You are on page 1of 3

Masalah Kapitalisasi Biaya Pinjaman (Borrowing Cost)

Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kerancuan perlakuan akuntansi atas biaya
pinjaman seperti misalnya biaya bunga yang timbul atas perolehan fasilitas kredit bank.

Berdasarkan PSAK No. 26 mengenai Biaya Pinjaman dalam paragraf 1 dinyatakan


bahwa secara umum pernyataan ini mengharuskan pembebanan segera biaya pinjaman
pada saat terjadinya. Akan tetapi untuk biaya pinjaman yang secara langsung dapat
diatribusikan dengan perolehan, konstruksi, atau produksi dari suatu qualifying asset,
pernyataan ini mengharuskan kapitalisasi biaya pinjaman tersebut.

Borrowing costs should be recognized as an expense in the period in which they are
incurred, except for borrowing costs that are directly attributable to the acquisition,
construction or production of a qualifying asset should be capitalized as part of the cost
of that asset.

Pernyataan “kapitalisasi biaya pinjaman” tersebut kadang-kadang disalah-tafsirkan


sehingga tidak jarang ditemukan pencatatan biaya pinjaman tersebut sebagai Biaya
Ditangguhkan di Neraca .

Perlakuan sebagai Biaya Ditangguhkan tersebut jelas tidak sesuai dengan PSAK No. 26.
Dalam paragraf 10 dijelaskan bahwa Biaya pinjaman yang secara langsung dapat
diatribusikan dengan perolehan, konstruksi atau produksi suatu Aset Tertentu harus
dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan Aset Tertentu tersebut. Jumlah biaya
pinjaman yang dikapitalisasi tersebut harus ditentukan sesuai dengan Pernyataan ini.

Jadi, menurut paragraf 10 PSAK No. 26, pengertian kapitalisasi biaya pinjaman bukan
berarti ditangguhkan pembebanannya sebagai Biaya Ditangguhkan, tetapi harus
dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan Aset Tertentu. Misalnya, sebuah
perusahaan perkebunan memperoleh pinjaman dari bank dalam bentuk fasilitas Kredit
Investasi (KI) untuk tujuan pembangunan pabrik kelapa sawit. Biaya bunga pinjaman
yang timbul dari fasilitas KI tersebut harus dikapitalisasi menambah biaya perolehan
ataupun biaya pembangunan pabrik kelapa sawit tersebut.

Pengertian Biaya Pinjaman dan Qualifying Asset dijelaskan dalam paragraf 5. Biaya
pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung oleh suatu perusahaan
sehubungan dengan peminjaman dana. Sedangkan aset tertentu yang memenuhi syarat
(qualifying assets) adalah suatu aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar
siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.

Dalam paragaraf 6 dijelaskan bahwa yang dapat diklasifikasikan sebagai biaya pinjaman
antara lain :

1. Bunga atas pengunaan dana pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun jangka
panjang (untuk bunga pinjaman bank misalnya, yang memenuhi persyaratan kapitalisasi
adalah bunga pinjaman Kredit Investasi karena pinjaman tersebut dipergunakan untuk
pembiayaan pembangunan aset, sedangkan bunga pinjaman Kredit Modal Kerja tentu
tidak bisa dikapitalisasi karena biasanya pinjaman tersebut bukan untuk keperluan
pembangunan aset);

2. Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman (borrowings);

3. Amortisasi atas biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan,
ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya;

4. Selisih kurs atas pinjaman dalam valuta asing (sepanjang selisih kurs tersebut
merupakan penyesuaian terhadap biaya bunga) atau amortisasi premi kontrak valuta
berjangka dalam rangka lindung nilai (hedging) dana yang dipinjamn dalam valuta asing.

Selanjutnya, dalam paragraf 17 diatur bahwa kapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian
dari biaya perolehan suatu aset dimulai ketika :

1. pengeluaran untuk aset tersebut telah mulai dilakukan

2. biaya pinjaman sedang terjadi

3. aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau memproduksi aset


tertentu sedang berlangsung.

Paragraf 20 mengatur bahwa kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan apabila dalam
suatu periode yang cukup lama perusahaan menangguhkan atau menunda aktivitas
perolehan, pembangunan ataupun produksi.

Dalam paragraf 21 diatur lebih jauh kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan paragraf
20, yaitu :

Biaya pinjaman mungkin saja tetap ada selama perusahaan menunda atau
memberhentikan utuk sementara waktu aktivitas untuk memperoleh, membangun, atau
memproduksi aset tertentu, namun biaya pinjaman selama masa ini tidak boleh
dikapitalisasi.

Namun, dalam keadaan tertentu, kapitalisasi biaya pinjaman tetap berlangsung, yaitu
dalam hal :

1. terjadinya penundaan atau pemberhentian sementara dari aktivitas konstruksi fisik


karena menunggu penyelesaian dari pekerjaan teknik atau administrasi yang sedang
berlangsung

2. dalam proses memperoleh, membangun, atau memproduksi secara teknik diharuskan


atau dibutuhkan penundaan aktivitas.
Dalam proses pembangunan jembatan misalnya, jika kegiatan konstruksi fisik harus
dihentikan sementara karena permukaan air sungai sedang pasang, dalam keadaan ini
kapitalisasi biaya pinjaman tetap berlangsung hanya apabila di daerah tersebut naiknya
permukaan air merupakan hal yang wajar.

Sedangkan dalam paragraf 22 diatur bahwa kapitalisasi biaya pinjaman harus diakhiri
apabila aktivitas untuk memperoleh, membangun atau memproduksi Aset Tertentu sesuai
dengan tujuannya secara substansial telah selesai.

Suatu aset biasanya siap untuk digunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya apabila
kegiatan konstruksi fisik yang dibutuhkan telah selesai, walaupun mungkin masih
dibutuhkan kegiatan administratif tertentu yang berkaitan dengan aset tersebut. Dalam
keadaan ini biaya pinjaman tidak boleh dikapitalisasi lagi.

Paragraf 24 mengatur bahwa apabila pembangunan atau konstruksi suatu aset dapat
diselesaikan perbagian di mana bagian yang telah selesai dapat segera digunakan
sementara bagian lainnya masih dalam penyelesaian, maka jumlah biaya pinjaman yang
dikapitalisasi adalah untuk bagian yang belum selesai.

Untuk suatu area perkantoran yang di dalamnya terdapat beberapa gedung maka, masing-
masing gedung dapat dianggap sebagai aset tertentu tersendiri, karena apabila gedung
pertama telah selesai dapat langsung digunakan, dijual atau disewakan sesuai dengan
tujuannya tanpa harus tergantung dengan penyelesaian gedung kedua. Dalam hal ini,
kapitalisasi biaya pinjaman untuk gedung yang telah selesai harus dihentikan. Biaya
pinjaman yang timbul selanjutnya harus langsung dibebankan dalam laporan laba rugi
tahun berjalan. Cuman, dalam PSAK ini tidak mengatur dengan jelas bagaimana cara
pengalokasian biaya pinjaman untuk masing-masing gedung tersebut sehingga bisa
diketahui nilai kapitalisasi biaya pinjaman untuk masing-masing gedung. Jadi, saya
mengasumsikan bahwa pengalokasian biaya pinjaman untuk masing-masing gedung
dilakukan secara proporsional.

Berbeda dengan pembangunan suatu pabrik yang melibatkan beberapa tahapan proses
produksi, pembangunan pabrik ini baru dianggap selesai, bila seluruhnya selesai karena
bagian yang lebih dulu secara fisik telah selesai tetap tidak dapat digunakan apabila
bagian terakhir dari pembangunan pabrik belum selesai.

Jadi, jelas bahwa kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan jika sekiranya aktiva
tertentu yang dibangun telah siap untuk digunakan (Hrd).

You might also like