Professional Documents
Culture Documents
Oleh : Rosnita1
Evaluasi berasal dari dari bahasa Inggris: evaluation; yang dalam bahasa
Arab diistilahkan dengan taqyīm atau taqwīm yang berasal dari kata al-Qīmah
yang berarti nilai (value).2 Jadi, secara harfiah evaluasi pendidikan yang
disebut taqwīm al-tarbiyah, dapat diterjemahkan sebagai penilaian dalam
bidang kependidikan, atau penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.
1
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara Medan. email: rosnita.ma@gmail.com
2Muhammad Alī Al-Khūlī, Dictionary of Education (Bairut-Libanon: Dar al-‘Ilm li al-
Malayīn, 1981), h. 165.
3Dalam mengurai evaluasi pendidikan di dalam buku ini, baik disebutkan sebagai
catatan kaki ataupun tidak, banyak menukil pemikiran M. Dimyati Mahmud, Psikologi
Pendidikan (Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan,
Dirjend Dikti Depdikbud, 1989), h. 251-256.
1
2
4Bandingkan
dengan Noeng Muhadjir, Teknik Penilaian dalam Pendidikan (Yogyakarta:
Rake Sarasin PO Box 83, 1987), h. 17.
3
Bahan atau materi pembelajaran apa yang akan diajarkan dan metode
apa yang akan digunakan sangat bergantung pada tujuan pengajaran atau
indikator keberhasilan yang telah dirumuskan. Demikian pula bagaimana
prosedur evaluasi harus dilakukan serta bentuk-bentuk atau alat evaluasi
mana yang akan dipakai untuk menilai hasil pengajaran tersebut harus
dikaitkan dan mengacu kepada bahan dan metode pembelajaran yang
digunakan dan tujuan pembelajaran atau indikator keberhasilan yang telah
dirumuskan.
6
Salah satu fungsi evaluasi ialah untuk mendorong peserta didik untuk
belajar secara lebih giat. Untuk hasil belajar yang bagus diberi nilai tinggi
dan kalau mungkin hadiah-hadiah. Bagi peserta didik tingkat Sekolah Dasar
hal ini penting sekali karena atas dasar itu mereka dihargai oleh pendidik
yang menjadi orangtua mereka. Bagi peserta didik Sekolah Lanjutan, hal itu
juga penting, karena merupakan bekal untuk melanjutkan belajar ke
lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
a. Evaluasi atau penilaian itu bermanfaat bagi peserta didik. Suatu penilaian
dapat dikatakan efektif kalau hasil evaluasi itu bermanfaat bagi peserta
didik. Sesuatu yang tak bermanfaat akan lenyap begitu saja, yang di
dalam al-Qur`ān diumpamakan bagaikan buih yang bakal hilang ditelan
bumi, dan hanya yang bermanfaat sajalah yang akan tetap menimbulkan
kesan. 7
Begitu juga halnya mengenai nilai yang diperoleh peserta didik akan
kurang efektif sebagai insentif baginya kalau orangtuanya kurang peduli
terhadap nilai tersebut; sebaliknya nilai tersebut menjadi lebih efektif
sebagai insentif kalau orangtua mereka memperhatikan dan menghargai
hasil usaha putera-puterinya. Dalam hal ini peserta didik merasa ada
manfaat baginya bila dia memperoleh prestasi. Bahkan akan lebih efektif
lagi kalau peserta didik sendiri mempunyai rencana untuk memasuki
sekolah yang lebih tinggi yang mempersyaratkan nilai tinggi untuk
diterima sebagai peserta didik.
b. Evaluasi itu sehat dan obyektif. Penilaian harus berkaitan rapat dengan
usaha peserta didik yang sebenarnya. Kalau ada peserta didik yang keliru
atau salah, hendaklah diinformasikan mengapa dia keliru, dan sekiranya
dia benar berilah penilaian yang semestinya tanpa ada yang perlu
disembunyikan. Allah swt menegaskan bahwa kebenaran dan atau
kesalahan sekecil apapun yang dilakukan umat manusia akan tetap
diinformasikan secara jujur.8 Dalam hal ini peserta didik akan merasa
bahwa untuk dapat berhasil secara memuaskan di sekolah adalah dengan
belajar lebih giat dan gigih, karena penilaian itu dilakukan secara jujur,
sehat dan obyektif.
c. Evaluasi yang dilaksanakan bersifat adil. Penilaian itu akan efektif kalau
peserta didik tahu bahwa penilaian tersebut lebih kurang sama bagi
semua peserta didik. Kalau ada peserta didik merasa bahwa temannya
yang lain ada yang dinilai lebih lunak, lebih memakai kebijaksanaan
dengan alasan-alasan yang tak diterima oleh pendidikan, maka penilaian
itu akan menjadi berkurang efektifitasnya. Peserta didik, sebagai subyek
penilaian biasanya cukup peka terhadap perlakuan yang berbeda, apalagi
kalau ia tahu bahwa penilaian itu didasarkan pada kecenderungan pilih
kasih. Ajaran Islam menegaskan agar berlaku adil terhadap sesama
9Qur`ān, al-Māidah/5: 8.
10Qur`ān, al-Hasyr/ 59:18.
9
Peserta didik perlu megetahui hasil jerih payahnya, hal ini dapat
diperoleh melalui hasil penilaian. Dengan perkataan lain, penilaian itu dapat
memberikan umpan balik kepada peserta didik, sehingga peserta didik
selalu tahu kekuatan dan kelemahannya. Misalkan guru menugaskan peserta
didik untuk membuat karangan; karangan itu kemudian diperiksa,
dikomentari dan diberi nilai; setelah karangan tersebut dikembalikan kepada
peserta didik, mereka menjadi tahu di mana kekurangan-kekurangan
mereka; mungkin ada yang merasa kurang dalam segi isi karangan, mung-
kin ada yang sadar akan kekurang-mampuannya dalam menyusun kalimat
dengan baik, atau mungkin pula ada yang merasa lemah dalam
perbendaharaan kata-kata, dan sebagainya. Dengan demikian penilaian
tersebut dapat membantu peserta didik memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan dan keterampilan karang-mengarang.
Suatu buku laporan kemajuan belajar, atau lazim disebut dengan buku
“rapor”, karena ia “melaporkan” informasi tentang kemajuan peserta didik
kepada orangtuanya. Fungsi melaporkan ini menjadi penting karena dua
alasan: (a) orangtua dapat mengetahui kemajuan belajar putera-puterinya di
sekolah. (b) nilai dan penilaian-penilaian yang lain dapat membantu orang
tua untuk memberikan reinforcement secara informatif. Hal ini ternyata ikut
membantu peserta didik belajar lebih giat dan berprestasi lebih baik. Karena
pada umumnya orangtua itu menginginkan putera-puterinya membawa
pulang nilai-nilai yang baik, maka penilaian itu menjadi lebih penting dan
lebih efektif sebagai insentif.
Lebih dari itu, sesuai dengan harapan dan tuntutan teori evaluasi,
bahwa evaluasi itu pada prinsipnya bermata dua, yang sasarannya bukan
hanya peserta didik, melainkan juga tak kalah pentingnya adalah pendidik
dan segenap penyelenggara/tenaga kependidikan yang ada. Atas dasar
itulah, sekurang-kurangnya sebagai harapan teoritis, bahwa apapun prestasi
peserta didik haruslah diasumsikan sebagai prestasi pendidik dan prestasi
keseluruhan penyelenggara pendidikan secara bersama-sama, yang diwakili
oleh pendidik sebagai ujung tombaknya.
Sungguh sangat tidak adil jika seorang peserta didik yang potensinya
tidak atau belum sempat berkembang saat dievaluasi; lantas kemudian dicap
dan diklasifikasikan sebagai orang bodoh, malas belajar dan bermacam-
macam tudingan yang tak enak didengar. Itulah kenyataan yang umum
terdengar. Hampir-hampir atau nyaris tak terdengar, ada para guru sebagai
pendidik yang menyesali nasibnya atas ketidakmampuannya dalam
menjadikan peserta didiknya menjadi orang yang berprestasi.
Adalah wajar, jika ada peserta didik yang berprestasi tinggi, maka
gurunya akan berkata sambil bersyukur, “Al-hamdulillāh, siapa dulu dong
gurunya”, atau dengan ucapan kebanggaan lainnya, “Dia ‘kan peserta didik
kami”. Akan tetapi adakah sebaliknya, jika ternyata ada peserta didik yang
entah disebabkan apa, tetapi prestasinya, termasuk perilakunya jauh di
bawah rata-rata, adakah guru sebagai pendidik yang berani tepuk dada,
“siapa dulu dong gurunya!” atau berkata: “sekedar seperti itulah yang
mampu saya hasilkan!”
13
Oleh karena itu sasaran pokok evaluasi bukanlah sekedar peserta didik,
melainkan seluruh penyelenggara pendidikan, mulai dari pendidik,
kurikulum, sarana dan prasarana, metode pembelajaran, alat atau media dan
seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan proses belajar mengajar.
14
DAFTAR PUSTAKA