar bukan hanya sekedar menghapal sejumlah fakta atau
informasi, akan tetapi peristiwa mental dan proses berpengalaman. Oleh karena itu setiap
peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa  melalui asimilasi dan
akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung
dalam rangka  membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980 : 2).

Seperti yang telah dikemukakan di muka pada bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 dikatakan  bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi  peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didisain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa.

1. Konsep dan Tujuan PBAS

PBAS  dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan 
kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang.

Dari konsep tersebut ada dua hal yang harus dipahami. Pertama dipandang dari sisi proses
pembelajaran PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya  PBAS 
menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental termasuk emosional dan aktivitas
intelektual. Oleh karena itu kadar PBAS tidak hanya dapat dilihat dari aktivitas fisik saja, akan
tetapi juga aktivitas mental  dan intelektual. Seorang siswa yang nampaknya  hanya
mendengarkan saja, tidak berati memiliki kadar PBAS yang rendah dibandingkan dengan
seseorang yang sibuk mencatat. Sebab, mungkin saja yang duduk itu secara mental ia aktif,
misalnya menyimak, menganalisis dalam fikirannya  dan meng-internalisasi nilai dari setiap
infornasi yang disampaikan. Sebaliknya, siswa  yang sibuk mencatat, tidak bisa dikatakan
memiliki kadar PBAS yang tinggi, kalau yang bersangkutan hanya sekedar  secara fisik aktif
mencatat tidak  diikuti oeh aktivtas mental dan emosi. Kedua, dipandang dari sisi hasil belajar,
PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intektual
(kognitif),  sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Artinya, dalam PBAS pembetukan
siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. PBAS tidak
menghendaki pembentukan siswa yang secara inteketual cerdas tanpa diimbangi oleh sikap dan
ke-terampilan. Akan tetapi PBAS bertujuan membentuk siswa yang cerdas sekaligus siswa yang 
memiliki sikap positif dan secara motorik terampil, misalnya kemampuan  menggeneralisasi,
kemampuan meng-amati, kemampuan mencari data, kemampuan untuk menemukan, mang-
analisis,  mengkomunikasikan hasil penemuan dan lain sebagai-nya. Aspek-aspek semacam
inilah yang diharapkan dapat dihasilkan dari pendekatan PBAS. Dari konsep di atas, maka jelas
bahwa  pendekatan PBAS  berbeda dengan proses pembelajaran yang selama ini banyak
berlangsung. Selama ini proses pembelajaran banyak diarahkan kepada  proses menghapalkan
informasi yang disajikan guru. Ukuran keberhasilan pembelajaran adalah sejauh mana siswa
dapat menguasai materi pelajaran; apakah materi itu dipahami untuk kebutuhan hidup setiap
siswa, apakah siswa dapat menangkap hubungan materi yang dihapal itu dengan pengembangan
potensi yang dimilikinya, bukan tidak menjadi soal, yang penting siswa dapat mengungkapkan
kembali apa yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu tidak heran kalau proses pembelajaran yang
selama ini digunakan tidak memperhatikan hakekat mata pelajaran yang disajikan. Misalnya,
untuk pelajaran agama dan PMP yang semestinya diarahkan untuk mengembangkan sikap dan
nilai-nilai kehidupan sebagai bekal untuk dapat bertindak dan berperilaku  di masyarakat sesuai
dengan norma-norma atau sistem nilai yang berlaku, tidak pernah terjadi. Kedua mata pelajaran
ini berfungsi sama dengan mata pelajaran lain yaitu mengembangkan intelektual siswa dengan
menghapal materi pelajaran. Dari penjelasan di atas, maka PBAS sebagai salah satu bentuk 
inovasi dalam memperbaiki kualitas proses belajar mengajar bertujuan untuk membantu peserta
didik agar  dapat belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Dengan
kemampuan itu diharapkan lulusan  menjadi anggota masyarakat  yang  sesuai  dengan tujuan
pendidikan nasional yang dicita-citakan. Sedangkan, secara khusus  pendekatan PBAS bertujuan,
pertama meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya melalui PBAS, siswa
tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi, akan tetapi bagaimana memanfaatkan
informasi itu untuk kehidupannya. Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.
Artinya melalui PBAS diharapkan bukan hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang
akan tetapi  seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental. Dihubungkan dengan tujuan
pendidikan nasional yang ingin dicapai yang bukan hanya membentuk manusia yang cerdas akan
tetapi juga yang lebih penting adalah membentuk manusia yang bertaqwa dan memiliki
keterampilan di samping memiliki sikap budi pekerti yang luhur, maka PBAS merupakan
pendekatan yang sangat cocok untuk dikembangkan. Tinggal sekarang, bagaiamana menerapkan
konsep PBAS ini dalam  sistem pembelajaran.

2. Peran Guru dalam Implementasi PBAS

Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS peran guru
semakin kurang. Anggapan semacam ini tentu saja tidak tepat, sebab walaupun PBAS didesain
untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti mengakibatkan kurangnya peran dan tanggung
jawab guru. Baik guru maupun siswa sama-sama harus berperan secara penuh, oleh karena peran
mereka sama-sama sebagai subjek belajar. Adapun yang membedakannya hanya terletak pada
tugas apa yang harus dilakukannya. Misalnya ketika siswa melaksanakan diskusi kelompok atau
mengerjakan tugas, tidak berarti guru hanya diam dan duduk di kursi sambil membaca koran,
akan tetapi secara aktif guru harus melakukan kontrol dan memberi bantuan kepada siswa yang
memerlukannya.

Dalam implementasi  PBAS, guru tidak   berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang
bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi  yang lebih penting adalah
bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena itu penerapan PBAS menuntut guru
untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu  menyesuaikan kegiatan mengajarnya  dengan gaya
dan karakteristik belajar siswa. Untuk itu  ada beberapa kegiatan yang  dapat dilakukan guru,
diantaranya adalah:

1. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum


kegiatan pembelajaran dimulai. Artinya, tujuan pembelajaran tidak semata-mata
ditentukan oleh guru, akan tetapi diharapkan siswapun terlibat dalam menentukan dan
merumuskannya.
2. Menyusun tugas-tugas belajar bersama  siswa. Artinya tugas-tugas apa yang sebaiknya
dikerjakan oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,  tidak hanya ditentukan guru
akan tetapi melibatkan siswa. Hal ini  penting  dilakukan untuk memupuk tanggung
jawab siswa. Biasanya manakala siswa  terlibat  dalam menentukan jenis tugas dan batas
akhir penyelesaiannya,  siswa akan lebih bertanggung jawab untuk mengerjakannya.
3. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan. Dengan
pemberitahuan rencana pembelajaran, maka  siswa akan semakin paham apa yang harus
dilakukan. Hal ini dapat mendorong siswa untuk belajar  lebih aktif dan kreatif.
4. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya. Guru perlu
menyadari bahwa siswa memiliki kemampuan yang sangat beragam. Oleh karena
keragamannya itulah guru perlu melakukan kontrol kepada siswa untuk melayani setiap
siswa terutama siwa yang dianggap lambat dalam belajar.
5. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing dan lain sebagainya
melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Dalam PBAS pertanyaan tidak semata-mata
berfungsi untuk menguji kemampuan siswa, akan tetapi lebih dari itu. Melalui
pertanyaan, guru dapat mendorong agar siswa termotivasi untuk belajar; atau melalui
pertanyaan pula guru dapat membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu
kemampuan yang berhubungan dengan berbagai keterampilan bertanya harus dimiliki
oleh guru.
6. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan. Dalam implementasi PBAS, guru
tidak menyimpulkan sendiri pokok bahasan yang telah dipelajarinya. Proses dan
kesimpulan apa yang dapat ditarik, sebaiknya diserahkan kepada siswa. Guru berperan
hanya sebagai pembantu dan pengarah dalam merumuskan   kesimpulan.

Selain peran-peran di atas, masih banyak tugas lain yang menjadi tanggung jawab guru.
Misalnya manakala siswa memerlukan suatu informasi tertentu, maka guru berkewajiban untuk
menunjukkan dimana informasi itu dapat diperoleh siswa. Dengan demikian guru tidak
menempatkan diri sebagai sumber informasi akan tetapi berperan sebagai penunjuk dan
fasilitator dalam memanfaatkan sumber belajar.
3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam  berbagai bentuk kegiatan  seperti
mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah dan
lain sebagainya. Keaktifan siswa itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti
mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data dan lain sebagai-nya; akan tetapi juga ada
yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak. Kadar PBAS tidak hanya
ditentukan oleh aktifitas fisik semata, akan tetapi juga ditentukan oleh aktifitas non-fisik seperti
mental, intelektual dan emosional. Oleh sebab itu sebetulnya aktif dan tidak aktifnya siswa
dalam belajar hanya siswa yang mengetahuinya secara pasti. Kita tidak dapat memastikan bahwa
siswa yang  diam mendengarkan penjelasan tidak berarti tidak PBAS; demikian juga  sebaliknya
belum tentu siswa yang secara fisik aktif memiliki kadar aktifitas mental  yang tinggi pula

Namun demikian, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui Apakah suatu proses
pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau lemah, dapat kita lihat dari  kriteria
penerapan PBAS dalam proses pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan sejauhmana
keterlibatan siswa dalam  pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran maupun dalam mengevaluasi  hasil pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam
ketiga aspek tersebut, maka kadar  PBAS semakin tinggi.

1. Kadar PBAS dilihat dari proses perencanaan:

 Adaya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan


kebutuhan dan kemampuan  serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran.
 Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran.
 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang
diperlukan.
 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang
akan digunakan.

2. Kadar PBAS dilihat dari proses pembelajaran

 Adanya keterlibatan siswa  baik secara fisik, mental – emosional maupun intelektual
dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian, serta
motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
o Siswa belajar secara langsung (experiential learning). Dalam proses pembelajaran
secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti
merasakan, meraba, mengoperasikan, melakukan sendiri  dan lain sebagainya.
Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan dalam bentuk kerjasama dan
interaksi dalam kelompok.
o Adanya keinginan siswa untuk menciptaklan iklim belajar yang kondusif.
o Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang
tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran.
o Adanya ketertlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan
mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang
timbul selama proses pembelajaran berlangsung.
o Terjadinya interaksi yang multi arah baik antara siswa dengan siswa atau antara
guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua siswa secara
merata. Artinya pembicaraan atau proses tanya jawab tidak didominasi oleh
siswa-siswa tertentu.

3.  Kadar PBAS ditinjau dari kegiatan evaluasi pembelajaran

 Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri  hasil pembelajaran yang telah
dilakukannya.
 Kerterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-
tugas  yang harus dikerjakannya.
 Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan
hasil belajar yang diperolehnya.

Dari ciri-ciri tersebut dapat ditentukan apakah proses pembelajaran yang diciptakan oleh guru
memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau rendah.

4. Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan PBAS

Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya:

a. Guru

Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru merupakan ujung tombak yang sangat
menentukan keberhasilan penerapan PBAS,  karena guru merupakan orang yang berhadapan
langsung dengan  siswa. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan PBAS dipandang
dari sudut guru, yaitu kemampuan guru, sikap profesionalitas guru, latar belakang pendidikan
guru dan pengalaman mengajar.

1) Kemampuan guru

Kemampuan guru merupakan faktor pertama  yang dapat mempengaruhi keberhasilan


pembelajaran dengan pendekatan PBAS. Guru yang memiliki kemampuan yang tinggi akan
bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan mencoba dan mencoba menerapkan berbagai
penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk membelajarkan siswa.  Kemampuan guru  itu
bukan hanya dalam tataran  desain perencanaan pembelajaran, akan tetapi juga dalam proses dan
evaluasi pembelajaran. Dalam aspek perencanaan misalnya, guru dituntut untuk mampu
mendesain perencanaan yang memungkinkan secara terbuka siswa dapat belajar sesuai dengan
minat dan bakatnya, seperti kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, kemampuan
menyusun dan menyajikan materi atau pengalaman belajar siswa, kemampuan untuk merancang
desain pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, kemampuan
menentukan dan memanfaatkan media dan sumber belajar, serta kemampuan menentukan alat
evasluasi yang tepat untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran. Kemampuan dalam
proses pembelajaran berhubungan erat dengan bagaimana cara guru mengimplementasikan
perencanaan pembelajaran, yang mencakup kemampuan menerapkan keterampilan dasar
mengajar dan keterampilan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dianggap
mutakhir. Keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki seperti misalnya, keterampilan
bertanya, keterampilan variasi stumulus, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan memberikan penguatan (reinforcement) dan lain sebagainya. Sedangkan
keterampilan mengembangkan model pembelajaran contohnya mengembangkan model Inkuiri,
Discovery, Model Keterampilan Proses, Model Pembelajaran Metode Klinis, Advance organizer
dan lain sebagainya.

2)  Sikap profesional  guru

Sikap profesional guru berhubungan dengan motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas
mengajarnya. Guru yang profesional selamanya akan berusaha untuk mencapai hasil yang 
optimal. Ia tidak akan merasa puas dengan hasil yang telah dicapai. Oleh karenanya ia akan
selalu belajar  untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya, misalnya dengan melacak berbagai sumber belajar melalui kegiatan membaca,
mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, simposium dan sebagainya, serta 
melacak informasi dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi seperti televisi, radio, komputer
sampai kepada internet. Penerapan PBAS sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut
aktivitas siswa secara penuh dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, akan sangat
dipengaruhi oleh  tingkat preofesional guru.  PBAS tidak akan berhasil diimplementasikan oleh
guru  yang memiliki motivasi yang rendah.

3) Latar belakang pendidikan dan Pengalaman Mengajar guru

Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, akan sangat berpengaruh terhadap
implementasi PBAS. Dengan latar bela-kang pendidikan yang tinggi, memungkinkan guru
memiliki pandangan dan wawasan yang luas terhadap variabel-variabel pembelajaran seperti
pemahaman tentang psikologi anak, pemahaman terhadap unsur lingkungan dan gaya belajar
siswa, pemahaman tentang berbagai model dan metode  pembelajaran.  Guru yang memiliki
pemahaman tentang psikologi anak akan ditandai oleh perasaan menghargai terhadap seluruh
usaha siswa. Dengan demikian, ia tidak akan menempatkan  siswa sebagai objek yang harus
dijejali dengan materi pembelajaran; akan tetapi ia akan memandang siswa sebagai subjek
belajar yang  memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga ia akan mendesain proses
pembelajaran yang dapat mendorong siswa  aktif dan kreatif dalam proses pengalaman bel-ajar.
Demikian juga halnya dengan pengalaman mengajar. Guru yang telah memiliki jam terbang
mengajar yang tinggi memungkin ia akan lebih mengenal berbagai hal yang berkaitan dengan
proses pembelajaran.

b.  Sarana belajar

Keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana belajar .Yang
termasuk kepada ketersedian sarana itu meliputi,  ruang kelas dan setting tempat duduk siswa, 
media dan sumber belajar.
1) Ruang Kelas

Kondisi ruang kelas  merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan PBAS. Ruang
kelas yang terlalu sempit, misalnya akan mempengaruhi kenyamanan siswa dalam belajar.
Demikian juga halnya dengan penataan kelas. Kelas yang tidak ditata dengan rapi, tanpa ada
gambar yang menyegarkan, ventilasi yang kurang memadai dan sebagainya akan membuat siswa
cepat lelah dan tidak bergairah dalam belajar. Yang harus diperhatikan dalam penataan ruang
kelas, juga adalah desain tempat duduk siswa. PBAS yang menghendaki siswa aktif  dalam
belajar, sebaiknya tempat duduk tidak bersifat statis, akan tetapi seharusnya dinamis. Artinya,
tempat duduk didisain agar bisa dipindah-pindah, sehingga dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran.

2)  Media dan Sumber Belajar

PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multi metoda dan multi media. 
Artinya melalui PBAS siswa  memungkinkan untuk   belajar dari berbagai sumber informasi
secara mandiri, baik dari media grafis seperti buku, majalah, surat kabar, buletin dan lain
sebagainya; atau dari media elektronik seperti radio, televisi, film slide, video, komputer, atau
mungkin dari internet. Oleh karena itu keberhasilan penerapan PBAS akan sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan  dan pemanfaatan media dan sumber belajar.

c.  Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan PBAS. Ada
dua hal yang termasuk kedalam faktor  lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik dan
lingklungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah,  misalnya jum-
lah kelas, laboratorium, perpustakaan, kantin, kamar kecil yang tersedia; serta dimana lokasi
sekolah itu berada. Apabila sekolah berada di dekat terminal atau pasar yang bising, misalnya,
tentu saja akan mempengaruhi kenyamanan anak dalam belajar. Yang termasuk kedalam
lingkungan fisik ini juga adalah keadaan dan jumlah guru. Keadaan guru misalnya adalah
kesesuaian bidang studi yang melatar belakangi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang
diberikannya. Seorang guru lulusan pendidikan teknik, misalnya akan mempengaruhi kinerjanya
manakala ia mengajar bidang olah raga. Demikian juga halnya seorang yang tidak pernah belajar
ilmu keguruan tidak akan optimal manakala harus mengajar di depan kelas, bagaimanapun
hebatnya kualitas orang tersebut. Yang dimaksud dengan  lingkungan fsikologis adalah iklim
sosial yang ada di lingkungan sekolah itu. Misalnya keharmonisan hubungan antara guru dengan
guru, atau antara guru dengan kepala sekolah, termasuk keharmonisan antara pihak sekolah
dengan orang tua. PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang memerlukan usaha dari
setiap orang yang terlibat. Oleh karena itu tidak mungkin PBAS dapat diimplementasikan
dengan sempurna manakala tidak terjalin hubungan yang baik antara semua pihak yang terlibat.

DAFTAR BACAAN

Blomm,Benjamin S. (1964) Taxonomi of Educational Objectives : Cognitive Domain,  New


York : David  McKay.
Brookfield, S.D (19900.  The Skillfull teacher :On Technique, Trust and Responsiveness in the
Classroom.  San Fransisco  : Josse-Bass.

Chauhan,S.S. (1979), Innovations in Teaching – Learning Process, New Delhi, Vikas Publishing
House PVT LTD.

Cooper. James M. (ed.) (1990).  Classroom Teaching Skill.  Lexington. Massachusetts Toronto:
D.C. Heath And Company.

Costa. Athur L (Ed.)(1985) Developin Minds. A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria Virginia:  Association for Supervision and Curriculum  Development.

Dahar, Ratna Wilis (1989). Teori Belajar.Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional, DirjenPendidikan dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan


Lanjutan Pertama (2002) Pendekatan Konstektual (Contextual Teaching And Learning (CTL).

Gagne, Robert M. dan Briggs.Leslie J. (1979), Principles of Instructional Design. New York:
Holt Rinehart & Winston.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Jarolimek, John (1977). Social Studies Competencies and Skills : Learning to Teach as an
intern.  New York: MacMillan Publishing  Co.Inc.

Johnson, Mauritz. (1977). Intentionality in Education,  New York:   Centered for   Curriculum 
Research and Service.

Joni, T. Rakaa (1980).  Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. P3G.

Joyce, B., & Weil,M. (1980). Models of Teaching.  Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-
Hall Inc.

Killen, Roy, (1998), Effective Teaching Strategies, Lesson from research and  Practice,  Second
Edition, Australia, Social Science Press.

Lie, Anita (2005).  Cooperative Learning. Jakarta; Grasindo

Longstreet, Wilma S., Shane, Harold G. (1993), Curriculum for New Millenium, Boston,  Allyn
& Bacon.

Mac Donald, Janess B. (1965). Educational Models for Instruction . Washington DC: The
Association for Supervision and Curriculum Development.

Novak,J.D. (1977) A Theory of Education: Ithaca, New York : Cornel University Press.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (2005).  Tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Piaget,J. (1971). Psycholgy and Epistemology, New York : The Viking Press.

Sanjaya, Wina (2007). Strategi Pembelajaran Bereorientasi Standar Pross Pendidikan. Jakarta: 
Prenada Media.

Saylor, J. Galen, Alexander, William M. dan Lewis Arthur J. (1981). Curriculum Planning fo
Better Teaching  and Learning, Holt-Rinehart and Winston. E.203, Unit 7.Milton Keyniess: Ther
Open Univercity Press.

Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wragg, E.C. (1974). Teacing Teaching. London:  David & Charles.

Beda Strategi, Model, pendekatan, Metode, dan Teknik  Pembelajaran


Posted on 10 Maret 2008 by checep05

Banyak yang tidak paham dengan perbedaan anatara strategi, model,pendekatan, metode, dan
teknik. Nah berikut ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan
jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode
pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke
pencapaian tujuan.

Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat
pembelajaran berlangsung.

Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat
berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat
diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model
pembelajaran.

Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai yangterinspirasi
dari lagu dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana
model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan
tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat
berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan
bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah
lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.

Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya
terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan
bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah
penguasaan model pembelajaran.

Sumber:
www.klubguru. com

Dalam menerapkan strategi pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan agar
dalam kegiatan pembelajaran tercapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Dick and
Carey menyebutkan adanya 5 komponen strategi pembelajaran yakni :

1. Kegiatan pembelajaran pendahuluan.


2. Penyampaian informasi.
3. Partisipasi siswa
4. Tes, dan
5. Kegiatan lanjutan

Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Gagne and Briggs, komponen dalam strategi
pembelajaran adalah :
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian.
2) Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3) Mengingatkan kompetensi prasyarat.
4) Memberi stimulus (masalah, topic, konsep).
5) Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari).
6) Menimbulkan penampilkan siswa
7) Memberi umpan balik
8) Menilai penampilan
9) Menyimpulkan.

Berdasarkan rumusan komponen strategi pembelajaran yang dikemukakan ahli secara garis besar
dapat dikelompokkkan menjadi :

1. Komponen pertama yaitu urutan kegiatan pembelajaran


mengurutkan kegiatan pembelajaran dapat memudahkan guru dalam pelaksanaan kegiatan
mengajarnya, guru dapat mengetahui bagaimana ia harus memulainya, menyajikannya dan
menutup pelajaran.

a) Sub komponen pendahuluan, merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini
mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa, memusatkan perhatian siswa agar
siswa bisa mempersiapkan dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan
siswa atau apa yang telah dikuasai siwa sebelumnya dan berkaitan dengan materi pelajaran yang
akan disampaikan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan gambaran singkat
tentang isi pelajaran, penjelasan relevansi isis pelajaran baru, dan penjelasan tentang tujuan
pembelajaran.

b) Sub komponen penyajian, kegiatan ini merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar. Dalam
kegiatan ini peserta didik akan ditanamkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah
dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahap-tahapnya adalah menguraikan materi pelajaran,
memberikan contoh dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan materi pelajaran.

Sponsored Links

c) Sub komponen penutup, merupakan kegiatan akhir dalam urutan kegiatan pembelajaran.
Dilaksanakan untuk memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan
materi pelajaran yang telah diberikan.

2. Komponen kedua yaitu metode pembelajaran


Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan pesan
pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar atau guru
harus dapat memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan materi pelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Metode pembelajaran mungkin dapat dikatakan tepat untuk suatu
pelajaran tetapi belum tentu tepat untuk pelajaran yang lainnya, untuk itu guru haruslah pandai
dalam memilih dan menggunakan metode-metode pembelajaran mana yang akan digunakan dan
disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan karakteristik siswa.
Macam-macam metode pembelajaran adalah :
a) Metode ceramah g) Metode pembelajaran terprogram
b) Metode demonstrasi h) Metode discovery
c) Metode simulasi i) Metode do-look-learn
d) Metode diskusi j) Metode praktikum
e) Metode studi mandiri k) Metode bermain peran
f) Metode studi kasus l) dll.

3. Komponen ketiga yaitu media yang digunakan.


Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Media dapat berbentuk orang/guru, alat-alat elektronik, media cetak,dsb. Hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam memilih media adalah :
a) Ketepatan dengan tujuan pembelajaran
b) Dukungan terhadap isi pelajaran
c) Kemudahan memperoleh media
d) Keterampilan guru dalam menggunakannya
e) Ketersediaan waktu menggunakannya
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.

4. Komponen keempat adalah waktu tatap muka.


Pengajar harus tahu alokasi waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan pembelajaran dan
waktu yang digunakan pengajar dalam menyampaikan informasi pembelajaran. Sehingga proses
pembelajaran berjalan sesuai dengan target yang ingin dicapai.

5. Komponen kelima adalah pengelolaan kelas.


Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan lingkungan sosio-emosional. Lingkungan
fisik meliputi: ruangan kelas, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk, pengaturan sarana atau
alat-alat lain, dan ventilasi dan pengaturan cahaya. Sedangkan lingkungan sosio-emosional
meliputi tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru, pembinaan hubungan baik, dsb.
Pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar dapat
berlangsung secara lancar

You might also like