You are on page 1of 6

Mon, 29 Nov 2004

Oleh www.fatihsyuhud.com

2. Pemimpin Kredibel

Sudah banyak buku-buku bagus yg membahas tentang


kepemimpinan. Seperti Leading Minds: An Anatomy of
Leadership oleh Howard Gardner; Ethics: The Heart of
Leadership oleh Joanna B. Ciulla; Leadership and
Organization: A Behavioral Science Approach oleh
Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, Fred Massarik;
Leadership and the Culture of Trust oleh Gilbert W.
Fairholm; “Understanding The Charismatic
Leader-Follower Relationship: Promises and Perils”
oleh Colette Dumas, Dan Sankowsky dalam Journal of
Leadership Studies (Silahkan dicari di perpus kampus
masing-masing).

Apabila Anda serius ingin mempelajari soal


kepemimpinan, buku-buku di atas bisa jadi rujukan yg
sangat menarik. Ini terutama bagi mereka yg
bercita-cita jadi pemimpin massa, LSM, politisi, dll.
Apa yg akan dibahas dalam tulisan singkat di bawah
adalah analisa singkat dan mendasar untuk menjadi
pemimpin, terutama pemimpin massa yg kredibel.

Ada beberapa faktor penting yg harus dimiliki seorang


pemimpin: (a) confident (percaya diri); (b) visi; (c)
idealisme (berpijak pada nilai standar ideal); (d)
tanggung jawab tinggi (e) egaliter; (f) caring/tidak
selfish (lebih mengutamakan kepentingan umum); (g)
dignified (bermartabat).

a. Confident (PD – percaya diri)

Inilah syarat mutlak pertama yg mesti dimiliki


siapapun yg ingin jadi pemimpin. Jangan berharap dan
bermimpi jadi pemimpin kalau anda tidak PD. Kalau
belum memiliki ke-PD-an, segeralah dimiliki. Stok
terbatas. PD tidak musti dalam segala hal, walaupun
itu lebih baik. Yg terpenting, Anda PD memimpin
lingkungan Anda.

Beberapa ciri pribadi pemimpin PD adalah [1] selalu


menganggap setiap orang sejajar dg dirinya, tidak
lebih tinggi dan tidak lebih rendah. Tidak menunduk
atau mengangkat kepala, apapun status orang yg
dihadapi: dubes atau pengemis, jenius atau idiot, kaya
atau miskin, ‘elite’ atau ‘kere’; [2] sopan dan rendah
hati. Kesopanan dan kerendahhatian terkadang kabur
maknanya dg keminderan. Pemimpin sopan bukan karena
minder, tapi karena memang etika sosial yg harus
diikuti.

Ciri paling menyolok dari pemimpin yg berkepribadian


PD adalah ia lebih mengutamakan hal
substantif/mendasar/prinsip dari pada hal-hal remeh
tapi dianggap penting oleh orang kebanyakan. Seperti,
ketika memiliki dana Rp. 100 juta apakah untuk
merenovasi gedung atau menambah buku-buku kepustakaan,
maka ia akan memilih yg kedua. Renovasi penting tapi
tidak substantif dibanding buku. Universitas dan
perilaku orang India bisa jadi contoh dalam hal ini.

b. Visi.

Pemimpin harus memiliki visi atau wawasan ke depan yg


jelas. Contoh, sebagai ketua PPI, periode tahun ini,
sdr Jusman harus memiliki visi dan target apa yg mesti
dicapai untuk perbaikan institusi PPI dan peningkatan
kualitas anggotanya. Dalam konteks PPI, tentu saja yg
terpenting adalah peningkatan kualitas intelektual
anggota dan penciptaan imej PPI di dalam dan di luar.

Visi dapat dicapai dg [1] banyak membaca (media,


milis, dll) [2] banyak bergaul dan bertanya; [3]
banyak menulis/berkomentar, walaupun hanya di buku
harian atau di milis; [4] aktif diskusi; [5] membaca
buku biografi tokoh-tokoh besar nasional dan dunia.

c. Idealisme.

Pemimpin yg baik dan memiliki kepribadian kuat selalu


bersikap idealis. Dia tidak akan kompromi pada
nilai-nilai idealisme yg prinsip; tapi rela bersikap
kompromistis, elastis atau pragmatis pada hal-hal yg
tidak prinsipil. Prof Dr Hamka lebih rela mundur dari
jabatan sebagai ketua MUI karena tidak mau
mengkompromikan idealismenya. Jaksa Baharuddin Lopa
rela dipindahtugaskan ke tempat lain karena tidak mau
tunduk pada perintah atasan yg ingin mempetieskan
masalah KKN di era Suharto; ia juga rela dimusuhin
para diplomat bawahannya sewaktu jadi dubes di Arab
Saudi karena tidak mau korupsi. Dan kasus yg lagi
hangat saat ini, Munir SH rela mati diracun demi
membela rakyat kecil dan tidak mau tunduk pada ancaman
pihak yg merasa dirugikan. Nyawa sangat berharga, dan
idealisme sama berharganya dg nyawa itu sendiri.

d. Tanggung Jawab.

Salah satu hal yg membuat orang percaya memilih kita


jadi pemimpin adalah karena kita dinilai memiliki
tanggung jawab. Tanggung jawab itu
identik/intrinsik/koheren dg sikap konsisten dalam
ucapan dan perilaku. Tanggung jawab juga berkaitan
erat dg sikap semangat yg stabil dari awal tugas
sampai akhir. Tidak hangat-hangat kuku. Dan akan
selalu melakukan dan menyelesaikan tugas yg diemban dg
penuh dedikasi, tanpa peduli tugasnya mendapat
apresiasi atau kritikan bahkan makian. Karena ia tahu,
melaksanakan tugas dan menyelesaikannya sampai tuntas
adalah dalam rangka membangun kredibilitas
kepemimpinannya sendiri di masa sekarang dan masa
depan.

e. Egaliter/merakyat

Salah satu ciri menyolok dari pemimpin massa yg


karismatik dan populer adalah sikapnya yg egaliter
atau merakyat dan accessible (mudah dihubungi). Gus
Dur, mantan presiden RI, adalah sosok yg dikenal
sangat egaliter. Sewaktu masa mudanya di Jombang, Jawa
Timur, ia dikenal akrab dg berbagai kalangan. Dari
tukang becak sampai presiden, begitu juga ketika
kuliah di Kairo dan Baghdad. Ketika pindah ke Jakarta,
mengikuti ayahnya yg jadi Menteri Agama era Sukarno
dan ibunya yg jadi anggota MPR era Suharto, ia sama
sekali tidak menampakkan sikap seperti “anak gedongan”
yg umumnya “keren” tapi brainless. Kedekatannya dg
kalangan gelandangan sampai kelompok elite Jakarta
tercatat dengan jelas termasuk di kalangan media.
Kalau dia ingin menulis artikel di TEMPO, ia cukup
datang ke kantor redaksi dan mengetik sebentar di
komputer salah satu redaktur dan tanpa pamit pergi
begitu saja. Minggu berikutnya, tulisannya akan tampil
di Tempo. (baca buku “Guruku Orang-orang dari
Pesantren” karya Saifuddin Zuhri)

Ketika jadi Presiden, sikap egaliternya tidak berubah.


Sampai pihak protokoler istana kerepotan. Ia tetap
menemui tamu sampai malam hari. Dan sampai hari ini,
tamu-tamu dari berbagai kalangan tetap berdatangan ke
rumahnya: dari rakyat biasa, kyai/pendeta sampai
diplomat-diplomat asing.

Aksesibilitasnya juga diakui oleh Sdr. Gautham, rekan


India kita yg sering ke KBRI dan bisa bahasa
Indonesia. Gautham, menurut penuturannya, sering
menelpon Gus Dur untuk menanyakan berbagai masalah
perkembangan politik Indonesia mutakhir. Gautham juga
sering menelpon Profesor-profesor di Indonesia
menanyakan hal yg sama. Dan apa komentar Gautham
tentang Gus Dur? “Tidak ada orang yg paling pintar di
Indonesia dalam soal politik selain Gus Dur.” Gur Dur,
menurut Gautham, wawasannya jauh melebihi para
profesor Indonesia yg pernah dia wawancarai.

Yg menarik dari penuturan Gautham ini adalah bahwa Gus


Dur itu sangat pintar dan jenius tapi pada waktu yg
sama ia sangat egaliter. Ini yg perlu kita tiru.
Biasanya kita memiliki sedikit kelebihan (entah itu
jabatan, status atau kepintaran) dari yg lain sudah
merasa pongah dan susah ditemui. Menjadi egaliter
tidak akan membuat kita diremehkan, sebaliknya justru
semakin mengundang kekaguman dan simpati.

Sikap egaliter itu identik dg kerendahhatian. Salah


satu ciri rendah hati (tawadhu’) adalah open-minded
dan tidak marah ketika dikritik, ketika dihina, ketika
dicaci. Karena dalam semuanya selalu terdapat
kebenaran. Dan karena kebenaran tidak hanya terbungkus
dalam kotak beludru yg indah dan rapi, ia terkadang
berada dalam tumpukan sampah yg kotor.

f. Caring/Tidak Selfish atau Egois

Caring berarti selalu peduli pada nasib orang lain.


Pemimpin kredibel selalu “mengalah” ketika kepentingan
pribadinya bertabrakan dg kepentingan umum. Ia selalu
berkorban. Termasuk mengorbankan perasaannya sendiri
bilamana perlu. Ia tidak ingin senang di saat ‘anak
buah’nya sengsara, baik lahir atau batin.

Emha Ainun Najib, penyair dan budayawan asal Jombang


yg sekarang jadi tetangga Wisnu — calon kakak ipar
saya– di Patangpuluhan Yogya, terkenal dg sikap
caring-nya. Ebiet G. Ade, salah satu sahabat Emha yg
juga penyanyi terkenal, pernah menuturkan di majalah
Tempo, bahwa suatu hari rekan-rekan Emha termasuk
Ebiet pada kelaparan. Tidak ada satu pun yg punya uang
untuk makan hari itu. Emha punya uang tapi hanya cukup
untuk makan sendirian. Ia tidak mau kenyang sendirian.
Akhirnya, dalam suasana sama-sama lapar itu, Emha
menulis artikel. Setelah jadi, ia bawa ke kantor
harian Yogya “Kedaulatan Rakyat” dan langsung dia
minta honornya. Dari situ, barulah mereka dapat makan
bareng-bareng dan terhindar dari kelaparan pada hari
itu. Ini contoh nyata bentuk kepedulian fisik.

Kepedulian juga menyangkut masalah non-fisik. Dalam


konteks PPI, Ketua PPI-India harus memikirkan
bagaimana meningkatkan level kualitas anggota dan
menaikkan citra PPI. Di tengah-tengah kesibukan studi,
Ketua PPI juga dituntut untuk mengalokasikan waktu dan
pikiran untuk peningkatan dan kebaikan anggotanya.
Anggota akan memaklumi apabila kesibukan studinya
terkadang mengganggu tugasnya sebagai ketua, tetapi
akan sulit memahami dan mengerti apabila “kesibukan”
itu sama sekali tidak berkaitan dg studi.

Kredibilitas pribadi seorang pemimpin baru teruji


disaat ia menghadapi “ujian” yg dianggapnya terberat.
Apabila ia kuat melawan “ujian” itu, ia lulus dan akan
semakin kredibel. Apabila tidak, ia hanya akan jadi
pemimpin sampah yg akan dimakan debu sejarah. Beda
pribadi yg kuat dg yg lembek adalah di saat krisis
terberat datang. Karena di saat tenang, semua orang
dapat jadi pemimpin. Ujian terberat, sebagaimana
peluang emas, terkadang datang cuma sekali; tapi ia
sangat vital dalam menentukan pola masa depan kita
berikutnya dan imej kepemimpinan kita.

g. Dignified (bermartabat)

Pemimpin itu simbol yg mewakili institusi dan seluruh


anggotanya. Citra baik atau buruk sang pemimpin akan
mempengaruhi citra institusi dan anggotanya. Ketika
jadi pemimpin, ia tak lagi milik dirinya sendiri dan
merasa bebas berbuat apa saja. Ketika akan melakukan
sesuatu, hal pertama yg mesti diingat seorang pemimpin
adalah adakah hal itu akan merusak martabat institusi,
anggota dan kepemimpinannya?

Apabila kita berhasil memenuhi segala kriteria di


atas, kepemimpinan kita tidak akan berhenti sampai di
sini. Ia akan terus berlanjut sampai di masa datang.
Karena pemimpin kredibel itu langka adanya dan mahal
harganya. Ia akan dicari walaupun dia berada di sebuah
lereng gunung atau di dalam hutan yg tak
berpenghuni.(bersambung)

You might also like