You are on page 1of 18

c Ê 




 
  

Model pembelajaran V    V  merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran
kooperatif tidak hanya memperlajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus
yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.
Peranan huungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan
tugas dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok selama kegiatan. Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif
dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana
mempelajarinya. Guru merupakan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua
prosedur, namum siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika pelajaran
pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses, materi pelajaran yang lengkap harus tersedia di ruangan guru atau di
perpustakaan atau dipusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara
ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Model pembelajaran V    V  ini dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan tentunya dengan
kemasan dan kreatifitas guru. Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model pembelajaran ini mulai menyebar di kalangan
guru di Indonesia. Dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama
ini hanya guru sebagai actor di depan kelas, dan seolah -olah guru-lah sebagai satu-satunya sumber belajar.
Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyen angkan. Model apapun yang digunakan selalu
menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan
sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajaran harus menimbulkan
minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan
metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Setiap model pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa
persiapan yang matang pembelajaran apapun akan membuat siswa menjadi jenuh. Model belajar dan pembelajaran juga
harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar belajar mengajar tidak monoton dalam kelas.
Model Pembelajaran V  V , mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar -
gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran ini. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika
di sekolah sudah menggunakan ICT ( 
        ) dapat menggunakan Power Point atau software
yang lain.

Ê Ê Ê
 Ê  ÊV  V 

1.Ê Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai


Pada langkah ini guru diharapkan dapat menyampaikan apakah yang menjadi kompetensi dsar mata pelajaran yang
bersangkutan. Dengan demikian mahasiswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Di samping itu
guru juga harus menyampaikan indicator -indikator ketercapaian kompetensi dasar. Sehingga sampai dimana KKM yang
telah ditettapkan daoat dicapai oleh peserta didik.
2.Ê Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang penting, dari sini guru memberikan momentum pemulaan
pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari si ni. Karena guru dapat memberikan motivasi
yang menarik perhatian siswa yang se;lama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi
akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan


Materi
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan
mengamati setiap gambar yang ditunjukkan oleh guru atau oleh temannya.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara ber gantian memasang/mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan motivasi, karena penunjukkan secara langsung kadang kurang efektif
dan membuat siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus
menjalankan tugas yang diberikan.gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan, dibuat atau
dimodifikasi.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Setelah itu ajaklah siswa untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang
akan dicapai. Usahakan diskusi berlangsung dengan tertib dan terkendali, ingat ini adalah diskusi bukan debat, jadi guru
harus mampu mengendalikan situasi yang terjadi sebagai moderator utyamanya.
6.Ê Dari alasan dari urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekan an-penekanan pada hal ini
dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mwngetahui bahwa
hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.
1.Ê Kesimpulan/rangkuman
Kesimpulan dan rangkuman dilakukan dengan siswa. Guru membantu dalam proses membuat kesimpulan.
×  Ê  Ê
 ÊV  V 

1.Ê Memudahkan siswa untuk memahami yang dimaksudkan oleh guru ketika menyampaikan materi pembelajaran.

2.Ê Siswa cepat tanggap atas materi yang disampiakan karena diiringi dengan gambar -
gambar
3.Ê Siswa dapat membaca satu persatu sesuai dengan petunjuk yang ada pada gambar ±
gambar yang diberikan.
4.Ê Siswa lebih konsentrasi serta mengasyikkan bagi mereka atas tugas yang diberikan guru
karena berkaitan dengan permainan mereka sehari ± hari yakni main gambar ± gambar
5.Ê Adanya saling berkompetensi antar kelompok dalam menyusun gambar yang telah
dipersiapkan oleh guru sehingga seuasana kelas terasa hidup.
6. Siswa lebih kuat mengingat konsep-konsep atau bacaan yang ada pada gambar.
7. Menarik bagi siswa dikarenakan melalui audio visual dalam bentuk gambar ± gambar.

Selain itu model pembelajaran ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya. Adapun
kelebihan dari model ini adalah :
d Guru dengan metode inovatif ini akan dapat dengan mudah mengetahui kemampuan
masing-masing siswa.
d Melatih berpikir logis dan sistematis siswa
d Dengan model ini dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran
d Guru hanya sebagai pendamping dalam proses belajar

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini adalah :


d Memakan banyak waktu.
d Banyak siswa yang pasif kalau tidak di panggil namanya oleh pengajar
d Harus mempersiapkan banyak alat dan bahan yang berhubungan dengan materi yang
akan diajarkan dengan model tersebut
d Membutuhkan biaya yang tidak sedikit
d Guru dituntuk untuk lebih terampil dalam menyajikan gambar sehingga mendorong
motivasi siswa untuk belajar aktif
d Kesuksesan model pembelajaran ini di ukur dari kelengkapan materi pelajaran dan
dipusat media yang digunakan dalam pembelajaran.

a Ê  



  






Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang diterjemahkan dari akronim bahasa Inggris STS (³     
  ´) adalah sebuah gerakan pembaharuan dalam pendidikan sains. Pembaharuan ini mula-mula terjadi di Inggris dan
Amerika, sekarang sudah merebak ke negara-negara lain. Pendekatan STM dalam pendidikan sains diyakini oleh pakar-
pakar di Amerika sebagai pendekatan yang tepat, sebab pendekatan ini berusa ha untuk menjembatani materi di dalam kelas
dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Hal
ini menggambarkan bahwa pendekatan STM dijalankan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi masa
depannya. Pendekatan ini menuntut agar peserta didik diikutsertakan dalam penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan,
cara mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata (  ) dalam
pendekatan STM adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan Sains dan Teknologi.
          (NSTA) (1990 :1) memandang STM sebagai        

     
   V  STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan
konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah,
menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.
Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh   (2006:1) bahwa STM merupakan    V 
VV      
    V                   
       
        V  Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang
terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubung an antara sistem
politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan -hubungan tersebut menjadi
bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat      (2006: 1), bahwa STM merupakan 
  V 
 
   V            V 
          
   V        Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
STM merupakan sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan
merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi .


    

Berdasarkan pengertian STM sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya, maka dapat diungkapkan bahwa yang
menjadi tujuan pendekatan STM ini secara umum sebagaimana diungkapkan oleh Rusmansyah (2001: 3) adalah agar para
peserta didik mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu mengambil keputusan penting tentang masalah -
masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
STM dikembangkan dengan tujuan agar :
1)Ê peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas,
2)Ê peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/ perspektif untuk mensikapi berbagai
isu/ situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan
3)Ê peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki
tanggungjwab sosial.


      

Pada hakekatnya sains memiliki dua dimensi yaitu Ê Ê


   dan Ê Ê
  . Sains sebagai suatu
proses, merupakan rangkaian kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk menghasilkan
pengetahuan ilmiah ( 
   ) atau keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan. Sedangkan sains sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang meliputi fakta-
fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori-teori, generalisasi, dan hukum-hukum.
Sains sebagai proses dan sains sebagai produk bukanlah merupakan dua dimensi yang t erpisah, namun merupakan dua
dimensi yang terjalin erat sebagai suatu kesatuan. Proses sains akan menghasilkan pengetahuan atau produk sains yang baru,
dan pengetahuan sebagai produk sains akan memunculkan pertanyaan baru untuk diteliti melalui proses sain s, sehingga
dihasilkan pengetahuan (produk sain) yang lebih baru lagi. Dari hal itu dapat dilihat bahwa sains selalu berkembang dari
waktu ke waktu.
Pendidikan Sains merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan sains sebagai alatnya untuk mencapai
tujuan pendidikan pada umumnya dan pendidikan sains pada khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui
pendidikan sains adalah ³pengertian sains´ itu sendiri (Amien, dalam Sadia, 2009). Tujuan utama pendidikan sains adalah
mengembangkan individu-individu yang literasi sains. Literasi sains meliputi pengetahuan tentang usaha ilmiah, hukum -
hukum dan teori ilmiah, serta keterampilan inkuiri. Hal yang paling esensial dalam membentuk manusia yang literasi sains
adalah memiliki pengetahuan yang fundamental tentang sains. Individu yang literasi sains memiliki kemampuan untuk
menggunakan aspek-aspek fundamental Sains dalam memecahkan masalah -masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam
pengambilan keputusan bagi kepentingan umum maupun personal. Esensi sains adalah kegunaannya sebagai alat dalam
penemuan pengetahuan dengan jalan observasi, eksperimen, dan pemecahan masalah.
Dalam pendidikan Sains, baik itu sains sebagai proses dan sains sebagai produk harusnya mendapat penekanan yang
seimbang. Selama ini tampak bahwa pengajaran Sains di sekolah memberi tekanan yang jauh lebih besar terhadap ³Sains
sebagai produk´, dari pada ³Sains sebagai proses´. Pendidikan Sains pada hakekatnya dapat digunakan untuk membekali
subjek didik dengan pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga dapat digunakan untuk menanamkan sikap dan nilai.
Jadi pendidikan Sains dapat digunakan sebagai wahana klarifikasi nilai, yang selama ini kurang mendapat perhatian dari para
guru Sains.


 Ê
 Ê Ê   ÊÊÊ Ê  Ê  

Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu:  
V , menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada
strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau
masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka.
Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru
membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru,
akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep -konsep.

   menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar
kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep -konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang
sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupaka n suplemen dari
kurikulum.

   mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi
yang ada di masyarakat di sela -sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh -contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau
masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik
mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai
apersepsi.

Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999)  Raja (2009) mengemukakan empat
langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan
suatu proyek STM yang berhubungan V  guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau
undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.

†  

Pada Preservice teachers (PSTs)atahap ini, guru melakukan „    dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik
untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah
yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), VV dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu
mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada
keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

A V 

Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data -data dan informasi dapat dikumpulkan
melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informa si tersebut. Data dan informasi dapat pula
diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber -sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber -sumber
informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu -isu yang berkaitan
dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat -sifat
asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan
tindakan (Dass, 1999  Raja, 2009).

Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup,
metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain -lain. Pada akhir tahap kedua,
diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep -konsep yang benar atau konsep-konsep para
ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut
aplikasi konsep dalam kehidupan.

†     

Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelum nya dalam penyelidikan.
Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan
menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. H asil
tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan -rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil,
dan tindakan yang diusulkan (Dass, 1999  Raja, 2009).

Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang
terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan
pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal
ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki  lebih lama
dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.

† 
  

Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan -
temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya
membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan
mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan -rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan

 V (Dass, 1999  Raja, 2009).

Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu
evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai.
Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan
aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit
STM.
Menurut Varella (1992)  Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:

1.Ê Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.


2.Ê Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah -masalah teknologi sehari-hari.
3.Ê Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat -alat teknologi yang dimamfaatkan
masyarakat.
4.Ê Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah -masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5.Ê Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan
pada konsep-konsep ilmiah.

Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan
dengan menggunakan lima domain, yaitu:

1.Ê Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.
2.Ê Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
3.Ê Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.
4.Ê Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan
secara personal.
5.Ê Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.

  Ê  Ê Ê   ÊÊÊ Ê  

Mitchener & Anderson (1989)  Raja (2009), melaporkan hasil penelitian tentang perspektif guru dalam penyusunan
dan pelaksanaan sebuah pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki hambatan dalam penerapan
pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ,ketidakpastian tentang
evaluasi, , andfrustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil -hasil temuan tersebut akan berguna dalam
menyelenggarakan program pengembangan guru.

Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena pers entasi waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer
pengetahuan kepada anak. Guru lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya penemuan
masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman konsep lebih banyak dilakuka n pada momen-momen
tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat retensi yang lebih lama.

Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok
yang dibentuk dalam kelas banyak, guru akan k ewalahan dalam pendampingan kelompok dan pembimbingan kajian
masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang
tidak efektif bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam proses
pembelajaran.

Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat terlibat dalam pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara
profesional oleh guru. Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat d itentukan oleh peran guru dalam
mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari
guru. Demikian pula, dalam hal kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam memberikan klarifikasi dan
penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok.

Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep
pengetahuan. Konsekuensinya, dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluas i terutama pada domain penguasaan
konsep. Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat meningkatkan akurasi data yang dibutuhkan dalam mengevaluasi
perkembangan anak.

Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran dengan pendekatan STM, yaitu wa ktu, biaya, kompetensi
guru, dan komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan faktor penting untuk
menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten terten tu,
kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang baik untuk memilih dan
mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data
dari nara sumber secara mendetail. Oleh kar ena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar anggota kelompok agar data
yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan
STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. B ahkan, gelar kasus (  yangdilanjutkan dengan
refleksi diri, biasanya dilaksanakan pada akhir semester (Aisyah, 2007).

Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (  ).
Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah
khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal
dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).

Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan
hubungan interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga
penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan
mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada
waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran (Aisyah, 2007).

Kerja sama antara sekolah dengan lembaga -lembaga terkait diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi
lembaga tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi rumah
sakit daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak perlu dibekali
surat pengantar dari sekolah, atau sekolah melakukan pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan
dilaksanakan. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga
seluruh aktivitas anak yang menyita wakt u dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua (Aisyah, 2007).

Menurut Aisyah (2007), hambatan lain dalam penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan
belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan k esabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan
membimbing siswa dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini, peranan guru dimulai dari perencanaan
pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut kompetensi
pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian yang baik.

× 
Ê

c Ê Ê
Ê  Ê Ê  Ê    Ê  Ê  Ê Ê  Ê Ê 
Ê
 Ê    ÊÊ  Ê    Ê  Ê Ê
  Ê
 Ê  Ê
 Ê Ê

  Ê   Ê Ê  Ê  Ê   Ê Ê     Ê ÊÊ  Ê  Ê Ê Ê
  Ê  Ê  Ê    Ê
 Ê Ê   Ê    ÊÊ Ê  Ê Ê Ê Ê Ê  Ê  Ê  Ê

  Ê ÊÊ Ê  Ê   Ê
! Ê    Ê  Ê   Ê    Ê Ê  Ê  Ê  Ê    Ê  Ê Ê
Ê       Ê  Ê    Ê    Ê Ê      Ê  Ê
  Ê   Ê Ê Ê    Ê   Ê  Ê   Ê Ê Ê  Ê  ÊÊ
  "Ê     Ê  Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê Ê  Ê  Ê  Ê

# Ê    Ê Ê  Ê Ê


  ÊÊ$Ê%   Ê Ê  ÊÊ&    Ê' Ê Ê
 Ê   ÊÊ  Ê Ê  ÊÊ&    Ê# Ê(  Ê)%  Ê**c+ Ê

 Ê 
Ê# Ê  ÊÊ%   Ê Ê  Ê  ÊÊ,   Ê-   Ê Ê Ê Ê
  Ê  Ê  
Ê  Ê Ê    Ê    Ê  Ê

MÊ Ê 
Ê# Ê   ÊÊ 
Ê  Ê Ê Ê
Ê   Ê Ê
Ê Ê  Ê Ê!Ê .Ê/Ê Ê Ê  Ê Ê
Ê  Ê  Ê    Ê Ê Ê Ê
   Ê
 Ê  Ê   Ê  Ê  Ê 
Ê Ê Ê 
Ê Ê    Ê  Ê
 Ê  Ê  Ê Ê Ê  Ê)%  Êc001+ Ê

Ê
§Ê # Ê  Ê Ê    Ê  Ê  Ê
 Ê Ê   Ê 
 Ê  Ê Ê

 Ê 
Ê Ê  Ê Ê Ê  Ê 
Ê  Ê Ê  Ê Ê  Ê
 Ê
 Ê Ê  Ê Ê 
 Ê  Ê Ê  Ê  Ê   Ê Ê  ÊÊ

§Ê    Ê Ê Ê  Ê  Ê    Ê Ê   Ê Ê Ê

§Ê ‰×  
        
 Ê
  Ê  Ê ÊÊ

§Ê    Ê  ÊÊ

§Ê     Ê  Ê ÊÊ

§Ê M     Ê          Ê


Ê 
Ê  Ê  Ê
Ê Ê  Ê Ê 
Ê  Ê    Ê 
ÊÊ Ê Ê  Ê
  Ê  Ê  Ê
   Ê  Ê
 Ê Ê  Ê Ê 
ÊÊ   Ê Ê Ê    ÊÊ  Ê
  Ê Ê  Ê  Ê

§Ê MÊ2 Ê)c0034+Ê   


Ê  Ê   Ê Ê 
Ê  Ê)    Ê
   Ê Ê Ê  Ê Ê Ê  Ê   Ê Ê  Ê  Ê Ê  Ê
 +Ê
 Ê  Ê Ê  ÊÊ

  Ê

     Ê
 Ê 
Ê Ê   Ê 
Ê  Ê Ê Ê

 ÊÊ  Ê    Ê Ê   Ê   ÊÊ

 ÊÊ    Ê  Ê 
Ê

! ÊÊ   Ê  Ê  Ê 


 Ê    Ê    Ê Ê  Ê  Ê    Ê Ê Ê
  Ê   Ê  Ê

5 ÊÊ  Ê  Ê  Ê Ê Ê   Ê Ê

/ ÊÊ  Ê 
Ê Ê Ê  Ê Ê  Ê

1 ÊÊ  Ê  Ê   Ê Ê

2 Ê Ê   Ê

MÊ 3 Ê    ÊÊ  Ê Ê  Ê   Ê Ê  ÊÊ Ê  Ê Ê     Ê


Ê  Ê Ê Ê Ê ÊÊ Ê

MÊ M Ê  Ê ÊÊ  Ê Ê Ê Ê   Ê Ê Ê

MÊ M Ê  Ê Ê   Ê    Ê   Ê  Ê  Ê Ê  Ê  Ê Ê


  Ê  Ê Ê Ê   Ê

MÊ M Ê
Ê Ê Ê    Ê   Ê Ê  Ê  Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê Ê
 Ê Ê ÊÊ Ê Ê

MÊ    Ê Ê Ê  ÊÊ Ê 
 Ê  Ê Ê      Ê Ê Ê
  Ê Ê Ê  Ê   ÊÊ

2  Ê

MÊ M  ÊÊ 
Ê  ÊÊ Ê   Ê   Ê  Ê Ê   Ê    Ê
 Ê  Ê 
Ê Ê    Ê  Ê
Ê  Ê   Ê Ê Ê

MÊ 2  Ê Ê  ÊÊÊ  Ê Ê  Ê Ê ÊÊ Ê Ê Ê


   Ê   Ê Ê Ê    Ê  Ê Ê

MÊ # Ê  Ê Ê   Ê  Ê Ê  Ê  Ê  ÊÊ 
Ê  Ê  Ê Ê
 Ê Ê Ê  Ê Ê Ê Ê Ê Ê  Ê   Ê Ê   Ê Ê
MÊ # Ê  Ê  Ê  ÊÊ 
Ê  Ê  Ê Ê Ê    Ê  Ê Ê  Ê
  Ê  Ê Ê Ê  Ê  Ê  Ê( Ê Ê  Ê   Ê  Ê  Ê
 Ê
  Ê 
Ê  Ê   Ê

MÊ ‰ Ê Ê)  Ê  +Ê Ê Ê


 Ê ÊÊ 
Ê  Ê Ê

  Ê

ISI

II.1 Number Head Together (NHT)

Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:
1.Ê Hasil belajar akademik stuktural:
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas -tugas akademik.
2.Ê Pengakuan adanya keragaman:
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman -temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3.Ê Pengembangan keterampilan social:
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT
merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok

Ê
 Ê
ÊÊ
1. Pendahuluan
† 
Ê Ê
a) Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe  „ !   (NHT).
b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
c) Guru melakukan apersepsi
d) Guru memberikan motivasi pada siswa
2. Kegiatan Inti
†DÊ Ê
 Ê
Ê
Ê  


Ê
 DÊ
1)Ê Penomoran
Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor
antara 1 sampai 5.
2) Guru menjelaskan secara singkat tentang materi.
3) Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan.


Ê  DÊ
Mengajukan pertanyaan:
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.


Ê DÊ
Berpikir bersama:
Siswa berfikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban itu.


Ê
DÊ
1) Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Dalam memanggil suatu nomor gur u secara acak menyebut nomor dari 1 sampai
x (x adalah banyaknya kelompok dalam kelas siswa). Anak yang terpilih dari tahap 4 dalam kelompok x adalah anak yang
diharapkan menjawab.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh oleh masing -masing kelompok yang berhasil baik, dan memberikan semangat bagi
kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada).

"Ê V
†ŒDÊ Ê
1) Dengan bimbingan guru siswa membuat rangkuman.
2) Siswa diberi PR dari buku paket atau buku panduan lain.
3) Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.

Ê ÊDÊ
a. Setelah seorang siswa menjawab, guru dapat meminta kelompok lain apakah setuju atau tidak setuju dengan jempol ke
atas atau ke bawah.
b. Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru dapat me minta siswa dari setiap kelompok -kelompok yang berbeda
untuk masing-masing memberi sebagian jawaban.
c. Seluruh siswa dapat memberi jawaban secara serentak.
d. Seluruh siswa yang menanggapi dapat menulis jawabannya di papan tulis atau di kertas pada saat yang sama.
e. Guru dapat meminta siswa lain menambahkan jawaban bila jawaban yang diberikan belum lengkap.
Ê

II.2 Model Pembelajaran Concept Attainment

Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment, yaitu:
(1) menentukan tingkat pencapaian konsep
(2) analisis konsep.

1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep

Tingkat pencapaian konsep ( Vattainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas
dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau
tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal.

Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif Piaget dapat membimbing guru untuk menentukan
tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan. Sebagian besar dari konsep-konsep yang dipelajari selama tingkat
perkembangan pra-operasional merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan identitas. Selama tingkat operasional
konkret, dapat diharapkan tingkat pencapaian klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep formal dapat diharapkan
apabila pengajaran yang tepat diberikan pada siswa yang telah mencapai perkembangan operasional formal. Tingkat -tingkat
pencapaian konsep yang diharapkan tercermin pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum proses belajar -mengajar
dimulai.

2. Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan
urutan-urutan pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa
hal antara lain:
(1) Nama konsep.
(2) Attribute-attribute kriteria dan attribute -attribute variabel dari konsep.
(3) Definisi konsep.
(4) Contoh-contoh dan noncontoh dari konsep.
(5) Hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.

Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase -fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun
sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni Presentasi Data dan Identifikasi D ata; menguji pencapaian dari suatu konsep; dan
analisis berpikir strategi.

† ʏDÊ  Ê Êʏ Ê 

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:


1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama (berlabel),
2. Guru meminta tafsiran siswa
3. Guru meminta siswa untuk mendefinisikan

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:


1. Siswa membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif.
2. Siswa mengajukan hasil tafsirannya.
3. Siswa membangkitkan dan menguji hipothesis.
4. Siswa menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya.

† ʏDÊ  Ê !


ÊÊ  Ê× 

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:


1. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh -contoh tambahan yang tidak bernama.
2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama -nama konsep, dan menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya.
3. Guru meminta contoh-contoh lain.

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:


1. Siswa memberi contoh -contoh.
2. Siswa memberi nama konsep.
3. Siswa mencari contoh lainnya.

† ʏDÊ"Ê Ê 


Ê

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:


1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana.
2. Guru membimbing diskusi.

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:


1. Siswa menguraikan pemikirannya.
2. Siswa mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya.
3. Siswa mendiskusikan berbagai pemikirannya.

D

ʆ ʏDÊ

Guru mempresentasikan data kepada siswa. Setiap unit data contoh dan non -contoh setiap konsep dipisahkan.
Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau
unit lain yang dapat dibedakan. Pembelajar (siswa) diberi informasi bahwa semua contoh positif biasanya memil iki satu ide.
Tugas siswa adalah mengembangkan suatu hipothesis tentang hakekat konsep. Contoh -contoh dipaparkan dan disusun serta
diberi nama dengan kata ³yes´ atau ³no´. Siswa bertanya untuk membandingkan dan menjastifikasi atribut tentang
perbedaan contoh-contoh.

Akhirnya, siswa ditanya tentang nama konsep-konsepnya dan menyataka aturan yang telah dibuatnya atau
mendefinisikan konsepnya menurut attribute essensialnya. (hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase
berikutnya; siswa mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa konsep, tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila
konsepnya sudah dikonfirmasikan).

ʆ ʏDÊ

Siswa menguji pencapaian tentangn konsepnya, pertama dengan cara mengidentifikasi secara benar contoh -contoh
tambahan yang belum diberi nama dan kemudian membangkitkan contoh -contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan siswa)
mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi pilihan konsep atau attribute yang dibutuhkannya.

ʆ ʏDÊ

Siswa mulai menganalisis strategi konsep -konsep yang telah tercapai. Siswa disarankan mengkonstruksi
konsepnya. Siswa dapat menjelaskan pola-polanya, apakah siswa berfokus pada atribut atau konsep, apakah mereka
melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila hipothesisnya t idak terkonfirmasi. Mereka melakukan
suatu perubahan strategi? Secara bertahap, mereka dapat membandingkan keefektifan dari perbedaan strateginya.

 Ê 
Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran concept attainment,
guru memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke dalam contoh positif dan contoh negatif, serta
merangkaikan contoh-contoh. Umumnya materi pelajaran, terutama buku-buku teks tidak didesain untuk pembelajaran
konsep.
Guru dalam pengajaran model pembelajaran concept attainment harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh -
contoh, mengekstrak ide-ide dan material dari buku-buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain material dan ide -ide itu ke
attribute yang jelas, dan bahkan membuat conto h-contoh positif dan negatif dari suatu konsep. Apabila guru menggunakan
model pembelajaran concept attainment, aktivitas guru adalah merekam hipothesis siswa. Guru juga memberikan bantuan
contoh-contoh tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan aktivitas concept
attainment, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan. Langkah awal dalam
melakukan model pembelajaran concept attainment adalah membantu siswa memberikan contoh konsep yang sudah
terstruktur dengan benar. Dalam model pembelajaran concept attainment, prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga
digunakan.



Ê   Ê# 
Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis siswa, dengan memberikan penek anan, apapun
bentuk hipothesis siswa itu, dan menciptakan dialog yang kondusif untuk menguji hipothesis siswa, walaupun hipothesis
siswa tersebut berlawanan dengan hipothesis siswa lainnya. Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini,
guru musti mampu merubah perhatian siswa terhadap analisis konsep dan strategi berpikirnya, kemudian guru kembali
menjadi sangat mendukung hipothesis siswa. Akhirnya, guru musti mampu mendorong analisis siswa.
Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model pembelajaran concept attainment ini sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan hipothesis yang diajukan siswa melalui diskusi terlebih dahulu.
2. Memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya.
3. Memusatkan perhatian sis wa kepada contoh-contoh yang khusus.
4. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya.

 Ê   
Pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi kepada siswa tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal ini
menekankan kepada siswa, bahwa pekerjaan siswa dalam pengajaran concept attainment adalah bukan pada penemuan
konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan
untuk diketahui terlebih dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila siswa dipresentasikan dengan contoh -contoh, maka
siswa tersebut menguraikan karakteristik dari contoh -contoh itu (atribut), dan kemudian menyimpan di dalam otaknya.

BAB III
KESIMPULAN

1.Ê Salah satu metode pembelajaran kooperatif adalah Numbered Head Together (NHT).
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa
dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan
kelas (Rahayu, 2006).
2.Ê Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur -struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
3.Ê Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi
informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif
dalam pembelajaran. Sintaks NHT dijelaskan sebagai berikut:
a. Penomoran
b. Pengajuan Pertanyaan
c. Berpikir Bersama
d. Pemberian Jawaban
4.Ê Model NHT memiliki kelebihan diantaranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam
pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan
sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa,
mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan.
5.Ê Model pembelajaran concept attainment didesain untuk menganalisi s konsep, mengembangkan konsep, pengajaran
konsep dan untuk menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep -konsep. Model pembelajaran
concept attainment merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir d ari
suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep.
Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan
mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menj adi lebih efektif pada pengembangan konsep.
6.Ê Tiga faktor penting yang perlu diketahui dalam concept attainment, yaitu:
a.Ê kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa kita dapat belajar bagaimana siswa
berpikir.
b.Ê siswa tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana mereka memperoleh konsep, tetapi mereka dapat lebih
efisien untuk mengubah strategi dan pembelajaran mereka dengan menggunakan sesuatu yang baru.
c.Ê mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi sedikit model, kita dapat mempengaruhi
bagaimana siswa akan memproses informasi ( J #$%%%).

ÃÊ î  
     Ê ÊÊ 
Ê Ê   Ê   Ê  Ê   Ê  Ê
 Ê Ê Ê Ê Ê
Ê  Ê Ê  Ê Ê Ê   Ê   Ê   Ê  Ê
 Ê  Ê    Ê Ê  Ê Ê   Ê Ê  Ê 
Ê
ÃÊ î          
       
       
       
 Ê
ÃÊ      Ê Ê  Ê    Ê
ÃÊ      Ê Ê Ê
 Ê
ÃÊ  Ê   Ê  Ê  Ê  Ê
ÃÊ    Ê Ê 
 Ê Ê  Ê  Ê   Ê
ÃÊ    Ê Ê   Ê   Ê
ÃÊ        Ê
ÃÊ      Ê
ÃÊ 3      Ê
ÃÊ M       
  Ê
ÃÊ A    Ê
  Ê6  Ê Ê Ê  Ê7  Ê**0ÊÊ 
ʉ-ÊÊ
 4 Ê
ÃÊ & Ê    Ê   Ê  Ê Ê Ê   Ê  Ê   8Ê
  Ê Ê
  Ê  ʉ-Ê   Ê   Ê   Ê   Ê Ê   Ê  ÊÊ
ÃÊ  Ê  Ê Ê  8Ê Ê  Ê  Ê Ê  Ê Ê  Ê Ê
Ê  Ê
  Ê   Ê Ê  Ê Ê  Ê 
Ê    Ê
ÃÊ  Ê 
Ê Ê Ê Ê   Ê  ÊÊÊ 
ʉ-Ê
 Ê    Ê
   Ê Ê Ê
 Ê    Ê Ê  Ê  Ê  Ê  Ê
  Ê Ê Ê
 Ê   Ê  Ê    Ê   Ê  Ê Ê  Ê     Ê Ê    ÊÊ
 Ê Ê Ê Ê
  Ê  Ê 
Ê   Ê
ÃÊ ¦!"  # $%%&î      
'         (  î   
       Ê
ÃÊ          
    
    Ê
ÃÊ A          ) î          *
 
+    
     
    
                      Ê
ÃÊ   Ê   Ê Ê  Ê Ê   Ê   Ê Ê  Ê   Ê Ê
ÃÊ   Ê   Ê Ê  Ê Ê 
Ê   Ê Ê Ê Ê   ÊÊ   Ê Ê
ÃÊ   Ê Ê Ê  Ê Ê  Ê   Ê  Ê   Ê Ê  Ê
   Ê Ê  ÊÊ
ÃÊ    Ê  Ê Ê  Ê Ê  Ê Ê    Ê   Ê Ê   Ê Ê
  Ê    Ê
ÃÊ  
 Ê Ê Ê  Ê Ê  Ê  Ê  Ê  Ê Ê  Ê    Ê Ê
   Ê Ê Ê
 Ê
ÃÊ   Ê  Ê   Ê   Ê Ê  Ê Ê    Ê  Ê Ê Ê  Ê
 Ê  Ê Ê  
 Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê
ÃÊ 7  ÊÊ ÊÊ Ê ÊÊ  ÊÊ ÊÊÊ  ÊÊ
ÃÊ %  ÊÊ Ê Ê Ê ÊÊ  Ê  ÊÊÊ Ê Ê    ÊÊ
ÃÊ 7  ÊÊ Ê Ê  Ê Ê  Ê Ê Ê Ê Ê   ÊÊÊ
 ÊÊ  ÊÊ
ÃÊ , Ê  Ê Ê Ê Ê Ê ÊÊ Ê  Ê    Ê Ê  Ê  ÊÊ
ÃÊ  ÊÊ Ê Ê Ê Ê Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê   ÊÊÊ   Ê Ê

 ÊÊÊ  Ê  ÊÊ
ÃÊ 7  Ê   Ê ÊÊ Ê Ê Ê Ê   Ê  Ê Ê ÊÊ Ê Ê
 ÊÊÊ ÊÊ Ê Ê Ê   ÊÊ   Ê
ÃÊ  Ê  Ê  Ê  Ê Ê  Ê
 Ê Ê Ê Ê  Ê Ê   Ê    Ê  Ê
   Ê Ê 
Ê Ê   Ê Ê
ÃÊ 2   Ê   ÊÊ 
ʉ-Ê Ê Ê Ê Ê   Ê
ÃÊ  Ê    Ê  Ê Ê  Ê  Ê Ê   Ê Ê  Ê   Ê Ê Ê
 
Ê  Ê Ê Ê  Ê
Ê Ê Ê  Ê  Ê 
 Ê Ê

ÃÊ   Ê    Ê  Ê   Ê Ê  Ê  Ê  Ê


Ê Ê ÊÊ   Ê
   Ê  Ê Ê Ê  Ê  ÊÊ  Ê
ÃÊ     Ê    Ê   Ê  Ê Ê Ê  Ê
Ê  Ê  Ê Ê   Ê Ê
ÃÊ   Ê  Ê  Ê Ê Ê Ê    Ê  Ê   Ê  Ê Ê
Ê Ê
 ÊÊ
ÃÊ  Ê Ê Ê Ê  Ê Ê
ÃÊ  Ê Ê Ê   Ê  ʉ Ê   Ê  Ê Ê



ÊÊ  

 ÊÊ

  ÊcÊÊ 3 Ê 
 Ê
 
 Ê  Ê  Ê Ê
   Ê Ê  Ê   ÊÊ
9 Ê Ê  Ê
   ÊÊ

  ÊÊÊ 3 Ê Ê Ê  Ê   Ê


  Ê    Ê
 Ê Ê  Ê Ê
  Ê   ÊÊ 
  ÊÊ

  ÊÊ 
 Ê 3 Ê Ê Ê Ê 
 Ê Ê
 Ê    Ê   Ê Ê Ê   ÊÊ

  Ê!ÊÊ 3 Ê Ê Ê Ê    Ê


  Ê  Ê Ê   Ê  Ê Ê
    Ê   Ê   Ê Ê   Ê Ê  Ê  Ê
Ê
   Ê) ÊÊ  Ê ÊÊ

   Ê  Ê Ê  +ÊÊ

  Ê5ÊÊ   Ê Ê


Ê Ê  Ê Ê
  Ê
   Ê   Ê
)  Ê Ê   Ê
  Ê Ê  +ÊÊ

  Ê/ÊÊ 3 Ê Ê Ê  Ê     Ê  Ê


  Ê Ê   Ê Ê Ê   Ê Ê
  Ê     Ê Ê     Ê  ÊÊ
   Ê  ÊÊ
  Ê1ÊÊ 3 Ê Ê Ê  Ê  Ê  Ê
  Ê Ê  ÊÊ
% Ê  ÊÊ

  Ê3ÊÊ 3 Ê Ê Ê  Ê  Ê


    Ê  Ê Ê  Ê  Ê  Ê Ê
  Ê  Ê Ê   Ê  ÊÊ
  ÊÊ

Ê
  Ê  Ê Ê   Ê

Ê 
Ê    Ê Ê  Ê
   Ê Ê  Ê  Ê
   Ê Ê Ê    Ê  Ê Ê
 ÊÊ     Ê  Ê   ÊÊ
 Ê  Ê  Ê  Ê  Ê
 Ê Ê  Ê   Ê   Ê
   Ê Ê  Ê  Ê Ê
  Ê
 Ê  Ê   ÊÊ
Ê
Ê
 Ê Ê Ê Ê  Ê
   Ê Ê Ê  Ê  ÊÊ
 :    Ê
  Ê Ê  Ê Ê Ê  Ê
  Ê  Ê  Ê Ê Ê  Ê
  Ê   Ê Ê  Ê   Ê
.Ê  Ê  Ê   Ê Ê
  Ê Ê  Ê   Ê Ê
  Ê Ê    Ê  Ê   Ê
ÊÊ
[Ê  ÊÊ Ê  Ê   Ê
  Ê  Ê Ê  Ê  Ê  Ê   Ê.Ê  Ê  Ê Ê Ê

ÊÊ
[Ê  Ê-Ê Ê  Ê  Ê
Ê Ê
[Ê     Ê Ê  Ê Ê   Ê  Ê Ê   Ê Ê
[Ê  ÊM Ê 
Ê      ÊÊ Ê  Ê
Ê Ê  ÊÊÊ
[Ê  Ê
Ê  ÊÊ Ê  Ê  Ê Ê  ÊÊ Ê   Ê 
Ê Ê Ê
[Ê  Ê ʉ   Ê ʉ   Ê Ê Ê  Ê2 Ê Ê
[Ê  Ê Ê Ê 
Ê  Ê Ê   Ê
  Ê
Ê

7 Ê

7 Ê   Ê3 ÊÊ


7 ÊcÊÊ 3 Ê    Ê Ê
 Ê 
Ê Ê  Ê Ê  Ê

Ê Ê Ê Ê Ê
Ê Ê
    Ê

 Ê Ê
 Ê ÊÊ

7 ÊÊÊ 3 Ê 
 Ê   Ê  Ê Ê  Ê
 Ê

 
 Ê   Ê  Ê Ê  Ê  Ê 3 Ê
   ÊÊ
  Ê:Ê  Ê Ê Ê Ê

  Ê  Ê  Ê  Ê  Ê   Ê

   Ê ÊÊ

7 ÊÊÊ 3 Ê
  Ê  Ê Ê   Ê Ê Ê Ê

Ê Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê Ê ÊÊ
    Ê
 ÊÊ  Ê
 Ê

2 Ê
ÊÊ

7 Ê!ÊÊ 3 Ê Ê  Ê


Ê  Ê Ê  Ê

 Ê  
 Ê Ê  Ê  Ê Ê  Ê Ê   Ê
 Ê
Ê
 Ê
ÊÊ   Ê  Ê Ê Ê  Ê   Ê Ê   Ê

  Ê  Ê Ê   Ê  Ê  Ê  Ê


  Ê  Ê

 Ê  Ê  Ê

7 Ê5ÊÊ 3 Ê   Ê Ê


Ê  Ê  Ê Ê Ê 
Ê  Ê
    Ê Ê    Ê Ê
 Ê Ê
$  ÊÊ

7 Ê/ÊÊ 3 Ê  Ê  Ê Ê   Ê Ê  Ê   Ê Ê


Ê
  Ê Ê  ÊÊ
  Ê
   ÊÊ

% Ê

% ÊÊ  Ê%MÊÊ


 Ê2 ÊÊ    Ê  Ê  ÊÊ


 Ê ÊÊ 2
Ê Ê Ê
Ê  ÊÊ
  ÊÊÊ 2 Ê  Ê  Ê!5Ê  ÊÊ

 Ê Ê 


Ê Ê ‰   Ê ÊÊ

 Ê  ÊÊ  Ê Ê   Ê Ê  Ê Ê


  Ê Ê Ê   Ê  Ê

 ÊÊ

   ÊÊ Ê  ÊÊ

   ÊÊ - Ê    Ê Ê  Ê  ÊÊ

eams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para
siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu
siswa bekerja dalam tim mereka un tuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008).
Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas
pembelajaran kooperatif. Games Tournament dimasukkan seb agai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim
(sama dengan TPS).

Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.
Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada ³meja -turnamen´, di mana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini
adalah para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir yang sama. Sebuah prosedur ³menggeser kedudukan´ membuat
permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa
menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan yang
berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua -duanya memiliki
kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan
tim lainnya.

TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu
dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah -masalah satu
sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi
tanggung jawab individual.

Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan
mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini
memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat
digunakan sebagai review materi pelajaran.

Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan
teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:

dÊ 
Ê$D Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
dÊ 
Ê%DÊBelajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
dÊ 
ʌD Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja
turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
dÊ 
Ê&DÊRekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan
direkognisi apabila mereka berhasil melam paui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:

1.Ê Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang , kemampuan setara).
Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
2.Ê Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II.
3.Ê Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4.Ê Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada
sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
5.Ê Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan ja waban secara bergantian.
6.Ê Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).
7.Ê Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8.Ê Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mere ka dan diakumulasi dengan semua tim.
9.Ê Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria
bawah)
10.Ê Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja
turnamen.

×  ÊÊ×  Ê  Ê'

Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran
maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang ku at untuk memprediksi bahwa
metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan
meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi
dan teori kognitif.

Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan
atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949)  Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur
tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1.Ê kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian tujuan
anggota yang lain.
2.Ê kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujua n anggota lainnya.
3.Ê individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi
pencapaian tujuan anggota lainnya.

Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota
kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu
teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakuk an
usaha maksimal.

Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada
pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah
bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas -tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap
konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi
ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang
belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kogn itif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang
paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.

Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model
pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung
ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh
siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan
dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.

Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pen garuh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian
belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:

dÊ Para siswa di dalam kelas -kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak
dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
dÊ Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya
pada keberuntungan.
dÊ TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
dÊ TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih
sedikit)
dÊ Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang le bih banyak.
dÊ TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja -remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit
yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah
mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi
tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.

Ê 
Ê%Ê Ê   Ê 
Ê Ê Ê Ê  Ê Ê Ê ÊÊ  Ê
  Ê  Ê  Ê Ê  Ê Ê Ê   Ê Ê  Ê Ê Ê  Ê  Ê Ê  Ê Ê
Ê M  Ê Ê Ê  Ê  Ê  Ê  Ê   Ê Ê  Ê  Ê Ê
Ê 
Ê
M  ÊÊ; Ê$ Ê  Ê
Ê%Ê  Ê  ÊÊ 
Ê Ê   Ê 
Ê  Ê  Ê 
Ê
   ÊÊ
 Ê Ê  Ê Ê   Ê Ê
Ê Ê Ê    Ê Ê
  Ê
MÊ ‰  Ê  Ê
Ê  ÊÊÊ
MÊ ‰ Ê Ê  Ê ÊÊ
MÊ  Ê
Ê Ê  Ê ÊÊ Ê  Ê  Ê Ê Ê   Ê  Ê Ê
  Ê  Ê
  Ê  Ê
Ê ÊÊ
MÊ    Ê Ê Ê Ê  ÊÊ   Ê
MÊ 3Ê   Ê  Ê 
Ê%ÊÊ
MÊ   ÊÊÊ
MÊ  ÊÊ
MÊ   Ê3  ÊÊ
MÊ  ÊÊÊ
MÊ  Ê,   ÊÊ
MÊ  Ê Ê Ê Ê;  ÊÊ
MÊ 7 ÊÊÊ
MÊ ´, Ê& ÊÊ
Ê
-  Ê
[Ê 3 Ê  Ê Ê  Ê Ê Ê    ÊÊ
[Ê 3 Ê  ÊÊ Ê    ÊÊ
[Ê 3 Ê Ê Ê  ÊÊ
[Ê ( Ê
Ê Ê Ê   Ê Ê  Ê  Ê Ê
[Ê 3 Ê  Ê ÊÊ
[Ê 3 Ê  ÊÊ  Ê Ê Ê    ÊÊ
3 Ê Ê    Ê  Ê Ê
( Ê
Ê Ê Ê  Ê ÊÊ% ÊÊ
[Ê  Ê Ê Ê Ê
ÊÊ
[Ê     Ê Ê
Ê  Ê Ê ÊÊ
[Ê     Ê Ê
ÊÊ
[Ê     Ê  Ê Ê  Ê
Ê ÊÊ Ê
Ê

You might also like