Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
NON REGULER
ASTRIED MAYA M. (07)
AYUTTHYA RIZKY L. (08)
DWI MUDI PRIMADHANI (11)
FEBRINA NUR INDAH S. (18)
IRMA SARI FITRIANA (19)
SHOFA ROSIFANNI (28)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI KEBIDANAN KAMPUS SUTOMO SURABAYA
1
2010-2011
TUGAS ASUHAN KEBIDANAN IV
ASUHAN KEBIDANAN
PLASENTA PREVIA
DOSEN : Hj.Klanting Kasiati,S.pd, M.Kes.
DI SUSUN OLEH :
NON REGULER :
ASTRIED MAYA M. (07)
AYUTTHYA RIZKY L. (08)
DWI MUDI PRIMADHANI (11)
FEBRINA NUR INDAH S. (18)
IRMA SARI FITRIANA (19)
SHOFA ROSIFANNI (28)
SITI AMINAH ROMDIATI T. (29)
SRI WILUJENG ENDAH P. (32)
WIWIK ANGGRAINI (38)
WIWIT PUTRI I.N. (39)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PRODI KEBIDANAN SUTOMO SURABAYA
2010-2011
2
KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Plasenta Previa................................................................................ 3
2.2 Konsep Asuhan Kebidanan.................................................................................. 24
BAB III CONTOH KASUS......................................................................................................30
Daftar Pustaka........................................................................................................................... 39
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada klien diharapakan mahasiswa dapat
melaksanakan Asuhan Kebidanan secara komprehensif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Pedarahan antepartum adalah perdarahan jalan
lahir setelah kehamilan 20 minggu (Mansjoer, 1999: 276)
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi pada kehamilan yang lebih tua terutama setelah
melewati trimester III (Prawirohardjo, 2009: 459)
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi setelah kehamilan 28 minggu, biasanya lebih
7
banyak dan lebih berbahaya dari pada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998 : 269 )
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi paada tempat abnormal yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalanlahir (ostium uteri internal). ( Mochtar,
1998 : 269 )
Menurut Prawiroharjo (2009), plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau
sebagian ostium internum.
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu segmen bawah uterus sehingga dapat
mnutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
(Mansjoer, 1999: 276)
Menurut Cunningham (2006), plasenta previa
merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan
perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(FKUI, 2000).
2.1.2 Klasifikasi
8
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :
a. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
c. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostiumuteri internum.
d. plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
a. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
9
b. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea
yang ditutupi plasenta.
2.1.3 Etiologi
Plasenta previa mungkin terjadi kalau keadaan endometrium kurang baik
misalnya karena atrofi endometrium. Keadaan ini misalnya terdapat pada :
a. Multipara, terutama dengan jarak
antara kehamilan pendek
b. Myoma uteri
c. Curretage yang berulang
d. Primigravida tua lebih dari 25
tahun
e. Bekas operasi
Keadaan endometrium yang kurang baik, menyebabkan bahwa placenta
harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena luasnya,
mendekati atau menutup ostium internum. Mungkin juga placenta previa
disebabkan implantasi telur yang rendah.
Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan . bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi
10
pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa ,
tidaklah selalu benar . Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke
plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Kloosterman 1973).
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya
adalah mencakup :
1. Perdarahan (hemorrhaging)
2. Usia lebih dari 35 tahun
3. Multiparitas
4. Pengobatan infertilitas
5. Multiple gestation
6. Erythroblastosis
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
8. Keguguran berulang
9. Status sosial ekonomi yang rendah
10. Jarak antar kehamilan yang pendek
11. Merokok
Menurut Rustam Mochtar (1998), di samping banyak penyebab plasenta
previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-
faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
1. Endometrium yang inferior
2. Chorion leave persisten
3. Korpus luteus yang bereaksi lambat.
Strassmann mengatakan bahwa factor terpenting adalah vaskulerisasi yang
kurang pada desidua menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne
menekan bahwa factor terpenting ialah vili korialis persisten pada desidua
kapasularis.
Faktor – faktor etiologi :
1. Umur dan paritas
11
a. Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur
dibawah 25 tahun
b. Lebih sering paritas tinggi daripada paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa anyak dijumpai pada umur
muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia yang
menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang
( inferior )
2. Hipoplasi endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang – ulang, bekas operasi,
kuretase, dan manual plasenta
4. Korpus luteum berlangsung lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi
5. Tumor – tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
6. Kadang – kadang pada malnutrisi.
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2009) pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal, yaitu baian dari desidua basalis
12
yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi ditu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikain pula
oada serviks mendatar (effacement ) dan membuka ( dilatation ) dan bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus dari plasenta. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relative dipermudah ddan diperbanyak
oleh karena segme bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yyang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhanti karena
ada pembekuan kecuali ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama , oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu berlangsung progesif dan bertahap , maka laserasi baru akan
akan mengulang terjadinya perdarahan . Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah akan keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
(pain less) .
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum . Sebaliknya , pada
plasenta previa parsalis atau letak rendah , perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga – jaga syo hal tersebut perlu dipertimbangkan.
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih
separuh kejadiannya pada umur kehamilan pada 34 minggu ke atas. Berhubung tempat
perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir ke luar rahim dan tidak terbentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bahwa rahim yang
tipis mudah di invasi oleh pertumbuhan dari trofoblas , akibatnya plasenta melekat
lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang perkembangan vilinya bisa sampai menembus ke
buli – buli dan per rektu bersama plasenta previa. Plasenta akreta da inkreta lebih
sering terjadi pada uterus yang pernah bedah sesar. Bawah rahim dan serviks yang
rampuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatakan perdarahan pasca persalinan pada
plasenta previa, misalnya pad kala 3 karena plasenta sukar terlepas yang sempurna
atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi .
13
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak umur kehamilan
20 minggu, saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Umumnya terjadi pada trimester 3 karena segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan
servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. . Perdarahan tidak dapat
di hindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. Pada plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum perdarahanyerjadi lebih awal dalam kehamilan oleh
karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu
pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.
14
rahim berkurang, maka pada placenta previa lebih sering terdapat kelainan
letak.
d. Warna perdarahan merah segar
e. Adanya anemia dan rejatan yang sesuai dengan keluarnya darah
f. Timbulnya perlahan – lahan
g. Waktu terjadinya saat hamil
h. His biasanya tidak ada
i. Rasa tidak tegang ( biasa ) saat palpasi
j. Denyut jantung janin ada
k. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
l. Presentasi mungkin abnormal
Jika perdarahan disebabkan oleh placenta previa atau placenta letak rendah
maka robekan selaput harus marginal (kalau terjadi persalinan per vaginam). Juga
harus dikemukakan bahwa pada placenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan
postpartum karena :
Kadang-kadang placenta lebih erat melekat pada dinding rahim (placenta
accreta)
Daerah perlekatan luas
Daya berkontraksi segmen bawah rahim kurang
Kemungkinan infeksi nifas besar, karena luka placenta lebih dekat pada
ostium, dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai lagi pula pasien
biasanya anaemis karena perdarahan hingga daya tahannya lemah.
15
trimester ketiga, bidan tidakboleh melakukan pemeriksaan dalam karena akan
merusak keseimbangan bekuan darah dan akan menimbulkan perdarahan baru.
2.1.6 Prognosis
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat
menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya.
Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah
kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian plasenta previa
meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan
karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular
Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena
komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia
post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion
(Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital
dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat
yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita
plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan
plasenta previa (Hanafiah, 2004).
2.1.8 Komplikasi
a. Anemia bahkan syok karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat
berulang dan semakin banyak.
b. Plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masukk ke dalam miometrium karena plasenta yang berimplantasi pada
16
segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan
trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium
bahkan sampai ke perimetrium.
c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Apabila
oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan
cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segman bawah rahim maka
pada keadaan yang sangat gawat jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi local.
d. Sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya karena
kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi.
e. Kelahiran premature dan gawat janin karena tindakan terminasi kehamilan
yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Menurut Prawirohardjo 2009, ada beberapa komplikasi utama yang bisa
terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta previa diantaranya ada yang bisa
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melepasnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga
penderita menjadi anemia bahkan menjadi syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah bagian trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos kedalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebagai sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta
perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat
tetapi filinya masih belum masuk kedalam miometrium. Walaupun biasanya
tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta ataui inkreta
akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan pada kala III. Komplikasi
ini lebih sering pada uterus yang pernah seksio cesaria. Dilaporkan plasenta
akreta terjadi 10 % sampai 30% bagi pasien yang pernah SC 1 kali, naik
menjadi 60 samapai 65% bila telah SC 3 kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati – hati pada semua tindakan manual ditempat
17
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak mmelalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara – cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang
sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan
amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat kematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan yang
lain massa perawatan yang lebih lama adalah beresiko tinggi untuk solusio
plasenta (resiko relatif 13,8), seksio cesaria (RR 3,9), kelainan letak janin (RR
2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intavaskular coagulation (DIC) 15,9%.
2.1.9 Diagnosa
a. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir setelah 22 minggu, tanpa rasa nyeri
b. Pemeriksaan luar
Bagian bawah janin belum masuk PAP
c. Pemeriksaan inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari dalam uterus atau
dari kelainan serviks, vagina, varises pecah, dan lain – lain.
d. Penentuan letak plasenta tidak
langsung
18
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
radiology, radiostope.
e. Pemeriksaan USG
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi / jarak tepi plasenta
terdapat ostium internum.
19
2. Jangan melakuka pemeriksaan dalam,
karena berakibat perdarahan bertambah banyak.
3. Segera melakukan tindakan rujukan ke
rumah sakit dengan fasilitas yang cukup untuk tindakan operasi dan
sebagainya.
Di samping itu bila terpaksa melakukan persalinan pada janin dalam
keadaan prematuritas, maka diperlukan asuhan neonatus di unit perawatan
intensif. Dalam kasus yang sangat istimewa, misalnya prematuritas, dan setelah
dilakukan pemerksaan dalam di kamar operasi ternyata ditemukan plasenta previa
marginalis, dapat dilakukan terapi “memecah ketuban” untuk menghentikan
perdarahan. Penanganan
Plasenta Previa
Tekanan bagian terendah janin akan menekan plasenta previa sehingga
perdarahan berhenti. Dalam hal ini seolah \-olah janin dikorbankan karena
memang keadaannya sangat interior sehingga kehidupan dapat dipastikan tidak
terlalu lama. Tujuannya untuk menyelamatkan jiwa ibunya dari keadaan
Syok Tidak Syok
morbiditas serta mortilitas yang lebih tinggi.
Konservatif
Periksa Dalam di Atas Meja Rawat
Operasi (PDMO) Kortikosteroid untuk pematangan
paru – paru janin
Bila perdarahan ulang banyak
dilakukan PDMO
20
21
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta
previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium uteri
kurang dari setengah bagian. Kalau pada plasenta previa lateralis, plasenta
terdapat di sebelah belakang, maka lebih baik dilakukan secsio secarea. Karena
dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta, karena
kepala tertahan promontorium. Yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan
plasenta.
Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:
a. Setelah pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi, hingga kepala
anak menekan pada plasenta.
b. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban, dan dapat mengikuti gerakan
dinding rahim hingga tidak terjadi penggeseran antara plasenta dan rahim.
Pengkajian Data
Pada pengkajian data yang perlu di kaji adalah tanggal, jam, tempat pengkajian.
1. Data Subyektif
a. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji adalah nama ibu, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, nama suami, umur, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat
b. Keluhan Utama
Ibu mengatakan masih mengeluarkan darah dari kemaluannya dengan jumlah
banyak atau sedikit dan terasa nyeri atau tidak
c. Riwayat Haid
HPHT penting dikaji untuk menentukan tanggal tafsiran persalinan.
d. Riwayat Kesehatan
Untuk mengetahui ada atau tidak penyakit yang bisa mempengaruhi
kehamilan,seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung, TBC, dll.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui ada atau tidak yang mederita penyakit menurun, menahun
dan menular serta adakah keturunan kembar.
f. Riwayat Kehamilan Sekarang
Untuk mengetahui frekuensi kunjungan ANC, keluhan, dan obat yang didapat
pada saat atau selama hamil.
23
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Ibu hamil makan 2 kali lebih banyak dari biasanya dan diantara dua waktu
makan ibu makan makanan ringan.
2. Pola Eliminasi
Semakin besar usia kehamilan maka frekuensi BAK makin meningkat
3. Pola Istirahat
Ibu hamil harus meluangkan waktu untuk istirahat lebih banyak daripada
sebelum hamil.
4. Pola Aktifitas
Aktifitas ibu hamil harus dikurangi pada saat trimester pertama karena
pada waktu itu rawan terhadap terjadinya abortus. Sedangkan pada
trimester II dan III sudah boleh banyak aktivitas tetapi pada waktu tersebut
biasanya ibu akan merasa sering lelah terutama pada trimester III
5. Pola Kebersihan
Yang paling penting bagi ibu hamil adalah menjaga kebersihan
genetaliannya dengan cara : cebok dari arah depan ke belakang, gunakan
handuk kering setelah cebok ganti celana dalam setiap kali terasa basah.
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
KU : baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tensi : Normal (110/70 – 120/80 mmHg)
Nadi : Normal (70 – 90 x/menit)
Pernafasan : Normal (16-24 x/menit)
Suhu tubuh : Normal (36 – 37o C)
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Muka : Tidak pucat atau tidak terdapat cloasma garvidarum atau
tidak
Mata : Simetris, sclera tidak / icterus, konjungtiva tidak / pucat
24
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan
bendungan vena jugulari
Payudara : Simetris, putting susu menonjol, bersih, terdapat
hiperpigmentasi pada papilla dan areola mammae, terdapat
hipervaskularisasi
Perut : Pembesaran perut sesuai usia kehamilan, terdapat linea
nigra, terdapat strie
Ekstremitas : Simetris, tidak oedema, tidak terdapat varises
2. Palpasi
Payudara : Colostrum belum keluar, tidak terdapat benjolan
abnormal
Perut : Leopold I : TFU sesuai usia kehamilan dan bagian
yang berada difundus
Leopold II : Menentukan apa yang terdapat
disamping kanan dan kiri perut ibu
Leopold III :Menentukan bagian terendah janin dan
apakah sudah masuk PAP atau belum
Leopold IV : Seberapa jauh bagian terendah masuk
PAP.
Ekstremitas : Tidak ada odema pada tangan dan kaki
3. Auskultasi
Dada : Tidak terdengar / terdengar bunyi wheezing dan ronkhi
Perut : Djj (+) normalnya 120 – 160 x / menit
4. Perkusi
Reflek patella (+) / (-)
25
Syok
2.2.4 Intervensi
Dx : G…. P…. UK … Minggu tunggal hidup intrauterine dengan palsenta
previa.
Tujuan : Ibu dan bayi dalam keadaan sehat sampai akhir kehamilan dan tidak terjadi
komplikasi
Kriteria hasil :
- Keadaan umum : baik
- Nadi : 70 – 90 x / menit
- Suhu : 36 – 37 oC
- Pernafasan : 16 – 24 x / menit
- Kontraksi : tidak ada
- DJJ : 120 – 160 x / menit
Intervensi
1. Lakukan pendekatan pada ibu dan keluarga
R/ Ibu dan keluarga kooperatif dalam tindakan
2. Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ ibu mengerti dan tahu tentang kondisinya
3. Observasi TTV, perdarahan, DJJ, kontraksi
R/ deteksi adanya kelainan,memantau keadaan janin, dan antisipasi perdarahan
4. Lakukan vulva hygine
R/ Menghilangkan media pertumbuhan bakteri dan meningkatkan hygine
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi
R/ Menjalankan peran kolaborasi dalam pemberian terapi
6. Bantu klien untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi
R/ Mempercepat proses penyembuhan
7. KIE istirahat dan bedrest total
R/ Otot menjadi relax sehingga menggurangi kontraksi
26
2.2.5 Implementasi
Sesuai dengan intervensi
2.2.6 Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Seleckta Kedokteran. Jakarta : EGC
Muchtar, Rustam. 1998. Sinopsi Obstetri Fisiologi Jilid 2. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono, 2002. Pelayanan Kesehatan Maternatal dan Neonatal. Jakarta :
YBPS
Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPS
Saifudin, AB. 2002. Buku Pansuan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : YBP – SP
Sastrowinata, sulaeman. 1997. Obstetri Fisiologi. Bandung : FK Pajajaran Bandung
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, 1984.
Obstetri Patologi : Bandung
27