Professional Documents
Culture Documents
1. Pendidik
dapat menerima peserta didik sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala
kekuatan dan kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya bahwa ia baik dan
mampu.
2. Pendidik
mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak merasa dinilai oleh orang lain.
3. Pendidik
memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku
peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan melihat dari sudut
pandang anak.
Model Pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai
peserta didik siap sendiri. Tetapi sekolahlah yang mengatur lingkungan belajar
sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik
untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar
tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu membawa
peserta didik utuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik
handaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada
ditangannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menciptakan
interksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
2. Memberi
kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang
ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan akan sangat
menunjang perkembangan intelaktual anak.
3. Menjaga dan
meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik baik mlalui kegiatan olah raga
maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berfikir
peserta didik.
4. Meningkatkan
kemampuan berbahasa peserta didik baik melalui mass-media cetak maupun
menyediakan situasi yang memungkinkan peserta didik berpendapat atau
mengemukakan ide-idenya, sengat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual
peserta didik.
Implikasi
Faktor Fisisk Teerhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Implikasi
Faktor Emosional terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik
perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan
tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya
memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan
yang tidak mungkin di lakukan.
Implikasi
Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap
dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum
dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di
luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan
sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
1. Sekolah
harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.
2. Saling
menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk menanggulangi
masalah-masalah yang timbul dalam hubungan dengan peserta didik yang bertabiat
apapun
3. Pola
pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi
guru.
Implikasi
Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam kaitan ini untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat
khusus terlebih supaya mencapai titik optimal di kalangan peserta didik usia
sekolah menengah perlu dilakukan langkah-langkah antara lain:
1. Dikembangkan
suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengembangkan bakat-bakatnya, dengan selalu mengusahakan adanya dukungan
psikologis maupun fisiologis.
2. Dilakukan
usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta
kegigihan dalam melakukanusaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara
terpadu.
3.
Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan
formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada peserta
didik yang memiliki bakat khusus menojol.
Implikasi
Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
1. Memberi
penjelasan
a. Menentukan
hal-hal pokoknya dan hubungannya satu sama lainnya.
b. Memberi
penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan
menghindari penjelasan yang salah baik disengaja maupun tidak.
c. Memberi
penjelasan secara gamblang dan sederhana sehingga sehingga semua peserta didik
dapat menangkapnya dengan baik.
d. Menghindari
berbicara dengan bahasa yang muluk, dan mengusahakan berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh peserta didik.
e. Menghindari
penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak pasti dan tidak tegas.
f. Memeriksa
kembali penjelasan apakah semua peserta didik telah mengerti terhadap informasi
yang disampaikannya.
2. Mengajukan
pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis,
yaitu pertanyaan “tingkat tinggi” dan pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan
tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut pemikiran abstrak, sedangkan
pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut fakta, pengetahuan
sederhana, dan penerapan pengertian.
Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan
ini adalah :
a. Mengulangi
pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik dengan maksud agar peserta didik
yang lain mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.
b. Menempatkan
pertanyaan peserta didik dalam konteks keseluruhan bahan pelajaran.
c. Merangsang
peserta didik agar mau mengajukan pertanyaan.
d. Merespon
pertanyaan dengan baik.
Dengan umpan balik akan diketahui apakah komunikasi dua arah sudah
tercapai dengan baik atau belum. Umpan balik ini berlaku baik dari pengajar
kepada peserta didik atau sebaliknya.
Implikasi
Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan
Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi
antara dua faktor yang sama-sama penting kedudukannya yaitu faktor hereditas dan
faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut tidak bisa dipisakan satu sama
lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri
dalam operasionalnya.
Atas dasar sedikit informasi tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
butir implikasi pertumbuhan/perkembangan/kematangan peserta didik terhadap
penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara
penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang
berperan dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu
tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari
kuantitas maupun kualitas; misalnya kemampuan setiap personal, jumlah dan kekuatan
persenjataan, motivasi pasukannya dan lain sebagainya. Selanjutnya ia juga akan mengumpulkan
informasi tentang kekuatan lawan, baik jumlah prajuritnya maupun keadaan persenjataannya.
Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan apa yang harus
dilakukannya, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik
peperangan, maupun waktu yang pas untuk melakukan suatu serangan dan lain sebagainya.
Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik ke
dalam, maupun ke luar.
Demikian pula halnya seorang pelatih sepakbola, ia akan menentukan strategi yang dianggapnya
tepat untuk memenangkan suatu pertandingan setelah ia memahami segala potensi yang dimiliki
tim-nya. Apakah ia akan melakukan strategi menyerang dengan pola 2-3-5 misalnya; atau
stategi bertahan dengan pola 5-3-2, semuanya sangat tergantung kepada kondisi tim yang
dimilikinya serta kekuatan tim lawan..
Dari dua ilustrasi tersebut dapat kita simpulkan, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976). Jadi dengan demikian
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Ada dua hal yang patut kita
cermati dari pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada
proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan
berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh
sebab itu sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas, yang dapat diukur
keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.Nah, sekarang bagaimana
upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang
telah disusun tercapai secara optimal, ini yang dinamakan dengan metode. Ini berarti, metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi
satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan strategi
ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran.
Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan
untuk mencapai sesuatu; sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi. Dengan kata lain strategi adalah a plan of operation achieving something;
sedangkan metode adalah a way in achieving something.Istilah lain yang juga memiliki
kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik
dengan strategi maupum metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deductif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat juga istilah lain yang kadang-
kadang sulit dibedakan yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan
penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam
rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya cara yang bagainana yang harus
dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien? Dengan demikian
sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya berceramah pada siang hari dengan jumlah siswa yang banyak tentu saja akan berbeda
jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.Taktik adalah gaya
seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik
sifatnya lebih individual. Misalnya walaupun dua orang sama-sama menggunakan metode
ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara
berbeda, misalnya dalam taktik mengguanakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar
materi yang disampaikan mudah dipahami.Dari penjelasan di atas, maka dapat ditentukan bahwa
suatu strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang
digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik
yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik
yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain. Ada beberapa strategi
pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree (1974) mengelompokkan kedalam strategi
penyampaian – penemuan atau exposition – discovery Learning dan strategi pembelajaran
kelompok dan strategi pembelajaran individual atau Groups – individual Learning. Dalam
strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut
untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam
strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian dalam
strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi
discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui
berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi
siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi
pembelajaran tidak langsung. Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri.
Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan
individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain
untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah, belajar melalui modul, atau
belajar bahasa melalui kaset audio. Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar
kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa orang
guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran
klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group.
Strategi kelompok, tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap
sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi akan terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa
yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang memiliki kemampuan
tinggi. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya strategi pembelajaran juga dapat
dibedakan antara strategi pmbelajaran deduktif dan strtategi pembelajaran induktif. Strategi
pembelajaran deduktif, adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari
konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau
bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-
lahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran dari
umum ke khusus. Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari
dimulai dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa
dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi semacam ini sering juga dinamakan
strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika
kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu
juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan
menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu sebelum menentukan strategi
pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.
Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif
atau psikomotor?
Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi
atau rendah?
Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?
Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?
Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau
tidak?
Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?
Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja?
Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan?
Apakah strategi itu memiliki nilai efektifitas dan efesiensi?
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran
adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan
dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Killen (1998): “No teaching strategy is better than others in all circumtances,
so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about
when each of the teaching strategies is likely to most effective.
Apa yang dikemukakan Killen itu jelas, bahwa guru harus mampu memilih strategi yang
dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu guru perlu memahami prinsip-prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:
Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan
siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting,
sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi
pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini sering
dilupakan guru. Guru yang senang berceramah, hampir setiap tujuan menggunakan strategi
penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi
yang demikian. Hal ini tentu saja keliru. Apabila kita menginginkan siswa trampil menggunakan
alat tertentu katakanlah trampil menggunakan termometer sebagai alat pengukur suhu badan,
tidak mungkin menggunakan strategi penyampaian (bertutur). Untuk mencapai tujuan yang
demikian, siswa harus berpraktek secara langsung. Demikian juga halnya manakala kita
menginginkan agar siswa dapat menyebutkan hari dan tanggal proklamasi kemerdekaan suatu
negara, tidak akan efektif kalau menggunakan strategi pemecahan masalah (diskusi). Untuk
mengejar tujuan yang demikian cukup guru menggunakan stratagi bertutur (ceramah) atau
pengajaran secara langsung.
2. Aktivitas
Belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu strategi
pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada
aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikhis seperti aktivitas mental.
Guru sering lupa dengan hal ini. Banyak guru yang terkecoh oleh sikap siswa yang pura-pura
aktif padahal sebenarnya tidak.
3. Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada
sekelompok siswa, namun pada hakekatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku
setiap siswa. Sama seperti seorang dokter. Dikatakan seorang dokter yang jitu dan profesional
manakala ia menangani 50 orang pasien, seluruhnya sembuh; dan dikatakan dokter yang tidak
baik manakala ia menangani 50 orang pasien, 49 sakitnya bertambah parah atau malah mati.
Demikian juga halnya dengam guru, dikatakan guru yang baik dan profesional manakala ia
menangani 50 orang siswa, seluruhnya berhasil mencapai tujuan; dan sebaliknya, dikatakan guru
yang tidak baik atau tidak berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa, 49 tidak berhasil
mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dilihat dari segi jumlah siswa sebaiknya standar
keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan,
maka semakin berkualitas proses pembelajaran.
4. Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar
bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi
pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus
dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi. Penggunaan metoda
diskusi, contohnya, guru harus dapat merancang strategi pelaksanaan diskusi tidak hanya
terbatas pada pengembangan aspek intelektual saja, akan tetapi harus mendorong siswa agar
mereka dapat berkembang secara keseluruhan, misalkan mendorong agar siswa dapat
menghargai pendapat orang lain, mendorong siswa agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-
ide yang orisinil, mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa dan lain sebagainya.
Di samping itu, Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 dikatakan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam
pengelolaan pembelajaran sebagai berikut:
1. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna, bawa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan
pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur
lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian proses pembelajaran
adalah proses interaksi baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa; maupun antara siswa
dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan siswa aka
berkembang baik mental maupun intelektual.
2. Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba
dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajran
bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang
siswa untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu guru, mesti membuka berbagai
kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai dengan
inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subyektif, yang bisa dimaknai
oleh setiap subyek belajar.
3. Menyenangkan
Preoses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh
potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan
menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses
yang menyenangkan (enjoyful learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilakukan pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur
kesehatan misalnya dengan pengaturan cahaya, ventilasi dan sebabaginya; serta memenuhi
unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas dari debu, lukisan dan
karya-karya siswa yang tertata, pas bunga dan lain sebagainya. Kedua, melalui pengelolaan
pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model
pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu
membangkitkan motivasi belajar siswa.
4. Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat
ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-
coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apapun yang diberikan dan dilakukan guru
harus dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning
how to do). Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak memberikan informasi
yang sudah jadi yang siap ”ditelan” siswa, akan tetapi informasi yang mampu membangkitkan
siswa untuk mau ”mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum ia ambil kesimpulan. Untuk
itu dalam hal-hal tertentu sebaiknya guru memberikan informasi yang ”meragukan”, kemudian
karena keraguan itulah siswa terangsang untuk membuktikannya.
5. Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi
tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan
motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi
dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak atau melakukan
sesuatu. Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri siswa manakala siswa merasa
membutuhkan (need). Siswa yang merasa butuh akan bergerak dengan sendirinya untuk
memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu dalam rangka membangkitkan motivasi, guru harus
dapat menunjukkan penting/nya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan siswa, dengan
demikian siswa akan belajar bukan hanya sekedar untuk memperoleh nilai atau pujian akan
tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhanya.
Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran dididsain untuk membelajarkan siswa. Artinya,
sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dengan kata lain pembelajaran
ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa (PBAS). Ada beberapa asumsi perlunya
pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama asumsi filosofis tentang pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik
kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu maka proses
pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi
yang dimiliki anak didik. Dengan demikian maka hakekat pendidikan pada dasarnya adalah (a)
interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia (c) berlangsung sepanjang
hayat (d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa (e) keseimbangan
antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru dan (f) peningkatan kualitas hidup manusia.
Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu (a) siswa bukanlah manusia
dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan; (b) setiap
manusia memiliki kemampuan yang berbeda (c) anak didik pada dasarnya adalah insan yang
aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya (d) anak didik memiliki motivasi
untuk memenuhi kebutuhannya. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah
objek yang harus dijejali dengan informasi, akan tetapi mereka adalah subjek yang memiliki
potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki anak didik itu. Ketiga, asumsi tentang guru adalah (a) guru bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan profesional dalam
mengajar; (c) guru mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran dalam sebagai
sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi siswa dalam belajar. Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran
adalah (a) bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem; (b)
peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur
oleh guru; (c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang
tepat dan berdaya guna (d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara
seimbang (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal. Dalam
pandangan psikologi modern belajar bukan hanya sekedar menghapal sejumlah fakta atau
informasi, akan tetapi peristiwa mental dan proses berpengalaman. Oleh karena itu setiap
peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa melalui asimilasi dan
akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung
dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980 : 2).
Seperti yang telah dikemukakan di muka pada bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didisain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa.
PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan
kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang.
Dari konsep tersebut ada dua hal yang harus dipahami. Pertama dipandang dari sisi proses
pembelajaran PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS
menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental termasuk emosional dan aktivitas
intelektual. Oleh karena itu kadar PBAS tidak hanya dapat dilihat dari aktivitas fisik saja, akan
tetapi juga aktivitas mental dan intelektual. Seorang siswa yang nampaknya hanya
mendengarkan saja, tidak berati memiliki kadar PBAS yang rendah dibandingkan dengan
seseorang yang sibuk mencatat. Sebab, mungkin saja yang duduk itu secara mental ia aktif,
misalnya menyimak, menganalisis dalam fikirannya dan meng-internalisasi nilai dari setiap
infornasi yang disampaikan. Sebaliknya, siswa yang sibuk mencatat, tidak bisa dikatakan
memiliki kadar PBAS yang tinggi, kalau yang bersangkutan hanya sekedar secara fisik aktif
mencatat tidak diikuti oeh aktivtas mental dan emosi. Kedua, dipandang dari sisi hasil belajar,
PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intektual
(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Artinya, dalam PBAS pembetukan
siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. PBAS tidak
menghendaki pembentukan siswa yang secara inteketual cerdas tanpa diimbangi oleh sikap dan
ke-terampilan. Akan tetapi PBAS bertujuan membentuk siswa yang cerdas sekaligus siswa yang
memiliki sikap positif dan secara motorik terampil, misalnya kemampuan menggeneralisasi,
kemampuan meng-amati, kemampuan mencari data, kemampuan untuk menemukan, mang-
analisis, mengkomunikasikan hasil penemuan dan lain sebagai-nya. Aspek-aspek semacam
inilah yang diharapkan dapat dihasilkan dari pendekatan PBAS. Dari konsep di atas, maka jelas
bahwa pendekatan PBAS berbeda dengan proses pembelajaran yang selama ini banyak
berlangsung. Selama ini proses pembelajaran banyak diarahkan kepada proses menghapalkan
informasi yang disajikan guru. Ukuran keberhasilan pembelajaran adalah sejauh mana siswa
dapat menguasai materi pelajaran; apakah materi itu dipahami untuk kebutuhan hidup setiap
siswa, apakah siswa dapat menangkap hubungan materi yang dihapal itu dengan pengembangan
potensi yang dimilikinya, bukan tidak menjadi soal, yang penting siswa dapat mengungkapkan
kembali apa yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu tidak heran kalau proses pembelajaran yang
selama ini digunakan tidak memperhatikan hakekat mata pelajaran yang disajikan. Misalnya,
untuk pelajaran agama dan PMP yang semestinya diarahkan untuk mengembangkan sikap dan
nilai-nilai kehidupan sebagai bekal untuk dapat bertindak dan berperilaku di masyarakat sesuai
dengan norma-norma atau sistem nilai yang berlaku, tidak pernah terjadi. Kedua mata pelajaran
ini berfungsi sama dengan mata pelajaran lain yaitu mengembangkan intelektual siswa dengan
menghapal materi pelajaran. Dari penjelasan di atas, maka PBAS sebagai salah satu bentuk
inovasi dalam memperbaiki kualitas proses belajar mengajar bertujuan untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Dengan
kemampuan itu diharapkan lulusan menjadi anggota masyarakat yang sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yang dicita-citakan. Sedangkan, secara khusus pendekatan PBAS bertujuan,
pertama meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya melalui PBAS, siswa
tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi, akan tetapi bagaimana memanfaatkan
informasi itu untuk kehidupannya. Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.
Artinya melalui PBAS diharapkan bukan hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang
akan tetapi seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental. Dihubungkan dengan tujuan
pendidikan nasional yang ingin dicapai yang bukan hanya membentuk manusia yang cerdas akan
tetapi juga yang lebih penting adalah membentuk manusia yang bertaqwa dan memiliki
keterampilan di samping memiliki sikap budi pekerti yang luhur, maka PBAS merupakan
pendekatan yang sangat cocok untuk dikembangkan. Tinggal sekarang, bagaiamana menerapkan
konsep PBAS ini dalam sistem pembelajaran.
Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS peran guru
semakin kurang. Anggapan semacam ini tentu saja tidak tepat, sebab walaupun PBAS didesain
untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti mengakibatkan kurangnya peran dan tanggung
jawab guru. Baik guru maupun siswa sama-sama harus berperan secara penuh, oleh karena peran
mereka sama-sama sebagai subjek belajar. Adapun yang membedakannya hanya terletak pada
tugas apa yang harus dilakukannya. Misalnya ketika siswa melaksanakan diskusi kelompok atau
mengerjakan tugas, tidak berarti guru hanya diam dan duduk di kursi sambil membaca koran,
akan tetapi secara aktif guru harus melakukan kontrol dan memberi bantuan kepada siswa yang
memerlukannya.
Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang
bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena itu penerapan PBAS menuntut guru
untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya
dan karakteristik belajar siswa. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru,
diantaranya adalah:
Selain peran-peran di atas, masih banyak tugas lain yang menjadi tanggung jawab guru.
Misalnya manakala siswa memerlukan suatu informasi tertentu, maka guru berkewajiban untuk
menunjukkan dimana informasi itu dapat diperoleh siswa. Dengan demikian guru tidak
menempatkan diri sebagai sumber informasi akan tetapi berperan sebagai penunjuk dan
fasilitator dalam memanfaatkan sumber belajar.
3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti
mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah dan
lain sebagainya. Keaktifan siswa itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti
mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data dan lain sebagai-nya; akan tetapi juga ada
yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak. Kadar PBAS tidak hanya
ditentukan oleh aktifitas fisik semata, akan tetapi juga ditentukan oleh aktifitas non-fisik seperti
mental, intelektual dan emosional. Oleh sebab itu sebetulnya aktif dan tidak aktifnya siswa
dalam belajar hanya siswa yang mengetahuinya secara pasti. Kita tidak dapat memastikan bahwa
siswa yang diam mendengarkan penjelasan tidak berarti tidak PBAS; demikian juga sebaliknya
belum tentu siswa yang secara fisik aktif memiliki kadar aktifitas mental yang tinggi pula
Namun demikian, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui Apakah suatu proses
pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau lemah, dapat kita lihat dari kriteria
penerapan PBAS dalam proses pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan sejauhmana
keterlibatan siswa dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran maupun dalam mengevaluasi hasil pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam
ketiga aspek tersebut, maka kadar PBAS semakin tinggi.
Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental – emosional maupun intelektual
dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian, serta
motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
o Siswa belajar secara langsung (experiential learning). Dalam proses pembelajaran
secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti
merasakan, meraba, mengoperasikan, melakukan sendiri dan lain sebagainya.
Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan dalam bentuk kerjasama dan
interaksi dalam kelompok.
o Adanya keinginan siswa untuk menciptaklan iklim belajar yang kondusif.
o Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang
tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran.
o Adanya ketertlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan
mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang
timbul selama proses pembelajaran berlangsung.
o Terjadinya interaksi yang multi arah baik antara siswa dengan siswa atau antara
guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua siswa secara
merata. Artinya pembicaraan atau proses tanya jawab tidak didominasi oleh
siswa-siswa tertentu.
Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah
dilakukannya.
Kerterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-
tugas yang harus dikerjakannya.
Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan
hasil belajar yang diperolehnya.
Dari ciri-ciri tersebut dapat ditentukan apakah proses pembelajaran yang diciptakan oleh guru
memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau rendah.
Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya:
a. Guru
Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru merupakan ujung tombak yang sangat
menentukan keberhasilan penerapan PBAS, karena guru merupakan orang yang berhadapan
langsung dengan siswa. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan PBAS dipandang
dari sudut guru, yaitu kemampuan guru, sikap profesionalitas guru, latar belakang pendidikan
guru dan pengalaman mengajar.
1) Kemampuan guru
Sikap profesional guru berhubungan dengan motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas
mengajarnya. Guru yang profesional selamanya akan berusaha untuk mencapai hasil yang
optimal. Ia tidak akan merasa puas dengan hasil yang telah dicapai. Oleh karenanya ia akan
selalu belajar untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya, misalnya dengan melacak berbagai sumber belajar melalui kegiatan membaca,
mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, simposium dan sebagainya, serta
melacak informasi dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi seperti televisi, radio, komputer
sampai kepada internet. Penerapan PBAS sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut
aktivitas siswa secara penuh dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, akan sangat
dipengaruhi oleh tingkat preofesional guru. PBAS tidak akan berhasil diimplementasikan oleh
guru yang memiliki motivasi yang rendah.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, akan sangat berpengaruh terhadap
implementasi PBAS. Dengan latar bela-kang pendidikan yang tinggi, memungkinkan guru
memiliki pandangan dan wawasan yang luas terhadap variabel-variabel pembelajaran seperti
pemahaman tentang psikologi anak, pemahaman terhadap unsur lingkungan dan gaya belajar
siswa, pemahaman tentang berbagai model dan metode pembelajaran. Guru yang memiliki
pemahaman tentang psikologi anak akan ditandai oleh perasaan menghargai terhadap seluruh
usaha siswa. Dengan demikian, ia tidak akan menempatkan siswa sebagai objek yang harus
dijejali dengan materi pembelajaran; akan tetapi ia akan memandang siswa sebagai subjek
belajar yang memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga ia akan mendesain proses
pembelajaran yang dapat mendorong siswa aktif dan kreatif dalam proses pengalaman bel-ajar.
Demikian juga halnya dengan pengalaman mengajar. Guru yang telah memiliki jam terbang
mengajar yang tinggi memungkin ia akan lebih mengenal berbagai hal yang berkaitan dengan
proses pembelajaran.
Keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana belajar .Yang
termasuk kepada ketersedian sarana itu meliputi, ruang kelas dan setting tempat duduk siswa,
media dan sumber belajar.
1) Ruang Kelas
Kondisi ruang kelas merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan PBAS. Ruang
kelas yang terlalu sempit, misalnya akan mempengaruhi kenyamanan siswa dalam belajar.
Demikian juga halnya dengan penataan kelas. Kelas yang tidak ditata dengan rapi, tanpa ada
gambar yang menyegarkan, ventilasi yang kurang memadai dan sebagainya akan membuat siswa
cepat lelah dan tidak bergairah dalam belajar. Yang harus diperhatikan dalam penataan ruang
kelas, juga adalah desain tempat duduk siswa. PBAS yang menghendaki siswa aktif dalam
belajar, sebaiknya tempat duduk tidak bersifat statis, akan tetapi seharusnya dinamis. Artinya,
tempat duduk didisain agar bisa dipindah-pindah, sehingga dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran.
PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multi metoda dan multi media.
Artinya melalui PBAS siswa memungkinkan untuk belajar dari berbagai sumber informasi
secara mandiri, baik dari media grafis seperti buku, majalah, surat kabar, buletin dan lain
sebagainya; atau dari media elektronik seperti radio, televisi, film slide, video, komputer, atau
mungkin dari internet. Oleh karena itu keberhasilan penerapan PBAS akan sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar.
Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan PBAS. Ada
dua hal yang termasuk kedalam faktor lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik dan
lingklungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah, misalnya jum-
lah kelas, laboratorium, perpustakaan, kantin, kamar kecil yang tersedia; serta dimana lokasi
sekolah itu berada. Apabila sekolah berada di dekat terminal atau pasar yang bising, misalnya,
tentu saja akan mempengaruhi kenyamanan anak dalam belajar. Yang termasuk kedalam
lingkungan fisik ini juga adalah keadaan dan jumlah guru. Keadaan guru misalnya adalah
kesesuaian bidang studi yang melatar belakangi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang
diberikannya. Seorang guru lulusan pendidikan teknik, misalnya akan mempengaruhi kinerjanya
manakala ia mengajar bidang olah raga. Demikian juga halnya seorang yang tidak pernah belajar
ilmu keguruan tidak akan optimal manakala harus mengajar di depan kelas, bagaimanapun
hebatnya kualitas orang tersebut. Yang dimaksud dengan lingkungan fsikologis adalah iklim
sosial yang ada di lingkungan sekolah itu. Misalnya keharmonisan hubungan antara guru dengan
guru, atau antara guru dengan kepala sekolah, termasuk keharmonisan antara pihak sekolah
dengan orang tua. PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang memerlukan usaha dari
setiap orang yang terlibat. Oleh karena itu tidak mungkin PBAS dapat diimplementasikan
dengan sempurna manakala tidak terjalin hubungan yang baik antara semua pihak yang terlibat.
DAFTAR BACAAN
Chauhan,S.S. (1979), Innovations in Teaching – Learning Process, New Delhi, Vikas Publishing
House PVT LTD.
Cooper. James M. (ed.) (1990). Classroom Teaching Skill. Lexington. Massachusetts Toronto:
D.C. Heath And Company.
Costa. Athur L (Ed.)(1985) Developin Minds. A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Gagne, Robert M. dan Briggs.Leslie J. (1979), Principles of Instructional Design. New York:
Holt Rinehart & Winston.
Jarolimek, John (1977). Social Studies Competencies and Skills : Learning to Teach as an
intern. New York: MacMillan Publishing Co.Inc.
Johnson, Mauritz. (1977). Intentionality in Education, New York: Centered for Curriculum
Research and Service.
Joyce, B., & Weil,M. (1980). Models of Teaching. Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-
Hall Inc.
Killen, Roy, (1998), Effective Teaching Strategies, Lesson from research and Practice, Second
Edition, Australia, Social Science Press.
Longstreet, Wilma S., Shane, Harold G. (1993), Curriculum for New Millenium, Boston, Allyn
& Bacon.
Mac Donald, Janess B. (1965). Educational Models for Instruction . Washington DC: The
Association for Supervision and Curriculum Development.
Novak,J.D. (1977) A Theory of Education: Ithaca, New York : Cornel University Press.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (2005). Tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Piaget,J. (1971). Psycholgy and Epistemology, New York : The Viking Press.
Sanjaya, Wina (2007). Strategi Pembelajaran Bereorientasi Standar Pross Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Saylor, J. Galen, Alexander, William M. dan Lewis Arthur J. (1981). Curriculum Planning fo
Better Teaching and Learning, Holt-Rinehart and Winston. E.203, Unit 7.Milton Keyniess: Ther
Open Univercity Press.
Banyak yang tidak paham dengan perbedaan anatara strategi, model,pendekatan, metode, dan
teknik. Nah berikut ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan
jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode
pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke
pencapaian tujuan.
Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat
pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat
berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat
diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model
pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai yangterinspirasi
dari lagu dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana
model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan
tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat
berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan
bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah
lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya
terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan
bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah
penguasaan model pembelajaran.
Sumber:
www.klubguru. com
Dalam menerapkan strategi pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan agar
dalam kegiatan pembelajaran tercapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Dick and
Carey menyebutkan adanya 5 komponen strategi pembelajaran yakni :
Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Gagne and Briggs, komponen dalam strategi
pembelajaran adalah :
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian.
2) Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3) Mengingatkan kompetensi prasyarat.
4) Memberi stimulus (masalah, topic, konsep).
5) Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari).
6) Menimbulkan penampilkan siswa
7) Memberi umpan balik
8) Menilai penampilan
9) Menyimpulkan.
Berdasarkan rumusan komponen strategi pembelajaran yang dikemukakan ahli secara garis besar
dapat dikelompokkkan menjadi :
a) Sub komponen pendahuluan, merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini
mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa, memusatkan perhatian siswa agar
siswa bisa mempersiapkan dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan
siswa atau apa yang telah dikuasai siwa sebelumnya dan berkaitan dengan materi pelajaran yang
akan disampaikan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan gambaran singkat
tentang isi pelajaran, penjelasan relevansi isis pelajaran baru, dan penjelasan tentang tujuan
pembelajaran.
b) Sub komponen penyajian, kegiatan ini merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar. Dalam
kegiatan ini peserta didik akan ditanamkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah
dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahap-tahapnya adalah menguraikan materi pelajaran,
memberikan contoh dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan materi pelajaran.
Sponsored Links
c) Sub komponen penutup, merupakan kegiatan akhir dalam urutan kegiatan pembelajaran.
Dilaksanakan untuk memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan
materi pelajaran yang telah diberikan.