You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

1. BAB I
- Pendahuluan……………………………………… ….hal 1
2. BAB II
- Materi……………………… …………………….....hal 4
- Tanda Dan Gejala………………………………….…hal 10
- Penyebab Syok Anafilaksis………………... ..……....hal 12
- Penatalaksanaan………………………………………hal 14
- Pengobatan……...…………………………………….hal 17
3. BAB III
- Penutup……………………………………………….hal 19
- Kesimpulan…………………………………………...hal 19
- Saran………………………………………………….hal 19
4. Daftar Pustaka………………………………………...hal 13
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat


ganguan peredaran darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. Sirkulasi
darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta
membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Oleh karena itu, kegagalan
sirkulasi sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Syok dapat
disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah, pelebaran pembuluh
darah yang abnormal, dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi
(masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani
oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). Tahap kompensasi adalah tahap
awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala
yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut
nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang
lama, CRT (untuk bayi dan anak-anak). Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk
dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
Pada tahap dekompensasi, tubuh tidak mampu lagimempertahankan fungsi
- fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital
yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan
mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat
ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai
terganggu.
Jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah
akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah
dan denyut jantung.
1
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini
yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Tahap ini disebut tahap
ireversibel. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ
yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Kekerasan merupakan penyebab tersering dari syok, (maksudnya
perdarahan hebat karena benda tajam). Dalam penanganan syok, istilah “Golden
Hour” menandakan waktu yang diperlukan mulai dari cedera yang dialami hingga
pasien berada di meja operasi. ”Golden Hour” ini adalah waktu kritis atau waktu
optimal untuk memberikan pertolongan kepada pasien dengan syok sehingga
pasien dapat sembuh tanpa adanya cacat atau kelainan yang berarti.

Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri):
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark;
(b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan
(c) Gangguan irama jantung.
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah):
(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan
(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus
dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung):
(a) Tamponade jantung;
(b) Pneumotorak; dan
(c) Emboli paru.
d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer):
(a) Syok neurogenik;
(b) Cedera medula spinalis atau batang otak;
(c) Syok anafilaksis;
2
(d) Obat-obatan;
(e) Syok septik; serta
(f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan
rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
Dibawah ini kita membahas tentang syok anafilaksis.Syok anafilaksis
adalah reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh. Gejala permulaan:
Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit
Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis
Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek,
terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan
obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan,
sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare,
disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia
Haematologi darah, trombositopenia, DIC.

2.TUJUAN

a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan dengan pasien yang
mengalami syok dan tah penyebab serta penanganannya segera.

b.Tujuan khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi

.
3
BAB II

SYOK ANAFILAKSIS

1. DEVINISI

Tahun 2641 SM, seorang Pharao meninggal mendadak Raja Menes


meninggal tidak seberapa lama setelah disengat tawon (wasp). Tahun 1902, dua
ilmuwan Perancis yang bekerja di Mediterania menemukan phenomena yang
sama dengan yang terjadi pada Pharao itu. Richet dan Portier, menginjeksi anjing
dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak
yang sama . Hasilnya anjing itu mendadak mati. Phenomena ini mereka
sebut :”Anaphylaxis”. Atas kerjanya ini, Richet dianugerahi Nobel pada
tahun1913.
Syok anafilatik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik melalui
suntikan atau cara lain sehingga kemungkinan terjadinya reaksi ini pada
pemberian suatu obat harus selalu dipertimbangkan. Berbagai bentuk akibat reaksi
anafilatik dapat terjadi dan yang terburuk adalah kematian.
Reaksi anafilatik dapat terjadi akibat reaksi antigen – antibodi dan
antigenya dapat berasal dari obat atau makanan atau bisa (misalnya bisa ular) /
sengatan serangga.Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan berupa
syok, gagal nafas, henti jantung dan kematian mendadak. Masalah yang dihadapi
sekarang adalah bahwa adanya kasus kematian akibat suntikan dan penuntutan
hukum pidana maupun perdata, telah menyebabkan tenaga kesehatan dilapangan
takut memberikan pengobatan dengan suntikan antibiotik seperti streptomisin,
penisilin, dll. Dipihak lain obat ini masih diperlukan dalam rangka pemberantasan
penyakit yang banyak diderita masyarakat (misalnya infeksi saluran akut / ispa,
TBC, dll), karena masih potensial dan harganya relatif murah
4
Macam – macam reaksi allergi (Hipersensitivitas) :
Di Inggris dan banyak negara lain lazim dipergunakan klasifikasi Coombs
dan Gell dan dibagi dalam 4 (empat) golongan :
1. Reaksi tipe I (Anafilaksis)

Hypersitivity (reaksi hipersensitivitas jenis cepat) untuk membedakan


reaksi Delayed Reaksi anafilaksis atau reaksi yang disebabkan reagin sering
disebut Immediate Hypersensitivity (reaksi hipersensitivitas jenis lambat).
Yang dimaksud dengan reaksi jenis cepat ini adalah reaksi jaringan yang
terjadi segera atau dalam beberapa menit sebagai manifestasi kontak antigen
dengan antibodi. Reaksi ini mengakibatkan degranulasi sel basofil / mastosit
sehingga granula – granula yang mengandung Histamin, Slow Reacting Subtance
of Anaphylactic (SRS-A), Serotonim Bradikinin, Eosinophil – Chemotactic
Factor of Anaphylactic (ECF-A), Ariginin Esterase dan Heparin akan dilepaskan.
Zat – zat ini meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan meningkatkan
eksudasi, edema, urtika dan eosinofilia.
Eosinofil yang berkumpul disekitar mastosit yang mengalami degranulasi
merupakan penawar dari bahan – bahan yang dikeluarkan dengan jalan
mengeluarkan beberapa enzim antara lain : Histaminase untuk histamin,
Arysulphatase untuk SRS-A, Phospholipase untuk PAF (Platelet Aggregating
Factor). Antibodi yang berperan disini adalah IqE yang disebut homositotropik
antibodi atau reagen.

2. Reaksi tipe II (Reaksi Sitotoksik)


Reaksi ini terjadi bila terdapat antibodi yang bebas didalam serum,
sedangkan antigennya terikat dipermukaan dari membran sel. Bila terdapat
antigen yang masuk maka terjadilah reaksi antigen dan antibodi yang akan
mengaktivasi sistem komplemen, akibatnya akan terjadi lisis atau penghancuran
dari sel tersebut.
5
3. Reaksi tipe III (Reaksi Kompleks – Toksik)
Pada reaksi ini, maka antigen maupun antibodinya berada dalam keadaan
bebas di dalam sirkulasi darah. Apabila keduanya bereaksi akan timbul suatu
kompleksium. Reaksi tipe III ini atau reaksi kompleks – toksik tidak lain adalah
reaksi alergik yang timbul sebagai manifestasi terbentuknya kompleksium antara
antigen dengan antibodi (IgG atau IgM), serta terjadinya aktivasi komplemen, dan
kompleks ini membentuk deposit di jaringan tubuh, reaksi ini disebut Phenomena
Arthus.

4. Reaksi tipe IV (Reaksi Selular)


Reaksi ini terjadi oleh karena sel limfosit yang tersensitasi bereaksi secara
spesifik dengan antigen tertentu sehingga menimbulkan reaksi imun dengan
manifestasi inflitrasi limfosit dan monosit (makrofag) serta membentuk indurasi
jaringan pada daerah tempat antigen tersebut. Respon terhadap tes kulit ini antara
24-48 jam.

Gambaran Umum Reaksi Alergi Obat

· Obat sebagai Imunogen (Reaksi Cepat-IgE)


Alergi obat merupakan 40 % dari reaksi obat yang tidak diinginkan
(Adverse Drug Reaction). Pada umumnya obat memiliki berat molekul (BM) < 1
kDa sehingga tidak merupakan antigen lengkap. Penisilin dengan BM sekitar 300,
in vivo (sebagai hapten) akan segera diikat oleh protein carrier seperti
imunoglogulin sehingga merupakan imunogen yang mampu merangsang sistem
imun dan mengakibatkan reaksi alergi.
Beberapa obat lain memiliki BM tinggi dan dengan sendirinya sudah
merupakan imunogen tanpa harus diikat terlebih dahulu oleh protein carrier
misalnya Streptokinase, Insulin, Chymopapain, dan Lasparaginase.
Reaksi alergi obat seperti reaksi alergi pada umumnya, terjadi melalui IgE
(spesifik). Pada orang alergi IgE tersebut ditemukan bebas dalam serum dan juga
pada permukaan sel mastosit yang mengikatnya melalui reseptor untuk IgE.
6
Sel mastosit ditemukan di kulit saluran nafas dan saluran cerna. Imunoglobulin E
dapat diperiksa pada sel mastosit dikulit tersebut dengan tes kulit dan IgE dalam
serum melalui berbagai cara (ELISA dan RAST). Pada alergi obat seperti hal
penisilin, tes kulit dapat digunakan.
Sel mastosit yang sudah mengikat IgE pada permukaannya menjadi reaktif
(tersensitasi) dan akan mudah dirangsang bila terpapar ulang dengan alergi yang
sama. Akibat ikatan tersebut, sel mastosit melepaskan mediator – mediatornya
yang dapat menimbulkan reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas tipe I menurut
GELL dan COMBS.
Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th.
IgE kemudian diikat oleh sel mastosit / basofil melalui reseptor Fc. Apabila tubuh
terpapar ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh
IgE yang sudah ada pada permukaan sel mastosit. Akibat ikatan antigen IgE, sel
mastosit yang mengalami degranulasi dan melepas mediator yang ”Prefomed”
antara lain histamin yang menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe I.

· Reaksi Cepat Non-IgE


Sel mastosit dapat pula melepaskan mediator – mediatornya tanpa harus
disensitasi terlebih dahulu oleh antigen. Reaksi tersebut disebut reaksi cepat non
IgE / tanpa bantuan IgE yang disebut reaksi anafilaktoid atau pseudo – alergi.
Berbagai obat dan faktor dapat merangsang sel mast langsung atau tidak langsung
untuk melepas mediator – mediatornya dan menimbulkan gejala seperti alergi.
Contoh – contoh :
· Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor
· Antagonis cyclooxygenase lain
· Aspirin
· Imunoglobulin
· Iron dextran
· Kontras
· Opiat
· Plasma
7
· Protamin
· Trombosit
· Vancomycin
Pada reaksi aspirin, asam arakinoid dimetabolisir melalui jalur 5 –
lypoxygenase sehingga terbentuk leukotrin LTD 4 dengan sifat bronkokonstriktor.
Kebenaran teori tersebut ditunjang oleh fakta bahwa reaksi aspirin yang dapat
menimbulkan gejala saluran nafas, hidung, kulit dan saluran cerna dapat dicegah
oleh zileuton yan.
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi
umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular,
respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang
didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok
anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi
dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigenantibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E


sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini
kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula
yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang .
8
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang
sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu
pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed
mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed
mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet
activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan
bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

Alergen

Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan


reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan
alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
Allergen penyebab Anafilaksis Makanan
- Krustasea: Lobster, udang dan kepiting
- Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur
Susu.
- Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
- Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
- Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran

9
- Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin,
Amphotericin B, Nitrofurantoin.
- Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent
- Anestesi: Lidocain, Procain,
- Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil
cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu,
Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein
seminal fluid

2.TANDA DAN GEJALA.

Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan


intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah
juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Syok anafilaktik merupakan reaksi alergi berat terhadap protein asing, baik yang
berasal dari obat-obatan, serangga, ataupun makanan. Syok anafilaktik tergolong
kegawatdaruratan dan karena itulah maka penanganan segera perlu dilakukan
untuk mencegah kematian.ini.

Gejala-gejala yang dialami korban :


Kulit :
· Hangat, rasa tertusuk pada mulut, wajah, dada, kaki dan tangan
· Gatal, kemerahan
· Bengkak pada lidah, wajah, tangan dan kaki
· Kebiruan
· Pucat
Saluran pernapasan :
· Bengkak pada mulut, lidah atau tenggorokan yang menghalangi jalan
napas
· Nyeri, rasa diremas di dada
· Batuk, hilang suara
10
· Suara napas berbunyi, mengorok
Sirkulasi :
· Peningkatan denyut jantung
· Penurunan tekanan darah
· Pusing
· Sulit tidur

Gejala umum :
· Gatal, mata berair
· Sakit kepala
· Penurunan kesadaran

Gejala klinis :
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga
menyeluruh. Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas
Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor
dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk,
nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak,
suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi,
diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual,
muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi
dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC.
· Gejala-gejala pertama : Eritema, rasa terbakar pada kulit, rasa tersengat,
takikardi,rasa tebal di faring dan dada, batuk, mungkin mual dan
muntah.
· Gejala-gejala sekunder : Pembengkakan kulit (khususnya palpebra dan
bibir), urtikaria, Edema laring, serak, wheezing, serangan batuk, Nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, Hipotensi, berkeringat, pucat.
· Pada kasus-kasus berat, spasme laring, shock, henti nafas dan henti
jantung.

11
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Lakukan tindakan pertolongan awal. Persiapan Bantuan Hidup Dasar
2. Pemberian oksigen murni (jika tersedia)
3. Pemberian obat-obatan seperti suntikan epinefrin atau antialergi
(tergantung peraturan daerah setempat)
Jika syok yang terjadi disebabkan oleh sengatan serangga maka tindakan
pengikatan di antara tempat gigitan dan jantung dapat dilakukan untuk mencegah
racun serangga masuk ke dalam peredaran darah menuju jantung (tergantung
peraturan daerah setempat)
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ
Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang
cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan
pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang,
wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur
pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp
perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi
Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC

3.PENYEBAB SYOK ANAFILAKTIK


Syok anafilaktik paling sering disebabkan oleh pemberian obat secara
suntikan, tetapi dapat pula disebabkan oleh obat yang diberikan secara oral atau
oleh makanan. Obat suntik yang paling sering menimbulkan syok anafilaksis
antara lain penisilin, streptomisin, tiamin, ekstrak bali dan kombinasi vitamin
neurotropik.
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke
dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi
diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari
jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung.
12
Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh
darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan
pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah,
berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer
dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul
pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah
balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

Diagnosis
Anamnesis mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,
disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak,
gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit
perut setelah terpapar sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis
sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher :
cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis
Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,
Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema
ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat
Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto :
Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan
konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase
meningkat

Diagnosis Banding:
- Syok bentuk lain
- Asma akut
- Edema paru dan emboli paru
- Aritmia jantung
13
- Kejang
- Keracunan obat akut
- Urticaria
- Reaksi vaso-vagal

4.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab


penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik
tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat
darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu
dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh
menetap.

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,
adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
Tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain
14
Ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan


hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung
paru.
1. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
Memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma.

15
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan
juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin.
5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,


tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus
dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi

Sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama


dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
1. Danger à melihat keadaan sekitar apakah berbahaya, baik untuk
Penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di
tengah kobaran api)
2. Jaga jalan napas korban (sesuai dengan cara yang dibahas di materi
RJP)
3. Cegah perdarahan yang berlanjut dengan balut tekan dan peninggian
4. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi
5. Jaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba. Periksa kembali denyut jantung suhu dan pernapasan korban setiap 5
menit.

16
5.PENGOBATAN

Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap


pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa
hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
Mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko
lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita
Dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti
pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan
tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
kemungkinan reaksi sebesar 1– 3% dibandingkan dengan kemungkinan
terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau
anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.

Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita


untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali
memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

Pemberian Cairan
1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan
yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
17
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau
muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
Berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan
larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
7. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat
pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
“Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
18
BAB III

PENUTUP

1.KESIMPULAN

Syok anafilatik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik melalui


suntikan atau cara lain sehingga kemungkinan terjadinya reaksi ini pada
pemberian suatu obat harus selalu dipertimbangkan. Berbagai bentuk akibat reaksi
anafilatik dapat terjadi dan yang terburuk adalah kematian. Reaksi anafilatik dapat
terjadi akibat reaksi antigen – antibodi dan antigenya dapat berasal dari obat atau
makanan atau bisa (misalnya bisa ular) / sengatan serangga.Reaksi dapat
berkembang menjadi suatu kegawatan berupa syok, gagal nafas, henti jantung dan
kematian mendadak. Masalah yang dihadapi sekarang adalah bahwa adanya kasus
kematian akibat suntikan dan penuntutan hukum pidana maupun perdata, telah
menyebabkan tenaga kesehatan dilapangan takut memberikan pengobatan dengan
suntikan antibiotik seperti streptomisin, penisilin, dll. Dipihak lain obat ini masih
diperlukan dalam rangka pemberantasan penyakit yang banyak diderita
masyarakat (misalnya infeksi saluran akut / ispa, TBC, dll), karena masih
potensial dan harganya relatif murah.

2.SARAN
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap
pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa
hal yang dapat kita lakukan, antara lain:Pemberian obat harus benar-benar atas
indikasi yang kuat dan tepat.

19
DAFTAR PUSTAKA

- Rab, Prof.Dr. H tabrani. Pengatasan shock, EGC Jakarta 2000, 153-161


- Panduan Gawat Darurat, Jilid I, FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2000, 17-18
- Ho, Mt, Luce JM, Trunkey, DD, Salber PR, Mills J, Resusitasi KardioPulmoner
dan Syok, EGC Jakarta 1990 : 76-78
- Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Bina Rupa Aksara, Jakarta
2000, 56-57
- Effendi, C, Anaphylaxis dalam PKB XV , Lab. Ilmu Penyakit Dalam FKUA/
RSUD Dr. Soetomo, 2000 : 91-99
- Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on
shock, pertemuan Ilmiah terpadu I FKUA Surabaya, 2000 : 69-75
- Barata Widjaya, KG, Imunologi Dasar ed. 3 , Penerbit FKUI, 1996: 76-80
- Sunatrio, S, Penanggulangan Reaksi Syok Anafilaksis dalam Anestesiologi, Bag.
Anestesiologi dan terapi intensif FKUI Jakarta 1990, 77-85
- Kondos, GT, Brundage, BH, Anaphylaxis dalam Don H, Decission Making in
criticalcare, Baltimore,1985,46-47
- 10.Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, Harrison’s,
20

You might also like