Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh:
ARIFIN
NIM. 2199096
Pembimbing,
M.Solek, MA.
NIP. 150 262 648
ii
ABSTRAK
iii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
C. Penutup
iv
BAB I
PENDAHULUAN
jagad raya ini dibentuk dan dibangun dalam kondisi berpasang-pasangan. Ada
gelap dan terang, ada kaya dan miskin. Demikian pula manusia diciptakan
dalam berpasangan yaitu ada pria dan wanita. Pria dan wanita diciptakan
harus dipenuhi dan bila dilanggar mempunyai sanksi baik di dunia maupun di
akhirat. Sanksi yang dimaksud yaitu manakala pria dan wanita dalam
Pernikahan itu terjadi melalui sebuah proses yaitu kedua belah pihak
saling menyukai dan merasa akan mampu hidup bersama dalam menempuh
syarat dan rukun yang sudah ditetapkan baik dalam al-Qur’an maupun dalam
Hadis.
1
Menurut Sayuti Thalib perkawinan ialah perjanjian suci membentuk
Mahmud Yunus menegaskan, perkawinan ialah akad antara calon laki istri
Sedangkan Zahry Hamid merumuskan nikah menurut syara ialah akad (ijab
qabul) antara wali calon istri dan mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu
sebagai akad atau hubungan badan. Selain itu, ada juga yang mengartikannya
dengan percampuran.4
Ada orang yang mengatakan “nikah” ini kata majaz dari ungkapan secara
umum bagi nama penyebab atas sebab. Ada juga yang mengatakan bahwa
dimaksudkan oleh orang yang mengatakan bahwa kata “nikah” itu musytarak
bagi keduanya. Kata nikah banyak dipergunakan dalam akad. Ada pula yang
mengatakan bahwa dalam kata nikah itu terkandung pengertian hakekat yang
1
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986, hlm.
47.
2
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT Hidakarya Agung,
Cet. 12, 1990, hlm. 1.
3
Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978, hlm. 1.
4
Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami' Fi Fiqhi an-Nisa, terj. M. Abdul
Ghofar, "Fiqih Wanita', (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002, hlm. 375.
2
bersifat syar’i. Tidak dimaksudkan kata nikah itu dalam al-Qur’an kecuali
tetapi ada pula kesamaannya. Karena itu dapat disimpulkan perkawinan ialah
suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-
berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara
ﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺑ ﺪ ﻴﻤ ﺣ ﺎﺮﻧ ﺒﺧ ﻌ ﹶﻔ ﹴﺮ ﹶﺃ ﺟ ﻦ ﺑ ﺪ ﻤ ﺤ ﻣ ﺎﺮﻧ ﺒﺧ ﻢ ﹶﺃ ﻳﺮ ﻣ ﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺑ ﺪ ﻴﺳﻌ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ
ﺎ َﺀ ﹶﺛﻠﹶﺎﹶﺛ ﹸﺔﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝ ﺟ ﻪﻋﻨ ﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪﺭﺿ ﻚ ﻟﺎﻦ ﻣ ﺑ ﺲ ﻧﻊ ﹶﺃ ﻤ ﺳ ﻪ ﻧﺪ ﺍﻟ ﱠﻄﻮﹺﻳ ﹸﻞ ﹶﺃ ﻴﻤ ﺣ
ﺓ ﺩ ﺎﻋﺒ ﻦ ﻋ ﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ﹶﻥ ﻳ ﻢ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻲ ﻨﹺﺒﺝ ﺍﻟ ﺍ ﹺﺯﻭ ﺕ ﹶﺃ ﻮﺑﻴ ﻂ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﻫ ﺭ
ﻦ ﺤ ﻧ ﻦ ﻳﻭﹶﺃ ﺎ ﹶﻓﻘﹶﺎﻟﹸﻮﺍﺗﻘﹶﺎﻟﱡﻮﻫ ﻢ ﻬ ﻧﻭﺍ ﹶﻛﹶﺄﺧﹺﺒﺮ ﺎ ﹸﺃﻢ ﹶﻓﹶﻠﻤ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻲ ﻨﹺﺒﺍﻟ
ﺮ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺧ ﺗﹶﺄ ﺎﻭﻣ ﻪ ﻧﹺﺒﻦ ﹶﺫ ﻣ ﻡ ﺪ ﺗ ﹶﻘ ﺎﻪ ﻣ ﺮ ﹶﻟ ﻔ ﺪ ﹸﻏ ﻢ ﹶﻗ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻲ ﻨﹺﺒﻦ ﺍﻟ ﻣ
ﺮ ﻄ ﻭﻟﹶﺎ ﹸﺃ ﹾﻓ ﺮ ﻫ ﺪ ﻡ ﺍﻟ ﻮﺎ ﹶﺃﺻﺮ ﹶﺃﻧ ﺧ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺁﺍ ﻭﺑﺪﻴ ﹶﻞ ﹶﺃﺻﻠﱢﻲ ﺍﻟﱠﻠ ﻲ ﹸﺃﺎ ﹶﻓﹺﺈﻧﺎ ﹶﺃﻧﻢ ﹶﺃﻣ ﻫ ﺪ ﺣ ﹶﺃ
ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻪ ﻮ ﹸﻝ ﺍﻟﱠﻠﺭﺳ ﺎ َﺀﺍ ﹶﻓﺠﺑﺪﺝ ﹶﺃ ﻭ ﺰ ﺎ َﺀ ﹶﻓﻠﹶﺎ ﹶﺃﺗﻨﺴﺘ ﹺﺰ ﹸﻝ ﺍﻟﻋ ﺎ ﹶﺃﺮ ﹶﺃﻧ ﺧ ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺁ
ﻢ ﺎ ﹸﻛﺧﺸ ﻲ ﹶﻟﹶﺄﻪ ﹺﺇﻧ ﺍﻟﱠﻠﺎ ﻭﻭ ﹶﻛﺬﹶﺍ ﹶﺃﻣ ﻢ ﹶﻛﺬﹶﺍ ﺘﻦ ﹸﻗ ﹾﻠ ﻳﻢ ﺍﱠﻟﺬ ﺘﻧﻢ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﺃ ﻴ ﹺﻬﻢ ﹺﺇﻟﹶ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ
ﻦ ﻤ ﺎ َﺀ ﹶﻓﻨﺴﺝ ﺍﻟ ﻭ ﺰ ﺗﻭﹶﺃ ﺪ ﺭﹸﻗ ﻭﹶﺃ ﺻﻠﱢﻲ
ﻭﹸﺃ ﺮ ﻄ ﻭﹸﺃ ﹾﻓ ﻡ ﻮﻲ ﹶﺃﺻﻜﻨ ﻪ ﹶﻟ ﻢ ﹶﻟ ﺗﻘﹶﺎ ﹸﻛﻭﹶﺃ ﻪ ﻟﱠﻠ
6
(ﻲ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯﻣﻨ ﺲ ﻴﻲ ﹶﻓﹶﻠﻨﺘﺳ ﻦ ﻋ ﺐ ﻏ ﺭ
5
Sayyid al-Iman Muhammad ibn Ismail as-San’ani , Subul al-Salam Sarh Bulugh al-
Maram Min Jami Adillati al-Ahkam, Juz 3, Kairo: Dar Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960, hlm.
350.
6
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz 3, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M,
hlm. 251
3
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Sa'id bin Abi Maryam
telah memberitahu kepada kami dari Muhammad bin Ja'far
dari Himaid bin Abi Humaid ath-Thawail, sesungguhnya dia
telah mendengar dari Anas bin Malik r.a., katanya: Ada tiga
orang laki-laki datang berkunjung ke rumah isteri-isteri Nabi
saw; bertanya tentang ibadat beliau. Setelah diterangkan
kepada mereka, kelihatan bahwa mereka menganggap bahwa
apa yang dilakukan Nabi itu terlalu sedikit. Mereka berkata:
"Kita tidak dapat disamakan dengan Nabi. Semua dosa
beliau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni,
Allah." Salah seorang dari mereka berkata: "Untuk saya,
saya akan selalu sembahyang sepanjang malam selama-
lamanya." Orang kedua berkata: "Saya akan berpuasa setiap
hari, tidak pernah berbuka." Orang ketiga berkata: "Saya
tidak akan pernah mendekati wanita. Saya tidak akan kawin
selama-lamanya." Setelah itu Rasulullah saw. datang. Beliau
berkata: "Kamukah orangnya yang berkata begini dan
begitu? Demi Allah! Saya lebih takut dan lebih bertaqwa
kepada Tuhan dibandingkan dengan kamu. Tetapi saya
berpuasa dan berbuka. Saya sembahyang dan tidur, dan saya
kawin. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku,
tidak termasuk ke dalam golonganku." (HR. al-Bhukhari)
yaitu muslim dengan non muslim. Hubungan itu tidak menutup kemungkinan
dalam hal ini, perkawinan orang beragama Islam (pria/wanita) dengan orang
4
beragama non Islam (pria/wanita).7 Perkawinan antaragama yang dimaksud
1. Calon istri beragama Islam dan calon suami tidak beragama Islam, baik
2. Calon suami beragama Islam dan calon istri tidak beragama Islam, baik
laki-laki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun ahlul kitab, maka
– sepakat bahwa wanita muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki non
muslim meskipun ahli kitab.8 Hal ini berarti apabila perkawinan antaragama
terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan laki-laki yang tidak
beragama Islam, baik musyrik maupun ahlulkitab, maka ulama fikih sepakat
hukumnya tidak sah.9 Alasannya adalah firman Allah SWT dalam al-Baqarah
7
Masjfuk Zuhdi, Masail Fikhiyah, Jakarta: PT Gunung Agung, 1997, hlm. 4.
8
Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj.
Masykur AB, et al, "Fiqih Lima Mazhab", Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000, hlm. 336.
9
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 1409.
5
Artinya: Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. 10
Argumen yang dikemukakan adalah firman Allah SWT dalam al-Baqarah (2)
ayat 221. Ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang disebut perempuan
Islam dan perempuan yang tergolong ahlul kitab, terdapat beberapa pendapat
musyrik dan ia tidak pernah tahu adakah syirik yang lebih besar dari
seseorang yang beriktikad bahwa Nabi Isa AS atau hamba Allah SWT
10
Depag RI, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, 1986, hlm. 53.
11
Ibid, hlm. 924
6
terdapat dalam Al-Qur'an dalam surah al-Ma'idah ayat 5 dan kedua,
Syafi'i bahwa wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki non
muslim, akan tetapi dibolehkan menikah antara laki-laki muslim dengan ahli
(1). Karena Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS hanya diutus untuk orang-orang
12
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 4, hlm. 287
7
(2). Lafal min qablikum (umat sebelum kamu) dalam surah al-Ma'idah (5)
Israel.
intinya menyatakan:
ﻣﻦ ﺩﺍﻥ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺎﺑﺌﲔ ﻭﺍﻟﺴﺎﻣﺮﺓ ﺃﻛﻠﺖ ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ ﻭﺣﻞ
13
ﻧﺴﺎﺅﻩ
Artinya: siapa yang beragama dengan agama Yahudi dan Nasrani dari
orang Sabiin dan Samiri, maka boleh dimakan
sembelihannya dan halal dikawini wanitanya.14
sesuatu yang penting. Kecuali itu, masih banyak orang yang belum
13
Ibid, hlm. 289
14
Sabi'in adalah nama golongan yang mengikuti nabi-nabi zaman dahulu. Sedangkan
Samiri adalah nama suatu suku dari bangsa Israil.
8
A. Perumusan Masalah
agama?
B. Tujuan Penelitian
antar agama
C. Telaah Pustaka
kajian khusus berupa skripsi yang judulnya ada hubungan dengan penelitian
ini. Demikian pula ada beberapa buku yang membahas perkawinan antar
1. Skripsi yang disusun oleh M. Rodli (NIM 2195143 IAIN Wali Songo
15
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. 7, Jakarta;
Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 312.
9
Kitab) dalam Al-Manar. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa pada intinya
kitab dengan syarat laki-laki muslim tidak terpengaruh dan ikut ke agama
atas, maka penulis mendukung karena Islam sebagai rahmat sekalian alam
2. Skripsi yang disusun oleh Thoifah (NIM 2196073 IAIN Wali Songo
seorang pria menikah dengan ahlul kitab dengan catatan wanita itu yang
ﻦﺎ ﻋﻭﺇﹺﻥ ﹸﻛﻨ ﺎﻠﻨﺒﻦ ﹶﻗﻴ ﹺﻦ ﻣﺘﺋ ﹶﻔﻋﻠﹶﻰ ﻃﹶﺂ ﺎﺏﻜﺘ ﺎ ﺃﹸﻧ ﹺﺰ ﹶﻝ ﺍﹾﻟﻧﻤﺗﻘﹸﻮﻟﹸﻮﹾﺍ ﹺﺇ ﺃﹶﻥ
(156 :ﲔ )ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻠﻓﺎﻢ ﹶﻟﻐ ﺘ ﹺﻬﺳ ﺍﺩﺭ
10
Artinya: (Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar kamu (tidak)
mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua
golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak
memperhatikan apa yang mereka baca. (Q.S. al-An'am: 156)
Hal ini mengandung arti ia membedakan antara penganut agama yang satu
argumentasi yang detail kenapa untuk penganut agama lain tidak boleh.
wanita muslimah dengan pria non muslim. Menurut Hamka bahwa dalam
11
orangnya musyrik. Jangan tertarik oleh kekayaan atau keturunan kalau
bahwa hukum asal mengawini wanita ahli kitab menurut jumhur ulama
demikian adalah Umar bin al-Khattab.17 Umar bin al-Khattab (42 SH/581
tidak pernah tahu adakah syirik yang lebih besar dari seseorang yang
beriktikad bahwa Nabi Isa AS atau hamba Allah SWT yang lainnya
adalah Tuhannya.18
6. Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah. Ulama ahli fiqih ini menguraikan, para
ulama sepakat bahwa perempuan Muslim tidak halal kawin dengan laki-
16
Hamka, Tafsir Al Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, juz 2, 1999, hlm. 257
17
Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Terj. As’ad Yasin, “Fatwa-
Fatwa Kontemporer”, jilid 1, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 585
18
bid
19
Syekh Hasan Khalid, al-Zawaj Bighair al-Muslimin, Terj. Zaenal Abidin
Syamsudin, “Menikah Dengan Non Muslim”, Jakarta: Pustaka al-Sofwa, 2004, hlm. 145
12
Alasannya ialah firman Allah:
ﻮﺤﻨ
ﺘﻣ ﺕ ﻓﹶﺎ
ﺍﺎ ﹺﺟﺮﻣﻬ ﺕ
ﺎﻣﻨ ﺆ ﻤ ﻢ ﺍﹾﻟ ﺎﺀ ﹸﻛﻮﺍ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﺟﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﺎ ﺍﱠﻟﺬﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ
ﻦ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﻫ ﻮﺮ ﹺﺟﻌ ﺗ ﻼ
ﺕ ﹶﻓ ﹶ
ﺎﻣﻨ ﺆ ﻣ ﻦ ﻫ ﻮﺘﻤﻤ ﻠﻋ ﻦ ﹶﻓﹺﺈ ﹾﻥ ﺎﹺﻧ ﹺﻬ ﹺﺑﹺﺈﳝﻋﹶﻠﻢ ﻪ ﹶﺃ ﻦ ﺍﻟﱠﻠ ﻫ
(10 :) ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔ...ﻦ ﻬ ﺤﻠﱡﻮ ﹶﻥ ﹶﻟ
ﻳ ﻢ ﻫ ﻭﻟﹶﺎ ﻢ ﻬ ﺣ ﱞﻞ ﱠﻟ ﻦ ﻫ ﺍﹾﻟ ﹸﻜﻔﱠﺎ ﹺﺭ ﹶﻻ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu
perempuan-perempuan Mukmin yang berhijrah hendaklah
mereka kamu uji lebih dulu. Allah lebih mengetahui iman
mereka. Jika kamu telah dapat membuktikan bahwa mereka
itu benar-benar beriman, maka janganlah mereka
kembalikan kepada orang-orang kafir. Mereka ini
(perempuan-perempuan Mukmin) tidak halal bagi laki-laki
kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka. " (Al-
Mumtahanah: 10)
kekuasaan terhadap istrinya, dan bagi istri wajib taat kepada perintahnya
suami terhadap istri. Akan tetapi bagi orang kafir tidak ada kekuasaan
Allah berfirman:
Selain itu seorang suami kafir tidak mau tahu akan agama istrinya yang
13
begitu jauh dan keyakinan begitu prinsip, maka rumah tangganya tidak
akan dapat tegak dengan baik dan berjalan langgeng. Akan tetapi hal ini
berbeda jika laki-laki Muslim kawin dengan perempuan Ahli Kitab, sebab
ia mau tahu agama istrinya, dan menganggap bahwa percaya kepada Kitab
Suci dan Nabi-nabi agama istrinya sebagai bagian daripada rukun iman,
Kitab ini berisi pendapat dari empat mazhab yaitu mazhab Maliki, Hanafi,
di sana sini. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa telah sepakat mazhab yang
mengawini Perempuan itu. Menurut Hanafi dan Maliki asal perempuan itu
Menyembah .berhala.21
20
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, juz 2, tth, hlm. 182.
21
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, juz 4, Beirut:
Dar al-Fikr, 1972, hlm. 147
14
umat Islam dengan segenap fukaha dan ulamanya sepakat bahwa tidak
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin itu lebih baik dan orang
seorang pemeluk agama itu kawin dengan orang yang memeluk agama
lain, maka biasanya salah seorang dari mereka mengalah dan beralih
kepada agama dari pihak lain. Bila ini terjadi, tentunya tidak ada kesulitan
dalam hal perkawinan. Akan tetapi manakala kedua belah pihak masing-
22
Ahmad Asy-Syarbashi, Yas'alunaka fi ad-Din wa al-Hayah, Terj. Ahmad Subandi,
"Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan", Jakarta: Lentera, 1997, hlm. 238-241
23
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT Hidayakarya
Agung, 1990, hlm. 50.
24
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung: PT Sumur
Bandung, 1981, hlm. 46.
15
Spesifikasi skripsi ini dibandingkan dengan kepustakaan di atas,
yaitu membahas pendapat seorang tokoh Islam yaitu Imam Syafi’i tentang
D. Metode Penelitian
langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan
instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data itu,26
Jenis Data
25
Wardi Bacthiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997, hlm. 1.
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, hlm. 194.
27
Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu
yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran
pengetahuan. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1991, hlm. 24.
16
Pendekatan
Sumber Data
di atas di antaranya: (1) Al-Umm. Kitab ini disusun langsung oleh Al-
rujukan utama dalam Mazhab Syafi'i. Kitab ini memuat pendapat Al-
Syafi’i dalam berbagai masalah fikih. Dalam kitab ini juga dimuat
dicetak berulang kali dalam delapan jilid bersamaan dengan kitab usul
fikih Al-Syafi’i yang berjudul Ar-Risalah. Pada tahun 1321 H kitab ini
dicetak oleh Dar asy-Sya'b Mesir, kemudian dicetak ulang pada tahun
17
sastra.30 Siradjuddin Abbas dalam bukunya telah mengumpulkan 97
(sembilan puluh tujuh) buah kitab dalam fiqih Syafi’i. Namun dalam
bukunya itu tidak diulas masing dari karya Syafi’i tersebut.31 Ahmad
dan al-Umm.32
Data Sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul di atas.
kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara
30
Ali Fikri, Ahsan al-Qashash, Terj. Abd.Aziz MR: "Kisah-Kisah Para Imam
Madzhab", Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003, hlm. 109-110
31
Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2004, hlm. 182-186.
32
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 44
33
Menurut Moh. Nazir, Analisa adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan,
memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Moh. Nazir. Metode
Penelitian, Cet. 4, Jakarta: Ghalia Indonesia,1999, hlm, 419.
34
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja
grafindo persada, 1995, hlm. 134. Bandingkan dengan Lexy J. Moleong, Metode Penelitian
18
makna ahli kitab dalam perkawinan antar agama
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-
masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan
isi skripsi secara global namun dalam satu kesatuan yang utuh dan jelas.
pengertian nikah dan dasar hukumnya, syarat dan rukun nikah, akibat hukum
penutup.
Kulitatif, Cet. 14, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 2. Koencaraningrat, Metode-
Metode Penelitian Masyarakat, Cet. 14, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970, hlm.
269.
19
BAB II
35
Ibrahim Amini, Principles of Marriage Family Ethics, terj. Alwiyah Abdurrahman,
"Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri", Bandung: al-Bayan, 1999, hlm. 17.
36
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004,
hlm. 1.
20
terjadi perselisihan antara suami dan istri, diatur pula bagaimana cara
mengatasinya. Dituntunkan pula adat sopan santun pergaulan dalam keluarga
dengan sebaik-baiknya agar keserasian hidup tetap terpelihara dan terjamin.
Kata kawin menurut bahasa sama dengan kata nikah, atau kata, zawaj.
Dalam Kamus al-Munawwir, kata nikah disebut dengan an-nikh ( ) ا
حdan
az-ziwaj/az-zawj atau az-zijah (
ا- ا
واج-) ا
واج. Secara harfiah, an-
nikh berarti al- wath'u () ا طء, adh-dhammu ( ) اdan al-jam'u ( ) ا.
Al-wath'u berasal dari kata wathi'a - yatha'u - wath'an ( و- -) و,
artinya berjalan di atas, melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki,
menggauli dan bersetubuh atau bersenggama.38 Adh-dhammu, yang terambil
dari akar kata dhamma - yadhummu – dhamman (
! - -!) secara
harfiah berarti mengumpulkan, memegang, menggenggam, menyatukan,
menggabungkan, menyandarkan, merangkul, memeluk dan menjumlahkan.
Juga berarti bersikap lunak dan ramah.39
Sedangkan al-jam 'u yang berasal dari akar kata jama’a - yajma'u -
jam'an (
#" - -" ) berarti: mengumpulkan, menghimpun,
mengapa bersetubuh atau bersenggama dalam istilah fiqih disebut dengan al-
37
Ibid., hlm. 1-2.
38
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 1461.
39
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2004, hlm.42-43
21
jima' mengingat persetubuhan secara langsung mengisyaratkan semua
tazwijan (
&و- وّج- )زوّجdalam bentuk timbangan "fa'ala-yufa'ilu-
Kitab Fath al-Qarib yang disusun oleh Syekh Muhammad bin Qasim
al-Ghazzi menerangkan pula tentang masalah hukum-hukum pernikahan di
antaranya dijelaskan kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu
kumpul, wati, jimak dan akad. Dan diucapkan menurut pengertian syara’ yaitu
suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.43
40
Ibid, hlm. 43.
41
Ibid, hlm. 43-44.
42
Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malibary, Fath al- Mu’in Bi Sarkh Qurrah al-
‘Uyun, Semarang: Maktabah wa Matbaah, karya Toha Putera , tth, hlm. 72.
43
Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazzi, Fath al-Qarib, Indonesia: Maktabah al-
lhya at-Kutub al-Arabiah, tth, hlm. 48.
22
Menurut Zakiah Daradjat, perkawinan adalah suatu aqad atau perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT.44
Menurut Zahry Hamid, yang dinamakan nikah menurut Syara' ialah: "Akad
(ijab qabul) antara wali colon isteri dan mempelai laki-laki dengan ucapan-
ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syaratnya.45
Dari segi pengertian ini maka jika dikatakan: "Si A belum pernah nikah atau
belum pernah kawin", artinya bahwa si A belum pernah mengkabulkan untuk
dirinya terhadap ijab akad nikah yang memenuhi rukun dan syaratnya. Jika
dikatakan: "Anak itu lahir diluar kawin", artinya bahwa anak tersebut
dilahirkan oleh seorang wanita yang tidak berada dalam atau terikat oleh
ikatan perkawinan berdasarkan akad nikah yang sah menurut hukum.
Menurut Hukum Islam, pernikahan atau perkawinan ialah: "Suatu ikatan lahir
batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama
dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan, yang dilaksanakan
menurut ketentuan-ketentuan Hukum Syari'at Islam".46
44
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm.
38.
45
Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978, hlm. 1. beberapa definisi perkawinan
dapat dilihat pula dalam Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2002, hlm. 1-4.
46
Ibid.
47
Muhammad Amin Suma, op. cit, hlm. 203. Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam
(INPRES No 1 Tahun 1991), perkawinan miitsaaqan ghalizhan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Lihat Saekan dan Erniati Effendi, Sejarah Penyusunan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Surabaya: Arkola, 1977, hlm. 76.
23
Di antara pengertian-pengertian tersebut tidak terdapat pertentangan satu sama
lain, bahkan jiwanya adalah sama dan seirama, karena pada hakikatnya
Syari'at Islam itu bersumber kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Hukum
Perkawinan merupakan bahagian dari Hukum Islam yang, memuat ketentuan-
ketentuan tentang hal ihwal perkawinan, yakni bagaimana proses dan prosedur
menuju terbentuknya ikatan perkawinan, bagaimana cara menyelenggarakan
akad perkawinan menurut hukum, bagaimana cara memelihara ikatan lahir
batin yang telah diikrarkan dalam akad perkawinan sebagai akibat yuridis dari
adanya akad itu, bagaimana cara mengatasi krisis rumah tangga yang
mengancam ikatan lahir batin antara suami isteri, bagaimana proses dan
prosedur berakhirnya ikatan perkawinan, serta akibat yuridis dari berakhirnya
perkawinan, baik yang menyangkut hubungan hukum antara bekas suami dan
isteri, anak-anak mereka dan harta mereka. Istilah yang lazim dikenal di
kalangan para ahli hukum Islam atau Fuqaha ialah Fiqih Munakahat atau
Hukum Pernikahan Islam atau Hukum Perkawinan Islam.
a. Mentaati perintah Allah SWT. dan mengikuti jejak para Nabi dan Rasul,
24
c. Melaksanakan pembangunan materiil dan spirituil dalam kehidupan
rangka pembinaan mental spirituil dan phisik materiil yang diridlai Allah
Artinya:Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil,
maka (kawinlah) seorang saja (Q.S.An-Nisa': 3).
48
Zahry Hamid, op. cit, hlm. 2.
49
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm. 115.
25
2) Firman Allah ayat 32 Surah 24 (An-Nur): .
50
Ibid, hlm. 549.
51
Ibid, hlm. 644.
26
52
Artinya: Dari Ibnu Mas'ud ra. dia berkata: "Rasulullah saw. bersabda:
"Wahai golongan kaum muda, barangsiapa diantara kamu
telah mampu akan beban nikah, maka hendaklah dia
menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat
memejamkan pandangan mata dan lebih dapat menjaga
kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu (menikah),
maka hendaklah dia (rajin) berpuasa, karena sesungguhnya
puasa itu menjadi penahan nafsu baginya". (HR. Al-
Jama'ah).
ﺩ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﻋﻠﻰ " ﺭ:ﻭﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﺃﰊ ﻭﻗﹼﺎﺹ ﻗﺎﻝ
(ﻞ ﻭﻟﻮ ﺃﺫﻥ ﻟﻪ ﻻﺧﺘﺼﻴﻨﺎ" )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﺍﳌﺴﻠﻢﺒﺘﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻣﻈﻌﻮﻥ ﺍﻟﺘ
53
Artinya: Dari Sa’ad bin Abu Waqqash, dia berkata: “Rasulullah saw.
pernah melarang Utsman bin mazh'un membujang. Dan
kalau sekiranya Rasulullah saw. mengizinkan, niscaya kami
akan mengebiri". (HR. Al Bukhari dan Muslim).
:ﱯ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻨﻭﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺃ ﹼﻥ ﻧﻔﺮﺍ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟ
ﺃﺻﻮﻡ: ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ, ﺃﺻﻠﹼﻲ ﻭﻻ ﺃﻧﺎﻡ: ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ,ﺝﻻ ﺃﺗﺰﻭ
"ﻣﺎ ﺑﺎﻝ ﺃﻗﻮﺍﻡ ﻗﺎﻟﻮﺍ:ﱯ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﻨ ﻓﺒﻠﻎ ﺫﻟﻚ ﺍﻟ,ﻭﻻﺃﻓﻄﺮ
ﺴﺎﺀ ﻓﻤﻦﺝ ﺍﻟﻨ ﻭﺃﺗﺰﻭ, ﻭﺃﺻﻠﹼﻲ ﻭﺃﻧﺎﻡ,ﻲ ﺃﺻﻮﻡ ﻭﺃﻓﻄﺮﻛﺬﺍ ﻭﻛﺬﺍ ﻟﻜﻨ
. ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ."ﻲﻲ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻨﺭﻏﺐ ﻋﻦ ﺳﻨﺘ
54
52
Muhammad Asy Syaukani, Nail al–Autar, Beirut: Daar al-Qutub al-Arabia, juz 4,
1973, hlm. 171.
53
Ibid, hlm. 171
54
Ibid, hlm. 171
27
sebagian dari mereka juga ada yang mengatakan: "Aku akan
selalu berpuasa dan tidak akan berbuka". Ketika hal itu
didengar oleh Nabi saw. beliau bersabda: "Apa maunya
orang-orang itu, mereka bilang begini dan begitu?. Padahal
disamping berpuasa aku juga berbuka. Disamping
sembahyang aku juga tidur. Dan aku juga menikah dengan
wanita. Barangsiapa yang tidak suka akan sunnahku, maka
dia bukan termasuk dari (golongan) ku".(HR. Al Bukhari
dan Muslim)
Artinya: Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata: "Ibnu Abbas pernah
bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah menikah?". Aku
menjawab: "Belum". Ibnu Abbas berkata: "Menikahlah,
karena sesungguhnya sebaik-baiknya ummat ini adalah yang
paling banyak kaum wanitanya". (HR. Ahmad dan Al-
Bukhari).
55
Ibid
56
Ibid. Lihat juga TM.Hasbi ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Semarang:
PT.Pustaka Rizki Putra, jilid 8, 2001, hlm. 3-8. TM.Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadis, jilid
5, Semarang; PT.Pustaka Rizki Putra, 2003, hlm. 3-8
28
kepada mereka beberapa istri dan anak cucu". (HR. Tirmidzi
dan Ibnu Majah).
gharib (aneh). Al Asy'ats bin Abdul Mulk meriwayatkan hadis ini dari Hasan
dari Sa'ad bin Hisyam dari Aisyah dan ia dari Nabi saw. Dikatakan bahwa
kamu akan kaya. Bepergianlah nanti kamu akan sehat. Dan menikahlah nanti
seperti para pendeta kaum Nasrani". Namun dalam sanadnya terdapat nama-
dari Harmalah bin Nu'man dengan redaksi: "Wanita yang produktif anak itu
lebih disukai oleh Allah ketimbang wanita cantik namun tidak beranak.
29
pada hari kiamat kelak". Namun menurut Al Hafizh Ibnu Hajar, sanad hadis
ini lemah.
hukum nikah adalah mubah (boleh), menurut madzhab Hanafi, Maliki, dan
dan Ibn. Hazm hukum nikah adalah wajib dilakukan sekali seumur hidup.57
kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan
perbuatan zina adalah wajib. Apabila bagi seseorang tertentu penjagaan diri
itu hanya akan terjamin dengan jalan kawin, bagi orang itu, melakukan
adalah wajib"; atau dengan kata lain, "Apabila suatu kewajiban tidak akan
terpenuhi tanpa adanya suatu hal, hal itu wajib pula hukumnya." Penerapan
57
Zahry Hamid, op, cit., hlm. 3-4.
58
Ahmad Azhar Basyir, op. cit, hlm. 14-16
30
kaidah tersebut dalam masalah perkawinan adalah apabila seseorang hanya
dapat menjaga diri dari perbuatan zina dengan jalan perkawinan, baginya
Perkawinan hukumnya sunah bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk
Alasan hukum sunah ini diperoleh dari ayat-ayat Al-qur’an dan hadis-
ayat Al-qur’an dan hadis-hadis Nabi itu, hukum dasar perkawinan adalah
wajib dilakukan bagi orang yang telah mampu tanpa dikaitkan adanya
sampai berbuat yang berakibat menyusahkan diri sendiri dan orang lain.
31
mampu memenuhi kewajiban nafkah dan membayar mahar (maskawin) untuk
istrinya, atau kewajiban lain yang menjadi hak istri, tidak halal mengawini
istri; atau ia bersabar sampai merasa akan dapat memenuhi hak-hak istrinya,
keterangan kepada calon istri agar pihak istri tidak akan merasa tertipu. Apa
yang dikatakan Al-Qurthubi itu amat penting artinya bagi sukses atau
gagalnya hidup perkawinan. Dalam bentuk apa pun, penipuan itu harus
dihindari. Bukan saja cacat atau penyakit yang dialami calon suami, tetapi
Hal yang disebutkan mengenai calon suami itu berlaku juga bagi calon
isteri. Calon istri yang tahu bahwa ia tidak akan dapat memenuhi
memberikan keterangan kepada calon suami agar jangan sampai terjadi pihak
suami merasa tertipu. Bila ia mencoba menutupi cacad yang ada pada dirinya,
maka suatu hari masalah ini akan berkembang dengan pertengkaran dan
penyesalan.
60
Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Tafsir al-Qurthubi), Beirut: Dar al-
Ma’rifah, Juz 1, t.th, hlm. 265
32
Bahkan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada diri calon istri, yang
habis yang tidak mungkin akan tumbuh lagi hingga terpaksa memakai rambut
palsu atau wig dan sebagainya, harus dijelaskan kepada colon suami untuk
materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak
tidak akan berakibat menyusahkan pihak istri; misalnya, calon istri tergolong
orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin.
bekerja dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh daripada yang telah
disebutkan di atas.61
tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan
61
Ahmad Azhar Basyir, op. cit, hlm. 16
33
syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga
Bagi ummat Islam, perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut Hukum
memenuhi segala rukun dan syaratnya sehingga keadaan akad itu diakui oleh
Hukum Syara'.
a. Beragama Islam.
b. Jelas ia laki-laki.
c. Tertentu orangnya.
62
Ibid, hlm. 16.
63
Arso Sosroatmodjo dan A.Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta;
Bulan Bintang, 1975, hlm. 80
34
f. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan mempelai
raj'iy.
g. Tidak dipaksa.
b. Jelas ia perempuan.
c. Tertentu orangnya.
f. Tidak bersuami, atau tidak sedang menjalani iddah .dari lelaki lain.
menikahkannya.
3. Wali. Syarat-syaratnya:
b. Jelas ia laki-laki.
g. Tidak dipaksa.
35
h. Tidak rusak fikirannya sebab terlalu tua atau sebab lainnya.
i. Tidak fasiq.64
a. Beragama Islam.
b. Jelas ia laki-laki.
f. Tidak fasiq.
g. Tidak pelupa.
Ijab akad perkawinan ialah: "Serangkaian kata yang diucapkan oleh wali nikah
atau wakilnya dalam akad nikah, untuk menerimakan nikah calon suami atau
wakilnya".
64
Zahry Hamid, op. cit, hlm. 24-28. Tentang syarat dan rukun perkawinan dapat
dilihat juga dalam Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 1977, hlm. 71.
36
a. Dengan kata-kata tertentu dan tegas, yaitu diambil dari "nikah" atau
c. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya satu bulan, satu tahun dan
sebagainya.
d. Tidak dengan kata-kata sindiran, termasuk sindiran ialah tulisan yang tidak
diucapkan.65
Fatimah telah lulus sarjana muda maka saya menikahkan Fatimah dengan
sehingga tidak terdengar oleh orang lain. Qabul akad perkawinan ialah:
"Serangkaian kata yang diucapkan oleh calon suami atau wakilnya dalam
akad nikah, untuk menerima nikah yang disampaikan oleh wali nikah atau
wakilnya.
65
Zahry Hamid, op. cit, hlm. 24-25. lihat pula Achmad Kuzari, Nikah Sebagai
Perikatan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995, hlm.34-40.
37
c. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya "Saya terima nikah si
d. Tidak dengan kata-kata sindiran, termasuk sindiran ialah tulisan yang tidak
diucapkan.
secara tunai".
38
a. Ijab: "Ya Ali, ankahtuka Fathimata binta Muhammadin muwakili
tunai".
secara tunai".
39
Ali yang telah mewakilkan kepada engkau dengan maskawin seribu
adat/suku bangsa yang bhineka, atau karena perbedaan agama antara kedua
66
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan,
Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 13-14
40
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
dikutip Eoh yaitu suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang
memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.67
bahwa yang dimaksud perkawinan antar agama adalah perkawinan antara dua
yang sering terjadi dalam masyarakat apabila ada dua orang yang berbeda
67
O.S.Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1998, hlm. 35
41
2. Perkawinan antar seorang pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab;
wanita musyrik, berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 221:
ﻦﺮ ﻣ ﻴﺧ ﻨ ﹲﺔﻣ ﺆ ﻣ ﻣ ﹲﺔ ﻭ َﻷ ﻦ ﻣ ﺆ ﻳ ﻰﺣﺘ ﺕ
ﺸ ﹺﺮﻛﹶﺎ
ﻤ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻜﺤ ﻨﻭ ﹶﻻ ﺗ
(221 :) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ... ﻢ ﺘ ﹸﻜﺒﺠ ﻋ ﻮ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ﺔ ﺸ ﹺﺮ ﹶﻛ
ﻣ
Artinya: Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu… (Q.S. al-Baqarah: 221)
musyrikah (wanita musyrik) yang haram dikawini itu? Menurut Ibnu Jarir
untuk dikawini itu ialah musyrikah dari bangsa Arab saja, karena bangsa
Arab pada waktu turunnya Al-Qur'an memang tidak mengenal kitab suci
Muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti
wanita Cina, India dan Jepang, yang diduga dahulu mempunyai kitab suci
atau serupa kitab suci, seperti pemeluk agama Budha, Hindu, Konghucu,
yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, percaya adanya hidup sesudah
68
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Cairo: Dar al-Manar, 1367 H, hlm. 187 – 193.
42
Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah
baik dari bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain Ahlul Kitab, yakni
wanita yang bukan Islam, dan bukan pula Yahudi/Kristen tidak boleh
"musyrikah".
ﻢ ﺣ ﱞﻞ ﱠﻟ ﹸﻜ ﺏ ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻡ ﺍﱠﻟﺬ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ ﺕ ﺎﻴﺒﻢ ﺍﻟ ﱠﻄ ﺣ ﱠﻞ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻡ ﹸﺃ ﻮ ﻴﺍﹾﻟ
ﺕ
ﺎﺼﻨ ﺤ ﻤ ﺍﹾﻟﺕ ﻭ
ﺎﻣﻨ ﺆ ﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺕ ﺎﺼﻨ ﺤ ﻤ ﺍﹾﻟﻢ ﻭ ﻬ ﺣ ﱡﻞ ﱠﻟ ﻢ ﻣ ﹸﻜ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ
ﻦ ﻫ ﺭ ﻮﻦ ﹸﺃﺟ ﻫ ﻮﺘﻤﻴﺗﻢ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﺁ ﻠ ﹸﻜﺒﻦ ﹶﻗﺏ ﻣ ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻦ ﺍﱠﻟﺬ ﻣ
69
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, juz 2, tth, hlm. 178
43
ﻥ ﺎﺮ ﺑﹺﺎ ِﻹﳝ ﻳ ﹾﻜ ﹸﻔ ﻦﻭﻣ ﻥ ﺍﺧﺪ ﻱ ﹶﺃﺨﺬ
ﺘﻣ ﻭ ﹶﻻ ﲔ
ﺤ
ﻓﺎﻣﺴ ﺮ ﻴﲔ ﹶﻏ ﺼﹺﻨﺤ ﻣ
(5 :ﻦ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺳﺮﹺﻳ ﺎﻦ ﺍﹾﻟﺨ ﻣ ﺓ ﺮ ﺧ ﻲ ﺍﻵﻮ ﻓ ﻫ ﻭ ﻪ ﻤﹸﻠ ﻋ ﻂ ﺣﺒﹺ ﹶ ﺪ ﹶﻓ ﹶﻘ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagi kamu yang baik-baik.
Makanan [sembelihan] orang-orang yang diberi al-Kitab
itu halal bagi kamu, dan mahanan kamu halal [pula] bagi
mereka. [Dan dihalalkan bagi kamu menikahi] wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab
sebelum kamu, bila kamu telah membayar mahar mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak [pula] menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah
amalannya dan di hari akhirat dia termasuk orang-orang
yang merugi. (Q.S. al-Maidah: 5)
berdasarkan sunah Nabi, di mana Nabi pernah kawin dengan wanita Ahlul
kawin dengan seorang wanita Yahudi, sedang para Sahabat tidak ada yang
Yahudi, karena pada hakikatnya doktrin dan praktek ibadah Kristen dan
Yahudi itu mengandung unsur syirik yang cukup jelas, misalnya ajaran
trinitas dan mengkultuskan Nabi Isa dan ibunya Maryam (Maria) bagi
70
Rasyid Ridha sependapat dengan Jumhur yang membedakan musyrikin musyrikah
di satu pihak dengan Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi) di pihak lain, sesuai dengan
44
Menurut Yusuf Qardhawi, hukum asal mengawini wanita ahli kitab
yang tidak berpendapat demikian adalah Umar bin al-Khattab.71 Umar bin
laki muslim dan perempuan ahlul kitab. Sebab, menurutnya, Allah SWT
tidak pernah tahu adakah syirik yang lebih besar dari seseorang yang
beriktikad bahwa Nabi Isa AS atau hamba Allah SWT yang lainnya adalah
laki muslim dengan wanita non muslim boleh saja sepanjang wanita itu
berama tauhid. Menurut Qardawi, saat ini sulit untuk mengukur agama
dalam surah al-Ma'idah ayat 5, dan dari ayat ini maka menurut Ahmad Asy-
pengelompokan yang dibuat oleh Al-Qur'an, sekalipun pada hakikatnya Ahlul Kitab, Kristen
dan Yahudi itu sudah melakukan "syirik" menurut pandangan tauhid Islam. Karena itu,
perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi diperbolehkan agama,
berdasarkan Surat Al-Maidah ayat 5, sunah dan ijma'. Lihat Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar,
Cairo: Dar al-Manar, 1367 H, hlm. 186. Mengenai perkawinan Sahabat Nabi Hudzaifah bin
Al-Yaman dengan seorang wanita Yahudi, Ibid., hlm. 180.
71
Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, Terj. As’ad Yasin, “Fatwa-
Fatwa Kontemporer”, jilid 1, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 585
72
bid
73
Syekh Hasan Khalid, al-Zawaj Bighair al-Muslimin, Terj. Zaenal Abidin
Syamsudin, “Menikah Dengan Non Muslim”, Jakarta: Pustaka al-Sofwa, 2004, hlm. 145
45
Syarbashi dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang laki-laki Muslim boleh
menikahi Ahlul kitab, selama wanita Ahlul kitab tersebut layak untuk
terciptanya hubungan dan kerjasama di antara mereka; dan di samping itu agar
mulia yang terdapat dalam ajaran Islam.74 Kedua, pendapat Sayid Sabiq, ahli
fikih di Mesir, yang menjelaskan bahwa laki-laki muslim halal kawin dengan
pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti Kristen dan Yahudi
kepercayaan yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab
sebagainya.77
74
Ahmad Asy-Syarbashi, Yas'alunaka fi ad-Din wa al-Hayah, Terj. Ahmad Subandi,
"Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan", Jakarta: Lentera, 1997, hlm. 244
75
Sayyid Sabiq, op. cit, hlm. 179
76
Ibid
77
Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj.
Masykur AB, et al, "Fiqih Lima Mazhab", Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000, hlm. 336.
46
Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin
ﻦﺮ ﻣ ﻴﺧ ﻦ ﻣ ﺆ ﻣ ﺪ ﺒﻌ ﻭﹶﻟ ﻮﹾﺍﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻰﺣﺘ ﻛﲔ ﺸ ﹺﺮ
ﻤ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻜﺤ ﻨﻭ ﹶﻻ ﺗ ...
Kitab), ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir selain Kristen
dan Yahudi itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang sangat berbeda.
alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab suci, malaikat, dan percaya
78
Depag RI, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, 1986, hlm. 53.
47
Mengenai hikmah dibolehkannya perkawinan antara seorang pria
Muslim dengan wanita Kristen atau Yahudi, ialah karena pada hakikatnya
agama Kristen dan Yahudi itu satu rumpun dengan agama Islam, sebab
Kristen/Yahudi kawin dengan pria Muslim yang baik, yang taat pada
yang kawin dengan pria Muslim yang baik dan taat pada ajaran agamanya,
dapat terbuka hatinya dan dengan kesadaran sendiri si istri masuk agama
Islam.
islamnya masih belum baik, misalnya islamnya masih Islam K.TP atau
istrinya. Dan hal ini sesuai dengan taktik dan strategi Ahlul Kitab untuk
48
memurtadkan umat Islam dan kemudian menariknya ke agama mereka
Islam dengan pria Kristen atau Yahudi, karena dikhawatirkan wanita Islam
(120 :) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ...ﻢ ﻬ ﺘﻣﱠﻠ ﻊ ﺘﹺﺒﺗ ﻰﺣﺘ ﻯﺎﺭﻨﺼﻭ ﹶﻻ ﺍﻟ ﺩ ﻮﻴﻬﻚ ﺍﹾﻟ
ﻨﻰ ﻋﺮﺿ ﺗ ﻭﻟﹶﻦ
Artinya: Orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada
kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.
79
Muhammad Rasyid Ridha, op. cit, hlm. 193.
49
Firman tersebut mengingatkan kepada umat Islam, hendaknya selalu berhati-
hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang kafir termasuk Yahudi
dan Kristen, yang selalu berusaha melenyapkan Islam dan umat Islam dengan
50
BAB III
Kota Gaza, Palestina,80 Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Idris ibn
al-Abbas ibn Utsman ibn Syafi’i ibn al-Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn
Makkah. Beliau lahir pada zaman Dinasti Bani Abbas, tepatnya pada
80
Muhammad Abu Zahrah, Hayatuhu wa Asruhu wa Fikruhu ara-Uhu wa Fiqhuhu,
Terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, “Al-Syafi’i Biografi dan Pemikirannya Dalam
Masalah Akidah, Politik dan Fiqih”, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2005, hlm. 27
81
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2000, hlm.101. Lihat juga Abdul Mun’im Saleh, Madzhab Syafi’i Kajian Konsep
Al-Maslahah, Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001, hlm. 7. Lihat juga Ali Fikri, Kisah-Kisah Para
Imam Madzhab, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003, hlm. 76.
82
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 27.
51
Ia bergaul rapat dalam masyarakat dan merasakan penderitaan-penderitaan
mereka.
dipakai.83
dari pengaruh Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada masa itu.
Badiyah itu, mempelajari syair, sastra dan sejarah. Ia terkenal ahli dalam
bidang syair yang digubah golongan Hudzail itu, amat indah susunan
penduduk kota.
83
Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2000, hlm. 17.
52
Muslim Ibn Khalid Az-Zamzi, menganjurkan supaya Al-Syafi’i bertindak
besar yaitu Malik, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana
dan mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadis. Al-Syafi’i
Malik meninggal tahun 179 H, Al-Syafi’i telah mencapai usia dewasa dan
matang.84
Al-Syafi’i menerima fiqh dan hadis dari banyak guru yang masing-
yang perlu diambil dan dia tinggalkan mana yang perlu ditinggalkan. Al-
84
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, Semarang: PT
Putaka Rizki Putra, 1997, hlm. 480 – 481.
53
Syafi’i menerima ilmunya dari ulama-ulama Makah, ulama-ulama
Mualim Ibn Khalid az-Zamzi, Said Ibn Salim al-Kaddlah, Daud Ibn abd-
Rahman al-Atthar, dan Abdul Hamid Ibn Abdul Azizi Ibn Abi Zuwad.
Annas, Ibrahim Ibn Saad al-Anshari Abdul Aziz Ibn Muhammad ad-
Dahrawardi, Ibrahim Ibn Abi Yahya al-Asami, Muhammad Ibn Said Ibn
Mazim, Hisyam Ibn Yusuf, Umar Ibn abi Salamah, teman Auza’in dan
Abu Usamah, Hammad Ibn Usamah, dua ulama Kuffah Ismail Ibn
‘Ulaiyah dan Abdul Wahab Ibn Abdul Majid, dua ulama Basrah. Juga
85
Ibid, hlm, 486-487
54
menyampaikan hasil-hasil ijtihadnya ia tekuni dengan berpindah-pindah
terkenal ialah Imam Ahmad Bin Hanbal (pendiri madzhab Hanbali), Yusuf
Bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H), Abi Ibrahim Ismail Bin Yahya al-
Muzani (w. 264 H), dan Imam Ar-Rabi Bin Suliaman al-Marawi (174-270
H). tiga muridnya yang disebut terakhir ini, mempunyai peranan penting
orang. Kitab-kitab beliau hingga saat ini masih banyak dibaca orang, dan
3. Karya-karya Al-Syafi’i
antaranya: (1) Al-Umm. Kitab ini disusun langsung oleh Al-Syafi’i secara
sistematis sesuai dengan bab-bab fikih dan menjadi rujukan utama dalam
masalah fikih. Dalam kitab ini juga dimuat pendapat Al-Syafi’i yang
dikenal dengan sebutan al-qaul al-qadim (pendapat lama) dan al-qaul al-
86
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997, hlm.1680.
87
Ibid, hlm. 18.
55
jadid (pendapat baru). Kitab ini dicetak berulang kali dalam delapan jilid
Pada tahun 1321 H kitab ini dicetak oleh Dar asy-Sya'b Mesir, kemudian
(2) Kitab al-Risalah. Ini merupakan kitab ushul fiqh yang pertama
kali dikarang dan karenanya Al-Syafi’i dikenal sebagai peletak ilmu ushul
sembilan puluh tujuh buah kitab dalam fiqih Syafi’i. Namun dalam
Umm.92
menikahi wanita-wanita merdeka ahli kitab bagi setiap orang Islam. Karena
88
Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 131-132
89
Ahmad Asy Syarbasy, Al-Aimmah al-Arba'ah, Terj. Futuhal Arifin, "Biografi
Empat Imam Mazhab", Jakarta: Pustaka Qalami, 2003, hlm. 144.
90
Ali Fikri, Ahsan al-Qashash, Terj. Abd.Aziz MR: "Kisah-Kisah Para Imam
Madzhab", Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003, hlm. 109-110
91
Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2004, hlm. 182-186.
92
Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: Bulan Bintang,
1977 217 - 219
56
tanpa kecuali. Menurut Syafi'i bahwa ia lebih menyukai, jikalau wanita-wanita
itu tidak dikawini oleh orang Islam. Dikabarkan kepada kami oleh Abdul-
Jabir bin Abdullah ditanyakan tentang pernikahan orang Islam dengan wanita
Yahudi dan wanita Nasrani. Maka beliau menjawab: "Kami menikahi wanita-
wanita itu pada zaman pembukaan (penaklukan) kota Kofah bersama Sa'ad
bin Abi Waqqash. Dan kami hampir tiada mendapati wanita-wanita Islam
yang banyak. Maka tatkala kami kembali, kami ceraikan (talaq) mereka".
Jabir bin Abdullah berkata ; "Wanita-wanita kitabi itu tiada mewarisi dari
orang Islam. Dan orang-orang Islam itu tiada mewarisi dari mereka. Wanita
mereka itu bagi kita halal dan wanita kita haram kepada mereka".93
Menurut Syafi'i, ahli kitab (yang berpegang dan beriman kepada kitab)
yang halal mengawini wanita-wanita mereka yang merdeka, ialah: ahli dua
kitab yang termasyhur : Taurat dan Injil. Mereka itu, ialah: orang Yahudi dan
orang Nasrani, tidak majusi. Orang Sabi-in dan Samiri itu dari Yahudi dan
mereka. Kecuali, bahwa yang diketahui, mereka itu berselisih dengan ahli
kitab tersebut pada pokok yang mereka menghalalkan dari kitab dan yang
lalu mereka itu berselisih. Maka tidak diharamkan oleh yang demikian akan
wanita mereka. Dan mereka itu daripadanya, yang halal mengawini wanita
93
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 5, hlm. 7
57
mereka, dengan yang halal mengawini wanita lain, dari orang yang tidak
lazim disebut nama Sabi,in dan Samiri. Tidak halal mengawini wanita-wanita
merdeka dari orang Arab, orang yang beragama dengan agama Yahudi dan
agama Nasrani. Karena asal agama mereka adalah agama yang benar.
mereka itu berpindah kepada agama ahli kitab sesudahnya itu. Tidak bahwa
mereka itu adalah orang-orang yang beragama dengan Taurat dan Injil, lalu
Menurut Al-Syafi'i, saya tidak mengiranya dan yang lain, selain telah
disampaikan itu oleh Ali bin Abi Thalib ra., dengan isnad ini. Dikabarkan
kepada kami oleh Abdul Majid dari Ibnu Juraij, yang mengatakan: "kata Atha'
bahwa tidaklah Nasrani Arab itu ahli kitab. Sesungguhnya ahli kitab itu ialah
keturunan Bani Israil (dari agama Yahudi dan Nasrani) yang berpegang pada
Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada
Injil pada masa Nabi Isa. Adapun orang yang masuk pada mereka itu dari
Dikawini wanita Islam atas wanita kitabi dan wanita kitabi atas wanita
halal dan yang haram dengan wanita kitabi itu, adalah seperti wanita Islam.
Tiada berselisih pada sesuatu pun dan pada yang harus atas suami baginya.
Tidak dikawini wanita kitabi, selain dengan dua orang saksi, yang adil, yang
94
Ibid, hlm. 7.
95
Ibid, hlm. 8.
58
Islam dan dengan wali dari ahli agamanya, seperti wali wanita Islam. Boleh
pada agama mereka yang lain dari itu atau tidak boleh. Tidaklah saya
Kalau wanita kitabi itu kawin dengan perkawinan yang shah dalam
Islam dan itu pada mereka perkawinan yang batal. Maka adalah
perkawinannya itu shah. Tidak ditolak perkawinan wanita Islam dari sesuatu,
boleh perkawinan wanita kitabi dengan seperti yang demikian. Dan tidaklah
wali wanita dzimmi itu muslim. Walau pun dia itu bapak wanita tersebut.
Karena Allah Ta'ala memutuskan ke-wali-an di antara orang Islam dan orang
musyrik.
Rasulullah Saw. kawin dengan Ummu Habibah binti Abi Sufyan. Dan
wali akad nikahnya Ibnu Sa'id bin Al-'Ash (namanya Khalid). Dan dia ini
muslim.
bahwa tak ada ke-wali-an di antara kerabat, apabila berbeda agama. Walau
pun dia itu bapak. Bahwa ke-wali-an itu dengan kerabat dan bersamaan
agama.96
Islam (1). Tidak ada perbedaan di antara keduanya. Bagi isteri kitabi, apa yang
96
Ibid, hlm. 8.
59
bagi isteri Islam. Dan bagi suami atas isteri kitabi, apa yang baginya atas isteri
ber-dhihar atau ber-qadzaf (2), maka harus atas suami pada yang demikian itu
semua, apa yang harus atasnya pada isteri Islam. Kecuali, bahwa tiada
hukuman hadd atas orang yang ber-qadzaf kepada isteri kitabi. Dan dia itu
didera. Apabila suami mentalakkan isteri kitabi, maka boleh baginya ruju'
kepada isteri kitabi itu dalam iddah. Dan iddahnya, ialah iddah isteri Islam.
Kalau ditalakkannya isteri kitabi itu tiga talak, lalu isteri kitabi itu kawin
dengan orang lain sebelum lalu iddah dan dia disetubuhi, maka tidak halal dia
bagi suaminya yang pertama dahulu. Kalau isteri kitabi itu kawin dengan
dzimmi. Lalu suami ini menyetubuhinya. Kemudian isteri itu diceraikan atau
suaminya yang kedua itu meninggal dan telah cukup iddahnya. Niscaya halal
isteri ini bagi suami pertama. Dihalalkan wanita itu bagi suami pertama oleh
setiap suami yang kedua yang telah menyetubuhinya, yang shah nikahnya.
Dan harus atas isteri itu iddah dan membatasi dirt karena kematian suami
(ihdad berkabung). Sebagaimana ada yang demikian itu atas isteri Islam.
Apabila isteri itu meninggal, maka kalau suami itu menghendaki, maka
tidak mengerjakan shalat kepada isterinya itu. Saya berpendapat makruh bagi
isteri memandikan suaminya, kalau suami itu yang meninggal. Kalau isteri itu
60
insya Allah Ta'ala.97 Bagi suami boleh memaksakan isterinya itu mandi dari
haid. Dan tidaklah bagi suami itu menyetubuhi isterinya, apabila sudah suci
(222 :ﺮ ﹶﻥ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻬ ﻳ ﹾﻄ ﻰ ﺣﺘ ﻫﻦ ﻮﺮﺑ ﺗ ﹾﻘ ﻭ ﹶﻻ
Artinya: "Janganlah dekati mereka, sebelum suci!". S. Al-Baqarah,
ayat 222.
Apabila wanita itu sudah bersuci, yakni: dengan air, kecuali bahwa ia berada
Apabila isteri itu dari orang yang halal baginya shalat dengan suci,
maka halallah isteri itu bagi suaminya. Bagi suami itu, menurut saya dan Allah
Ta'ala Yang Maha tahu dapat memaksakan isterinya untuk mandi dari janabat,
membersihkan diri dengan air, tanpa ada janabat, selama tidaklah yang
demikian itu, dan isteri itu sakit - mendatangkan melarat baginya dengan air,
atau dalam kesangatan dingin, yang air itu mendatangkan melarat baginya.
dan yang lain dari itu, daripada yang isteri itu bermaksud keluar kepadanya.
Apabila boleh bagi suami itu melarang isterinya yang Islam untuk pergi ke
masjid dan itu adalah benar, maka bagi suami itu pada isterinya yang Nasrani,
dapat melarang pergi ke gereja. Karena itu adalah perbuatan batil. Bagi suami
97
Ibid, hlm. 8.
61
dapat melarang isterinya meminum khamar. Karena minum itu
suami itu merasa jijik dengan daging babi itu. Melarangnya memakan yang
halal, apabila suami itu merasa terganggu dengan baunya, dari bawang putih
dan bawang merah, apabila tidak ada darurat (kepentingan) bagi isterinya
yang tidak terdapat baunya, maka tidak boleh bagi suami melarangnya. Seperti
demikian juga, tidak boleh bagi suami melarang isterinyamemakai apa yang
dikehendakinya dari kain, selama ia tidak memakai kulit bangkai atau kain
yang berbau busuk, yang menyakiti oleh bau keduanya itu. Maka suami itu
Apabila lelaki Islam mengawini wanita kitabi. Lalu wanita itu murtad
kepada agama majusi atau agama yang bukan agama ahli kitab. Maka kalau
wanita itu kembali kepada Islam atau kepada agama ahli kitab, sebelum
berlalu iddah. Maka kedua suami-isteri itu tetap atas perkawinan. Kalau isteri
itu tidak kembali kepada Islam, sehingga berlalu iddah. Maka sesungguhnya
telah putus ikatan di antara isteri itu dan suaminya. Tiada wajib nafkah bagi
isteri tersebut dalam iddah. Karena ia melarang dirinya bagi suami dengan
kemurtadan. Tidak dibunuh dengan sebab murtad, orang yang berpindah dari
agama kafir kepada agama kafir yang lain. Sesungguhnya yang dibunuh, ialah
orang yang keluar dari agama Islam ke agama syirik. Ada pun orang yang
98
Ibid, hlm. 8.
62
keluar dari agama yang batil ke agama yang batil, maka tidak dibunuh.99 la
dibuang dari negeri Islam, kecuali bahwa ia masuk Islam atau ia kembali
kepada salah satu agama yang diambil dari pemeluknya jizyah, Yahudi atau
Yahudi, Maka tidak haram isteri itu kepada suaminya, karena adalah patut
baginya bahwa ia memulai mengawini wanita itu, kalau adalah wanita tersebut
dari pemeluk agama yang ia keluar kepada agama itu. Kata Ar-Rabi' : "Yang
saya hafal dari perkataan Asy-Syafi'i r.a. bahwa beliau berkata : "Apabila
suami itu orang Nasrani. Lalu ia keluar kepada agama Yahudi, bahwa
dikatakan kepada suami itu : "Tidak boleh bagi engkau, bahwa mendatangkan
agama baru, yang tidaklah engkau pada agama itu sebelum turun Al-Qur'an.
Kalau engkau masuk Islam atau engkau kembali kepada agama engkau, yang
kami ambil dari engkau atas agama itu akan jizyah. Maka kami membiarkan
engkau. Kalau tidak, maka kami mengeluarkan engkau dari negeri Islam. Dan
kami serahkan engkau kepada diri engkau sendiri. Maka manakala kami
kuasai engkau, niscaya kami bunuh engkau". Qaul ini lebih disukai oleh Ar-
Rabi'.
muslim dan dengan orang lelaki merdeka, dengan hal apa pun. Karena yang
saya terangkan dari nash Al-Qur-an dan petunjuknya. Jenis mana pun dari
99
Ibid, hlm. 9.
63
merdeka, maka halal menyetubuhi budak-budak wanita mereka dengan jalan
milik.100 Jenis mana pun yang haram mengawini wanita-wanita mereka yang
Tidak halal menyetubuhi budak wanita .musyrik yang bukan kitabi, dengan
Kalau adalah asal keturunan seorang budak wanita itu dari bukan ahli
kitab. Kemudian, budak wanita tersebut beragama dengan agama ahli kitab.
kitabi bagi orang Islam, dengan hal apa pun. Karena budak wanita itu masuk
pada makna wanita musyrik yang diharamkan. Dan tidak halal itu dinashkan
Sama saja bahwa tidak diperoleh oleh orang yang kawin itu akan perbelanjaan
yang cukup bagi wanita merdeka dan takut kepada perbuatan zina. Dan dua
syarat pada budak wanita Islam itu menunjukkan, bahwa pernikahan mereka
wanita budak musyrik yang menyalahi dengan mereka. Dan Allah Yang Maha
100
Ibid, hlm. 9.
64
tahu. Karena Islam itu syarat ke tiga. Dan budak wanita musyrik itu keluar
perkawinan itu batal, yang dibatalkan atas lelaki itu, sebelum bersetubuh dan
sesudahnya. Kalau dia belum bersetubuh, maka tiada mas kawin bagi budak
wanita itu. Dan kalau sudah bersetubuh, maka bagi isteri tersebut mas kawin
yang sepertinya. Dan dihubungkan anak dengan yang mengawini dan dia itu
Islam. Dan dijualkan atas tanggungan pemiliknya kalau pemilik itu orang
kitabi. Kalau dia itu orang Islam, maka tidak dijual anak itu atas
kitabi, maka dilarang suami itu kembali kepada isterinya itu, sudah
melahirkan. Maka budak wanita itu menjadi gundiknya. Dan tidak halal
lelaki itu meninggal, maka budak wanita tersebut menjadi merdeka dengan
kematiannya. Dan tidak boleh baginya menjual budak wanita tersebut. Tidak
boleh baginya mengawininya dan budak itu tidak menyukai. Dan ia menerima
101
Ibid, hlm. 9.
65
Kalau budak wanita itu mempunyai saudara perempuan, yang
merdeka, yang Islam. Maka halal bagi lelaki itu mengawini saudara
seibu yang merdeka, yang kitabi, yang bapaknya kitabi. Lalu ia membeli
saudara perempuan itu. Niscaya halal baginya menyetubuhi wanita itu dengan
dua wanita yang bersaudara. Karena penyetubuhan bagi wanita pertama itu,
yang dia itu bukan kitabi, adalah tidak boleh baginya. Sesungguhnya
saudara perempuan se bapak, yang beragama dengan agama ahli kitab, niscaya
tidak halal wanita itu baginya dengan jalan milik. Karena keturunannya
wanita musyrik itu kepada keturunan bapak. Tidaklah ini, seperti wanita, yang
Islam salah seorang dari ibu-bapaknya. Dan dia itu masih kecil. Karena Islam
tidak dapat dikongsikan oleh syirik. Dan syirik itu berkongsi dengan syirik.
Dan keturunan itu kepada bapak. Seperti demikian juga agama bagi bapak,
agama ahli kitab. Dan bapaknya watsani atau majusi. Maka tidak halal
102
Ibid, hlm. 9.
66
menyetubuhinya dengan milik perbudakan. Sebagaimana tidak halal
Karena asal agamanya itu bukan agama ahli kitab, kalau ia mengawini
budak wanita kitabi dan budak wanita ini mempunyai saudara perempuan,
yang merdeka, yang kitabi atau Islam.103 Kemudian lelaki itu mengawini
dia dan budak wanita kitabi itu. Niscaya adalah perkawinan wanita merdeka
yang Islam atau yang kitabi itu boleh. Karena itu halal, yang tidak dibatalkan
oleh pernikahan budak wanita yang kitabi, yang dia itu saudara perempuan
pertama itu bukan perkawinan. Dan kalau disetubuhinya, maka adalah seperti
Hukumnya tidak mengharamkan akan sesuatu. Karena wanita itu bukan isteri
itu Islam. Tiba-tiba wanita tersebut itu kafir kitabi. Maka boleh bagi lelaki
kawin. Kalau ia mengawininya dengan syarat bahwa wanita itu kitabi, lalu
tiba-tiba wanita itu Islam. Maka tidak boleh bagi lelaki tersebut membatalkan
perkawinan. Karena wanita Islam itu lebih baik dari wanita kitabi. Kalau ia
mengawini seorang wanita dan ia tidak mengabarkan bahwa wanita itu Islam
103
Ibid, hlm. 9.
67
atau kitabi. Lalu tiba-tiba wanita itu kitabi. Dan ia berkata : "Sesungguhnya
saya mengawininya, dengan syarat wanita itu Islam. Maka yang didengar ialah
perkataan lelaki itu. Baginya boleh melakukan pilihan. Dan atasnya sumpah
ﻣﻦ ﺩﺍﻥ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺎﺑﺌﲔ ﻭﺍﻟﺴﺎﻣﺮﺓ ﺃﻛﻠﺖ ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ ﻭﺣﻞ
106
ﻧﺴﺎﺅﻩ
Artinya: siapa yang beragama dengan agama Yahudi dan Nasrani dari
orang Sabiin dan Samiri, maka boleh dimakan
sembelihannya dan halal dikawini wanitanya.
sebagai pedoman dalam ber istimbath. Di atas landasan ushul fiqh yang
104
Ibid, hlm. 9.
105
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 4, hlm. 287
106
Ibid, hlm. 289
68
dirumuskannya sendiri itulah ia membangun fatwa-fatwa fiqihnya yang
1. Ilmu yang diambil dari kitab (al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah SAW
2. Ilmu yang didapati dari ijma dalam hal-hal yang tidak ditegaskan dalam
menyalahinya.
beberapa tingkatan tadi selama hukumnya terdapat dalam dua sumber tersebut.
Ilmu secara berurutan diambil dari tingkatan yang lebih di atas dari tingkatan-
tingkatan tersebut.
lainnya, bagi Al-Syafi’i Al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama dalam
kesahihannya.
107
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i, al-Umm. Juz 7, Dar al-
Kutub, Ijtimaiyah, Beirut, Libanon, tt, hlm. 246
69
Dalam urutan sumber hukum di atas, Al-Syafi’i meletakkan sunnah
dua dasar pokok yaitu: al-kitab dan as-sunnah. Akan tetapi dalam sebagian
as- sunnah kedua-duanya dari Allah dan kedua-duanya merupakan dua sumber
108
Masdar berarti sumber, sedang istidlal artinya mengambil dailil, menjadikan dalil,
berdalil. Lihat TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, PT Putaka
Rizki Putra, Semarang, 1997, hlm. 588, dan 585.
109
Ibid, hlm. 239.
110
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i, al-Risalah, Mesir: al-
Ilmiyah, 1312H. hlm. 32.
70
mengeluarkan hukum furu’, tidak berarti bahwa as-Sunnah bukan merupakan
adalah kitab yang diturunkan dalam bahasa Arab yang murni, yang tidak
hukum itu sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah karena Al-Qur'an
Oleh karena ijma itu baru mengikat bilamana disepakati seluruh para mujtahid
kecil dari ulama mujtahid yang ada pada saat itu. Alasan Al-Syafi’i menolak
dari seluruh umat Islam yang tidak hanya terbatas pada satu negara apalagi
111
Menurut Abd Wahab Khalaf, ijma’ menurut istilah para ahli ushul fiqh adalah
kesepakatan seluruh para mujtahid di kalangan umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah
SAW wafat atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian. Lihat Abd Wahab Khalaf, ‘Ilm Ushul
al-Fiqh, Maktabah al-Wal-Matbaah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar, Jakarta: 1410 H/1990M.
hlm.45.
71
apalagi yang tidak diketahui adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka.
Al-Syafi’i berkata:112
Artinya: Pendapat para sahabat lebih baik dari pendapat diri kita
sendiri
qiyas.
menentukan mana ar-rayu yang sahih dan mana yang tidak sahih. Ia
dengan qiyas. Juga diterangkan syarat-syarat yang harus sempurna pada qiyas.
istimbath yang lain yang dipandang, kecuali qiyas. Dengan demikian Al-
112
TM. Hasbi Ash shiddieqy, op. cit, hlm. 271.
72
Syafi’i merupakan orang pertama dalam menerangkan hakikat qiyas. Al-
kitab Jima’ul Ilmi, al-Risalah dan dalam al-Umm. Kesimpulan yang dapat
ditarik dari uraian-uraian Al-Syafi’i, ialah setiap ijtihad yang tidak bersumber
al-kitab, as-Sunnah, atsar atau ijma’ atau qiyas dipandang istihsan, dan ijtihad
dengan jalan istihsan, adalah ijtihad yang batal.114 Jadi alasan Al-Syafi’i
kebenarannya.115
mursalah, yaitu yang mutlaq, menurut istilah para ahli ilmu ushul fiqh ialah:
merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
113
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i, al-Risalah, op.cit, hlm.
477-497.
114
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i, al-Risalah, op.cit, hlm.
146.
115
Ijtihad dari segi bahasa ialah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.
Perkataan “ijtihad” tidak digunakan kecuali untuk perbuatan yang harus dilakukan dengan
susah payah. Menurut istilah ijtihad ialah menggunakan seluruh kesanggupan untuk
menetapkan hukum-hukum syari’at. Lihat A. Hanafie, ushul Fiqh, Cet. 14, Jakarta: Wijaya,
2001, hlm.151. lihat juga Abd Wahab kalaf, op.cit, hlm. 216
73
pengakuannya atau pembatalannya.116
ﺣ ﱞﻞ ﺏ
ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻡ ﺍﻟﱠﺬ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ ﺕ
ﺎﺒﻢ ﺍﻟﻄﱠﻴ ﺣﻞﱠ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻡ ﹸﺃ ﻮ ﻴﺍﹾﻟ
ﺕ
ﺎﻣﻨ ﺆ ﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺕ
ﺎﺼﻨ
ﺤ
ﻤ ﺍﹾﻟﻢ ﻭ ﻬ ﺣ ﱡﻞ ﻟﱠ ﻢ ﻣ ﹸﻜ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ ﻢ ﻟﱠ ﹸﻜ
ﻢ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﻠ ﹸﻜ ﺒ ﻦ ﹶﻗﺏ ﻣ
ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻦ ﺍﻟﱠﺬ ﻣ ﺕ
ﺎﺼﻨ
ﺤ
ﻤ ﺍﹾﻟﻭ
ﻱﺨﺬ
ﻣﺘ ﻭ ﹶﻻ ﲔ
ﺤ ﻓ ﺎﻣﺴ ﺮ ﻴ ﲔ ﹶﻏ
ﺼﹺﻨ
ﺤ
ﻣ ﻫﻦ ﻮﺭ ﹸﺃﺟﻫﻦ ﻮﺘﻤﻴ ﺗﺁ
ﺓ ﺮ ﺧ ﻲ ﺍﻵﻮ ﻓ ﻫ ﻭ ﻪ ﻤ ﹸﻠ ﻋ ﻂ
ﺣﹺﺒ ﹶ ﺪ ﻥ ﹶﻓ ﹶﻘ ﺎﺮ ﺑﹺﺎ ِﻹﳝ ﻳﻜﹾ ﹸﻔ ﻦﻭﻣ ﻥ ﺍﺧﺪ ﹶﺃ
(5 :ﻦ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺳﺮﹺﻳ ﺎﻦ ﺍﹾﻟﺨ ﻣ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagi kamu yang baik-baik.
Makanan [sembelihan] orang-orang yang diberi al-Kitab
itu halal bagi kamu, dan mahanan kamu halal [pula] bagi
mereka. [Dan dihalalkan bagi kamu menikahi] wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab
sebelum kamu, bila kamu telah membayar mahar mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak [pula] menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah
amalannya dan di hari akhirat dia termasuk orang-orang
yang merugi. (Q.S. al-Maidah: 5)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa para ahli tafsir dan para
ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat wal muhsanâtî minal lazîna
ûtul kitâb min qablikum menurut Ibnu Jarir yang dimaksud dengan muhsanat
adalah wanita baik-baik dari ahli kitab baik merdeka atau budak. Imam Syafi'i
116
Abd Wahab Khalaf, ‘Ilm ushul al-Fiqh, Jakarta: Maktabah al-Dak’wah al-
Islamiyah Syabab al-Azhar, 1410 H/1990M. hlm. 84. Cf. Sobhi Mahmassani, op.cit, hlm.184.
74
yang dimaksud ahli kitab di sini adalah wanita baik-baik dari Bani Israil. Dan
menurut yang lain muhsanat adalah wanita ahli kitab yang baik-baik tadi yang
ﺧ ﹺﺮ ﻮ ﹺﻡ ﺍﻵ ﻴﻭ ﹶﻻ ﺑﹺﺎﹾﻟ ﻪ ﻮ ﹶﻥ ﺑﹺﺎﻟﻠﹼﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻦ ﹶﻻ ﻳﺗﻠﹸﻮﹾﺍ ﺍﻟﱠﺬﻗﹶﺎ
Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak pula pada hari kemudian.118
117
Ismâ'îl ibn Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm., Beirut: Dâr
al-Ma’rifah, 1978, Juz 6, hlm. 252.
118
Depag RI, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, 1986, hlm. 282.
75
BAB IV
3. Calon istri beragama Islam dan calon suami tidak beragama Islam, baik
4. Calon suami beragama Islam dan calon istri tidak beragama Islam, baik
ﻦﺮ ﻣ ﻴﺧ ﻨ ﹲﺔﻣ ﺆ ﻣ ﻣ ﹲﺔ ﻭ َﻷ ﻦ ﻣ ﺆ ﻳ ﻰﺣﺘ ﺕ
ﺸ ﹺﺮﻛﹶﺎ
ﻤ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻜﺤ ﻨﻭ ﹶﻻ ﺗ
(221 :) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ... ﻢ ﺘ ﹸﻜﺒﺠ ﻋ ﻮ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ﺔ ﺸ ﹺﺮ ﹶﻛ
ﻣ
Artinya: Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu… (Q.S. al-Baqarah:
221).
ketengahkan oleh Ibnu Munzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi dari Muqatil,
katanya: ayat ini diturunkan mengenai Ibnu Abu Marsad al-Ganawi yang
meminta izin kepad Nabi Muhammad SAW untuk mengawini seorang wanita
musyrik yang cantik dan mempunyai kedudukan tinggi. Maka turunlah ayat
76
119
ini. Demikian pula dalam Tafsir Ibnu Kasir dijelaskan tentang tafsir surat
al-Baqarah ayat 221 sebagai berikut: melalui ayat ini Allah mengharamkan
wasaniyah. Akan tetapi dikecualikan dari hal tersebut wanita ahli kitab oleh
Islam dan laki-laki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun
(2) ayat 221. Namun ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang
119
Imam Jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, Kairo:
Dar al-Fikr, t.th, juz 1, hlm. 6
120
Al-Imam al-Hafizh Imaduddin Abul Fida Ismail ibn Kasir, Tafsir al-Qur’an al-
‘Azhim, Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, juz 2, Cairo, tth, hlm. 417
77
pertama, penjelasan yang terdapat dalam Al-Qur'an dalam surah al-
Ma'idah ayat 5 dan kedua, pendapat Sayid Sabiq, ahli fikih di Mesir, yang
hukumnya makruh.
laki beragama Islam mengawini wanita ahlul kitab, namun mereka berbeda
bangsa lain sekalipun penganut agama Yahudi dan atau Nasrani. Di antara
(3). Karena Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS hanya diutus untuk orang-orang
(4). Lafal min qablikum (umat sebelum kamu) dalam surah al-Ma'idah (5) ayat
intinya menyatakan:
78
ﻣﻦ ﺩﺍﻥ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺎﺑﺌﲔ ﻭﺍﻟﺴﺎﻣﺮﺓ ﺃﻛﻠﺖ ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ ﻭﺣﻞ
121
ﻧﺴﺎﺅﻩ
Artinya: siapa yang beragama dengan agama Yahudi dan Nasrani dari
orang Sabiin dan Samiri, maka boleh dimakan
sembelihannya dan halal dikawini wanitanya.122
halal dinikahi oleh orang muslim ialah perempuan yang menganut agama
moyang mereka) yang menganut agama tersebut semenjak masa sebelum Nabi
dianggap ahlul kitab, karena terdapat perkataan min qablikum (dari sebelum
menjadi qayid bagi ahlul kitab yang dimaksud. Jalan pikiran al-Syafi’i ini
121
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 4, hlm. 287 dan 289
122
Sabi'in adalah nama golongan yang mengikuti nabi-nabi zaman dahulu. Sedangkan
Samiri adalah nama suatu suku dari bangsa Israil.
123
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 4, hlm. 287
79
mengakui ahlul kitab itu bukan karena agamanya, tetapi karena menghormati
keturunannya.
perempuan mereka.
penulis setuju karena surah al-Maidah ayat 5 merupakan petunjuk yang qath’i
(tegas) tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab. Dengan kata lain,
menikahi wanita ahlul kitab boleh karena ayat ke-5 dari al-Maidah itu secara
oleh ayat 5 dari al-Maidah itu. Ini pendapat orang yang menganggap ahli kitab
berbunyi:
ﻦﻪ ﻣ ﻧﻢ ﹺﺇ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻭ ﻲﺭﺑ ﻪ ﻭﹾﺍ ﺍﻟﹼﻠﺒﺪﻋ ﻴ ﹶﻞ ﺍﺍﺋﺳﺮ ﺑﻨﹺﻲ ﹺﺇ ﺎﺢ ﻳ ﻤﺴِﻴ ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﹾﻟ ...
(72 :) ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ...ﺭ ﺎﻩ ﺍﻟﻨ ﻭﺍ ﻣ ﹾﺄ ﻭ ﻨ ﹶﺔﺠ ﻪ ﺍﹾﻟ ﻋﻠﹶﻴ ﻪ ﻡ ﺍﻟﹼﻠ ﺮ ﺣ ﺪ ﻪ ﹶﻓ ﹶﻘ ﻙ ﺑﹺﺎﻟﻠﹼ ﺸ ﹺﺮ
ﻳ
80
Artinya: ... Isa al-Masih berkata: "Hai Bani Israil sembahlah Allah
[yaitu] Tuhanku dan Tuhanmu; Sesungguhnya siapa saja
menyekutukan Allah, maka Allah telah mengharamkannya
masuk surga; dan tempatnya adalah neraka...) (Q.S. al-
Maidah: 72)
Tapi bagi orang yang menganggap bahwa ahli kitab tidak termasuk
musyrik agaknya mereka akan berkata, bahwa syirik dalam al-Maidah 72 ini
ulama, ahli kitab ialah kaum Yahudi dan Nasrani, sementara musyrik ialah
para penyembah berhala. Pemilahan pengertian ini berawal dari redaksi ayat
ahli kitab, yang dihubungkan dengan huruf 'athf (waw), yang menurut kaidah
ﻰﺣﺘ ﲔ
ﻨ ﹶﻔ ﱢﻜﲔ ﻣ
ﻛ ﺸ ﹺﺮ
ﻤ ﺍﹾﻟﺏ ﻭ
ﺎ ﹺﻜﺘ ﻫ ﹺﻞ ﺍﹾﻟ ﻦ ﹶﺃ ﻣ ﻭﺍﻦ ﹶﻛ ﹶﻔﺮ ﻳﻳ ﹸﻜ ﹺﻦ ﺍﱠﻟﺬ ﻢ ﹶﻟ
(1 :ﺔ )ﺍﻟﺒﻴﻨﺔﻴﻨﺒﻢ ﺍﹾﻟ ﻬ ﻴﺗﺗ ﹾﺄ
Artinya: Dan orang-orang kafir di antara ahli kitab (Yahudi, Nasrani)
dan orang-orang yang musyrik tidak mau meninggalkan
agama mereka sehingga datang keterangan kepada mereka
(Q.S. al-Bayyinah: 1).
81
ﺮﻛﹸﻮﹾﺍ ﺷ ﻦ ﹶﺃ ﻳﺍﱠﻟﺬﺩ ﻭ ﻮﻴﻬﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﻭ ﹰﺓ ﱢﻟﱠﻠﺬ ﺍﻋﺪ ﺱ
ﺎ ﹺﺪ ﺍﻟﻨ ﺷ ﺪ ﱠﻥ ﹶﺃ ﺠ
ﺘ ﹺﹶﻟ
ﺎﻮﹾﺍ ﹺﺇﻧ ﻦ ﻗﹶﺎﹸﻟ ﻳﻮﹾﺍ ﺍﱠﻟﺬﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﺩ ﹰﺓ ﱢﻟﱠﻠﺬ ﻮ ﻣ ﻢ ﻬ ﺑﺮ ﺪ ﱠﻥ ﹶﺃ ﹾﻗ ﺠ ﺘ ﹺﻭﹶﻟ
(82 :)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ...ﻯﺎﺭﻧﺼ
Artinya: Sesungguhnya kamu [Muhammad] niscaya menemukan
orang-orang yang sangat keras memusuhi orang-orang
beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik
(mempersekutukan Allah). Dan kamu menemukan pula
orang-orang yang kasih kepada orang-orang yang beriman,
yaitu orang-orang yang berkata, "Kami adalah orang-orang
Nasrani ...") (Q.S. al-Maidah: 82)
ﺱ ﻮﻤﺠ ﺍﹾﻟﻯ ﻭﺎﺭﻨﺼﺍﻟﲔ ﻭ ﺌﺎﹺﺑﺍﻟﺼﻭﺍ ﻭﺎﺩﻦ ﻫ ﻳﺍﱠﻟﺬﻮﺍ ﻭﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﱠﻟﺬ
ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛ ﱢﻞ ﻪ ﺔ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﻣ ﺎﻘﻴ ﻡ ﺍﹾﻟ ﻮ ﻳ ﻢ ﻬ ﻨﺑﻴ ﺼ ﹸﻞ
ﻳ ﹾﻔ ﻪ ﺮﻛﹸﻮﺍ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﺷ ﻦ ﹶﺃ ﻳﺍﱠﻟﺬﻭ
(17 :ﺪ )ﺍﳊﺞ ﺷﻬﹺﻴ ﻲ ٍﺀ ﺷ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang Yahudi,
orang-orang Shabi'in (penyembah bintang), orang-orang
Nasrani dan Majusi, begitu pun orang-orang yang
mempersekutukan Allah sungguh Allah bakal memberikan
keputusan yang tegas di antara mereka pada hari kiamat.
Adalah Allah saksi pada tiap-tiap sesuatu (Q.S. al-Hajj: 17).
berbagai golongan dan aliran agama yang dianut umat manusia. Pada urutan
pertama disebutkan kaum Yahudi, musyrik, Nasrani; dan pada urutan ketiga
lebih banyak lagi disebutkan, mulai dari kaum Yahudi terus Shabi'in, Nasrani,
Majusi, dan terakhir kaum musyrik. Akhir ayat ketiga Tuhan tutup dengan
mereka kelak pada hari kiamat. Seandainya mereka berada pada posisi yang
82
Jadi berdasarkan pola susunan redaksi ayat dan ditambah pula dengan
pernyataan Tuhan yang tercantum pada akhir ayat ketiga itu, maka dapat
di sisi Allah, tentu pernyataan tersebut tak akan diberikan, sebagaimana tak
perlu menyebutnya satu persatu melainkan cukup dengan sebutan kafir atau
musyrik saja. Dengan demikian maka kaum Shabiin dan Majusi, misalnya,
(;آُا
َ@
ْ َأ/
َ ِB
. ) وَاyang disebut Allah bersama dengan dua kelompok itu pada
apakah mereka mempunyai nabi dan kitab suci? Memang tidak ada
keterangan yang tegas tentang itu. Tapi Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,
Namun karena masanya telah terlalu lama dan jarak mereka dari nabi tersebut
sangat jauh, maka kitab aslinya tidak dapat diketahui lagi.124 Pendapat ini
(24 :ﺮ)ﻓﺎﻃﺮ ﻳﻧﺬ ﺎﻴﻬﺔ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺧﻠﹶﺎ ﻓ ﻣ ﻦ ﹸﺃ ﻣ ﻭﺇﹺﻥ ...
Artinya: "... Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada pada
mereka seorang pemberi peringatan. " (Fathir: 24)
83
Artinya: "... Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi
peringatan dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi
petunjuk." (al-Ra'd: 7)
:) ﻏﺎﻓﺮ...ﻚ
ﻴﻋﹶﻠ ﺎﺼﻨ
ﺼ
ﻦ ﹶﻗﻢ ﻣﻨﻬﻣ ﻚ
ﻠﺒﻦ ﹶﻗﻼ ﻣ
ﺳ ﹰ ﺭ ﺎﺳ ﹾﻠﻨ ﺭ ﺪ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ﹶﻘ
(78
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul
sebelum kamu, di antara mereka, ada yang telah Kami
ceritakan kepadamu dan ada pula yang tidak pernah Kami
ceritakan kepadamu ..." (Ghafir: 78)
menjadi sangat sempit; tidak seperti pemahaman Ibn 'Umar, bahwa selain
dengan kajian skripsi ini (perkawinan antar agama), maka timbul pertanyaan:
apakah seorang muslim boleh menikahi wanita non muslim selain ahli kitab
membuktikan bahwa para ulama tidak mempunyai kata sepakat (ijma') atas
pengertian lafal (/
َ +ِ< ِ;آ
ِ ُ
ْ ) اdan ب
َ
َ6ِ
ْ أُو&ُا ا/
َ ِB
.َا. Apakah mencakup semua
mereka yang ingkar kepada Nabi Muhammad atau tidak? Ataukah ayat itu
84
Tidak dijumpai penjelasan yang tegas dalam hal ini. Kondisi inilah yang
tidak dapat disalahkan bila ada di antara ulama yang mengatakan bahwa lafal
itu ditujukan kepada kaum musyrik dari bangsa Arab yang menyembah
yang juga tak mempunyai nabi dan kitab suci atau yang semisalnya,
sebagaimana dapat dikiaskan kepada kaum Yahudi dan Nasrani, para pemeluk
agama-agama lain yang tidak diketahui lagi asal-usul kitab suci mereka seperti
dimaksud dengan musyrik di dalam ayat itu ialah bangsa Arab (penyembah
/
. 1ِ ْ3ُ tidak tegas melarang menikahi wanita-wanita musyrik selain bangsa Arab
seperti Cina (penganut Kong Hu Cu, Budha, dan lain-lain).126 Asbab (latar
belakang) turun ayat 221 dari al-Baqarah memang berkenaan dengan wanita
musyrik bukan ahli kitab, yang hendak kawin dengan seorang pria muslim,
Jika "khusus sebab" itu saja yang dijadikan dasar dalam menetapkan
suatu hukum, maka memang masuk akal bahwa yang diharamkan Tuhan
125
Ibid., hlm. 190
126
Ibid.,
85
ketika Al-Qur'an diturunkan. Itu berarti, sekarang tidak haram lagi menikahi
(serba boleh) yang diterapkan di Barat akan melanda kehidupan Timur (Islam)
ushul fikih dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengannya, Dalam kajian di sini,
misalnya, kaidah: DّEF ص اH=I> J)K م ا#I ;ةE# ا
Artinya: Yang menjadi ukuran ialah umum lafal, bukan khusus sebab.
Kalau kaidah ini diterapkan terhadap ayat 221 maka konotasi kata
aliran itu dianggap musyrik sehingga terlarang bagi pria muslim, mengikat
menganggap mereka masuk golongan ahli kitab. Namun generasi salaf dan
pada umumnya ulama menyatakan mereka bukan ahli kitab karena tak ada
86
ketegasan dari Al-Qur'an tentang hal itu; sementara kaum Yahudi dan Nasrani
dengan tegas dinyatakan Allah sebagai ahli kitab seperti dijumpai di dalam
Husen menyatakan bahwa pemeluk agama non Islam seperti Hindu, Budha,
mengutip isi surat Rasul Allah kepada orang-orang Majusi. Antara lain
dalam surat ini mereka tidak disebut 'ahli kitab'; padahal suratnya kepada
dinikahi itu ialah keturunan dari nenek moyang mereka yang memeluk agama
memeluknya setelah itu tidak halal lagi karena bukan ahli kitab sebagaimana
Apabila pendapat ini diikuti, maka mereka yang masuk agama Kristen
atau Yahudi setelah Nabi Muhammad saw diutus tidak halal mengawininya.
Ibrahim Husen dengan tegas menganut pendapat ini karena konotasi kata
ت
ُ
َH
َ =
ْ ُ
ْ اdi dalam ayat ke-5 dari al-Maidah itu, menurutnya dibatasi ruang
87
lingkupnya oleh lafal ُْ KِEْ Nَ /ِ1 yang terletak sesudahnya. Jadi yang dimaksud
dengan wanita kitabiyah, tegasnya, ialah yang beragama dengan agama nenek
dengan wanita non Islam, tidak sebaliknya. Ada pendapat yang melarangnya
sama sekali seperti yang dianut oleh Ibn 'Umar; ada yang membolehkannya
dengan syarat: sang suami tidak dikhawatirkan akan terpengaruh oleh istrinya
yang bukan Islam itu kelak; ini difatwakan oleh Mahmud Syaltut dalam kitab
al-Fatawa. Selain itu ada pendapat keempat yang dimajukan oleh ulama
merupakan anak cucu dari pemeluk agama ahli kitab sebelum Nabi
bermula dari berbedanya prinsip yang mereka anut dalam menetapkan batasan
'musyrik' dan 'ahli kitab'. Perkawinan yang dilarang Allah ialah dengan orang
kitab dibolehkan-Nya. Jadi para pemeluk agama non Islam yang dianggap
tidak masuk kategori ahli kitab maka haram nikah dengan wanita-wanita
88
Jika mayoritas ulama membolehkan pria muslim menikahi wanita ahli
kitab, maka dalam kasus wanita muslim dinikahi oleh pria non Islam, mereka
mereka, Allah hanya menegaskan: "makananmu halal bagi mereka, dan tidak
kata al-Shabuni, dapat dijadikan indikator bahwa hukum kedua kasus ini tidak
sama; artinya, dalam masalah makanan, mereka boleh saling memberi dan
menikahkan wanita-wanita Islam dengan pria non Islam, niscaya Allah tidak
akan mendiamkannya begitu saja sebab persoalan 'kawin' jauh lebih urgen
makanan yang tidak begitu besar sengaja Tuhan sebutkan secara tegas, tentu
ternyata Allah tidak memberikan penegasan. Oleh karena itu dalam kasus
ن+Eْ
ن ه ا+E
ا/Q ّتF
ا
Artinya: Diam dari memberi keterangan adalah suatu keterangan.
Dengan demikian, maka jika diterima bahwa ayat 221 dari al-Baqarah
itu dinasikhkan oleh ayat 5 dari al-Maidah, maka yang dinasikhkan itu ialah
kata "musyrikah'" tidak "musyrik" karena yang disebut terakhir itu tidak
89
tercantum di dalam al-Maidah: 5 sebagaimana dinukilkan di atas. Berdasarkan
tidak dikawinkan dengan pria bukan Islam sesuai dengan penegasan ayat dari
wanita Islam dengan laki-laki non muslim adalah: haram, berdasarkan Sunnah
(hadis) Nabi dan Ijma' umat. Rahasia pelarangan ini, tulisnya lagi, ialah
karena istri tak punya wewenang seperti yang dimiliki oleh suami. Oleh
karena itu tak ada artinya ia dikawinkan dengan non muslim, bahkan
sebaliknya, keyakinan istri dapat rusak oleh wibawa suaminya, dan tidak
mustahil pula seorang suami yang sangat fanatik akan selalu berusaha agar
itu memang cukup beralasan, terutama bila dikaitkan dengan firman Allah
berikut:
ﺔ ﻨﺠ
ﻮ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻋ ﺪ ﻳ ﻪ ﺍﻟﹼﻠﺎ ﹺﺭ ﻭﻮ ﹶﻥ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨﺪﻋ ﻳ ﻚ
ﺌﻭﻟﹶـ ﹸﺃ...
(221 :) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ....ﺓ ﺮ ﻔ ﻐ ﻤ ﺍﹾﻟﻭ
Artinya: Mereka itu (orang kafir) mengajak ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan keampunan.
127
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi,
1394 H/1974 M, juz 2, hlm. 153
90
berganti dengan gejolak api pertengkaran dan permusuhan, dan pada
itu, anak-anak yang lahir dari perkawinan itu, akan digerogoti terus-menerus
inilah yang menjadi lahan yang subur bagi paham syirik, anti Tuhan, dan
sebagainya.
Kembali pada persoalan ahli kitab, Imam Abu Hanifah dan mayoritas ulama
fikih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah siapa saja
yang mempercayai seorang nabi atau kitab yang pernah diturunkan Allah
SWT. Berdasarkan kriteria ini berarti apabila ada orang yang percaya kepada
Nabi Ibrahim AS dengan suhufnya, atau kepada Nabi Daud AS dengan Kitab
Zabur-nya, maka orang tersebut adalah tergolong ahlul kitab dan wanitanya
boleh dikawini. Sebagian kecil ulama salaf berpendapat bahwa setiap umat
yang memiliki kitab yang dapat diduga sebagai suci (samawi), seperti orang
ahlul kitab. Bahkan menurut Abu al-A'la al-Maududi, cakupan ahlul kitab
semua penganut agama Yahudi dan Nasrani, kapanpun, di mana pun, dan
91
keturunan siapa pun mereka. Pendapatnya ini didasarkan kepada firman Allah
Majlis Ulama Indonesia (MU1) pada tahun 1980 mengeluarkan fatwa bahwa
seorang wanita beragama Islam tidak boleh (haram) dinikahkan dengan pria
yang bukan beragama Islam; dan tidak diizinkan laki-laki beragama Islam
antara lain firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah (2) ayat 221; surah al-
Ma'idah (5) ayat 5; surah at-Tahrim (66) ayat 6. Adapun pertimbangan fatwa
maupun perempuan.
92
Untuk menjelaskan silsilah Bani Israil dalam konteksnya dengan
Ahli kitab adalah orang-orang yang berasal dari pemeluk agama Musa
dan Isa As., serta pembawa kitab samawi baik Taurat atau Injil. Pertama
Musa di utus kepada kaum Yahudi datanglah Nabi Isa membawa Injil kepada
panggilan itu, tidak mendengar ajakan dan nasehat serta peringatan beliau,
setiap orang yang teguh di atas jalan Allah. Mereka menebarkan ancaman dan
tidak segan-segan membuat kedustaan dan tuduhan palsu kepada Nabi Isa
mu'jizat dan sangat rapi serta rahasia agar mereka kesulitan menemukan
keberadaan beliau hingga selamat dari niat buruk mereka. Namun kerahasiaan
dan kesamaran itu justru membuka peluang bagi orang-orang Yahudi untuk
membuat cerita palsu dan berita bohong serta mengaburkan kebenaran dalam
93
Misteri itu tetap dibuat komoditi utama bagi para pendusta dan
dan akalnya serta dangkal ilmu pengetahuan dan hujjahnya hingga Allah
ﺳﹶﺄﻟﹸﻮﹾﺍ ﺪ ﺎ ِﺀ ﹶﻓ ﹶﻘﺴﻤ ﻦ ﺍﻟ ﻣ ﺎﺑﹰﺎﻛﺘ ﻢ ﻴ ﹺﻬﹶﻠﺰ ﹶﻝ ﻋ ﻨﺗ ﺏ ﺃﹶﻥ ﺎ ﹺﻜﺘ ﻫ ﹸﻞ ﺍﹾﻟ ﻚ ﹶﺃ ﺴﹶﺄﹸﻟ ﻳ
ﻋ ﹶﻘ ﹸﺔ ﺎﻢ ﺍﻟﺼ ﻬ ﺗﺧ ﹶﺬ ﺮ ﹰﺓ ﹶﻓﹶﺄ ﻬ ﺟ ﻪ ﺎ ﺍﻟﹼﻠﻚ ﹶﻓﻘﹶﺎﻟﹸﻮﹾﺍ ﹶﺃ ﹺﺭﻧ ﻟﻦ ﹶﺫﺮ ﻣ ﺒﻰ ﹶﺃ ﹾﻛﻮﺳﻣ
ﻦﺎ ﻋﻮﻧ ﻌ ﹶﻔ ﺕ ﹶﻓ ﻨﺎﻴﺒﻢ ﺍﹾﻟ ﻬ ﺗﺎﺀﺎ ﺟﺪ ﻣ ﻌ ﺑ ﻦﺠ ﹶﻞ ﻣ ﻌ ﺨﺬﹸﻭﹾﺍ ﺍﹾﻟ ﺗﻢ ﺍ ﻢ ﹸﺛ ﻤ ﹺﻬ ﹺﺑ ﹸﻈ ﹾﻠ
ﺭ ﻢ ﺍﻟﻄﱡﻮ ﻬ ﻮﹶﻗ ﺎ ﹶﻓﻌﻨ ﺭﹶﻓ ﻭ {153} ﻣﺒﹺﻴﻨﹰﺎ ﺳ ﹾﻠﻄﹶﺎﻧﹰﺎ ﻰﻮﺳﺎ ﻣﻴﻨﺗﺁﻚ ﻭ ﻟﹶﺫ
ﻲﻭﹾﺍ ﻓﻌﺪ ﺗ ﻢ ﹶﻻ ﻬ ﺎ ﹶﻟﻭﹸﻗ ﹾﻠﻨ ﺪﹰﺍﺳﺠ ﺏ ﺎﺧﻠﹸﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﺒ ﺩ ﻢ ﺍ ﻬ ﺎ ﹶﻟﻭﹸﻗ ﹾﻠﻨ ﻢ ﻗ ﹺﻬﻴﺜﹶﺎﹺﺑﻤ
ﻢ ﻬ ﻴﺜﹶﺎﹶﻗﻀﻬﹺﻢ ﻣ ﻧ ﹾﻘ ﺎ{ ﹶﻓﹺﺒﻤ154} ﻴﻈﹰﺎﻴﺜﹶﺎﻗﹰﺎ ﹶﻏﻠﻢ ﻣﻨﻬﻣ ﺎﺧ ﹾﺬﻧ ﻭﹶﺃ ﺖ ﺒﺴ ﺍﻟ
ﻒ ﺎ ﹸﻏ ﹾﻠﺑﻨﻢ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﻟ ﹺﻬﻮ ﻭﹶﻗ ﻖ ﺣ ﻴ ﹺﺮﻐ ﺎ َﺀ ﹺﺑﻧﹺﺒﻴﻢ ﺍ َﻷ ﻠ ﹺﻬﺘﻭﹶﻗ ﻪ ﺕ ﺍﻟﹼﻠ
ﺎﺂﻳﻢ ﺑﻭ ﹸﻛ ﹾﻔ ﹺﺮﻫ
{155} ﻼ ﻴ ﹰﻮ ﹶﻥ ﹺﺇ ﱠﻻ ﹶﻗﻠﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻼﻢ ﹶﻓ ﹶ ﻫ ﺎ ﹺﺑ ﹸﻜ ﹾﻔ ﹺﺮﻴﻬﻋﹶﻠ ﻪ ﻊ ﺍﻟﹼﻠ ﺒﺑ ﹾﻞ ﹶﻃ
ﺎﻢ ﹺﺇﻧ ﻟ ﹺﻬﻮ ﻭﹶﻗ {156} ﻴﻤﹰﺎﻋﻈ ﺎﻧﹰﺎﻬﺘ ﺑ ﻢ ﻳﺮ ﻣ ﻋﻠﹶﻰ ﻢ ﻟ ﹺﻬﻮ ﻭﹶﻗ ﻢ ﻫ ﻭﹺﺑ ﹸﻜ ﹾﻔ ﹺﺮ
ﻩ ﻮﺻﹶﻠﺒ ﺎﻭﻣ ﻩ ﺘﻠﹸﻮﺎ ﹶﻗﻭﻣ ﻪ ﻮ ﹶﻝ ﺍﻟﹼﻠﺭﺳ ﻢ ﺮﻳ ﻣ ﻦ ﺑﻰ ﺍﻴﺴﺢ ﻋ ﻤﺴِﻴ ﺎ ﺍﹾﻟﺘ ﹾﻠﻨﹶﻗ
ﻪ ﻢ ﹺﺑﺎ ﹶﻟﻬﻪ ﻣ ﻨﻣ ﻚ ﺷ ﻲﻪ ﹶﻟﻔ ﻴﺘﹶﻠﻔﹸﻮﹾﺍ ﻓﺧ ﻦ ﺍ ﻳﻭﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﱠﻟﺬ ﻢ ﻬ ﻪ ﹶﻟ ﺒﺷ ﻦﻭﻟﹶـﻜ
ﻪ ﻴﻪ ﹺﺇﹶﻟ ﻪ ﺍﻟﹼﻠ ﻌ ﺭﹶﻓ ﻞ{ ﺑ157} ﻴﻨﹰﺎﻳﻘ ﻩ ﺘﻠﹸﻮﺎ ﹶﻗﻭﻣ ﻦ ﻉ ﺍﻟ ﱠﻈ ﺎﺗﺒﻋ ﹾﻠ ﹴﻢ ﹺﺇ ﱠﻻ ﺍ ﻦ ﻣ
{158} ﻴﻤﹰﺎﺣﻜ ﻋﺰﹺﻳﺰﹰﺍ ﻪ ﻭﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺍﻟﹼﻠ
Artinya: Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan
kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka
sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang
lebih besar dari itu. Mereka berkata : "Perlihatkanlah Allah
94
kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir
karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi ,
sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu
Kami ma'afkan dari yang demikian. Dan telah Kami berikan
kepada Musa keterangan yang nyata. Dan telah Kami angkat
ke atas mereka bukit Thursina untuk perjanjian mereka.
Dan kami perintahkan kepada mereka : "Masuklah pintu
gerbang itu sambil bersujud ", dan Kami perintahkan
kepada mereka : "Janganlah kamu melanggar peraturan
mengenai hari Sabtu ", dan Kami telah mengambil dari
mereka perjanjian yang kokoh. Maka , disebabkan mereka
melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka
terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka
membunuh nabi-nabi tanpa yang benar dan mengatakan :
"Hati kami tertutup." Bahkan, sebenarnya Allah telah
mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu
mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.
Dan karena kekafiran mereka dan tuduhan mereka terhadap
Maryam dengan kedustaan besar , dan karena ucapan
mereka : "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih,
'Isa putra Maryam, Rasul Allah ", padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang
diserupakan dengan 'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-
orang yang berselisih paham tentang 'Isa, benar-benar dalam
keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak
mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu,
kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah 'Isa. Tetapi , Allah
telah mengangkat 'Isa kepada-Nya . Dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS an-Nisa ayat 153 – 158).
kepada kebenaran namun ada sebagian kecil orang yang terus menjalani
dengan menganggap bahwa Nabi Isa disalib dan berstatus menjadi anak Allah.
Menurut anggapan mereka, setelah Nabi Isa disalib kemudian dikubur lalu
diangkat ke atas langit. Apa pun yang terjadi, mereka tetap dianggap sebagai
95
pemegang kitab samawi dan masih ada sisa-sisa ajaran dan nasehat samawi
seperti iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari Akhir,
takdir, kebangkitan, hisab, surga dan neraka serta perkara-perkara ghaib yang
hadis yang secara eksplisit menegaskan tentang masalah itu, yang ada adalah
beberapa hadis yang secara implisit menunjuk ke arah itu. Hadis yang
dimaksud di antaranya:
ﺪ ﺒﻋ ﻦ ﺑ ﺮ ﺎﹺﺑﺮﻧﹺﻲ ﺟ ﺒﺧ ﻋﻄﹶﺎ ٍﺀ ﹶﺃ ﻦ ﻋ ﺎ ﹶﻥﻴﻤﺳﹶﻠ ﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺑ ﻚ ﻠﻤ ﺪ ﺍﹾﻟ ﺒﻋ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ
ﻢ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﻪ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻪ ﻮ ﹺﻝ ﺍﻟﱠﻠﺭﺳ ﺪ ﻬ ﻋ ﻲﺮﹶﺃ ﹰﺓ ﻓ ﻣ ﺖ ﺍ ﺟ ﻭ ﺰ ﺗ ﻪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﻟﱠﻠ
ﻢ ﻌ ﻧ ﺖ
ﺖ ﹸﻗ ﹾﻠ ﺟ ﻭ ﺰ ﺗ ﺮ ﺎﹺﺑﺎ ﺟﻢ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﻳ ﱠﻠﻭﺳ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﻪ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ
ﻲ ﻨﹺﺒﺖ ﺍﻟ ﻴﹶﻓﹶﻠﻘ
ﻮ ﹶﻝﺭﺳ ﺎﺖ ﻳ ﺎ ﹸﻗ ﹾﻠﺒﻬﻋ ﺗﻠﹶﺎ ﺍﻬﻠﱠﺎ ﹺﺑ ﹾﻜﺮ ﺐ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﻓ
ﻴﺖ ﹶﺛ ﺐ ﹸﻗ ﹾﻠ ﻴﻡ ﹶﺛ ﺮ ﹶﺃ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹺﺑ ﹾﻜ
ﻙ ﹺﺇ ﹶﺫ ﹾﻥ ﻦ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﻓﺬﹶﺍ ﻬ ﻨﻴﺑﻭ ﻴﻨﹺﻲﺑ ﺧ ﹶﻞ ﺪ ﺗ ﺖ ﹶﺃ ﹾﻥ
ﻴﺨﺸ ﺕ ﹶﻓ ﺍﺧﻮ ﻲ ﹶﺃﻪ ﹺﺇ ﱠﻥ ﻟ ﺍﻟﱠﻠ
128
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah al-
Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz. 3, Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 256
96
ﺪّﻳ ﹺﻦ ﺕ ﺍﻟ
ﻚ ﹺﺑﺬﹶﺍ
ﻴﻌﹶﻠ ﺎ ﹶﻓﻟﻬﺎﺟﻤ ﻭ ﺎﻟﻬﺎﻣﺎ ﻭﻳﹺﻨﻬﻋﻠﹶﻰ ﺩ ﺢ ﻨ ﹶﻜﺗ ﺮﹶﺃ ﹶﺓ ﻤ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﹾﻟ
129
(ﻙ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﺪﺍ ﻳ ﺖ ﺑﺗ ﹺﺮ
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Abdul Malik bin Abiu
Sulaiman dari Atha': "Jabir bin Abdullah bercerita kepadaku;
"Pada zaman Rasulallah Saw. aku menikahi seorang wanita.
Suatu hari ketika bertemu dengan nabi Saw. beliau bertanya
kepadaku: "Wahai Jabir, kamu sudah menikah?" Aku
menjawab: "Benar." Beliau bertanya: ."Gadis atau janda?"
Aku menjawab: "Janda". Beliau bertanya: "Kenapa tidak
kamu cari saja yang gadis supaya kamu bisa bermain
dengannya?" Aku mencoba menjelaskan: "Wahai
Rasulallah, sesungguhnya aku ini memiliki beberapa orang
saudara perempuan. Aku "merasa khawatir ia mengganggu
hubunganku dengan saudara-saudara perempuanku itu
Rasulallah Saw. bersabda: "Baiklah kalau begitu.
Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agamanya,
hartanya, dan kecantikannya. Tetapi carilah wanita yang
punya agama, niscaya kamu akan bahagia." (HR. Muslim).
ﻦ ﺑ ﻪ ﺪ ﺍﻟﱠﻠ ﺒﻋ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﻲ ﺍﹺﻧﻤﺪ ﻬ ﻴ ﹴﺮ ﺍﹾﻟﻤ ﻧ ﺑ ﹺﻦ ﻪ ﺪ ﺍﻟﱠﻠ ﺒﻋ ﻦ ﺑ ﺪ ﻤ ﺤ
ﻣ ﺪﹶﺛﻨﹺﻲ ﺣ
ﺪ ﺒﻋ ﺎﻊ ﹶﺃﺑ ﻤ ﺳ ﻪ ﻧﻚ ﹶﺃ ﺷﺮﹺﻳ ﻦ ﺑ ﺣﺒﹺﻴ ﹸﻞ ﺮ ﺮﻧﹺﻲ ﺷ ﺒﺧ ﻮ ﹸﺓ ﹶﺃ ﻴﺣ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﺪ ﻳﺰﹺﻳ
ﺻﻠﱠﻰ ﻪ ﻮ ﹶﻝ ﺍﻟﱠﻠﺭﺳ ﻤﺮﹴﻭ ﹶﺃ ﱠﻥ ﻋ ﺑ ﹺﻦ ﻪ ﺪ ﺍﻟﱠﻠ ﺒﻋ ﻦ ﻋ ﺙ ﺪ ﹸ ﺤ ﻳ ﻲ ﻠﺒﺤ
ﻤ ﹺﻦ ﺍﹾﻟ ﺣ ﺮ ﺍﻟ
ﺤ ﹸﺔ
ﻟﺎﺮﹶﺃ ﹸﺓ ﺍﻟﺼ ﻤ ﺎ ﺍﹾﻟﻧﻴﺪ ﻉ ﺍﻟ
ﺎ ﹺﻣﺘ ﺮ ﻴﺧ ﻭ ﻉ ﺎﻣﺘ ﺎﻧﻴﺪ ﻢ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﻟ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﻪ ﺍﻟﱠﻠ
130
()ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Artinya: Telah mengabarkan kepadaku dari Muhammad bin Abdullah
bin Numair al-Hamdani dari Abdullah bin Yazid dari
Haiwatun dari Syurajil bin Syarik sesungguhnya dia
mendengar Abu Abdurrahman al-Khubuli dapat kabar dari
Abdullah bin Umar; sesungguhnya Rasulallah Saw.
bersabda: "Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya
perhiasan dunia ialah wanita yang saleh
129
Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih
Muslim, Juz. 2, Mesir: Tijariah Kubra, tth., hlm. 175.
130
Ibid., hlm. 178.
97
D. Metode Istinbath Hukum Al-Syafi'i tentang Perkawinan Antar Agama
dan Sunnah berada dalam satu tingkat, dan bahkan merupakan satu-kesatuan
dalam banyak hal, menjelaskan dan menafsirkan sesuatu yang tidak jelas dari
Sunnah Nabi saw. tidak berdiri sendiri, tetapi punya keterkaitan erat dengan
Al-Qur'an. Hal itu dapat dipahami karena Al-Qur'an dan Sunnah adalah
Kalamullah; Nabi Muhammad saw. tidak berbicara dengan hawa nafsu, semua
98
Pertama, Al-Qur'an menerangkan suatu hukum dengan nash-nash
hukum yang jelas, seperti nash yang mewajibkan salat, zakat, puasa dan haji,
atau nash yang mengharamkan zina, minum khamar, makan bangkai, darah
dan lainnya.
Kedua, suatu hukum yang disebut secara global dalam Al-Qur'an dan
pelaksanaannya, demikian pula zakat, apa dan berapa kadar yang harus
dikeluarkan. Semua itu hanya disebut global dalam Al-Qur'an dan Nabilah
yang tidak ada nash hukumnya dalam Al-Qur'an. Bentuk penjelasan Al-Qur'an
untuk masalah seperti ini dengan mewajibkan taat kepada perintah Nabi dan
kepada Rasul, berarti ia taat kepada Allah." Dengan demikian, suatu hukum
yang ditetapkan oleh Sunnah berarti juga ditetapkan oleh Al-Qur'an, karena
terhadap berbagai persoalan yang tidak ada ketentuan nashnya dalam Al-
Qur'an dan hadis. Penjelasan Al-Qur'an terhadap masalah seperti ini yaitu
99
misalnya dengan qiyas atau penalaran analogis. Dalam Al-Qur'an disebutkan,
yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan
kembalikan pada Al-Qur'an dan Sunnah. Dan pengembalian itu hanya dapat
dilakukan dengan qiyas. Dengan landasan ayat ini, dan ayat- ayat lainnya, ia
Sunnah dan pada saat yang sama memandang penting penggunaan rasio dan
ijtihad.
adalah Al-Qur'an, Sunnah, ijma' dan qiyas. Meskipun ulama sebelumnya juga
menggunakan keempat dasar di atas, tetapi rumusan Syafi’i punya nuansa dan
rumusan Imam Malik yang sangat umum dan tanpa batas yang jelas.
dinyatakan oleh Imam Malik dan ulama-ulama Madinah. Ini dengan jelas
100
terlihat dalam percakapan dengan sekelompok ahli hukum Madinah dalam
Al-Syafi’i:
Lawan: "Ya."
Al-Syafi’i:
pertemuan mana pun yang anda ketahui. Karena itu, anda menyimpulkan ijma'
Qur'an dan Sunnah, maka anda menyimpulkan bahwa mereka telah melakukan
qiyas adalah kumpulan pengetahuan yang benar dan mapan yang disepakati
beberapa bentuk.
dengan kepastian yang dapat saya sumpahkan dengan nama Allah dan Rasul-
101
Nya. Contoh dari pengetahuan semacam ini adalah kewajiban-kewajiban
agama.
penafsiran haruslah diterima dalam artinya yang langsung dan sesuai dengan
akal sehat: ia tidak bisa diberi "batiniyah" dan allegoris walaupun ia mungkin
dapat menerima arti seperti itu kecuali bila hal itu menjadi konsensus
masyarakat.
disebut terakhir ini mungkin tidak datang dari Al-Qur'an ataupun Sunnah, bagi
saya ia memiliki kedudukan yang sama dengan Sunnah yang telah disepakati.
pengetahuan dalam bentuk-bentuk yang telah saya uraikan tadi, dan segala
102
memang dapat diterima. Tapi apakah anda tahu, dan dapatkah anda
Lawan: "Ini adalah ijma' para ulama saja ... karena hanya merekalah
orang- orang yang dapat mengetahui dan bersepakat pendapat tentang masalah
itu. Jadi, ketika mereka bersepakat pendapat, maka hal ini menjadi otoritatif
bagi mereka yang tidak mengetahuinya (yakni bagi non-ulama); tetapi jika
mempunyai otoritas bagi siapa pun, dan masalah-masalah seperti itu harus
dirujuk pada suatu qiyas (penalaran analogis) yang baru berdasarkan apa yang
telah disepakati bersama ... Tidaklah penting apakah ijma' didasarkan pada
sebuah hadis verbal yang mereka riwayatkan ataukah tanpa sebuah hadis pun
..., dan bahkan bila mereka berselisih, tidaklah penting apakah hadis verbal
yang sesuai dengan pendapat sebagian dari mereka ataukah tidak ada. Karena
saya tidak menerima sesuatu hadits pun ..., dan bahkan bila mereka berselisih,
tidaklah penting apakah ada hadits verbal yang sesuai dengan sebagian dari
mereka ataukah tidak ada. Karena saya tidak menerima sesuatu hadis pun
dipandang tidak sebagai sebuah prinsip yang statis, tapi sebagai suatu proses
103
asimilasi, interpretasi dan adaptasi yang dinamis dan wajar. Hal ini terlihat
dengan jelas dalam bagian lain dari tulisan Syafi’i yang, walaupun agak
dan mengungkapkan sikap sebenarnya dan yang serba meliputi dari ijma'.
partikular dengan berpijak pada suatu prinsip tertentu yang terkandung dalam
suatu preseden.
Sebuah kasus yang baru dapat dimasukkan ke dalam prinsip ini, atau
qiyas bil qawa'id (penalaran analogis terhadap prinsip umum yang terkandung
perspektif Al-Syafi’i bahwa siapa yang beragama dengan agama Yahudi dan
Nasrani dari orang Sabiin dan Samiri, maka boleh dimakan sembelihannya
104
muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki non muslim, akan tetapi
dan atau Nasrani. Di antara alasan yang diajukan adalah pertama, karena Nabi
Musa AS dan Nabi Isa AS hanya diutus untuk orang-orang bangsa Israel; dan
kedua, lafal min qablikum (umat sebelum kamu) dalam surah al-Ma'idah (5)
ayat 5 menunjuk kepada kedua kelompok Yahudi dan Nasrani bangsa Israel.
ﻰﺣﺘ ﲔ
ﻨ ﹶﻔ ﱢﻜﲔ ﻣ
ﻛ ﺸ ﹺﺮ
ﻤ ﺍﹾﻟﺏ ﻭ
ﺎ ﹺﻜﺘ ﻫ ﹺﻞ ﺍﹾﻟ ﻦ ﹶﺃ ﻣ ﻭﺍﻦ ﹶﻛ ﹶﻔﺮ ﻳﻳ ﹸﻜ ﹺﻦ ﺍﱠﻟﺬ ﻢ ﹶﻟ
(1 :ﻨ ﹸﺔ )ﺍﻟﺒﻴﻨﺔﻴﺒﻢ ﺍﹾﻟ ﻬ ﻴﺗﺗ ﹾﺄ
Artinya: Dan orang-orang kafir di antara ahli kitab (Yahudi, Nasrani)
dan orang-orang yang musyrik tidak mau meninggalkan
agama mereka sehingga datang keterangan kepada mereka
(Q.S. al-Bayyinah: 1).
ﺮﻛﹸﻮﹾﺍ ﺷ ﻦ ﹶﺃ ﻳﺍﱠﻟﺬﺩ ﻭ ﻮﻴﻬﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﻭ ﹰﺓ ﱢﻟﱠﻠﺬ ﺍﻋﺪ ﺱ
ﺎ ﹺﺪ ﺍﻟﻨ ﺷ ﺪ ﱠﻥ ﹶﺃ ﺠ
ﺘ ﹺﹶﻟ
ﺎﻮﹾﺍ ﹺﺇﻧ ﻦ ﻗﹶﺎﹸﻟ ﻳﻮﹾﺍ ﺍﱠﻟﺬﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﺩ ﹰﺓ ﱢﻟﱠﻠﺬ ﻮ ﻣ ﻢ ﻬ ﺑﺮ ﺪ ﱠﻥ ﹶﺃ ﹾﻗ ﺠ ﺘ ﹺﻭﹶﻟ
(82 :)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ...ﻯﺎﺭﻧﺼ
Artinya: Sesungguhnya kamu [Muhammad] niscaya menemukan
orang-orang yang sangat keras memusuhi orang-orang
beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik
(mempersekutukan Allah). Dan kamu menemukan pula
131
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Al-Umm, Beirut Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, juz 4, hlm. 287 dan 289
105
orang-orang yang kasih kepada orang-orang yang beriman,
yaitu orang-orang yang berkata, "Kami adalah orang-orang
Nasrani ...") (Q.S. al-Maidah: 82)
ﺱ ﻮﻤﺠ ﺍﹾﻟﻯ ﻭﺎﺭﻨﺼﺍﻟﲔ ﻭ ﺌﺎﹺﺑﺍﻟﺼﻭﺍ ﻭﺎﺩﻦ ﻫ ﻳﺍﱠﻟﺬﻮﺍ ﻭﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﱠﻟﺬ
ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛ ﱢﻞ ﻪ ﺔ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﻣ ﺎﻘﻴ ﻡ ﺍﹾﻟ ﻮ ﻳ ﻢ ﻬ ﻨﺑﻴ ﺼ ﹸﻞ
ﻳ ﹾﻔ ﻪ ﺮﻛﹸﻮﺍ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﺷ ﻦ ﹶﺃ ﻳﺍﱠﻟﺬﻭ
(17 :ﺪ )ﺍﳊﺞ ﺷﻬﹺﻴ ﻲ ٍﺀ ﺷ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang Yahudi,
orang-orang Shabi'in (penyembah bintang), orang-orang
Nasrani dan Majusi, begitu pun orang-orang yang
mempersekutukan Allah sungguh Allah bakal memberikan
keputusan yang tegas di antara mereka pada hari kiamat.
Adalah Allah saksi pada tiap-tiap sesuatu (Q.S. al-Hajj: 17).
perempuan mereka.
Yahudi dan Nasrani versi Syafi’i, maka menurut penulis jelas akan melahirkan
Karena, realitas keragaman agama, tidak hanya terbatas pada dua agama Semit
tersebut.
106
Di segi lain, penulis setuju dengan pendapat al-Syafi’i yang
penulis setuju karena surah al-Maidah ayat 5 merupakan petunjuk yang qath’i
(tegas) tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab. Dengan kata lain,
menikahi wanita ahlul kitab boleh karena ayat ke-5 dari al-Maidah itu secara
ﻢ ﺣ ﱞﻞ ﱠﻟ ﹸﻜ ﺏ ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻡ ﺍﱠﻟﺬ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ ﺕ ﺎﻴﺒﻢ ﺍﻟ ﱠﻄ ﺣ ﱠﻞ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻡ ﹸﺃ ﻮ ﻴﺍﹾﻟ
ﺕ ﺎﺼﻨ ﺤ ﻤ ﺍﹾﻟﺕ ﻭ ﺎﻣﻨ ﺆ ﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺕ
ﺎﺼﻨﺤ ﻤ ﺍﹾﻟﻢ ﻭ ﻬ ﺣ ﱡﻞ ﱠﻟ ﻢ ﻣ ﹸﻜ ﺎﻭ ﹶﻃﻌ
ﻦ ﻫ ﺭ ﻮﻦ ﹸﺃﺟ ﻫ ﻮﺘﻤﻴﺗﻢ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﺁ ﻠ ﹸﻜﺒﻦ ﹶﻗﺏ ﻣ ﺎﻜﺘ ﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﻦ ﺍﱠﻟﺬ ﻣ
ﻥ ﺎﺮ ﺑﹺﺎ ِﻹﳝ ﻳ ﹾﻜ ﹸﻔ ﻦﻭﻣ ﻥ ﺍﺧﺪ ﻱ ﹶﺃﺨﺬ ﺘﻣ ﻭ ﹶﻻ ﲔ ﺤ ﻓﺎﻣﺴ ﺮ ﻴﲔ ﹶﻏ ﺼﹺﻨﺤ ﻣ
(5 :ﻦ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺳﺮﹺﻳ ﺎﻦ ﺍﹾﻟﺨ ﻣ ﺓ ﺮ ﺧ ﻲ ﺍﻵﻮ ﻓ ﻫ ﻭ ﻪ ﻤﹸﻠ ﻋ ﻂ ﺣﺒﹺ ﹶ ﺪ ﹶﻓ ﹶﻘ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagi kamu yang baik-baik.
Makanan [sembelihan] orang-orang yang diberi al-Kitab
itu halal bagi kamu, dan mahanan kamu halal [pula] bagi
mereka. [Dan dihalalkan bagi kamu menikahi] wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab
sebelum kamu, bila kamu telah membayar mahar mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak [pula] menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah
amalannya dan di hari akhirat dia termasuk orang-orang
yang merugi. (Q.S. al-Maidah: 5)
107
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa para ahli tafsir dan para
ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat wal muhsanâtî minal lazîna
ûtul kitâb min qablikum menurut Ibnu Jarir yang dimaksud dengan muhsanat
adalah wanita baik-baik dari ahli kitab baik merdeka atau budak. Imam Syafi'i
yang dimaksud ahli kitab di sini adalah wanita baik-baik dari Bani Israil. Dan
menurut yang lain muhsanat adalah wanita ahli kitab yang baik-baik tadi yang
ﺧ ﹺﺮ ﻮ ﹺﻡ ﺍﻵ ﻴﻭ ﹶﻻ ﺑﹺﺎﹾﻟ ﻪ ﻮ ﹶﻥ ﺑﹺﺎﻟﹼﻠﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻦ ﹶﻻ ﻳﺗﻠﹸﻮﹾﺍ ﺍﱠﻟﺬﻗﹶﺎ
Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak pula pada hari kemudian.133
Ahlul kitab, selama wanita Ahlul kitab tersebut layak untuk dinikahi. Hikmah
hubungan dan kerjasama di antara mereka; dan di samping itu agar dengan
bahwa yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah semua penganut agama
Yahudi dan Nasrani, kapanpun, di mana pun, dan keturunan siapa pun mereka.
132
Ismâ'îl ibn Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm., Beirut: Dâr
al-Ma’rifah, 1978, Juz 6, hlm. 252.
133
Depag RI, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, 1986, hlm. 282.
108
Pendapatnya ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surah al-An 'am
109
BAB V
PENUTUP
D. Kesimpulan
masalah sebagaimana termuat dalam bab pertama sampai bab keempat skripsi
a'jabatkum.
2. Laki-Laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita non muslim kecuali
dengan wanita non muslim yang berasal dari ahli kitab. Menurut al-Syafi'i
yang dimaksud dengan ahli kitab tersebut adalah keturunan Bani Israil
atau orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Taurat pada masa Nabi
110
Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa
Nabi Isa.
dengan wanita non muslim dari ahli kitab didasarkan atas di takhsis surat
al-Baqarah ayat 221 oleh surat al-Maidah ayat 5. Adapun ahli kitab yang
dimaksud oleh al-Syafi'i hanya terbatas kepada keturunan Bani Israil atau
orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab Taurat pada masa Nabi
Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa
(a) Dalam ayat 5 al-Ma'idah terdapat lafal min qablikum yang berarti
Kitab Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang
(b). Nabi Musa dan Nabi Isa hanya diutus kepada Bani Israil.
E. Saran-Saran
lama, namun hendaknya dijadikan studi banding oleh peneliti lainnya, ketika
memperkaya wacana perkawinan dengan non muslim. Oleh karena itu kita
F. Penutup
111
Meskipun tulisan ini telah diupayakan secermat mungkin namun
mungkin saja masih ada kekurangan dan kekeliruannya. Menyadari akan hal
itu, penulis mengharap kritik dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini,
112
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hasan, Ali al-Walid, Asbab Nuzul al-Qur'an, (ed) Sayyid Ahmad Shaqr, Dar
al-Qiblat, tt
Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn
Bardizbah, Sahih al-Bukhari, Juz 3, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410
H/1990 M
Al-Ghazzi, Syekh Muhammad bin Qasim, Fath al-Qarib, Indonesia: Maktabah al-
lhya at-Kutub al-Arabiah, tth
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim, I’lamul Muwaqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, Juz 2, al-
Muniriyyah
Al-Malibary, Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz, Fath al-Mu’in Bi Sarkh Qurrah al-
‘Uyun, Semarang: Maktabah wa Matbaah, karya Toha Putera , tth
Al-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Dar al-Qur'an al-Karim, 1972
Al-Syafi’i, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Idris, al-Risalah fi’ Ilmu al-
ushul , al-Ilmiyah, Mesir, 1312 H
113
Amini, Ibrahim, Principles of Marriage Family Ethics, terj. Alwiyah
Abdurrahman, "Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri",
Bandung: al-Bayan, 1999
Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja
grafindo persada, 1995
As-San’ani, Sayyid al-Iman Muhammad ibn Ismail Subul al-Salam Sarh Bulugh
al-Maram Min Jami Adillati al-Ahkam, Juz 3, Kairo: Dar Ikhya’ al-Turas
al-Islami, 1960
Asy Syaukani, Muhammad, Nail al–Autar, Beirut: Daar al-Qutub al-Arabia, juz
4, 1973
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004
Dahlan, Abdul Aziz, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997
Daradjat, Zakiah, Ilmu Fiqh, jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995
Eoh, O.S., Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1998
Fikri, Ali, Kisah-Kisah Para Imam Madzhab, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003
114
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan,
Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990
Ibn Kasir, Al-Imam al-Hafizh Imaduddin Abul Fida Ismail, Tafsir al-Qur’an al-
‘Azhim, Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, juz 2, tth
Khalaf, Abd Wahab, ‘Ilm ushul al-Fiqh, Jakarta: Maktabah al-Dak’wah al-
Islamiyah Syabab al-Azhar, 1410 H/1990M
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kulitatif, Cet. 14, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2001
Mubarok, Jaih, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002
115
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung: PT Sumur
Bandung, 1981
Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2002
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, juz 2, tth
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. 7, Jakarta;
Pustaka Sinar Harapan, 1993
Syalthut, Mahmud, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2000
116
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fikhiyah, Jakarta: PT Gunung Agung, 1997
117