Professional Documents
Culture Documents
Pembaca Budiman,
Chairman: Sesekali tengoklah berbagai museum yang ada di negeri ini.
M.M. Nasution
Lihatlah dan cermati, apa yang dituturkan sejarah resmi negeri ini
Board of Editor : tentang umat Islam? Museum ABRI Satria Mandala, Museum
Fathudin Jafar,MA
Ihsan Tanjung Nasional (Monas), dan lainnya mengabarkan kepada kita jika umat
Dr.Daud Rasyid Islam Indonesia merupakan umat yang suka berontak pada NKRI,
Ferry Nur, SSi
Siti Aisyah Nurmi tidak beda dengan gerakan separatis dan teroris. Museum Gajah
yang menyimpan ribuan benda-benda bersejarah negeri ini juga
Chief Editor
Eramuslim.com : menyembunyikan fakta sejarah jika peradaban Islam telah banyak
Mashadi menghiasi negeri ini, bersama-sama dengan peradaban Hindu-
Senior Editor : Budha. Begitu banyak kiprah umat Islam negeri ini yang
Rizki Ridyasmara disembunyikan ke dalam pojok-pojok gelap sejarah. Tak tersentuh
Magdalena dan dibiarkan menghilang sejalan dengan memori bangsa ini yang
Reporter : memang teramat singkat.
Nofellisa Adakah konspirasi untuk menghilangkan kiprah umat Islam
IT advisor : di Nusantara dari memori kolektif bangsa ? Wallahu’alam. Hanya
Aditya Nugroho saja, gerakan reformasi yang menghasilkan banyak partai Islam
Art Designer & Adv.: dan keterbukaan, ternyata sama sekali tak tertarik untuk
A.Furqan menyingkap gelapnya tirai sejarah umat Islam Indonesia. Mu-
Business Manager : seum di negeri ini masih saja sama sebangun menuturkan sejarah
Irman Idris bangsa ini kepada anak-anak kita sejak dari zaman rezim fasis
Suharto hingga ke rezim reformasi sekarang ini. Ironis, memang.
Advertising :
Waode Hatty Nurany Menyadari hal itu, kami, Eramuslim Digest, mencoba untuk
Isni Dini Ariani memulai menyingkap tirai gelap sejarah umat Islam Indonesia.
Wini Sulistiani
Bukan hal yang mudah, memang. Niat baik saja tidaklah cukup.
Distribution : Namun kami tetap berusaha untuk setidaknya memulainya. Untuk
Y.M. Syar’an
itu, sajian edisi 9 kali ini kami memuat “The Untold Story:
Finance : Konspirasi Penggelapan Sejarah Islam Indonesia”. Mudah-
Denise SH mudahan, upaya yang tidak seberapa ini bisa menyentak kesadaran
Isnani Uswatun Hasanah
Sindy Triandini kolektif kita.
Tema “The Untold History” kami bagi menjadi dua bagian.
PT. ERAMUSLIM Dalam edisi 9 ini kami menyoroti kebesaran peradaban bangsa
GLOBAL MEDIA ini sejak zaman sebelum masehi hingg a masa perg erakan
Gedung Cyber, Lt.8
Jalan Kuningan Barat 8 nasionalisme di mana umat Islam menjadi pionirnya. Dan edisi
Jakarta 12710 selanjutnya, dalam edisi 10, insya Allah akan kami paparkan kiprah
Contact Person:
Telp. (021) 930-12736 umat Islam Indonesia hingga masa reformasi. Ada banyak mutiara
085 8808 44492 yang selama ini tersembunyi kami temukan. Mutiara-mutiara yang
ISSN 1978-5097 berserakan tersebut kami kumpulan dan kami sajikan untuk Anda,
Pembaca Budiman.
Akhirul kata, selamat menikmati sajian kami yang mudah-
mudahan bermanfaat bagi Anda semua.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
TEMA UTAMA
TIMELINE SEJARAH
INDONESIA 106
IKHTISAR 112
MUSLIM AWAKEN
Bangkitkan Kembali Pan-Islam! 116
Jazakallah Pak Kuncahyo, walau sudah tahu sistem ribawi akan kolaps, namun jujur saja,
Kami juga kaget dengan momentum yang kok ya bisa bersamaan dengan terbitnya Eramuslim
Digest edisi 8 “The Satanic Finance”. Mudah-mudahan ini petunjuk Allah SWT agar kita semua
mulai hari ini sedikit demi sedikit memulai menghidupi sistem ekonomi Islam dengan mengalihkan
investasi dan muamalah kita dengan mempergunakan kembali dinar dan dirham Islam, dan memulai
membuang uang kartal kita yang sesungguhnya tidak ada nilai intrinsiknya.
baikan dengan para pencopet dan maling. Maaf jika kata yang saya pakai kelihatan
kasar. Tapi kenyataannya memang demikian.
Saya jadi curiga, jangan-jangan sistem demokrasi yang kebablasan ini memang di-
setting oleh musuh-musuh Islam, agar tokoh-tokoh Islam terbuai oleh “pasar malam’
bernama Pilkada atau Pemilu, sehingga umatnya terbengkalai dan tambah jahil, di sisi
lain musuh-musuh Islam dengan giat membenahi umatnya dengan meningkatkan
profesionalitas organisasi dan profesionalitas sumber daya manusianya, sehingga suatu
saat, negeri mayoritas Muslim terbesar dunia ini tinggal hanya nama dan dipimpin oleh
kalangan non-Muslim. Hal ini bukan suatu kemustahilan jika kondisi ini terus dibiarkan.
Satu hal yang sudah terbukti adalah di bidang perekonomian dan media massa. Kita
ketinggalan jauh kan?
Bagaimana Eramuslim Digest? Saya mengusulkan agar ada satu edisi yang
membongkar hal ini, agar kita semua sadar dan bisa kembali ke jalan yang benar, yang
dirahmati Allah SWT.
Jazakilah Bu Ida, insya Allah saran dan masukannya akan kami godok dalam rapat kru
Eramuslim Digest sehingga out-putnya bisa benar-benar mencerdaskan dan mencerahkan nurani.
Jazakilah Bu Ari, saran dan masukannya benar-benar menarik. Kami akan diskusikan dan
insya Allah akan hadir dalam edisi selanjutnya. Nantikan edisi-edisi Eramuslim Digest lainnya.
PENCERAHAN
Alhamdulillah. saya bisa mendapatkan eramuslim digest edisi koleksi 8, the satanic
finance. Saya baca dengan penuh perhatian, ternyata selama ini "pemahaman" saya
tentang uang harus diluruskan. Saatnya kita pakai dinar & dirham !
Bank Irmans
Al-Ghifari
MEDIA ALTERNATIF
Media Alternatif yang terbaik yang pernah saya temukan di Negri Ini luar biasa
tiada tanding tiada banding, maju terus Eramuslim, supaya kaum muslimin tidak terlena
oleh segala hal yang dikemas indah oleh gerakan Terbiadab Zionis Israel.
Abdurahman Bafadhal
PENCERAHAN
Alhamdulillah..selamat untuk eramuslim digest..pencerahan buat saya... tapi saya
kok bingung ya? edisi 5 yg diinfokan d majlh beda dengan yang terbit.yang untold
history kok jadi valentine? yang untold history kemana?
Deyra
PANTANG MUNDUR
Ass.alamu’alaikum wr wb....Allahuakbar buat eramuslim. saya ikut mendukung
perjuangan dakwah islam melalui eramuslim MAJU TERUS PANTANG MUNDUR......
saya mau tanya apakah penjualan majalah eramuslim hanya melalui via internet dan via
telepon saja?
A.rinaldi
RUJUKAN MUSLIM
Alhamdulillah, kita punya rujukan yang bagus bagi bacaan masyarakat muslim. Isi
bisa jadi referensi buat kita semua karena sangat berbeda dengan apa yang saya dapatkan
di media lain. selamat... sukses buat kejayaan Islam.
Yuli Pujihardi
MEMBANGKITKAN SEMANGAT
Sebuah media yang menurut saya mampu mendogkrak semangat,maupun
pengetahuan kaum muslimin dalam rangka melabrak pemikiran-pemikiran keji kaum
zionis. semangat terus eramuslim..Allohuakbar...
Rosidi.Y
FENOMENA BESAR
Subhanallah.majalah yang sungguh melekat dihati.fenomena besar, bahkan di
kalangan pelajar sma seperti saya. Majalah ini menjadi inspirasi di kelas saya. Setiap
anak berlomba-lomba terlebih dahulu membaca majalah luar biasa ini.Allahu Akbar!
Yuri Nurdiantami
eramuslim digest
Kami mengkhususkan diri menguak tabir gelap sejarah,
Kami mengkhususkan diri memaparkan informasi apa adanya,
Kami menyengaja menggali kebenaran yang dibenamkan musuh-musuh Allah,
Kami ada untuk bersaksi,
Semoga Allah SWT memberkahi...
Eramuslim.com
Situs informasi Islam dengan kunjungan terbesar dari
dalam dan luar negeri
14 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
Source: Google Analytic
S
ejarah seharusnya bisa bersikap jujur mengabarkan segala sesuatu yang
terjadi. Bukan mengabarkan apa yang diinginkan oleh penguasa atau kaum
yang memiliki kekuatan untuk diketahui dunia luas. Hitam katakan hitam
dan putih katakan putih. Kejujuran inilah yang amat langka, tidak saja
dalam penulisan sejarah negeri kita tercinta Indonesia, namun juga dalam
penulisan sejarah dunia.
Sebab itu di kalangan akademisi muncul berbagai macam sindiran terhadap sejarah
itu sendiri. Ada yang menyebutkan jika Alexander Agung merebut ribuan kapal musuh
maka itu disebut pahlawan, namun jika seorang nelayan merebut satu perahu kecil
maka dunia pun mengutukinya sebagai perompak.
Jika ini dibawa ke dalam tataran nasional, maka siapa sesungguhnya Gajah Mada?
Apakah dia seorang pahlawan yang “mempersatukan” Nusantara di bawah hegemoni
Majapahit, walau dengan peperangan yang memakan banyak korban, ataukah dia seorang
imperialis yang memaksa daerah-daerah di luar Majapahit untuk mau tunduk dan taat
kepada pihaknya, hatta dengan jalan kekerasan dan peperangan?
Bagi orang Jawa, Gajah Mada mungkin seorang pahlawan. Tapi bagi orang-orang
Sumatera, Borneo, Celebes, dan sebagainya, Gajah Mada tidak ubahnya seorang tiran-
perampok, yang mengakhiri kemerdekaan mereka, mengakhiri kedaulatan mereka, dan
menggantinya dengan penjajahan Majapahit atas wilayah mereka.
Atau masihkah kita ingat pada cerita rakyat tentang Hang Tuah dan Hang Jebat?
Sejak kecil kita diberikan dongeng bahwa Hang Tuah adalah pahlawan, sedang Hang
Jebat adalah si pendurhaka. Padahal dalam kacamata obyektif kebenaran, Hang Tuah
adalah personifikasi kepatuhan dan ketaatan tanpa batas, taklid buta, terhadap apa pun
yang dikatakan oleh penguasa dan kekuasaan. Sedang Hang Jebat adalah contoh dari
kesetiaan seseorang pada hati nuraninya.
20 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
SEJARAH KITA: THE X-FILES
Kamis, 11 April 2002. Robert Dick-Read1, peneliti sejarah purba dari London
tengah bekerja di depan komputernya. Sebuah surat elektronik masuk. Dari koleganya,
Profesor Giorgio Buccellati, seorang arkeolog senior dari University of California-Los
Angeles (UCLA), yang sejak tahun 1976 aktif memimpin satu tim ekspedisi arkeolog
mengekplorasi wilayah sekitar Mesir.
Dalam suratnya, Buccellati mengaku kaget sekaligus kagum. “Saya menemukan
sebuah porselen cekung yang diselimuti tanah bercampur pasir agak tebal. Setelah
dibersihkan, ada fosil sisa-sisa tumbuhan mirip cengkeh di atasnya. Saya yakin itu cengkeh.
Namun saya harus mengkonfirm temuan ini pada kolega saya, Dr. Kathleen Galvin,
seorang ahli paleobotani (botani purba) yang pasti mengenal tumbuhan ini dengan baik.”
Buccellati saat itu tengah melakukan penggalian di atas tanah bekas rumah seorang
pedagang yang berasal dari masa 1.700 SM di Terqa, Eufrat Tengah. Galvin segera
datang. Setengah tak percaya, Galvin memastikan bahwa itu memang fosil tumbuhan
cengkeh.
Kedua pakar tersebut kaget dengan temuannya. Sebagai pakar, mereka mengetahui
jika tumbuhan tersebut hanya bisa hidup di satu tempat di muka bumi, yakni di Kepulauan
Maluku, sebuah pulau kecil di antara belasan ribu gugusan pulau yang disebut Nusantara.
Temuan Buccellati yang tergabung dalam The International Institute for Mesopotamian Area
Studies (IIMAS) tersebut mengindikasikan jika di masa sebelum masehi, para pedagang
sekitar Maluku telah sampai di daratan Mesir.
Sebuah penemuan arkeologi di Nusantara setelah Buccellati mengimbangi penemuan
cengkeh di Mesir. “Arkeolog berkebangsaan Inggris menemukan sisa-sisa biri-biri atau
kambing di situs bekas pemukiman pada masa yang kurang lebih sama (1.500 SM) di
pulau yang lebih jauh, yaitu pulau Timor yang berjarak beberapa ratus mil di sebelah
selatan Kepulauan Maluku.
Kedua temuan tersebut membuktikan kepada kita jika di masa sebelum masehi, di
zaman para nabi-nabi, pelaut-pelaut Nusantara telah melanglang buana menyeberangi
samudera dan menjalin hubungan dengan warga dunia lainnya. Bahkan Dick-Read
meyakini jika sistem pelayaran, termasuk perahu-perahu, dari para pelaut Nusantara-
lah yang menjadi acuan bagi sistem dan bentuk perahu banyak negeri-negeri lain di
dunia. Keyakinan ini diamini oleh sejumlah arkeolog dan sejarawan senior seperti Dr.
Roland Oliver.
Nusantara merupakan gugusan belasan ribu pulau yang terletak di loksi paling
strategis di dunia dipandang dari sudut manapun. Inilah cikal bakal negara kesatuan
Republik Indonesia. Nama “Indonesia” sendiri, yang berarti, “Pulau-pulau India” diberikan
kepada kepulauan itu oleh seorang etnolog Jerman, dan telah dipakai sejak 1884. Awalnya,
Indonesia adalah nama geografis untuk menyebut semua pulau antara Australia dan
Asia, termasuk Filipina. Gerakan nasionalis Indonesia mengambilnya dan membuatnya
menjadi nama resmi untuk republik mereka pada 1945 dan 1949..2
Nusantara atau Indonesia merupakan sebuah bangsa besar dan pernah memimpin
peradaban dunia. Bangsa ini pernah menjadi pemimpin bagi dunia dagang dunia, di
mana para pedagang Cina misalnya sangat tergantung pada pelaut-pelaut Nusantara.
Bahkan sebuah literatur klasik Yunani berjudul Periplous tes Erythras Thalasses (70 M),
yang terbit sebelum Rasululah SAW lahir, telah menulis suatu daerah bernama Chryse,
sebuah nama Yunani untuk “Pulau Emas” atau dalam bahasa sanskrit bernama “Swarna
24 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
NEGERI BESAR NAN KAYA
(Footnotes)
1
Robert Dick-Read merupakan arkeolog dan peneliti sejarah purba yang menulis buku “The Phantom Voyagers:
Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times”, diterbitkan di Inggris, 2005. Oleh Mizan diterjemahkan
menjadi “Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika” (Juni 2008).
2
Bernard H.M. Vlekke; Nusantara, Sejarah Indonesia; KPG, Jakarta 2008; hal.6.
3
ES Ito; Negara Kelima; Serambi Ilmu Semesta, 2005; hal.142.
4
Bagi yang ingin lebih jauh menelusuri keyakinan Santos, silakan klik di www.atlan.org
. Salah satu buku pegangan tertua soal Atlantis bisa dilihat dalam buku “Timaeus and Critias” Plato. Novel sejarah
yang memikat tentang Atlantis juga ditulis oleh ES Ito dalam ‘Negara Kelima’ (2005).
5
Frances Gouda & Thijs Brocades Zaalberg; Indonesia Merdeka Karena Amerika?, Politik Luar Negeri AS dan
Nasionalisme Indonesia 1920-1949; Serambi, Agustus 2008; hal.41.
http://teguhimanprasetya.files.wordpress.com
http://teguhimanprasetya.files.wordpress.com
Pemandian Kolam Anglingdarma, kerajaan jaman batu sisa dolmen
(Footnotes)
1
Disampaikan pada Seminar meluruskan Sejarah Islam di Indoesia, 28 Mei 2008, di IKIP Muhamadiyah, Jakarta.
2
Hasil penelitiannya dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul “The Phantom Voyager: Evidence of Indonesian
Settlement in Africa in Ancient Times” (2005) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
B
arus merupakan sebuah kota kecil yang berada di pesisir Barat Provinsi
Sumatera Utara, tepatnya di antara kota Singkil dengan Sibolga, sekitar 414
kilometer selatan Medan. Kota penghasil kapur wewangian yang populer dengan
nama ‘Kapur Barus’ ini bisa jadi merupakan kota tertua di Nusantara,
mengingat Barus merupakan kota di Nusantara satu-satunya yang pernah dicatat berbagai
literatur sejak awal masehi dalam bahasa Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia,
China, dan sebagainya.
Claudius Ptolomeus, seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di
Iskandariyah Mesir, pada abad ke-2 Masehi membuat sebuah peta dan di situ telah
menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama
Barousai yang dikenal menghasilkan wewangian dari sejenis kapur. Bahkan dikisahkan
pula bahwa kapur wangi yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke
Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun
sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi!. 1
Barousai yang berada di pesisir Barat Sumatera merupakan istilah Yunani untuk
Barus. Ada pula yang menyebutnya sebagai Fansur. Berdasakan buku Nuchbatuddar
karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di
Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman
Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi.
Ini memperkuat data jika komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu.
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang
seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah
Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah
berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—telah ada kampung kecil yang dihuni
Mumi Firaun/Ramses II
Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi,
Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti
Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan
sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya
sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah
makmur.4
Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab,
Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik
dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha
Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka
banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar
Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa
setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam.
Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam.
Tentunya dengan jalan damai.5 Inilah Barus, sebuah kota kecil di pesisir Barat Sumatera
Utara yang sangat bersejarah namun ironisnya tidak mendapat perhatian yang cukup
dari pemerintah pusat. (fz)
(Footnotes)
1
Harian Kompas: Akhir Perjalanan Sejarah Barus (1 April 2005)
2
Kitab Chiu Thang Shu, tanpa tahun.
3
Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; Hal.4-5.
4
Ahmad Arif dalam Kompas, 1 April 2005 “Akhir Perjalanan Sejarah Barus’: … Tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ
Deutz, menemukan batu bersurat tulisan Tamil. Tahun 1931, Prof Dr K A Nilakanta Sastri dari Universitas Madras,
India, menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 M di zaman kekuasaan Raja
Cola yang berkuasa di Tamil, India Selatan. Tulisan itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku
Tamil sebanyak 1.500 orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan
lainnya. Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus ditinggalkan secara mendadak oleh penghuninya
pada awal abad ke-12 sesudah kota tersebut diserang oleh kelompok yang dinamakan Gergasi. “Berdasarkan data
tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat
ini belum bisa mengidentifikasi tentang sosok Gergasi ini,” papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi
Medan. Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni oleh orang-orang Batak yang
datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit Hasang merupakan situs Barus yang berkembang sesudah
penghancuran Lobu Tua.
Sampai misi dagang Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat itu telah dikuasai raja-raja Batak sebenarnya
Rossylinmenjadi
masih dianggap menonjol sehingga Chapel
rebutan kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis Tome
Pires yang melakukan perjalanan ke Barus awal abad ke-16 mencatat Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan
makmur. “Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu, yang juga dinamakan Panchur
atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling, dan seterusnya. Di
Sumatera namanya Baros (Baruus). Yang dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua,” demikian Pires.
Tahun 1550, Belanda berhasil merebut hegemoni perdagangan di daerah Barus. Dan pada tahun 1618, VOC mendapatkan
hak istimewa perdagangan dari raja-raja Barus, melebihi hak yang diberikan kepada bangsa China, India, Persia, dan
Mesir. Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari daerah lain menyingkir. Sepak terjang Belanda
juga mulai merugikan penduduk dan raja-raja Barus hingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik
menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus. Banyak korban tewas.
Raja Barus Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa ditangkap Belanda dan diasingkan ke Singkil, Aceh.
Perlawanan rakyat terhadap Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Panglima Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda
di Batavia mengirim perwira andalannya, Letkol J. J. Roeps ke Barus. Tahun 1840, Roeps dibunuh pasukan Saidi
Marah yang bergabung dengan pasukan Aceh dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya.
Namun, pamor Barus sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke
pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut
hasil bumi dari pelabuhan Sibolga. Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan
abad ke-17. Kerajaan baru tersebut membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di
pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka…
5
Sagimun M.D., Peninggalan Sejarah, Masa Perkembangan Agama-Agama di Indonesia, CV. Haji Masagung, cet.1,
1988, hal.58
Snouck Hurgronje.
M
asih ingatkah kita semua tatkala masih duduk di bangku sekolah, saat
mendengar bapak atau ibu guru bercerita tentang sejarah masuknya Islam
di Nusantara? “Agama Islam,” kata mereka, “… masuk ke Nusantara lewat
para pedagang dari Gujarat, India.”
Kini, puluhan tahun kemudian, coba buka buku sejarah anak-anak kita. Lihat bab
mengenai masuknya Islam di Nusantara. Ternyata, masih banyak buku teks sejarah di
sekolah-sekolah kita yang juga menuliskan jika Islam masuk di Nusantara lewat Gujarat
di abad ke-13 Masehi. Hal ini diyakini berdasarkan catatan Marco Polo yang pada 1292
pernah singgah di Sumatera Utara dan menemukan sebuah kampung di mana warganya
Muslim, lalu juga nisan makam Sultan Malik al-Shaleh yang berangka 1297 M.
Teori yang menyebutkan Islam masuk di Nusantara berasal dari Gujarat secara
populer disebut sebagai Teori Gujarat. Teori ini berasal dari seorang orientalis Belanda
yang mengaku-aku masuk Islam bernama Snouck Hurgronje. Ironisnya, oleh pemerintah
dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, teori yang sesunguhnya penuh racun
ini seolah dijadikan pembenaran tunggal bagi sejarah masuknya Islam di Nusantara.
perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang
dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra-Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti
adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini
terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal
pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi.4
Bahkan peneliti sejarah kuno dari London University, Robert Dick-Read, lebih
berani lagi dengan menyatakan jika pada masa awal Masehi, pelaut-pelaut Nusantara
telah menjadi pioner bagi jalur perdagangan dunia hingga ke benua Afrika. Bahkan
perdagangan bangsa Cina sangat tergantung pada jasa pelaut-pelaut Nusantara dalam
mengarungi samudera luas.5
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang
seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M-hanya berbeda 15 tahun setelah
Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah
berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab-di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah
ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan
wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.
HIJAB
Ratu Zakiatuddin Inayat Syah dilantik pada 23 Januari 1678. Dalam masa kekuasaannya, datang ke tanah Aceh
utusan resmi Syar if dan Mufti Mekkah di bawah pimpinan Yusuf al Qudsi. Saat menerima tamu tersebut, Ratu
Zakiatuddin menerimanya dari balik hijab. Dari balik hijab, Ratu menyambut tamunya dengan sangat baik. A. Hasjmy
mengutip naskah Muhammad Yunus Jamil1 menceritakan panjang lebar pertemuan Ratu beserta segenap petinggi
kerajaan dengan rombongan dari Mekkah.
“…Tahun 1681 rombongan Syarif Mekkah itu sampai di Banda Aceh Darussalam, di mana mereka diterima oleh Ratu
dengan segala upacara kebesaran. Mereka sangat kagum menyaksikan Banda Aceh yang cantik dan permai;
segala bangsa berdiam di sana, kebanyakan mereka kaum saudagar.
Ketika mendapat kesempatan menghadap Sultanah, keheranan mereka jadi bertambah, di mana mereka dapati
tentara pengawal istana terdiri dari prajurit-prajurit perempuan yang semuanya mengendarai kuda. Pakaian dan
hiasan kuda-kuda itu dari emas dan perak. Tingkahlaku pasukan kehormatan itu dan pakaian mereka cukup sopan,
tidak ada yang menyalahi peraturan agama Islam.
Ketika mereka menghadap Sultanah, mereka dapati Sri Ratu dengan para pembantunya yang terdiri dari kaum
perempuan duduk di balik tabir kain sutera dewangga yang berwarna kuning berumbai-rumbai dan berhiaskan emas
permata. Ratu berbicara dalam bahasa Arab yang fasih dengan mempergunakan kata-kata yang diplomatis sehingga
menimbulkan takjub yang amat sangat bagi para utusan. Dalam pergaulan di istana tidak ada satu pun yang mereka
dapati yang di luar ketentuan ajaran Islam…”
Rombongan dari Mekkah itu tinggal di Aceh setahun lamanya. Ketika mereka kembali ke Mekkah, Ratu Zakiatuddin
menghadiahkan mereka perhiasan emas permata. Pada 3 Oktober 1688, Ratu Zakiatuddin berpulang ke Rahmatullah.
Ratu Kamalat Syah menggantikan Ratu Zakiatuddin.(rz)
(Footnotes)
1
M. Yusuf Jamil; Tawarikh Raja-Raja K erajaan Aceh, hal.47-48.
dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang
ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan
Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah
Rasulullah SAW wafat (632 M).
Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina
sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad
ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah
kerajaan Budha Sriwijaya.
(Footnotes)
1 Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; Hal.4-5.
2 Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Gramedia, 2000. Judul asli “Prehistoriy of the Indo-Malaysian
4 G.R. Tibbetts, Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt.3, 1956, hal.207. Penulis Malaysia, Dr.
Ismail Hamid dalam “Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam” terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, cet.1,
1989, hal.11 juga mengutip Tibbetts.
5 Robert Dick-Read; Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afriika; Mizan; Juni 2008. Dick-Read bisa
8 F. Hirth dan W.W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Ar ab Trade in XII Centur ies (St.Petersburg:
SRIWIJAYA PERNAH
DIPIMPIN
RAJA MUSLIM
Sriwijaya merupakan kerajaan Budha tertua
dan terbesar di Nusantara. Namun tahukah
Anda jika sebagian warga Sriwijaya sudah
banyak yang memeluk Islam sebagai
agamanya. Sriwijaya juga menjalin hubungan
yang begitu akrab dengan kekhalifahan Islam
di zaman Bani Umayah (661-750 M) dan Bani
Abasiyah (750-1256 M). Bahkan, Sriwijaya
pernah dipimpin oleh seorang raja Muslim
bernama Sri Indrawarman. Di masa
kekuasaannya, Sriwijaya dikenal sebagai
“Kerajaan Sribuza yang Islam”.
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 45
T E M A U T A M A
S
ebelum kedatangan imperialisme dan kolonialisme pasukan salib yang
dipelopori Portugis dan Spanyol, hubungan antar pemeluk agama di Nusantara
berjalan dengan amat baik. Orang-orang Islam yang terdiri dari para pedagang
Arab dan beberapa penduduk pribumi Sumatera, bergaul dengan harmonis
dengan umat Hindu yang diwakili para pedagang India, dan juga dengan
umat Budha yang diwakili kerajaan Sriwijaya. Bahkan Sriwijaya memiliki hubungan resmi
yang sangat erat dengan Daulah Islamiyah
Di masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, Daulah Islamiyah mengirim duta-
duta resminya ke berbagai pusat peradaban di seberang lautan seperti Tiongkok dan
Sriwijaya, yang dalam pengucapan lidah mereka disebutnya sebagai Zabaj atau Sribuza.
Di masa Sriwijaya sendiri tengah berada
pada zaman keemasan. Wilayah
kekuasaannya di utara merambah sampai
Semenanjung Malaka, sedang di selatan
hingga Jawa Barat.
Salah satu bukti eratnya
persahabatan antara Sriwijaya dengan
Daulah Islamiyah adalah dengan adanya
dua pucuk surat yang dikirimkan Raja
Sriwijaya kepada khalifah Bani Umayyah.
Surat pertama dikirim kepada
Muawiyyah, dan surat kedua dikirim
kepada Umar bin Abdul Aziz.1 Surat
pertama ditemukan dalam lemari arsip
Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin
Umayr, yang disampaikan kepada Abu
Ya’yub Ats-Tsaqofi, yang kemudian disampaikan lagi kepada Al-Haytsam bin Adi. Yang
mendengar surat itu dari Al-Haytsam menceriterakan kembali pendahuluan surat tersebut:
“Dari Raja Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, (dan) yang istananya
terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang
mengairi pohon gaharu, kepada Muawiyah….”2
Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 Masehi menulis sebuah
kitab yang menggambarkan betapa di zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya sudah berdiri
beberapa perkampungan Muslim. Perkampungan itu berdiri di dalam wilayah kekuasaan
Sriwijaya. Hanya karena hubungan yang teramat baik dengan Dunia Islam, Sriwijaya
membolehkan warganya yang memeluk agama Islam hidup dalam damai dan memiliki
perkampungannya sendiri di mana di dalamnya berlaku syariat Islam.3 Jadi semacam
daerah istimewa.
Hubungan itu berlanjut hingga di masa kekuasaan Bani Umayyah dengan
khalifahnya Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Ibnu Abdul al Rabbih secara lebih
lengkap memuat korespondensi antara Raja Sriwijaya kala itu, Raja Sri Indravarman
(Sri Indrawarman) dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu.4
Salah satu isi suratnya berbunyi, “Dari Raja di Raja (Malik al amlak) yang adalah
keturunan seribu raja; yang beristeri juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya
terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu nan
harum, bumbu-bumbu wewangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau
jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya
telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu
banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Dengan setulus hati, saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya
tentang hukum-hukumnya.” Ini adalah surat dari Raja Sri Indrawarman kepada Khalifah
Umar bin Abdul Aziz yang baru saja diangkat menggantikan Khalifah Sulaiman (715-
717 M).
Khalif Sulaiman merupakan khalifah yang memerintahkan Trariq Bin Ziyad
membebaskan Spanyol. Pada masa kekuasaannya yang hanya selama dua tahun, Khalif
Sulaiman telah memberangkatkan satu armada persahabatan berkekuatan 35 kapal
perang dari Teluk Persia menuju pelabuhan Muara Sabak (Jambi) yang saat itu merupakan
pelabuhan besar di dalam lingkungan Kerajaan Sriwijaya. Armada tersebut transit di
Gujarat dan juga di Pereulak (Aceh), sebelum akhirnya memasuki pusat Kerajaan Zabag
atau Sribuza (Sriwijaya).
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengutus salah seorang ulama terbaiknya
untuk memperkenalkan Islam kepada Raja Sriwijaya, Sri Indrawarman, seperti yang
diminta olehnya. Tatkala mengetahui segala hal tentang Islam, Raja Sriwijaya ini tertarik.
Hatinya tersentuh hidayah. Pada tahun 718, Sri Indrawarman akhirnya mengucap dua
kalimat syahadat. Sejak itu kerajaannya disebut orang sebagai “Kerajaan Sribuza yang
Islam”. Tidak lama setelah Sri Indrawarman bersyahadat, pada tahun 726 M, Raja Jay
Sima dari Kalingga (Jepara, Jawa Tengah), putera dari Ratu Sima juga memeluk agama
Islam.5
Data-data tentang Islamnya Raja Sriwijaya memang begitu minim. Namun besar
kemungkinan, Sri Indrawarman mengalami penolakan yang sangat hebat dari lingkungan
istana, sehingga raja-raja setelahnya kembali berasal dari kalangan Budha. H. Zainal
Abidin Ahmad hanya mencatat: “Perkembangan Islam yang begitu ramainya mendapat
pukulan yang dahsyat semenjak Kaisar-Kaisar Cina dari Dinasti Tang, dan juga Raja-
Raja Sriwijaya dari Dinasti Syailendra melakukan kezaliman dan pemaksaan keagamaan.”6
Memasuki abad ke-14 M, Sriwijaya memasuki masa muram. Invasi Majapahit
(1377) atas Sriwijaya menghancurkan kerajaan besar ini. Akibatnya banyak bandar mulai
melepaskan diri dan menjadi otonom. Raja, adipati, atau penguasa setempat yang telah
memeluk Islam kemudian mendirikan kerajaan Islam kecil-kecil. Beberapa kerajaan
Islam di Utara Sumatera pada akhirnya bergabung menjadi Kerajaan Aceh Darussalam.(rz)
(Footnotes)
1
Prof. Uka Tjandrasasmita, “Hubungan Perdagangan Indonesia-Persia Pada Masa Lampau (Abad VII-XVII M) dan
Dampaknya terhadaap Beberapa Unsur kebudayaan”, Jauhar Vol. 1, No. 1, Desember 2000 hal. 32
2
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII”, Edisi Revisi,
Jakarta 2004, hal. 27-28.
3
Buzurg bin Shahriyar al Ramhurzi, “Aja’ib al Hind”.
4
Ibnu Abdul Al Rabbih, “Al Iqd al Farid.”
5
H. Zainal Abidin Ahmad; Ilmu Politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang; Bulan Bintang; Cet.1;
1979; hal.136-137.
6 Ibid, hal. 137.
SNOUCK HURGRONJE,
SIAPA DIKAU?
D
rs. Ridwan Saidi, budayawan Betawi yang juga peneliti senior gerakan-gerakan
dan sejarah Yahudi, memiliki kesan tersendiri terhadap Snouck Hurgronje.
Pada 1989, bersama Dr. Martin Van Bruinesen dan intelektual Belanda
yang juga seorang orientalis bernama Dr. Karel Steenbreenk, Ridwan
mengunjungi makam Snouck Hurgronje di pemakaman umum Leiden,
Belanda. Setelah ke makam, Ridwan dan dua koleganya tersebut menemui puteri Snouck
Hurgronje satu-satunya yang diakui Hurgronje bernama Christien Maria Otter.
Berdasarkan kunjungannya ke Belanda dan wawancara dengan Christien Maria
Otter, Ridwan kian yakin jika Snouck Hurgronje memang seorang orientalis Belanda
yang menggunakan segala cara untuk memberangus kekuatan Islam di Nusantara. “Salah
http://www.zionpress.org
satu taktik utama yang sering dipakai Hurgronje adalah berpura-pura masuk Islam
(Izharul Islam). Untuk memuluskan strateginya ini, Hurgronje sempat belajar tentang
Islam di Mekkah dengan mengaku sebagai mualaf dan bahkan mengawini sejumlah
perempuan Muslim secara hukum Islam. Padahal, Snouck Hurgronje tidak dimakamkan
secara Islam,” demikian Ridwan.1
http://www.historyforkids.org
http://www.engelfriet.net/Alie/Hans/atjeh.htm
(Footnotes)
1
Wawancara penulis dengan Drs. Ridwan Saidi dalam berbagai kesempatan.
2
Drs. Ridwan Saidi & Rizki Ridyasmara; Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, Dulu dan Kini; Khalifa, 2006. (Dalam buku
ini juga dipaparkan temuan dari ilmuwan Belanda Dr. P.S. Van Koningsveld, seorang Arabist, yang secara jujur
memaparkan kelicikan-kelicikan Hurgronje dalam memerangi dan menipu orang Islam)
3
Prof. Dr. Ahmad Abdul Hamid Ghurab; Ru’yah Islamiyyah li al-Istisyraq, Al-Murtada al-Islami; London, cet. kedua,
1411 H, hlm. 59.
KESULTANAN
ACEH DARUSSALAM
DAN
TURKI UTSMANI
54 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
KESULTANAN ACEH DARUSSALAMDAN TURKI UTSMANI
Panta Rei Ouden Menei. Semuanya mengalir dan berputar. Demikian Herakleitos.
Hal ini merupakan sunnatullah kehidupan. Demikian pula Sriwijaya. Kerajaan besar Budha
yang berpusat di selatan Sumatera ini pada akhir abad ke-14 M mulai memasuki masa
suram. Invasi Majapahit (1377) atas Sriwijaya mempercepat kematiannya. Satu persatu
daerah-daerah kekuasaan Sriwijaya mulai lepas dan menjadi daerah otonom atau
bergabung dengan yang lain. Raja, adipati, atau penguasa setempat yang telah memeluk
Islam lalu mendirikan kerajaan Islam kecil-kecil. Beberapa kerajaan Islam di Utara
Sumatera bergabung menjadi Kerajaan Aceh Darussalam.
Di Eropa, akibat Perang Salib yang berlarut dan persinggungannya dengan para
pedagang Islam, Eropa mulai bernafsu mencari emas, rempah-rempah, kain, dan segala
macam barang ke dunia lain yang selama ini belum pernah dijangkaunya. Kaum Frank-
ish mendengar adanya suatu dunia baru di selatan yang sangat kaya.
Pada 1494 Paus Alexander VI memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan
Katolik Portugis dan Spanyol. Mandat ini dikenal sebagai Perjanjian Tordesillas1 yang
seenaknya membagi dua dunia selatan untuk dirampok sekaligus target penyebaran
salib, satu untuk Portugis dan yang lainnya untuk Spanyol.
Menyaksikan Portugis dan Spanyol sukses merampok, bangsa-bangsa Eropa lainnya
tertarik untuk ikutan merampok. Perancis, Inggris, dan Jerman kemudian juga mencoba
untuk mengirimkan armadanya masing-masing untuk menemukan dunia baru yang
kaya-raya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan sebutan “Tiga
G”: Gold, Glory, dan Gospel. Emas yang melambangkan Eropa tengah mencari daerah
kaya untuk dirampok, Glory dan Gospel dinisbatkan untuk penyebaran dan kejayaan
agama Kristen.
Jalan penuh darah ini diikuti dengan penyebaran salib. Sejarahwan Belanda J. Wils
mencatat jika pendirian pos-pos misionaris awal di Nusantara selalu mengikuti gerak
maju armada Portugis-Spanyol, “…pos-pos misi yang pertama-tama di Indonesia secara
praktis jatuh bersamaan dengan garis-garis perantauan pencarian rempah-rempah dan
‘barang-barang kolonial’. Dimulai dari Malaka, yang ditaklukkan pada tahun 1511,
perjalanan menuju ke Maluku (Ambon, Ternate, Halmahera), dan dari situ selanjutnya
ke Timor (1520), Solor dan Flores, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1544, 1563),
dan berakhir di paling Timur Pulau Jawa (1584-1599).”2
Aceh dan sekitarnya yang hendak menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sebab itu, Aceh
mendesak Turki Utsmaniyah mengirim armada perangnya untuk mengamankan jalur
pelayaran tersebut dari gangguan armada kafir Farangi (Portugis).4
Sultan Sulayman Al-Qanuni wafat pada 1566 M digantikan Sultan Selim II yang
segera memerintahkan armada perangnya untuk melakukan ekspedisi militer ke Aceh.
Sekitar bulan September 1567 M, Laksamana Turki di Suez, Kurtoglu Hizir Reis,
diperintahkan berlayar menuju Aceh membawa sejumlah ahli senapan api, tentara, dan
perlengkapan artileri. Pasukan ini oleh Sultan diperintahkan berada di Aceh selama
masih dibutuhkan oleh Sultan Aceh.5 Walau berangkat dalam jumlah amat besar, yang
tiba di Aceh hanya sebagiannya saja, karena di tengah perjalanan, sebagian armada
Turki dialihkan ke Yaman guna memadamkan pemberontakan yang berakhir pada 1571
M.6
Di Aceh, kehadiran armada Turki disambut meriah. Sultan Aceh menganugerahkan
Laksamana Kurtoglu Hizir Reis sebagai gubernur (wali) Nanggroe Aceh Darussalam,
utusan resmi Sultan Selim II yang ditempatkan di wilayah tersebut.7 Pasukan Turki tiba
di Aceh secara bergelombang (1564-1577) berjumlah sekitar 500 orang, namun
seluruhnya ahli dalam seni bela diri dan mempergunakan senjata, seperti senjata api,
HUKUM RAJAM
Sejumlah kerajaan Islam di Nusantara sejak lama telah menerapkan syariat Islam secara kaffah dan
syumuliyah. AC. Milner mencatat jika Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan Islam Banten merupakan dua
kerajaan Nusantara yang ketat di dalam pelaksanaan hukum Islam.1 Pada 1651-1681 di bawah kekuasaan
Sultan Ageng Tirtayasa, Benten telah memberlakukan hukum potong tangan, kaki kiri, tangan kiri, dan
seterusnya, bagi pencurian senilai 1 gram emas dan kelipatannya.2
Yang paling fenomenal, Sultan Iskandar Muda di saat berkuasa dengan penuh keadilan menerapkan
hukum rajam bagi puteranya sendiri, Meurah Pupok, yang terbukti berzina dengan isteri seorang perwira
kerajaan. Hal ini sesuai dengan konstitusi Kerajaan Aceh Darussalam “Qanun Meukuta Alam” yang
bersumberkan dari Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW.3 Ketika ditanya mengapa Sultan Iskandar Muda
begitu tega memberlakukan rajam hingga mati kepada anaknya sendiri yang notabene putera mahkota, Sultan
iskandar Muda dengan tegas berkata, “Mate aneuk na jirat, mate adat ho tamita’ (Mati anak ada makamnya,
tetapi jika hukum yang mati, hendak kemana akan dicari?”)4
Kerajaan Islam Mataram sejak Sultan Agung juga telah memberlakukan hukum Qisas yang diambil dari
Kitab Qisas. 5 Men urut kuncen Keraton Yogyakarta, alun-alun Yogya di masa dahulu merupakan lapangan
tempat pelaksanaan hukum rajam dan potong tangan bagi pezina atau pencuri yang terbukti bersalah setelah
melewati proses pengadilan yang adil. (fz)
(Footnotes)
1
M. Sunanto; Sejarah Peradaban Islam Indonesia; Rajaali Press, 2005; h. 133-134.
2
Ibid; h. 135, 142.
3
Ibid; h.138.
4
A. Hasjmy; 59 Tahun Aceh Merdeka Di Bawah pemerintahan Ratu; Bulan Bintang, 1977; h.45.
5
M. Sunanto; h. 153, 157, 158.
penembak jitu, dan mekanik. Dengan bantuan tentara Turki, Kesultanan Aceh menyerang
Portugis di pusatnya, Malaka.8
Agar aman dari gangguan perompak, Turki Ustmani juga mengizinkan kapal-kapal
Aceh mengibarkan bendera Turki Utsmani di kapalnya. Laksamana Turki untuk wilayah
Laut Merah, Selman Reis, dengan cermat terus memantau tiap pergerakan armada
perang Portugis di Samudera Hindia. Hasil pantauannya itu dilaporkan Selman ke pusat
pemerintahan kekhalifahan di Istanbul, Turki. Salah satu bunyi laporan yang dikutip
Saleh Obazan sebagai berikut:
“(Portugis) juga menguasai pelabuhan (Pasai) di pulau besar yang disebut Syamatirah
(Sumatera)… Dikatakan, mereka mempunyai 200 orang kafir di sana (Pasai). Dengan
200 orang kafir, mereka juga menguasai pelabuan Malaka yang berhadapan dengan
Sumatera…. Karena itu, ketika kapal-kapal kita sudah siap dan, Insya Allah, bergerak
melawan mereka, maka kehancuran total mereka tidak akan terelakkan lagi, karena
satu benteng tidak bisa menyokong yang lain, dan mereka tidak dapat membentuk
perlawanan yang bersatu.”
Namun Portugis tetap sombong. Raja Portugis Emanuel I dengan angkuh berkata,
“Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk menyebarkan agama Kristen,
dan merampas kekayaan orang-orang Timur”9.
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 59
T E M A U T A M A
Turki dan 200 Mujahidin Malabar menjadi tulang punggung pasukan. Mendez Pinto,
pengamat perang antara pasukan Aceh dengan Batak, melaporkan komandan pasukan
seorang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasya Utsmani dari Kairo. Sejarahwan
Universitas Kebangsaan Malaysia, Lukman Thaib, memperkuat Pinto dan menyatakan
ini merupakan bentuk nyata ukhuwah Islamiyah antar umat Islam yang memungkinkan
bagi Turki melakukan serangan langsung terhadap tentara Salib di wilayah sekitar Aceh.10
Turki Utsmani bahkan diizinkan membangun satu akademi militer, “Askeri Beytul
Mukaddes” yang di lidah orang Aceh menjadi “Askar Baitul Makdis” di wilayah Aceh.
Akademi pendidikan militer inilah yang kelak dikemudian hari melahirkan banyak
pahlawan Aceh yang memiliki keterampilan dan keuletan tempur yang dalam sejarah
perjuangan Indonesia dicatat dalam dalam goresan tinta emas.11
Intelektual Aceh Nurudin Ar-Raniri dalam kitab monumentalnya berjudul Bustanul
Salathin meriwayatkan, Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Qahhar mengirim utusan ke
Istanbul untuk menghadap “Sultan Rum”. Utusan ini bernama Huseyn Effendi yang
fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji.12 Pada Juni
1562 M, utusan Aceh tersebut tiba di Istanbul untuk meminta bantuan militer Utsmani
guna menghalau Portugis. Di perjalanan, Huseyn Effendi sempat dihadang armada
Portugis. Setelah berhasil lolos, ia pun sampai di Istanbul yang segera mengirimkan bala-
zaman sekarang, namun hubungan diplomatik yang lebih didasari oleh kesamaan iman
dan ukhuwah Islamiyah. Jika satu negara Islam diserang, maka negara Islam lainnya
akan membantu tanpa pamrih, semata-mata karena kecintaan mereka pada saudara
seimannya. Bukan tidak mungkin, konsep “Ukhuwah Islamiyah” inilah yang kemudian
diadopsi oleh negara-negara Barat-Kristen (Christendom) di abad-20 ini dalam bentuk
kerjasama militer (NATO, North Atlantic Treaty Organization), dan bentuk-bentuk
kerjasama lainnya seperti Uni-Eropa, Commonwealth, G-7, dan sebagainya.
(Footnotes)
1
Ahmad Mansyur Suryanegara, Ulama dan Perkembangan Islam di Nusantara, Suara Hidayatullah, Juli, 2001.
2
J. Wils, artikel berjudul “Kegiatan Penyiaran Agama Katolik”, salah satu tulisan dalam buku “Politik Etis dan Revolusi
Kemerdekaan”; Obor Indonesia; Jakarta; cet.1; 1987; hal. 356.
3
A. Hasjmi, 59 Tahun Aceh Merdeka Dibawah Pemerintahan Ratu, Bulan Bintang, cet.1, 1977, hal. 13-14.
4
Farooqi, “Protecting the Routhers to Mecca”, hal. 215-216.
5
Metin Innegollu, “The Early Turkish-Indonesian Relation,” dalam Hasan M. Ambary dan Bachtiar Aly (ed.), Aceh
dalam Retrospeksi dan Reflkesi Budaya Nusantara, (Jakarta: Informasi Taman Iskandar Muda, tt), hal. 54.
6
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII”, Edisi Revisi, Jkt
2004, h. 44
7
Metin Innegollu, ibid, hal. 54
8
Marwati Djuned Pusponegoro (eds.), Sejarah Nasional Indonesia, Jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hal. 54.
9
Dr. Yusuf ats-Tsaqafi, Mawqif Uruba min ad-Daulat al-Utsmaniyyah, hal. 37
10
Lukman Thaib, “Aceh Case: Possible Solution to Festering Conflict,” Journal of Muslim Minorrity Affairs, Vol. 20, No.
1, tahun 2000 hal. 106
11
Metin Inegollu, ibid, hal. 53-55.
12
Ibid, hal. 53.
13
Marwati Djuned Puspo dan Nugroho Notosusanto, ibid, hal. 257
14
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (Terj.), Pustaka Al Kautsar, tahun 2003,
hal. 258-259.
WALISANGA
DAN ISLAM DI JAWA
64 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
WALISANGA DAN ISLAM DI JAWA
Walisanga merupakan satu topik paling kontroversial dalam sejarah masuknya Is-
lam di Nusantara, terutama Jawa. Walisanga ini dikatakan sebagai penyebar Islam di
Jawa, namun kisah-kisah mereka sampai kini sarat nuansa nuansa kemusyrikan, yang
bertolak-belakang dengan agama tauhid ini. Benarkah Walisanga demikian? Ataukah itu
hanya tambahan-tambahan dari pihak yang tidak bertanggungjawab dan ingin merusak
Islam?
Sampai sekarang tidak ada satu pun data obyektif yang bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai asal-usul Walisanga. Satu-satunya literatur yang bisa dipegang
adalah Het Book van Mbonang, yang sampai hari ini masih tersimpan rapi di Perpustakaan
Leiden, Belanda. Buku ini jadi sumber acuan utama para sosiolog, antropolog, dan
sejarawan yang ingin menelusuri tentang Walisanga di abad ke-16 M. Het Book van
Mbonang merupakan salah satu khasanah Nusantara yang dicuri Belanda dan diboyong
ke negerinya, dua tahun setelah mendarat di Banten (1598).
Het Book van Mbonang ini berbicara tentang Walisanga, juga Syekh Siti Jenar, dengan
cukup realistis tanpa bumbu-bumbu mistis dan kisah-kisah “keris terbang” bernama
Kolomunyeng, orang jadi cacing, dan keanehan-keanehan lainnya.
Islam di Jawa
Islam diyakini telah berada di Tanah Jawa di awal abad ke-10 M. Batu nisan Fatimah
Binti Maimun yang ditemukan di Leran, Gresik, Jawa Timur, pada 1082, dan juga
sejumlah petilasan di Trowulan menunjukkan hal ini.1 Namun siapa tokoh-tokoh pembawa
Islam di Jawa ini tidak diketahui, hanya saja kebanyakan meyakini dibawa oleh para
pedagang Maghribi. Sebab itu adalah istilah yang kurang tepat jika dikatakan Walisanga
sebagai pelopor penyebaran Islam di Jawa. Ada sejumlah orang yang telah memelopori
hal ini sebelum masa Walisanga.
Mereka di antaranya adalah Syekh Jumadil Qubro yang diyakini berasal dari Jazirah
Arab, bahkan beberapa kisah meyakini dia masih berkeluarga dengan Rasulullah SAW.
Orang kedua adalah Syekh Quro yang mendirikan Pesantren Quro di Tanjungpura,
Karawang (1428), yang sebagian kalangan menyebutnya berasal dari Champa, namun
Drs. H. Ridwan Saidi meyakini Syekh Quro yang juga dinamakan Hasanuddin ini berasal
dari Pattani, Thailand Selatan, di mana Islam memang sudah bersinar terang di daerah
tersebut.2
Syekh Quro adalah guru dari Nyai Subang Larang, anak dari penguasa Cirebon.
Nyai Subang Larang ini menikah dengan Raden Manahrasa dari Pajajaran, yang setelah
jadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja. Dari pernikahan tersebut lahirlah
Pangeran Kian Santang, yang menjadi penyebar agama Islam di Tatar Sunda.
Lalu ada Syekh Datuk Kahfi (nama aslinya Idhafil Mahdi), mubaligh asal Baghdad
yang berdakwah di pelabuhan Muara Jati, Cirebon. Ia adalah guru dari Nyai Rara Santang
dan Kian Santang (Pangeran Cakrabuwana), anak dari Nyai Subang Larang dan Sri
Baduga Maharaja. Di sinilah Nyai Rara Santang dipertemukan dengan Syarif Abdullah,
cucu Syekh Maulana Akbar al-Gujarati. Dari pernikahan mereka lahirlah Raden Syarif
Hidayatullah yang oleh sebagian kalangan diyakini sebagai Sunan Gunung Jati.
Satu lagi tokoh yang dipercaya melakukan dakwah Islam pra-Walisanga adalah
Syekh Khaliqul Idrus, mubaligh Parsi yang berdakwah di Jepara. Tokoh ini menikahi
salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar, dan melahirkan Raden Muhammad Yunus
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 65
T E M A U T A M A
Makam Fatimah Binti Maimun yang ditemukan di Leran, Gresik, Jawa Timur, pada 1082
yang kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong
Agung Jepara. Pernikahan ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir, menantu Raden
Patah, yang bergelar Adipati Bin Yunus atau Pati Unus. Setelah gugur di Malaka 1521,
Pati Unus dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Dewan Mubaligh
Walisanga (Sunda), Waliullah (Arab), atau Walisongo (Jawa) baru berkiprah
menyebarkan Islam di Jawa pada abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 M dan
memusatkan aktivitasnya di tiga daerah yakni Surabaya-Gresik-Lamongan (Jawa Timur),
Demak-Kudus-Muria (Jawa Tengah), serta Cirebon (Jawa Barat). Walisanga sesungguhnya
merupakan sentral dari gerakan dakwah saat itu dengan banyak murid-muridnya yang
aktif membantu penyebaran Islam. Keberadaan mereka bisa jadi dapat disamakan dengan
Dewan Syuro dalam struktur organisasi Islam modern.
Kebanyakan dari kita menganggap Walisanga hanyalah sembilan orang yang sama.
Namun Ibnu Batutah, pengelana dari Maroko, yang pernah mukim sementara di Jawa
menyatakan jika Walisanga sesungguhnya merupakan nama Dewan Mubaligh yang masing-
masing memiliki kafaah yang khusus. Mereka tidak saja pakar dalam ilmu agama namun
juga dalam ilmu pemerintahan dan politik.3 Bahkan susunan Dewan Mubaligh ‘Walisanga’
ini telah berubah sebanyak lima kali periode, yaitu:
Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa
Timur, wafat di Gresik (1419),
Maulana Ishaq, asal Samarkand Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah
dan wafat di Pasai (Singapura),
Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo -
Triwulan Mojokerto,
Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung
Santri antara Serang Merak (1435),
Syeh Subakir, asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat,
beberapa waktu di Jawa lalu kembali dan wafat di Persia (1462).
Raden Rahmad Ali Rahmatullah berasal dari Pattani, datang tahun 1421 dan dikenal
sebagai Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat,
Sayyid Ja’far Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga
dikenal sebagai Sunan Kudus, menggantikan Malik Isro’il,
Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali Akbar
yang wafat,
Raden Paku/Syeh Maulana A’inul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai,
kelahiran Blambangan, putra dari Syeh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan
makamnya di Gresik,
Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang
menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia,
Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan
Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang wafat,
Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang
menggantikan Aliyyuddin yang wafat.
Raden Patah putra raja Brawijaya Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro,
tahun 1465 membangun masjid Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid
Sunan Ampel, menggantikan Ahmad Jumadil Kubro yang wafat,
Fathullah Khan, putra Sunan Gunung Jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.
Raden Umar Said atau Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan
wali yang telah wafat,
Syekh Siti Jenar (tokoh ini yang paling gelap kisahnya, karena belum ada informasi
yang shahih),
Sunan Tembayat atau Adipati Pandanarang yang menggantikan Syekh Siti Jenar.
Bisa jadi, semua alasan di atas benar. Hanya saja, teramat sulit menerima dengan
akal sehat—bahkan mustahil—jika dikatakan Walisanga mendiamkan pratik-praktik lokal
yang penuh dengan khurafat dan kemusyrikan, karena Walisanga berasal dari luar Jawa
70 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
WALISANGA
KONSPIRASI
DAN PULAU
ISLAM DI
DAJJAL
JAWA
dan sangat paham dengan ilmu-ilmu agama dan segala larangannya. Menjadi pekerjaan
rumah pada ulama bangsa inilah sekarang untuk meluruskan upacara-upacara penuh
kemusyrikan seperti tradisi Sekaten, Mauludan, dan sebagainya agar kembali pada nilai-
nilai Islam yang bersih dan lurus, bukan malah memelihara kesesatan tersebut dan
tanpa ilmu menyatakan Islam agama yang penuh toleransi. Karena Rasulullah SAW
tidak pernah bersikap toleran pada kemusyrikan.(rz)
(Footnotes)
1
SQ. Fatini; Islam Comes to Malaysia; Singapore, MSRI, 1963.
2
Drs. H. Ridwan Saidi; Tinjauan Kritis Penyebaran Islam di Jakarta, Kepercayaan Penduduk Krajan Merin Salakanagara
Awal Abad Masehi di Bekasi; Seminar Meluruskan Sejarah Islam di Indonesia; Mei 2008; IKIP Muhammadiyah,
Jakarta.
3
Ibnu Batutah; Kitab Kanzul ‘Ulum.
4
Diterjemahkan oleh KPG menjadi “Nusantara: Sejarah Indonesia”, 2008.
5 Ibid; Pengantar; h. xviii-xix.
http://cache.virtualtourist.com
JAZIRAH AL-MULK:
TANAH PARA RAJA
72 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
JAZIRAH AL-MUK, TANAH PARA RAJA
yang kini masuk wilayah Philipina. Penjajah Belanda sendiri pada tahun 1829 mengakui
jika daerah kepala burung Papua, hingga Mimika dan Kepulauan Schoeten berada dalam
wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore.4
(Footnotes)
1 ‘Al-Mulk’ merupakan asal nama ‘Maluku’. Hal ini menegaskan kepada kita jika yang pertama klai memetakan
kepulauan kaya rempah-rempah tersebut adalah para pelaut Arab. Oleh Belanda, nama ini diubah menjadi ‘Maluku’.
2 Robert Dick-Read; The Phantom of Voyagers, Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times; 2005.
3 Pimpinan The International Institute for Mesopotamian Area Studies (IIMAS) yang telah melakukan eksplorasi atas
5
Des Alwi; Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon ; Dian Rakyat, 2005.
BETAWI
DAN NGAWURNYA
LANCE CASTLES
B
anyak sejarawan lokal yang masih saja mengekor pada perspektif kolonialis
dalam menelusuri asal-usul orang Betawi. Mereka ini termakan oleh studi dari
Lance Castles yang menulis “The Ethnic Profile of Jakarta” yang dimuat di satu
majalah Indonesia terbitan Cornell University bulan April 1967. Menurut
Castles, orang Betawi berasal dari budak-budak yang berasal dari berbagai daerah yang
didatangkan Belanda pada pertengahan abad ke-19.
Pandangan Castles ini berangkat dari sebuah catatan harian orang Belanda
(daghregister) yang hidup di dalam kota benteng Batavia tahun 1673, juga dari catatan
Raffles ‘History of Java’ (1815), catatan kependudukan dari Encyclopaedia van
Nederlansche Indie (1893), dan sensus penduduk yang dilakukan kolonialis Hindia
Belanda (1930). Dalam pandangan Castles, daerah Kali Besar merupakan pusat dari
asal-usul orang Betawi. Padahal daerah ini merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda.
76 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
BETAWI & NGAWURNYA LANCE CASTLES
Ngawurnya Castles
Sebagai seorang peneliti, Castles jelas bersikap ceroboh dengan mengabaikan
keberadaan penduduk asli yang sudah hidup beranak-pinak berabad-abad sebelum
kedatangan Belanda, bahkan jauh sebelum kedatangan Portugis.
Situs kapak batu di daerah Condet yang ditemukan oleh tim arkeolog Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta ditahun 1970-an dengan tegas telah
membantah Teori Castles. Situs kapak batu, beliung batu, pahat batu, dan sebagainya
yang ditemukan berasal dari masa 1.000-1.500 tahun SM. Benda-benda itu digali dari
tepian sungai Ciliwung, di daerah Condet dan Kalibata Pejaten, Jakarta Selatan.1 Situs ini
membuktikan jika nenek moyang orang Betawi, sudah hidup di wilayah tersebut berabad-
abad sebelum negara Portugis dan Belanda lahir, bahkan sebelum kelahiran Nabi Isa
a.s.!
Sejarawan Sugiman MD memperkuat pandangan itu dengan menyatakan, “Pada
masa itu, di Condet dan beberapa tempat di Jakarta sudah ditempati nenek moyang
bangsa Indonesia.”2 Hal ini menandakan jika di zaman batu (Neolitikum), wilayah Condet
dan sekitarnya telah mengenal peradaban. Bahkan pada 1971, di Pejaten-Pasar Minggu,
ditemukan lampu perunggu dan lampu kuil yang menandakan di daerah tersebut telah
ada kepercayaan atau agama.
Sejarawan Betawi, Drs. H. Ridwan Saidi yang pernah berdebat keras dengan Castles
menegaskan jika Teori Castles tidak memiliki pijakan yang kuat secara ilmiah. Berdasakan
penelitian lapangan yang dilakukannya, ditambah dengan penelitian arsip dan berbagai
literatur, Ridwan Saidi menyatakan, “Di utara Condet, terdapat pelabuhan Kalapa yang
menjadi bagian dari Krajan Salakanagara yang sudah berdiri pada tahun 100 M. Dalam
kitab Wangsakerta, disebutkan jika wilayah ini telah ramai disinggahi para pedagang dari
Maghribi, India, dan juga bangsa Tiongkok. Dengan sendirinya, warga sekitar telah
menyerap banyak pengaruh dan adat istiadat asing. Bahkan kosakata Arab seperti “Adat,
Kramat, Alim, dan Kubur”, telah ada di wilayah cikal bakal Betawi jauh sebelum Islam
menyebar di wilayah ini pada abad ke-15 M.”3
Selain Ridwan Saidi, sejarawan Uka Tjandarasasmita juga menegaskan jika paling
tidak sejak zaman neolitikum atau batu baru (3500 – 3000 tahun SM) daerah Jakarta
dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane,
Kali Bekasi, Citarum, pada tempat-tempat tertentu sudah didiami orang. Beberapa tempat
yang diyakini berpenghuni manusia itu antara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon
Sirih, Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang, Cililitan,
Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat, Lenteng Agung,
Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Cabe, Cipayung,
dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta.
Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul
yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat
manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan.
Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.4
Islam di Betawi
Nenek moyang orang Betawi bukanlah beragama Hindu atau Budha seperti yang
disangkakan banyak kalangan saat ini, melainkan suatu bentuk keyakinan terhadap arwah
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 77
T E M A U T A M A
leluhur. “Jejak Budha pada orang Betawi jelas nihil. Jejak Hindu paling-paling dari
Tarumanegara atau Pajajaran. Tapi orang banyak lupa jika Hindu adalah agama kerajaan,
yang hanya dianut para elit kerajaan, tidak orang-orang kecilnya. Agama asli orang-
orang Betawi adalah agama lokal, yakni pemujaan terhadap arwah leluhur. Sisa-sisa
keyakinan itu kini masih ada di Kranggan, Pondok Gede, Bekasi,” ujar Ridwan.
Ketika Islam mulai menyinari utara Sumatera di abad ke-7, bukan tidak mungkin
orang Islam sudah ada pula di wilayah pelabuhan Kalapa, cikal bakal Jakarta. Hal ini
mengingat para pedagang Arab sudah berkeliling Nusantara hingga ke Maluku dan
Timor. Namun sejauh ini catatan pertama memang baru dari Babad Tanah Jawa atau pun
Carios Parahyangan yang sama-sama mengisahkan kedatangan Syekh Quro atau juga
dikenal sebagai Syekh Hasanuddin dari Cempa5 ke Jawa yang diperkirakan terjadi di
penghujung abad ke-15. Cerita tentang Syekh Quro banyak bertebaran di dunia maya,
jadi tidak akan perlu diulang dalam halaman yang sangat terbatas ini. Beberapa catatan
tentangnya yang harus diluruskan adalah:
Ada kisah yang menyebutkan Syekh Quro menumpang kapal Laksamana Ceng
Ho. Validitas kisah ini kurang mendapat dukungan data dan bukti sejarah.6
Mukimnya Syekh Quro di Ujung Karawang, tidak jadi ke Gresik, oleh banyak
orang dikatakan karena tergoda perempuan. Hal ini dibantah Ridwan yang lebih
percaya jika Syekh Quro menemukan bahasa yang dipakai masyarakat di Ujung
Karawang, yakni bahasa Melayu, sama dengan yang dipakai dirinya. Bagi seorang
perantau apalagi pendakwah, kemudahan bahasa adalah hal yang penting. Syekh
Quro mengetahui jika orang-orang Gresik berbahasa Jawa, beda dengan dirinya.
The New
Sebab itu ia memilih WorlddiOrder
tinggal Ujung Karawang dan membuka pesantren di sana.
Jika Syekh Quro berdakwah di Karawang, maka Syekh Maghribi yang berasal dari
Afrika Utara mengambil daerah Tangerang. Dakwah Syekh Quro kemudian dilanjutkan
oleh Mak Datu Tanjung Kait (Tangerang), Datu Biru (Jatinegara), Dato Tongara (Cililitan),
Datu Ibrahim (Condet), Kumpi Datu (Depok), dan lain-lain.
“Karena penyebar awal Islam di masyarakat Betawi adalah orang-orang Melayu,
maka tidak sulit bagi pendakwah itu untuk menyampaikan pesannya. Mereka masuk
dalam rongga-rongga budaya lokal. Istilah lokal seperti sembahyang dan puasa tetap
dipergunakan, begitu juga dengan istilah sorga dan niraka, atau neraka, sebagai istilah
yang telah dikenal oleh komunitas lokal. Tidak dipaksa untuk menggunakan istilah shalat,
shaum, jannah, naar,” tulis Ridwan.
Orang-orang Islam awal di Betawi dianggap oleh Penguasa Pajajaran sebagai or-
ang-orang yang melanggar ajaran Sanghyang Siksha Kandang Karesian. Sebab itu, dalam
lidah orang Pajajaran, orang Islam awal di Betawi disebut sebagai kaum Langgara dan
tempat beribadahnya disebut Langgar.
Penyebar Islam awal di Betawi berasal dari Pattani yang berhubungan dekat dengan
Kerajaan Islam Moghul yang bermazhab Hanafi. Tarekat Syekh Abdul Qadir al-Jilani
berasal dari mazhab ini. Sebab itu, nama Syekh Abdul Kadir Jaelani masyhur di komunitas
Muslim Betawi. Namun lama-kelamaan mazhab ini memudar dengan kian bersinarnya
mazhab Syafii yang memang lebih lengkap compedium hukum Islamnya. Walau demikian,
kedekatan orang betawi dengan Syekh Abdul Kadir Jaelani tetap terpelihara sampai kini
dengan masih banyaknya gambar Syekh Jaelani dipasang di dinding-dinding rumah asli
orang Betawi.
Syekh Quro dan lainnya merupakan para dai yang mengislamkan Jakarta dan
sekitarnya. Mengenai Fatahillah, agak mengherankan jika orang percaya dia sebagai
orang yang mengislamkan Jakarta karena jejak dakwah Fatahillah yang berasal dari
Cirebon (menyerbu Jakarta tahun 1527) tidak ada sisa-sisanya sama sekali dalam kultur
warga Betawi saat ini. Bahkan di hari penyerbuannya itu, syahbandar terakhir Pelabuhan
Kalapa dan juga tokoh Islam Betawi, bernama Wak Item terbunuh.
“Fatahillah dengan ribuan pasukannya menyerbu Sunda Kalapa. Dia kemudian
membangun istana dikelilingi tembok tanah di tepi barat Kali Besar. Orang-orang Betawi
yang sudah memeluk Islam diusir dari istana, dan sekitar tigaribuan rumahnya dibumi-
hanguskan. Jejak dakwah Fatahillah atau pengaruh Islam Cirebon, tidak ada di Jakarta.
Saya belum pernah melihat gambar Walisongo menggantung di dinding rumah orang
Betawi, kecuali gambar Buroq dan Syekh Jaelani,” demikian Ridwan Saidi.(rz)
(Footnotes)
1 Ridwan Saidi, dalam Seminar ‘Pengembangan Pelestarian Budaya Betawi’, 6 Oktober 2001, di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta.
2 Sugiman MD; Jakarta, Dari Tepian Air ke Kota Proklamasi’.
3 Ridwan Saidi; Tinjauan Kritis Penyebaran Islam di Jakarta, Kepercayan Penduduk Krajan Merin Salakanagara Awal
abad Masehi di Bekasi; Makalah Seminar ‘Meluruskan Sejarah Islam di Indonesia’, IKIP Muhammadiyah; Jakarta,
2008.
4 Uka Tjandarasasmita; Jakarta Raya dan Sekitarnya, Dari Zaman Pra Sejarah Hingga Kerajaan Pajajaran; 1977.
5 Menurut Ridwan, cempa adalah Pattani, Thailand selatan. Karena pada abad tersebut sudah berdiri kerajaan Melayu
islam. Perkiraan orang jika Cempa itu Kamboja sama seklai tidak ada dasarnya.
6 Ridwan Saidi; ibid.
Foto Jenderal Van Heutsz dalam gambar ini adalah perwujudan dari imperialisme Belanda di Aceh
PRANG ATJEH
“…Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada
penjajah dalam bentuk apa pun. Oleh karena itu dari tahun
1873 sampai berakhirnya kekuasaan Belanda di Tanah air
(1942), antara Aceh dan Belanda tetap dalam keadaan
perang.”
P
rang Atjeh1 merupakan perang terpanjang yang dilakukan kekuatan kape2
Barat (Portugis hingga Belanda) terhadap rakyat Aceh yang tidak pernah
dimenangkannya secara mutlak. Uniknya, walau Aceh bersendikan Kitabullah,
namun dalam perjalanan sejarahnya, negeri besar ini memiliki empat Sultanah
(Sultan Perempuan)3 dari 31 Sultan yang pernah memimpin kerajaan tersebut.
Selain Sultanah, perempuan-perempuan Aceh juga tampil sebagai pemimpin
masyarakat bahkan panglima perang, seperti Laksamana Malahayati; Cut Nyak Din;
Teungku Fakinah, ustadzah yang memimpin resimen laskar perempuan memerangi
Belanda, usai perang Fakinah mendirikan pusat pendidikan Islam bernama Dayah Lam
Diran; Cut Meutia, yang selama 20 tahun memimpin gerilya dalam belukar hutan Pase
dan menemui syahid karena Meutia bersumpah tidak akan menyerah hidup-hidup kepada
kape Belanda; Pocut Baren, pemimpin gerilya yang sangat berani memerangi Belanda
(1898-1906); Pocut Meurah Intan alias Pocut Biheu, bersama anak-anaknya—Tuanku
Muhammad, Tuanku Budiman, dan
Tuanku Nurdin—memimpin gerilya di
hutan memerangi Belanda hingga tertawan
setelah terluka parah (1904); Cutpo
Fatimah, sahabat Cut Meutia, puteri ulama
besar Teungku Chik Mata Ie yang bersama
suaminya, Tgk. Dibarat melanjutkan perang
setelah Cut Meutia syahid, hingga dalam
pertempuran 22 Februari 1912, Cutpo
Fatimah dan suaminya syahid bertindih
badan diterjang peluru Belanda.
Salah seorang pemimpin gerilya Aceh,
Pocut Baren, namanya diabadikan menjadi
nama sebuah resimen laskar perempuan
Aceh “Resimen Pocut Baren”, bagian dari
Divisi Pinong di Aceh semasa revolusi fisik
melawan Belanda. Resimen perempuan ini
sangat ditakuti Belanda karena terkenal
dalam tiap pertempuran tidak pernah
mundur atau pun melarikan diri. Mereka
pantang menyerah hidup-hidup kepada
penjajah. Cut Nyak Dien
Disebabkan ruang gerak perempuan Aceh yang amat luas, tiada beda dengan
lelakinya, hal ini turut mempengaruhi cara berpakaian mereka. Prof. Dr. HAMKA
menulis, “Di seluruh tanah air kita ini, hanya di Aceh pakaian asli perempuan memakai
celana. Sebab mereka pun turut aktif dalam perang. Mereka menyediakan perbekalan
makanan, membantu di garis belakang dan pergi ke medan perang mengobati yang
luka.”4
Salah satu pejuang perempuan legendaris Aceh adalah Cut Nyak Dien, isteri dari
Teuku Umar. Bertahun-tahun setelah suaminya syahid, Cut Nyak Dien meneruskan
perjuangan, walau tinggal seorang diri. Dia bertahan di dalam gua di hutan dan meneruskan
perlawanan walau dirinya sudah buta dan hanya ditemani 4-5 pejuang perempuan Aceh.
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 81
T E M A U T A M A
kelabu. Di tengah Selat Malaka, bayang-bayang puluhan kapal perang Belanda tampak
beriringan menuju satu titik, Aceh Darussalam. Di pagi buta itu, Belanda telah mantap
untuk menyerang Aceh. Dalam hitungan Reid, lebih dari 30.000 serdadu Belanda
mendarat di pantai Aceh. Belanda mengira, dengan serangan mendadak, didukung
bombardemen artileri dari mulut-mulut meriam yang ada di kapal-kapal perangnya, pesisir
Aceh bisa dengan mudah direbut. Setelah pesisir dikuasai, maka pasukan infanteri akan
langsung menusuk ke daerah pedalaman. Berbekal informasi dari pasukan telik sandi
yang telah disusupkan sebelumnya, Belanda amat yakin dapat menaklukkan seluruh
tanah Aceh dalam waktu yang singkat. Dengan besar kepala, Belanda mengira bisa
memenangkan perang dengan mudah.
Belanda agaknya khilaf dan lupa jika kekuatan rakyat Aceh sebenarnya bukan
terletak pada keunggulan persenjataan, bukan pada strategi yang muluk-muluk, dan
bukan terletak pada kecintaan akan kehidupan duniawi, melainkan akidah tauhid. Belanda
melupakan pengalaman pahit Portugis. Menghadapi puluhan ribu tentara Belanda,
mujahidin Aceh sama sekali tidak gentar. Para ulama mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah
melawan tentara kafir. Perang sabil pun dikumandangkan. Berbondong-bondong rakyat
Aceh dengan persenjataan seadanya menyongsong tentara salib Belanda dengan
keberanian yang luar biasa. Mereka menyambut maut dengan senyum dan penuh
pengharapan. Tidak hanya laki-laki, para perempuan Aceh pun segera mengambil rencong
dan menyisipkan ke pinggangnya. Dengan tangan kiri menggendong sang jabang bayi,
para perempuan Aceh ini segera berlari masuk hutan guna menyusun kekuatan. Semangat
jihad fisabilillah yang demikian berurat-berakar dalam dada setiap orang Aceh membuatnya
sangat enteng meninggalkan rumah dengan segala harta bendanya untuk pergi berperang
menyongsong musuh Allah.
Di kala malam tiba, sambil terus bersiaga di dalam gua-gua yang gelap gulita, para
perempuan Aceh nan perkasa ini meninabobokan jabang bayinya dengan senandung
“Dododaidi”. Senandung jihad itu meluncur pelan dari bibir-bibir yang kerap berpuasa
dengan iringan musik desahan angin serta gemerisik dedaunan hutan:
Inilah lagu pengantar tidur bayi-bayi Aceh. Betapa mulia para perempuan Aceh itu
yang telah menanamkan semangat jihad membela agama Allah kepada anaknya sejak
dini, saat sang anak berjalan pun belum mampu. Anak-anak Aceh dibesarkan bukan
dengan lagu-lagu yang menggambarkan keindahan alam, gemerisik dedaunan atau air
terjun, bukan berisi lagu-lagu cinta dan
segala kecengengannya, tetapi dengan lagu-
lagu jihad fisabilillah-, yang menisbikan dunia
dan meninggikan akherat. Inilah bayi-bayi
sejati Serambi Mekkah!
Menghadapi gempuran barisan
Mujahidin Aceh, Belanda kehilangan
banyak tentaranya. Rakyat Aceh, para lelaki
maupun perempuannya, pergi berperang
bagaikan orang yang hendak ke pesta
walimahan, bergegas, begitu bersemangat,
dan sama sekali tidak menunjukkan rasa
gentar. Begitu banyak tentara Belanda yang
tertawan, namun amatlah langka rakyat
Aceh yang sudi menjadi tawanan kaum
kafi r. Di mana-mana, walau telah
kepayahan, Mujahidin Aceh tidak sudi
untuk menyerah hidup-hidup kepada
musuh. Mereka terus menyerang Belanda
sampai titik darah penghabisan karena Jenderal Kohler
tujuan mereka hanya satu: hidup mulia atau mati syahid.
Tidak sampai tiga pekan setelah mendarat di pantai Aceh pada 8 April 1873 itu,
tentara Belanda kabur meninggalkan Aceh. Jenderal Kohler, panglima Belanda, tertembak
sniper Aceh tepat di depan Masjid Raya Baiturahman, sejumlah perwiranya juga tewas
terbunuh. Jika tak cepat mundur, kerugian di pihak Belanda akan jauh lebih besar lagi.
Anthony Reid menulis: Enam bulan selanjutnya penuh ketegangan bagi pemerintah
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 85
T E M A U T A M A
Dari Singapura, dua perwira artileri Turki menyeberang ke Aceh. 17 Bahkan setelah
Belanda menyerang Aceh untuk yang kedua kali, November 1873, beberapa serdadu
Belanda yang berasal dari para kriminal dan sampah masyarakat di Eropa, pada tahun
1879 melakukan desersi dan menyeberang membantu perjuangan rakyat Aceh.18 Kuat
86 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
PRANG ATJEH
dugaan, desertir Belanda ini telah bersyahadat sebelum berjuang bersama-sama para
Mujahidin.
Solidaritas terhadap Aceh juga datang dari para pedagang Arab yang kaya dan
memiliki jaringan niaga dengan Muslim Asia. Mereka yang berada di Singapura menjadi
panitia pengumpulan dana dan mengontak para relasinya di seluruh Asia dan juga
Nusantara untuk menggalang dana bagi Aceh. Laporan mata-mata Belanda menyebutkan,
“Dana dalam jumlah yang besar sekali “ untuk membantu Aceh telah terkumpul dalam
waktu singkat.19 Dari Jawa dan Singapura saja telah terkumpul dana hibah sebesar satu
juta Dollar Straits. Pada November 1874 saja terkumpul 100.000 Dollar Straits. 20 Di
Singapura, pusat kegiatan solidaritas Aceh ada di sebuah masjid yang dirawat oleh keluarga
al-Sagoff di Kampung Glam. “Semua orang Muslim yang paling fanatik berkumpul di
masjid ini mendengarkan laporan pekanan mengenai Aceh dari agen-agen Sayyid
Muhammad al-Sagoff, dan memanjatkan doa bersama agar
allah SWT memenangkan para Mujahidin yang tengah berjihad
di Aceh,” demikian laporan mata-mata Belanda kepada Read
yang diteruskan kepada Van Lansberge, 2 April 1876. Doa
untuk kemenangan rakyat Aceh ternyata juga dipanjatkan di
hampir semua masjid di Nusantara, Johor, dan Penang.
Keluarga al-Sagoff adalah salah satu keluarga Muslim
terkaya dan paling berpengaruh di Singapura. Sayyid Ahmad
bin Abdurrahman As-Sagoff, sang kepala keluarga, adalah
pedagang besar pemilik kapal dan dermawan Muslim. Ia
pemilik dua kapal uap yang mengarungi jalur Jeddah-Singapura
dan menyewa kapal-kapal lain sehingga menguasai
pengangkutan jemaah haji di seluruh Asia Tenggara. Puteranya,
Sayyid Muhammad As-Sagoff, bahkan lebih aktif lagi. Belanda
yakin kedua orang ini adalah dalang dari kegiatan solidaritas
Aceh di Singapura.21
Masih dari Singapura, Haji Ismail bin Haji Abubakar,
seorang pengusaha penginapan bagi orang-orang Jawa yang
hendak naik haji ke Mekkah, menulis surat kepada ayahnya
seorang penghulu di Banyumas dan juga kepada Bupati di
Serang, berisi pesan bahwa Khalifah di Turki akan segera
membantu Aceh dan menghimbau agar seluruh Muslim di
Jawa juga aktif membantu Muslim Aceh. Haji Ismail juga
menyerukan agar jemaah haji di Jawa bisa dikirimkan
kepadanya agar nantinya bisa dikirimkan lagi ke Aceh bila
tiba waktunya. Sultan Riau, Sultan Yogya, dan pemimpin- Panglima Polim
pemimpin Islam di banyak daerah di Nusantara juga menerima surat serupa dari berbagai
tokoh Islam Asia. Bahkan surat untuk bersedia mengirim pasukan ke Aceh. Mereka
semua bersepakat harus membantu Aceh menghadapi agresi Belanda. Ini merupakan
salah satu gambaran betapa ukhuwah Islamiyah di zaman itu masih sungguh-sungguh
terasa. Sayangnya, beberapa surat tersebut jatuh ke tangan Belanda.22 Namun keberhasilan
Mujahidin Aceh menghalau serbuan Belanda dalam ekspedisi pertamanya itu betapa
pun juga telah menjadi satu inspirasi bagi pribumi Nusantara untuk memberontak
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 87
T E M A U T A M A
kota. Wabah kolera yang telah berjangkit sejak di kapal Belanda kian meluas di Banda
Aceh yang sengaja ditinggal para Mujahidin dalam peran gerilyanya. Pusat kota bisa
dikuasai Belanda, namun tiap hari ada saja tentara Belanda yang mati karena sabotase
atau serangan mendadak dari para Mujahidin. Ini membuat pejabat Belanda pusing
tujuh keliling. Akhirnya Belanda menggelar sidang rahasia staten general, 16-17 Juni 1884,
yang menyepakati dilakukannya strategi “Stelsel konsentrasi” di Aceh: di tiap kampung
yang berhasil direbut Belanda, maka dibangun benteng dengan pagar yang tinggi dan
kokoh. Dari sini Belanda bergerak terus memperluas wilayahnya, mendirikan benteng
lagi, dan begitu seterusnya. Ini pun gagal. Lalu akhirnya Belanda mendatangkan Snouck
Hurgronje ke Aceh pada 188925. Tugas utamanya, meneliti kekuatan dan kelemahan
Muslim Aceh. Belanda akhirnya menguasai kota-kota besar Aceh, namun tidak untuk
daerah pedalaman. Prang Atjeh terus berlangsung hingga Belanda hengkang dari Aceh di
tahun 1942.
Dr. MR. T. H. Mohammad Hasan yang dalam memoirnya menulis, “…perlawanan
rakyat Aceh terhadap pemerintah kolonial selalu terus berlangsung. …Aceh tidak pernah
menyerahkan kedaulatannya kepada penjajah dalam bentuk apa pun. Oleh karena itu
dari tahun 1873 sampai berakhirnya kekuasaan Belanda di Tanah air (1942), antara
Aceh dan Belanda tetap dalam keadaan perang.” 26(rz)
(Footnotes)
1
Bahasa Aceh: Perang Aceh
2
Bahasa Aceh: Kafir.
3
Mereka adalah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin (1050-1086 H), Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (1086-1088 H), Sri
Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (1088-1098 H), dan Sri Ratu Kamalat Syah (1098-1109 H).
4
Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; h..153
5
Ibid, hal.155.
6
DR. T. H. Mohamad Hassan: Salah Seorang Pendiri Republik Indonesia dan Pemimpin Bangsa; ditulis oleh Drs. Dwi
Purwoko, Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
7
Ibid, hal.5.
8
DR. MR. T.H. Moehammad Hasan; Salah Seorang Pendiri Republik Indonesia dan Pemimpin Bangsa; Pustakan Sinar
Harapan; Jakarta, 1995; hal. 5
9
Anthony Reid; Asal Muasal Konflik Aceh , Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad
ke-19; YOI; Cet.1; Jakarta; Juli 2005. Judul asli adalah “The Contest for North Sumatra Acheh, the Netherlands and
Britain 1858-1898” diterbitkan oleh Oxford University Press 1969.
10
Surat Lauden kepada Menteri Tanah Jajahan Van de Putte tertanggal 25 Februari 1873, Officieele Bescheiden,
hlm.76.
11
Ini semacam senandung untuk meninabobokan anak.
12
Sinyak adalah panggilan untuk anak kecil di Aceh.
13
Thimpan adalah kue khas Aceh
14
Anthony Reid, ibid, hal. 104-105.
15
Ibid, hal. 118.
16
Ibid, hal.148.
17
Hasil laporan mata-mata Read, yang ditulis dalam surat dari Read kepada Van Lansberge tertanggal 16 Maret dan
17 April 1876, dikutip Anthony Reid, hal.149.
18
Ibid.
19
Ibid, hal.158.
20
Surat Maier kepada Leuden, 22 November dan 14 Desember 1874.
21
Anthony Reid, ibid, hal. 159.
22
Ibid, hal.161.
23
Ibid, hal. 117.
24
London & China Telegraph, 3 Oktober 1873; The Times, 10 Oktober 1873; Harris kepada Granville, 27 Desember
1873, F.O.37/512; Kreemer I, hlm.15. Dikutip dari Reid, hal. 119.
25
Lathiful Khuluq; Strategi Belanda Melumpuhkan Islam, Biografi C. Snouck Hurgronje; Pustaka Pelajar; Yogya, cet.1,
2002; hal.4.
26
DR. MR. T.H. Moehammad Hasan; ibid; hal. 9.
A
gama Islam masuk ke Nusantara lewat cara-cara damai, seperti
perdagangan, persahabatan, pembauran, dan sebagainya. Kebalikannya,
Kristen masuk ke Nusantara lewat jalan darah, kekerasan, teror, dan
sejenisnya. Hal ini tidak aneh, disebabkan yang membawa kekristenan ke
Nusantara adalah para penjajah Barat, sejak masa Portugis-Spanyol hingga
masa imperialisme Belanda. Fakta sejarah ini bukan berasal dari para
sejarawan Muslim, melainkan berasal dari banyak literatur yang ditulis oleh sejarawan
Barat sendiri.
Jan Bank, sejarawan senior negeri Kincir Angin, di dalam bukunya “Katholieken en de
Indonesische Revolutie” (1983)1 dengan jujur menyatakan jika penyebaran Misi2 sangat erat
hubungannya dengan ekspansi orang Eropa ke Kepulauan Nusantara. “Penyebaran itu
untuk pertama kali terlihat pada akhir abad lima belas, sebagai konsekuensi dari ekspansi
orang Eropa di Kepulauan Nusantara, tetapi kadang-kadang justru sebagai dalih untuk
melakukan ekspansi itu.”
Walau Jank Bank, mengutip Muskens (1979:38), menyatakan sejumlah jemaat
Kristen telah ada di kota-kota pelabuhan Nusantara sejak abad ke-7 dan 9 M, namun
secara massif Misi memang bersamaan datangnya dengan ekspansi kolonialisme orang
Eropa di Nusantara. “Gelombang besar misi terjadi sesudah berlangsungnya ekspansi
Portugis dan Spanyol sekitar tahun 1500. Para misionaris itu mengikuti kaum pionir
yang menelusuri jalan-jalan pelayaran yang baru dari Eropa Barat Daya ke Timur Jauh.
Dengan direbutnya Malaka oleh Portugis pada 1511, dimulailah penyebaran iman Katolik
Roma secara lebih teratur, terutama di daerah-daerah jajahan Portugis di bagian timur
Kepulauan Nusantara; Ambon dan Halmahera, Ternate dan Tidore. “
Bahkan Bank dengan lebih terus terang mengakui, “Pelayaran orang Portugis, dan
kemudian juga orang Spanyol ke Asia Tenggara itu adalah kelanjutan perang Portugis
dan Spanyol melawan orang Moor Islam di Jazirah Iberia.” Namun di luar perkiraan,
ekspansi penjajah salib ini malah mempercepat proses penyebaran Islam di Nusantara.
Vlekke menyatakan, para raja di banyak tempat di Nusantara saat itu harus memilih
apakah mereka akan bersekutu dengan Portugis ataukah dengan orang-orang Islam
yang sudah sejak lama berinteraksi dengan damai dengan mereka. Para raja itu lebih
memilih masuk Islam ketimbang menjadi Kristen dengan pertimbangan banyak hal.
Dengan kenyataan ini, alih-alih Portugis ingin mengkristenkan Nusantara, namun yang
terjadi malah sebaliknya, Islam kian hari kian bersinar terang dan menjadi ideologi
perlawanan yang tangguh untuk segala bentuk kezaliman seperti halnya imperialisme
dan kolonialisme.
Kondisi inilah yang oleh Bank, dan juga Bernard H.M. Vlekke3, diamini oleh banyak
sejarawan kritis lainnya 4, disebut sebagai, “Misi itu menciptakan rintangan bagi dirinya
sendiri.” Hilangnya dominasi Portugis dan Spanyol di Nusantara pada awal abad ke-17
M, dan digantikan dengan hegemoni VOC—maskapai dagang Hindia Timur yang
dipimpin para Yahudi-Belanda—tidak membawa perubahan apa pun bagi pribumi.
Bedanya, jika dulu Portugis-Spanyol mengibarkan bendera Katolik Roma, namun VOC
kelihatannya lebih mendukung Gereja Kristen Gereformerd alias Protestan. Gereja Katolik
banyak kehilangan pengaruh di daerah Timur dan hanya menyisakan sejumlah wilayah
seperti Flores dan lainnya.
Di antara lembaga misi pun sering terjadi bentrokkan, terutama antara yang Katolik
(Footnotes)
1
Diterjemahkan oleh Grasindo menjadi “Katolik di Masa Revolusi Indonesia” (1999).
2
Misi adalah Penyebaran iman Katolik Roma ke seluruh dunia (Jan Bank; h.1)
3
Bernard H.M. Vlekke; Nusantara, A History of Indonesia (1961)
4
Bastin & Benda 1968: 93; Benda 1958: 10-11; Schrieke 1955: 7-36).
5
Bank; h.6.
6 Bank; h.7.
JIHAD
PARA ULAMA
G
old, Glorius, and Gospel1 merupakan tiga misi kolonialis dan imperialis Barat
ketika menjejakkan kakinya ke Nusantara. Selain mencari rempah-rempah,
emas, dan kekayaan alam lainnya, demi kejayaan negerinya masing-masing,
mereka juga memaksakan penyebaran Injil kepada penduduk pribumi.
Merupakan fakta sejarah bahwa salib disebarkan di Nusantara lewat kekerasan, beda
dengan penyebaran Islam yang melalui jalan damai.
Dengan sendirinya, Islam yang tiba terlebih dahulu di Nusantara menjadi agama
perlawanan terhadap kesewenang-wenangan kaum kolonialis dan imperialis Barat, yang
dimulai dari Portugis-Spanyol, hingga Belanda. Islam menjadi ideologi perjuangan
melawan kezaliman yang dilakukan oleh pasukan Salib Barat di Nusantara.
Dia ada!. Sultan Baabullah juga mengamati perkembangan Dunia Islam dan benturannya
dengan kekuatan salib Barat. Dalam salah satu tulisannya, Sultan Baabullah berkata,
“Antara Islam dan Katolik terdapat jurang pemisah yang lebar. Sejarah kemenangan
Islam di Andalusia (Spanyol), Khalifah Barat, membuat mereka membenci dan iri
kebesaran Kesultanan Ternate. Mereka menderita penyakit dendam kesumat serta
pemusnahan di mana saja setiap melihat negeri-negeri Islam, baik di Goa, Malaka, Jawa,
dan kita di Maluku sini. Kalau kita di Ternate kalah maka nasib kita akan sama dengan
negeri-negeri Islam di Jawa, Sulawesi, dan Sumatra.”
Sebab itu, Ternate membangun armada perangnya dengan sangat kuat. Di masa
Sultan Baabullah, Ternate memiliki barisan mujahidin terlatih sebanyak lebih kurang
120.000 orang. Ternate juga menjalin kerjasama dengan sejumlah kerajaan Islam di luar
Maluku seperti dengan wilayah
Jawa (Jepara), Melayu, Makasar,
dan Buton. Gabungan kekuatan
ini akhirnya mampu merebut
benteng Portugis seperti Fort
Tolocce (dibangun tahun 1572),
Santo Lucia Fortress (1518), dan
Santo Pedro (1522).
Dalam pertempuran,
pasukan canga-canga yang terdiri
dari suku Tobelo dilengkapi panah
api beracun, barisan Laskar
Kolano Baabullah bersenjatakan
meriam hasil rampasan dari
benteng Portugis di Castel Sin
Hourra Del Rosario, pusat
kekejaman Po rtugis di Asia
Tengg ara sekaligus tempat
mendidik para misionaris Portugis
Istana Kesultanan Ternate saat ini untuk menyebarkan salib di
Maluku dan sekitarnya.
Perang berjalan selama lima tahun (1570-1575) dengan kemenangan selalu berada
di pihak Mujahidin. Akhirnya, pada 24 Desember 1575, Gubernur Nuno Pareira de
Lacerda menaikkan bendera putih di istananya dan menyerahkan kota-benteng Santo
Paulo atau kota Sen Hourra Del Rosario. Futuh Sen Houra del Rosario terjadi bertepatan
di malam Natal. Para salibis keluar dari benteng dengan linangan air mata namun dijaga
dengan baik oleh laskar Mujahidin Ternate. Senjata mereka dilucuti dan diantar menuju
kapal laut yang membawa mereka ke Manila dan Timor.
Sikap baik Sultan Baabullah terhadap musuhnya ini menimbulkan perasaan kurang
puas di kalangan pasukannya. Apalagi mereka masih ingat bagaimana ayah dari Sultan
Baabullah dibunuh secara kejam. Namun Sultan Baabullah dengan sangat bijak
mengatakan, “Wahai raknyatku, ketahuilah bahwa Islam tidak memperbolehkan seorang
Muslim mengambil keuntungan karena kelemahan musuhnya dalam perang di medan
laga.” Sikap yang diperlihatkan Sultan Baabullah ini mengulang sikap ksatria yang
96 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
JIHAD PARA ULAMA
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 11 Januari 1631, dia merupakan putera
dari Sultan Malik Asy-Said, Raja Gowa ke-15. Nama lengkap Hasanuddin adalah I
Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Gelar
Hasanuddin adalah Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan
Sultan Hasanuddin saja.
Sejak kecil Hasanuddin mendapat pendidikan agama yang baik. Sebab itu, ketika
remaja dirinya melihat dan mendengar aneka kezaliman yang dilakukan oleh penjajah
terhadap saudara-saudara seiman, sehingga
hal ini menumbuhkan kegeraman di dalam
hatinya. Semangat jihad yang telah tertanam
di dalam jiwanya sejak masih kanak-kanak
kelak membuatnya menjadi pemimpin yang
sangat berani, tegas, dan mencintai
kesyahidan. Hal ini terbukti saat memimpin
rakyatnya melawan penjajah VOC sehingga
Belanda sendiri menyebut beliau sebagai De
Haantjes van Het Oosten, yang memiliki arti
“Ayam Jantan Dari Timur”.
Sepeninggal ayahnya, Hasanuddin
menjadi Raja Gowa ke-16. Saat itu VOC
tengah giat berusaha menguasai perdagangan
rempah-rempah. Upaya ini mendapat
tentangan dari kerajaan-kerajaan di seluruh
Nusantara, tak terkecuali Kerajaan Gowa
yang juga menguasai jalur perdagangan di
wilayah timur Indonesia.
Tahun 1666, Laksamana Cornelis
Speelman memimpin satu armada kapal Ilustrasi Sultan Hasanuddin
perang untuk menundukkan kerajaan-
kerajaan kecil di Sulawesi. Namun menundukkan Gowa ternyata sangat sulit. Bahkan
kerajaan Islam ini berusaha mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian
timur untuk melawannya. Pertempuran pun tak bisa dihindarkan. VOC sempat kewalahan
dan meminta bantuan armada perang dari Batavia. Kekuatan pun menjadi tidak imbang.
Akhirnya Gowa terdesak dan melemah hingga pada 18 November 1667, Gowa bersedia
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 97
T E M A U T A M A
Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka
adalah Sultan Abdurrahman. Penulis sendiri pernah langsung berdiskusi dengan salah
seorang Panglima Perang Hitu di tahun 1999 dimana dia menyatakan jika Patimura
adalah Marga Muslim sedangkan Mattulessy adalah Kristren. Jadi tidak ada yang
namanya Patimura Matulessy. Yang beranam Patimura pastilah dia seorang Muslim.
Mansyur Suryanegara menyatakan marga Patimura masih ada sampai kini. Dan
semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut
mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura. Dan lagi, Maluku pada
masa itu dipenuhi oleh kerajaan-kerajaan Islam dengan empat kerajaan Islam besar
yakni Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo. Begitu banyak kerajaan Islam di sini sehingga
Ibnu Batutah menyebutnya sebagai ‘Jazirah al-Mulk’ atau Tana Para Raja.3
Dalam wawancara dengan penulis di kediamannya di Bandung pada 2001, Mansyur
menyatakan jika umat Islam itu mayoritas di Maluku dan Ambon, jadi bukan wilayah
Kristen. “Ada cara mudah untuk membuktikannya, lihat saja dari dari pesawat yang
sedang terbang, akan terlihat banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih
banyak menara masjid daripada gereja di sana.”
Dan lagi, adalah fakta sejarah jika nyaris seluruh perlawanan terhadap penjajah—
apakah itu Portugis, Spanyol, atau pun VOC-Belanda—seluruhnya dibangkitkan oleh
tokoh-tokoh Islam. Ini disebabkan antara lain semua penjajah itu membawa misi
penyebaran salib. Jadi amat aneh jika ada orang-orang non-Muslim yang juga mengangkat
senjata melawan para misionaris imperialis ini. Bukankah ini berarti perlawanan Para
Domba terhadap Sang Gembala? Jelas mustahil. Adalah fakta sejarah pula jika orang-
orang pribumi yang mau memeluk agama kaum penjajah ini akhirnay bergabung dan
mau menjadi tentara kaum penjajah yang memerangi bangsanya sendiri. Salah satunya
adalah tentara Marsose yang diterjunkan ke Aceh yang terdiri dari orang-orang pribumi
non-Muslim yang bekerja melayani para penjajah.
Seluruh perlawanan yang dibangkitkan merupakan perlawanan terhadap upaya 3G
(Gold, Glorius, and Gospel) yang dibawa para kafir penjajah. Demikian pula yang dikobarkan
Ahmad Lusy Patimura. Pada 1817, Patimura berhasil merebut Benteng Duurstede di
Saparua, dan menewaskan residen Van den Bergh. Jihad ini meluas ke Ambon, Seram,
dan tempat-tempat lainnya. Jihad yang digelorakan Patimura bisa kita lihat dalam tradisi
lisan Maluku yang masih terpelihara hingga kini, yang antara lain berbunyi:
Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama’a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama’a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi’a yare uleu uleu ‘o
Manu yasamma yare uleu-uleu ‘o
Talano utala yare uleu-uleu ‘o
Edisi Koleksi IX eramuslim digest 99
T E M A U T A M A
(Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)
Pertempuran kian sengit. Belanda lagi-lagi minta bantuan dari Batavia. Akhirnya
Ahmad Lussy dan pasukannya tertangkap Belanda. Pada 16 Desember 1817, Ahmad
Lussy dan para mujahidin Ambon menemui syahid di tiang gantungan kafir Belanda.
Perang Diponegoro
Ontowiryo merupakan nama asli Pangeran Diponegoro. Si sulung ini lahir pada 11
November 1785 dari rahim Ratu Ageng, permaisuri Sultan Hamengkubuwono III.
Edisi Koleksi IX era muslim digest 101
T E M A U T A M A
Foto tahun 1907 di Sagala, Samosir : Pasukan khusus Belanda yang dipimpin Hans Christoffel
(pegang tongkat) mengaso sejenak di salah satu daerah di kawasan hutan Tele, sebelum melanjutkan
misi tunggal : menangkap Sisingamangaraja XII hidup atau mati
Dalam melawan Belanda, Si Singamangaraja XII bekerjasama dengan Panglima
Nali dari Kerajaan Islam Minangkabau dan Panglima Teuku Mohammad dari Kerajaan
Islam Aceh. Keislaman Si Singamangaraja XII membuatnya teguh dalam berjuang
membela al-haq melawan kebathilan. Beliau tidak saja dianggap Raja namun juga Imam
oleh rakyatnya. Menghadapi seorang pemimpin yang didukung penuh rakyatnya sendiri,
Belanda akhirnya memakai cara licik. Ibu, Permaisuri, dan kedua putra Si Singamangaraja
ditangkap. Belanda lalu membujuk agar Si Singamangaraja mau berunding, namun cara
ini pun ternyata tidak mempan.
Akhirnya Belanda menurunkan pasukan besar-besaran dengan kekuatan penuh.
Pada 17 Juni 1907, di bawah pimpinan Kapten Christofel, Belanda menggempur pusat
pertahanan Si Singamangaraja. Walau terdesak, Si Singamangaraja menolak untuk
menyerah. Ulama pejuang ini akhirnya menemui syahid bersama Lopian, puterinya
tercinta.(fz)
(Footnotes)
1
Emas, Kejayaan Barat, dan Penyebaran Injil.
2
Francoise Valentijn; Oud en Neew Oost Indien;”S. Keijzer, Amsterdam: 1862. Lihat pula: Tabloid PARADA, Ternate,
Edisi ke-9, 28 Juli 2002.
3
Ahmad Mansur Suryanegara;Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia; Mizan, 1995
4
Meluruskan Sejarah Kapitan Ahmad ‘Patimura’ Lusy; Swaramuslim.com; 8 juni 2004.
5
Bernard HM. Vlekke; Nusantra, Sejarah Indonesia; KPG, 2008; h..322.
6
J.H. Meerwaltd, 1903, h.111 dan Solichin Salam, 1965, h.50.
100 M
Salakanagara merupakan kerajaan pertama yang ada di Nusantara. Buku Geographia
karya Claudius Ptolomeus telah mencatat keberadaannya dan menamakannya Agryppa
yang berarti perak. Menurut versi resmi, Aki Tirem mendirikan kerajaan ini dan
Dewanagara sebagai raja pertamanya yang berasal dari India. Namun penelusuran Ridwan
Saidi yang datang langsung ke berbagai situsnya meragukan jika Dewanagara dari India.
“Berbagai peninggalan krajan ini di Batu Jaya, Bekasi, tak terdapat kesan India sama
sekali. ...Dewanagara adalah putera lokal yang kawin
dengan puteri aki tirem. Di sini istilah-istilah Arab
seperti alim, adat, kramat, dan kubur telah masuk.
Kata-kata ini telah dikenal sebelum kedatangan Is-
lam. Juga masuk kata-kata dewa dan raja (India). Saya
amat terkejut, ragam hias Batu Jaya lebih mirip
ornamen Timur Tengah, bukan India atau Tiongkok.”
Ini membuktikan pengaruh Arab telah ada di Jawa
sejak abad pertama masehi. (Drs. H. Ridwan Saidi;
Tinjauan Kritis Penyebaran Islam di Jakarta, Kepercayaan
Penduduk Krajan Merlin Salakanagara Awal abad Masehi
di Bekasi; Seminar Meluruskan Sejarah Islam di Indonesia,
28 Mei 2008; BEM IKIP Muhammadiyah, Jakarta)
625 M
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok, Kitab Chiu Thang Shu, menyebutkan jika sekitar
tahun 625 M—9,5 tahun setelah Rasulullah SAW berdakwah terang-terangan—di pesisir
pantai Sumatera, Barus (Barousai atau Fansur) sudah ditemukan sebuah perkampungan
Arab Muslim lengkap dengan cikal bakal pesantren dan masjid. T.W. Arnold menyatakan
Islam masuk ke Nusantara dibawa langsung oleh para mubaligh dari jazirah Arab sejak
awal abad ke-7 M (The Preaching of Islam (Lahore: Ashraf 1968, hal.367). Pandangan ini
diperjkuat oleh Prof. Dr. HAMKA, Sejarawan Monash University MC. Ricklefs, dan
lainnya.
651 M
Kitab Chiu Thang Shu juga menyebutkan jika Duta Tan mi mo ni’ (sebutan Cina bagi
Amirul Mukminin, sedangkan orang-orang Arab disebutnya Ta Shih) utusan Khalifah,
telah mengunjungi Barus. Mereka menceritakan telah mendirikan Daulah Islamiyah
dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Diduga kuat, duta tersebut merupakan
utusan dari Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Ini terjadi hanya berselang duapuluh
tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).
904 M
Utusan-utusan dari Kerajaan Budha Sriwijaya ke istana Cina memiliki nama Arab (MC.
Ricklefs; Sejarah Indonesia Modern 1200-2004; Serambi, 2007; hal.28)
977 M
Menurut laporan sejarah negeri Tiongkok, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu
Ali) telah berkunjung ke Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara. (F. Hirth dan
W.W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries
(St.Petersburg: Paragon Book, 1966) hal. 159).
1082
Merupakan tanggal batu nisan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun yang
dikuburkan di Leran, Gresik, Jawa Timur. Hal ini menyatakan jika Islam telah merambah
Jawa Timur di abad ke-11 M. (SQ. Fatini; Islam Comes to Malaysia; Singapore, MSRI,
1963, hal.39).
1211
Adalah tahun yang terpahat di batu nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Basir di
Lamreh. Ini menunjukkan Islam telah menjadi agama resmi di wilayah utara Sumatera.
1257
Kerajaan Islam Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo. Ternate merupakan salah
satu dari empat kerajaan Islam Maluku yakni Tidore, Bacan, dan Jailolo. Dua setengah
abad kemudian barulah Katolik tiba di Maluku, disusul Protestan satu abad selanjutnya.
1297
Merupakan tahun yang terpahat pada batu nisan Sultan Malik As-Shaleh, Raja dari
Kerajaan Samudera Pasai. Musafir Maroko, Ibnu Bautah yang melewati Samudera
Pasai dalam perjalanannya ke dan dari Cina pada 1345 dan 1346 mendapati jika elit
kerajaan merupakan pengikut madzhab fikih Syafii.
1368
Adalah tahun yang terpahat pada batu nisan di Trowulan, pusat Kerajaan Hindu
Majapahit. Batu nisan ini berhias ayat-ayat Qur’an. Sejarawan Monas University, MC.
Ricklefs mencatat: “Batu-batu Jawa Timur itu mengesankan bahwa beberapa elit Jawa
memeluk Islam pada saat kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-Budha itu sedang
jaya-jayanya.” (MC. Ricklefs; Sejarah Indonesia Modern 1200-2004; Serambi, 2007; hal.30-
31). Trowulan merupakan wilayah yang terletak antara Mojokerto dan Jombang, bukan
daerah pesisir. Hal ini membuktikan jika saat itu Islam telah masuk ke daerah pedalaman,
pusat Majapahit, bukan lagi menjadi agama warga pesisir. Bahkan Rickelfs menulis,
“…sudah ada bangsawan-bangsawan yang beragama Islam di istana Majapahit pada
abad XIV” (h.37)
1413
Pelaut Muslim Cina, Ma Huan, mengunjungi pesisir Jawa dan melaporkan hanya ada
tiga macam penduduk di Jawa: Orang Muslim dari Barat, orang Cina yang beberapa di
antaranya telah memeluk Islam, dan orang Jawa penyembah berhala. Laporan Ma Huan
ini dibukukan pada 1451 dengan judul Ying-Yai Sheng-lan atau “Tinjauan Umum tentang
1428
Syekh Quro alias Syekh Hasanuddin, penyebar Islam awal di Betawi dan Karawang,
juga di sepanjang pesisir utara Jawa, mendirikan Pesantren Quro di Tanjungpura,
Karawang. Syekh Quro diyakini dari Cempa, Kerajaan Islam Melayu Pattani, Thailand
Selatan.
1512
Tomé Pires, ahli obat-obatan dari Lisbon yang mengembara di Sumatera dan Jawa
setahun setelah Portugis tiba melaporkan kondisi Islam di kedua pulau tersebut dalam
bukunya yang terkenal “Suma Oriental”. Pires menulis: “Di zaman itu, sebagian besar
raja-raja Sumatera memeluk Islam. Mulai dari Aceh hingga Palembang. Namun di selatan
Palembang dan ujung selatan Sumatera hingga pesisir Barat, sebagian besar penguasanya
masih non-Muslim. Setiap hari, agama Islam selalu mendapatkan pemeluk-pemeluk
baru di Sumatera.” Pires juga mencatat, “Di sekitar muara sungai Cimanuk (Tataran
Sunda) sudah terdapat komunitas Islam, tetapi masih kecil.”
1598
Pada 1596 Belanda mendarat di Banten. Dua tahun kemudian, Belanda menemukan
sejumlah buku yang disebutnya sebagai Het Book van Mbonang. Ini merupakan satu-
satunya literatur yang bisa dipegang validitas data dan otentifikasinya tentang sejarah
Walisanga di Jawa. Belanda menggondol kitab ini dan menyimpannya di Perpustakaan
Kerajaan di Leiden, sampai hari ini. Buku ini jadi sumber acuan utama para sosiolog,
antropolog, dan sejarawan yang ingin menelusuri tentang Walisanga di abad ke-16 M.
1667
Sultan Hasanuddin mengobarkan
jihad terhadap Belanda.
1817
Ahmad Lusy Patimura memimpin
Mujahidin Ambon memerangi
Belanda.
1821-37
Pecah perang Paderi yang awalnya
benturan antara Kaum Agama
dengan Kaum Adat namun berubah
menjadi perang besar yang
berkepanjangan. Di akhir
peperangan, kaum adat yang semula
Ilustrasi penangkapan Pangeran Diponegoro berseberangan dengan kaum Paderi
memihak Paderi dan bersama-sama
110 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
TIMELINE SEJARAH ISLAM NUSANTARA
1825-30
Pangeran Diponegoro memimpin perang Jawa. Sejarawan Belanda, Bernard HM. Vlekke
sendiri menyatakan Perang Jawa adalah perang terbesar dan paling berbahaya yang
pernah dihadapi Belanda di Nusantara saat itu.
1873
Tanggal 8 April, armada kapal perang Belanda berkekuatan lebih dari 30.000 pasukan
menyerbu Aceh. Inilah awal perang kolonial di Aceh. Awalnya Belanda mengira mampu
mengalahkan Aceh dengan mudah. Namun semangat jihad Muslim Aceh ternyata sangat
tinggi. Tiga pekan setelah
serangan tersebut, Belanda
berhasil dipukul mundur kembali
ke Batavia. Sejumlah perwiranya
tewas di ujung rencong. Jenderal
Kohler, salah satu panglima
Belanda, tewas ditembak sniper
Aceh tepat di halaman Masjid
Raya Baiturahman. Kemenangan
Aceh menginspirasikan pribumi
bahwa orang-orang Barat
bukanlah orang-orang super yang
tidak bisa dikalahkan.
1907
Sisingamangaraja XII syahid bersama puterinya yang bernama Lopian dalam suatu
peperangan melawan pasukan Kapten Christoffel di Sumatera Utara. (rz)
Snouck Hurgronje merupakan peneliti Is- Snouck Hurgronje tidak pernah masuk
lam Belanda yang masuk Islam dan Islam. Dia hanya berpura-pura sebagai
belajar di Mekkah, mengganti namanya Muslim. Saat mening gal, Hurgronje
dengan Abdul Gaffar. dikuburkan dalam prosesi Kristen dan
dikuburkan di Pemakaman Umum
Leiden..
Invasi penjajah Portugis, Spanyol, lalu Invasi penjajah Portugis, Spanyol, dan
Belanda ke Nusantara tidak ada Belanda ke Nusantara terkait erat dengan
kaitannya dengan penyebaran misi Salib. penyebaran misi Salib. Dilakukan dengan
Penyebaran agama Kristen dilakukan jalan kekerasan, pembantaian,
dengan damai penuh cinta kasih. pembunuhan, dan sebagainya. Hal ini
diakui sendiri oleh banyak sejarawan Barat.
Kerajaan Aceh Darussalam tidaklah besar Pengaruh politis dan ekonomis Kerajaan
dan pengaruhnya juga tidak sampai Aceh Darussalam sangat besar bahkan
mendunia. Wilfred Cantwell Smith dalam
meluas melebihi wilayah Asia Tenggara.
Islam in Modern History, menyatakan Aceh
merupakan salah satu dari lima besar
kekuatan Islam dunia pada masanya.
Kelima besar itu adalah: Kekhalifahan
Turki Utsmaniyah, Kerajaan Maroko di
Afrika Utara, Kerajaan Isfahan di Timur
Tengah, Kerajaan Islam Mughol di anak
benua India, dan yang kelima adalah
Kerajaan Aceh Darussalam di Asia
Tenggara.
Ambon dan Maluku adalah wilayah Ambon dan Maluku merupakan wilayah
Kristen. Muslim. Islam datang di sini dua setengah
abad lebih dahulu ketimbang Katolik dan
Tiga setengah abad lebih dulu sebelum
Protestan. Istilah ‘Maluku’ sendir bersalal
dari bahasa Arab “Al-Mulk” yang berarti
“Tanah Para Raja”. Ibnu Batutah
menyebutnya “Jazirah Al-Mulk”. Wilayah
Maluku hingga Kepala Burung Papua
bahkan menjadi bagian paling timur
wilayah kekhalifahan Islam Turki
Utsmaniyah.
Orang Betawi berasal dari budak yang Orang Betawi sudah mendiami wilayah
diimport oleh VOC Belanda dari yang sekarang disebut Jakarta jauh
berbagai suku bangsa. sebelum Portugis dan Belanda datang.
Bahkan pada tahun sebelum masehi.
Kerajaan pertama Nusantara,
Salakanagara (100 M), merupakan
kerajaan di mana masyarakatnya
merupakan nenek moyang kaum Betawi.
Fatahillah adalah orang pertama yang Orang pertama yang mendakwahkan Is-
mengislamkan Jakarta. lam di Betawi adalah Syekh Quro yang
membangun pesantren di Karawang, di
bantu oleh ulama-ulama lain seperti Datuk
Ibrahim, Datu Biru, dan lainnya.
Nama asli Patimura adalah Thomas Patimura adalah marga Muslim Ambon.
Matulessy, lahir di Saparua dan beragama Nama asli Patimura adalah Ahmad Lussy,
Kristen. lahir di Bacan. Dia bangsawan dari
Kerajaan Islam Sahulau. Sosok Thomas
Matulessy merupakan tokoh khayali yang
tidak ada pembuktiannya secara valid.
Perlawanan terhadap Belanda di Maluku
dikobarkan umat dan tokoh Islam, orang-
orang non-Islam kala itu menjadi
kakitangan penjajah.
M
ei 1873. Kota Banda Aceh dipenuhi ratusan ribu Mujahidin yang mengalir
dari segenap penjuru. Mereka bersiap menghadapi serangan kedua kape1
Belanda yang baru saja dipukul mundur Mujahidin Aceh di akhir April
1873. Para mujahidin tersebut tidak saja datang dari pedalaman Aceh,
namun juga dari seberang lautan. Dari Singapura, dua perwira artileri
Turki menyeberang ke Aceh bergabung dengan ratusan tentara Turki Utsmani yang
sudah lebih dahulu tinggal di Aceh.
Seorang Muslim Je rman bernama Luhrig juga berg abung. Dua orang
berkewarganegaraan Amerika yang baru dari Mekkah, F.J. Sheppard dan Thomas Car
juga menyeberang ke Aceh dan bergabung dengan mujahidin lainnya2. Di antara ribuan
tenda, terdapat pula tenda-tenda Mujahidin Malabar yang telah bersiap perang. Perang
Aceh (1873-1942) bukanlah perang antara Muslim Aceh melawan Belanda, namun
http://www.nobeliefs.com
http://www.lituanus.org/
perang antara Mujahidin Dunia Islam melawan kekuatan Salib Belanda yang juga didukung
oleh sekutu-sekutunya di Eropa.
Tahun 1931, pemimpin Muslim Libya, Omar Mokhtar, dihukum gantung oleh
tentara fasis Italia Benito Mussolini yang tengah menjajah Libya. Hal ini membuat Dunia
Islam marah dan bersama-sama mengutuk serta memboikot semua produk Italia. Aksi
demo pecah di berbagai negara. Di Indonesia, aksi demo mengecam Italia meletus di
berbagai kota digerakkan oleh para pemuda dan kiai. Bahkan Haji Karim Oei yang saat
itu memiliki mobil Fiat, made in Italy, membakar mobilnya hingga habis sebagai bentuk
protesnya dan solidaritas boikot produk Italia.3
Tahun 1937-1938. Ketika pecah perang Arab-Israel, seorang wartawan perang AS
(Footnotes)
1
Kape = kafir.
2
Anthony Reid; Asal Muasal Konflik Aceh , Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad
ke-19; YOI; Cet.1; Jakarta; Juli 2005. Judul asli adalah “The Contest for North Sumatra Acheh, the Netherlands and
Britain 1858-1898” diterbitkan oleh Oxford University Press 1969. h.148-149.
3
Ridyasmara; Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis; Pustaka Alkautsar, 2006; h.8.
4
Majalah Muhammadiyah terbitan Betawi “Pantjaran Amal” no.21, Th.III, 10 November 1938. Lihat pula Ridwan Saidi-
Rizki Ridyasmara; Fakta & Data Yahudi di Indonesia; Khalifa, 2006; h.11-12.
PERANAN SEJARAH
DALAM DAKWAH
ISLAM
120 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
PERANAN SEJARAH DALAM DAKWAH ISLAM
Apa sesungguhnya peranan dan fungsi sejarah? Bila kita kaji Al-Qur’an terutama
ayat-ayat yang berbicara mengenai umat-umat terdahulu, niscaya kita akan temukan
beberapa kemiripan dalam penggambaran kisah-kisah sejarah tersebut. Walaupun
menceritakan mengenai umat yang berbeda, namun kita tetap mendapati ada suatu
benang merah dalam cara Allah ta’aala mengarahkan kita memandang berbagai peristiwa
masa lalu.
Pertama, Allah ta’aala mengarahkan kita untuk tidak mempermasalahkan kapan
terjadinya peristiwa bersejarah tersebut. Tidak satupun kisah sejarah di dalam Al-Qur’an
menyebutkan tahun, bulan apalagi tanggal terjadinya. Tahu-tahu kita langsung disajikan
isi cerita peristiwa yang telah terjadi. Bahkan tidak jarang nama pelaku sejarahpun tidak
disebut. Kita bisa lihat pada dua contoh di bawah ini.
“…dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, `Isa putra
Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya,
tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. Sesungguhnya
orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) `Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu,
kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu
adalah `Isa.” (QS An Nisa ayat 157)
Firman Allah ta’aala “tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan
dengan `Isa bagi mereka”, tidak menyebut nama murid Nabi Isa ‘alaihis-salam yang
diserupakan dengan Isa ‘alaihis-salam dan akhirnya dibunuh oleh para prajurit Romawi
saat itu. Termasuk bilamana kita pelajari riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Isa
‘alaihis-salam berkata kepada para sahabatnya, “Siapakah di antara kalian yang bersedia
diserupakan dengan aku, lalu dibunuh untuk menggantikan aku, maka ia akan menjadi
temanku di surga.” Ibnu Katsir berpendapat bahwa sanad riwayat ini shahih dan sampai
kepada sahabat Ibnu Abbas ra. Nasa’i dan ulama salaf tidak hanya seorang yang
meriwayatkan hal serupa. Tapi tidak ada riwayat yang secara pasti menetapkan nama
murid Nabi Isa ‘alaihis-salam yang diserupakan dengan Isa dan akhirnya disalib hingga
mati.
“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka
itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada
mereka petunjuk;” (QS Al-Kahfi ayat 13)
Kisah para pemuda gua (Ashabul Kahfi) juga tidak menyebutkan nama-nama
pemuda tersebut. Kedua, Allah memerintahkan kita untuk mengambil ibroh dari setiap
kisah yang diuraikan di dalam Al-Qur’an. Jangan hendaknya terpukau dengan jalan
ceritanya. Tetapi ambillah pelajaran darinya. Dan semua pelajaran mengarah kepada
satu pesan: Jadilah hamba beriman yang tunduk kepada Allah ta’ala.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagiorang-orang yang mempunyai
akal.” (QS Yusuf ayat 111)
“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu
dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah
berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” (QS An-Nisa ayat 164-165)
Ketiga, semua kisah sejarah yang termaktub di dalam Al-Qur’an berisiberita yang
benar. Tidak ada kepalsuan apalagi manipulasi di dalamnya.Sebab semua kisahnya ditulis
oleh Allah ta’aala Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Allah ta’aala tidak memiliki
kepentingan apapun dalam menguraikan berbagai peristiwa masa lalu. Allah ta’aala tidak
perlu memanipulasi berita karena Dia tidak membutuhkan apapun dan siapapun agar
diriNya menjadi lebih kaya atau lebih ber pengaruh. Dialah Yang Maha Kaya dan Maha
Menghidupkan dan Maha Mematikan.
“ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.” (QS Yusuf ayat 111)
Adapun sejarah yang ditulis manusia pada umumnya tidak sepi dari kepentingan
dan subyektifitas penulisnya. Sejarah masuknya Islam ke Nusantara atau negeri-negeri
Melayu, misalnya, hingga sekarang terdapat dua versi. Versi pertama mengatakan bahwa
122 eramuslim digest Edisi Koleksi IX
PERANAN SEJARAH DALAM DAKWAH ISLAM
Islam masuk ke Nusantara dari tanah Arab sejak abad pertama Hijriyah atau abad
ketujuh Masehi. Versi kedua mengatakan bahwa Islam masuk Nusantara dari Gujarat,
India pada abad ketigabelas Masehi atau abad ketujuh Hijriyah.
Bagi kebanyakan orang barangkali perbedaan versi dari mana dan kapan masuknya
Islam ke Nusantara tidaklah dianggap penting. Namun dari perspektif al-ghazwul fikri
(perang pemikiran/ideologi) hal ini sangat mendasar. Mengapa? Karena bila versi pertama
diterima, maka orang akan mudah dibangun opininya bahwa Islam yang berkembang
di Indonesia adalah Islam yang sejak awal mengandung kemurnian karena dibawa dan
diperkenalkan ke negeri ini oleh fihak “tangan pertama” yang menerima langsung dari
Rasulullah Muhammad shollollahu ‘alaihi wa sallam. Artinya, Islam yang berkembang di
negeri ini merupakan Islam yang berlisensi sejak hari pertama kedatangannya. Sedangkan
bila versi kedua yang diterima dan disepakati sebagai fakta sejarah, berarti masyarakat
akan terbentuk opininya bahwa Islam di Indonesia merupakan Islam yang datang dibawa
oleh fihak “tangan kedua”. Dan itu berarti Islam yang ada di Indonesia merupakan
Islam yang berbeda dari Islam di negeri asalnya, Mekkah dan Madinah. Bahkan boleh
jadi Islam di Indonesia merupakan Islam yang sudah tidak murni dan telah banyak
mengalami kontaminsasi nilai, terutama nilai kemusyrikan Hindu dari India.
Dalam bukunya “Sejarah Umat Islam”, Buya Hamka menulis: “Telah sama diketahui
dari dua buah catatan penting orang Tionghua itu, bahwasanya di abad pertama dari
Islam, atau abad ketujuh Masehi orang Arab telah datang ke tanah Jawa pada tahun
674-675M, dan telah mendirikan kampung di pantai Sumatera Barat pada tahun 684M.
Yang pertama ialah pada tahun 52 Hijriyah dan yang kedua pada tahun 62H. Yang
pertama pada zaman pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pendiri kerajaan
Bani Umaiyah dan yang kedua pada zaman pemerintahan Khalifah Bani Umaiyah yang
Edisi Koleksi IX era muslim digest 123
KALAM IHSAN TANJUNG
a
e
m
rm
im
u
s
ilu
s
l
dari buku Buya Hamka
tersebut adalah Pembagian
Zaman pertumbuhan dan
perkembangan agama Is-
lam di negeri-negeri Melayu
dari abad ke abad sejak dari
abadnya yang pertama,
yaitu pertengahan abad
ketujuh Masehi , abad
Pertama Hijriyah, sampai
kepada abad keduapuluh,
atau abad keempatbelas
Hijriyah.
Dengan sangat
bagusnya Buya Hamka
menguraikan bahwa
awalnya para saudagar dan
pernah juga utusan dari
umat Islam yang berintikan bangsa Arab telah datang bondong demi bondong ke negeri-
negeri Melayu. Ada yang singgah saja dan ada yang menetap sehingga mereka mendirikan
perkampungan-perkampungan kecil supaya mereka tidak terganggu mengerjakan agama
mereka. Dengan amat perlahan orang-orang Islam dari luar negeri itu menjadi penduduk
negeri yang didiaminya karena perkawinan mereka dengan perempuan anak negeri.
Sejalan dengan mulai menurunnya eksistensi Kerajaan Budha dan Hindu, maka
mulailah berdiri Kerajaan Islam di Nusantara. Diawali dengan Samudera Pasai di Aceh.
Lalu Kerajaan Islam di Malaka menyambung kebesaran Pasai. Kemudian Kerajaan
Malaka jatuh karena datangnya penjajajahan Barat (Portugis). Tetapi karena umat Islam
telah tersebar dan telah mulai berpengaruh dalam masyarakat, maka segeralah berdiri
Kerajaan Islam di Aceh Pidir, Demak dan Banten, dan sambung Malaka yaitu Johor.
Sesudah bertarung dengan Portugis dan Spanyol, Islam mulai bertarung dengan
penjajahan Barat gelombang kedua, yaitu Belanda dan Inggris. Menghadapi keduanya
perjuangan menjadi lebih hebat dalam merebut tanah air sendiri Kekuasaan Kerajaan-
kerajaan Islam mulai menurun, kaum ulama tetap mempelopori kebesaran Islam. Di
abad kedelapanbelas dan kesembilanbelas timbullah pahlawan Islam baik dari kalangan
bangsawa atau dari kalangan ulama. Pada zaman inilah munculnya nama-nama besar
seperti Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro. Lalu pada Zaman Ketujuh
yaitu dari abad kesembilanbelas hingga pertengahan abad keduapuluh, negeri-negeri
Islam merasakan kebangkitan baru dari Islam, dengan masuknya faham-faham yang
diajarkan oleh kaum Wahabi dan dipermodern lagi oleh Sayyid Jamaludin Al-Afghani ,
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Pada zaman ini tercatat nama-nama yang
mengharumkan sejarah penyebarluasan Islam yaitu Haji Abdul Karim Amrullah,
Muhammad Jamil Jambek dan Haji Abdullah Ahmad Padang. Di Jawa timbullah
kebangkitan kesadaran politik yang dipelopori oleh Islam, dipimpin oleh Haji Samanhudi,
HOS Cokroaminoto, Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Dan timbul kebangkitan
pembaruan faham agama yang dipelopori oleh Kyai Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah dan Syeikh Ahmad Soorkati dengan mendirikan perkumpulan Al-Irsyad.
Semua ini kemudian mencapai klimaksnya dengan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan
Belanda pada tahun 1945. Sedangkan Semenanjung Tanah Melayu meraih kemerdekaan
dari penjajahan Inggris pada tahun 1967.
Ibroh apakah yang bisa kita tarik dari ringkasan sejarah panjang masuknya Islam
ke Nusantara? Nyata benar bahwa kehadiran umat Islam tidak pernah sepi dari upaya
mengajak masyarakat yang ada di sekitar dirinya untuk memeluk agama Allah. Kedatangan
orang Islam baik dari Arab, Persia, India bahkan Cina (Laksamana Cheng Ho misalnya)
jelas memperlihatkan satu benang merah, yaitu aktivitas Da’wah Islamiyah.
Apakah ia seorang saudagar apalagi seorang ulama atau utusan resmi khalifah atau
berupa kerajaan, maka semuanya memiliki kesadaran dan semangat yang menyala-nyala
untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam.
Maka sesudah resmi kawasan Nusantara meraih kemerdekaan dari rangkaian
penjajah kafir Inggris, Spanyol, Portugis, Belanda dan Jepang, adakah umat Islam tetap
meneruskan semangat da’wah dan jihad Islam? Hal lain yang juga kita catat adalah
bahwa pada masa lalu saat umat Islam mulai memperkenalkan Islam di negeri-negeri
Melayu, sungguh mereka sangat dinamis bergerak ke berbagai penjuru dunia tanpa
merasa disekat oleh batas-batas geografis berbekal semangat da’wah dan jihad
mengibarkan panji Islam.
Namun sesudah dunia memasuki era modern dengan sistem nation-state (negara
kebangsaan), terasa sekali bahwa sekat-sekat formal suatu bangsa dan negara seolah
membatasi ruang gerak da’wah dan jihad umat Islam. Sehingga muncullah semacam
kesepakatan tidak tertulis dan tentunya mengada-ada (baca: bid’ah) bahwa umat Islam
Indonesia hanya mengurus bangsa Indonesia. Umat Islam Malaysia hanya mengurus
bangsa Malaysia. Umat Islam Brunei hanya mengurus bangsa Brunei.
Seolah terjadi pengkotakan berdasarkan bangsa yang membatasi ruang gerak da’wah
dan jihad umat Islam. Bahkan faham Nasionalisme yang semula hanya dijadikan batu
loncatan untuk mengusir penjajah asing kafir malah diadopsi menjadi suatu ideologi
yang selanjutnya dipelihara lalu dibanggakan. Inilah barangkali sebabnya mengapa Said
Hawwa rahimahullah pernah menulis bahwa umat Islam perlu melakukan “kebangkitan
kedua” setelah dahulu melakukan “kebangkitan pertama” sebatas membebaskan diri
dari penjajahan formal asing. Adapun “kebangkitan kedua” ialah upaya membebaskan
diri dari segenap faham dan ideologi asing selain Islam. Termasuk dari faham ashobiyyah
(fanatisme kelompok) yang disebut dengan Nasionalisme. Sebab betapapun Nabi
Muhammad shollollahu ‘alaihi wasallam mencintai kampung halamannya Mekkah, namun
demi tegaknya panji agama Allah beliau rela hijrah meninggalkannya menuju Madinah
hingga meraih kejayaan, wafat dan dikebumikan di sana. Wallahua’lam bish-showwab.-
PILIHAN BERLANGGANAN:
Kota : Propinsi :
Kode Pos : Negara :
Telp. : Fax :
HP : E-mail :
Alamat Pengiriman :
Kota : Propinsi :
Kode Pos : Negara :
CARA PEMBAYARAN
Pembayaran ditransfer ke:
Bank Syariah Mandiri Bank Central Asia
0600048884 2733009071
a/n PT. Eramuslim Global Media a/n PT. Eramuslim Global Media