Professional Documents
Culture Documents
alah
Mus
yaw
arah
“Makalah
musyawarah”
Langka
h-
Langka
h
Musya
warah
Permasalah
an &
Penyel
esaian
dengan
mus
yaw
arah
Oleh:
Aulia Siregar
Ayu
Fatmawati
Lulu Pratiwi
Weni Rianti
Yunita
Musyawarah menurut Q.S. Ali ‘Imran[3] ayat 159
Musyawarah disebut juga dengan Syura. Musyawarah adalah kenyataan bahwa tradisi
(musyawarah) tersebut ternyata sudah ada di zaman pra islam. Di mekah ada yang disebut
dar al-nadwah. Kegiatan musyawarah bukan hanya untuk memecahkan masalah bersama
melainkan juga dalam memilih pemimpin.
Perbedaan pendapat dalam musyawarah menuntut kita untuk memiliki sifat saling
memaafkan. Kita harus menyikapi positif perbedaan-perbedaan yang ada dalam kegiatann
musyawarah. Kita diharapkan cepat mengerti dan tanggap dengan kekeliruan pendapat dan
segera menyadarinya. Sesuai dengan lafal al-Quran yaitu wastaghfirlahum, menyadari
kesalahan dengan terbuka merupakan sikap bijaksana. Dan melaksanakan perintah
wasyawirhum fil amri, yaitu bermusyawarah kembali.
Sesuai yang tertulis pada Q.s Ali ‘Imran[3] Ayat 159 tentang Musyawarah dalam
Urusan yang artinya,
”Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dalam urusan tu. Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah
mencintai orang yang bertawakal.” (Q.s. Ali ‘Imran [3]: 159)
Susi dan Susanti beragama islam, masih membereskan buku buku yang ada di atas
meja mereka. Mereka sengaja tidak pergi kekantin lebih awal untuk menanyakan beberapa
hal kepada guru mata pelajaran sebelumnya yang masih mengisi buku batas pelajaran di
depan kelas. I Ketut Susanto, teman sekelas mereka yang beragama hindu datang ke meja
mereka dengan maksud menyapa dan mengucapkan salam “Assalamualaikum”. Mereka
hanya diam dan tersenyum memandangi Ketut dengan tatapan bingung. Ketut membalas
tersenyum dan langsung pergi keluar dari kelas.
Susi dan Susanti masih bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Mereka duduk
di kantin paling ujung, Susanti bertanya pada Susi apa yang seharusnya mereka lakukan tadi
saat Ketut mengucapkan salam kepada mereka. Susi berpendapat bahwa mereka harus
menghormati teman mereka yang berbeda agama dengan menjawab salam. Namun Susanti
beranggapan bahwa mereka tidak boleh menjawab salam dari orang non-muslim dan lebih
baik diam. Mereka berpendapat satu sama lain. Namun, walaupun mereka berbeda
pendapat mereka tetap ber musyawah dengan penuh kesabaran dan lemah lembut tanpa
bersikap lebih benar satu sama lain. Karena belum mencapai mufakat mereka bermaksud
menanyakan hal ini kepada orang yang lebih mengerti.
Jam pelajaran kedua adalah pelajaran agama Islam. Siswa non muslim dipisahkan
dengan siswa muslim dibimbing guru pembimbingnya masing-masing. Pak Taufik memasuki
kelas membawa buku latihan yang minggu lalu dikumpulkan untuk mengambil nilai agama
islam. Pak taufik hari ini menerangkan materi tentang musyawarah dalam urusan. Setelah
menyampaikan materi, pak Taufik mempersilahkan anak-anak untuk bertanya.
Susi bertanya, “ pak, bagaimana hukum menjawab salam kepada non-muslim?.”
Dan Beliau menjawab bahwa bila ada orang non-muslim mengucapkan
Assalamualaikum (keselamatan dan kesejahteraan untuk kamu sekalian) maka kita cukup
menjawab wa alaikum (dan untuk kamu sekalian).
Dan dengan komitmen yang kuat dengan `hasil musyawarah Susi dan Susanti berjanji
akan mengamalkan ilmu baru yang mereka dapakan hari ini.
***
Kesimpulan:
musyawarah dilakukan untuk mengambil kaputusan sesuai dengan
kesepakatan bersama dengan harapan mufakat yang di peroleh
mendapat ridho dari Allah SWT. Hasil musyawarah harus bersifat
konsisten dan produktif yaitu sesuai dengan cita-cita awal dan
membawa hasil dan manfaat bagi anggota musyawarah.