Professional Documents
Culture Documents
N
P3A0
POST PARTUM MATURUS DENGAN SEKSIO
SESAREA HARI KE 1
ATAS INDIKASI CEPHALO PELVIC
DISPROPORTIONAL
DI RUANG DEBORA RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
Disusun Oleh :
Tingkat III C
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BANDUNG
2006
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Memperoleh gambaran lebih jelas mengenai
partus matures seksio sesarea hari ke 1 secara komprehensip
dan terintegrasi berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
1. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan
seksio sesarea meliputi : Pengumpulan data, analisa
data, menentukan masalah dan merumuskan diagnosa
keperawatan.
2. Dapat merencanakan asuhan sesuai kebutuhan klien
post partum dengan seksio sesarea.
3. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan klien.
4. Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan klien.
5. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini
adalah metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara atau
anamnesa secara langsung dari klien, observasi langsung
pada klien, studi lteratur yang berhubungan dengan masalah
padaklien dan studi dokumentasi status perkembangan klien
yang berhubungandengan asuhan keperawatan pada klien
dengan post partum matures dengan seksio sesarea atas
indikasi CPD ( Chepalo Pelvic Disproportion ).
D. Sistematika Penulisan
1. BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan, metode dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : TINJAUAN TEORI
Terdiri dari konsep dasar masa nifas, pengertian dan
penyebab tindakan seksio sesarea, anatomi fisiologi
panggul, asuhan keperawatan pada klien post partum
dengan seksio sesarea atas indikasi CPD.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 : 115).
Periode post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6
minggu, yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan
kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan.
(Bobak, 2000 : 716).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah partus
selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Hanifa, 1999 :
237).
Post partum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini
meliputi beberapa minggu pada waktu saluran reproduksi
kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal. (Cuningham,
1995 : 281).
Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa : “Masa nifas disebut juga post
partum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan
pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan
sampai pada keadaan normal, seperti sebelum hamil, lamanya
kira-kira 6 minggu.
b. Periode Nifas
1) Periode Immediate post partum : terjadi dalam
24 jam pertama setelah melahirkan.
2) Periode Early post partum : terjadi setelah 24 jam
post partum sampai akhir minggu pertama sesudah
melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post
partum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan
secara drastic.
3) Periode late post partum : terjadi mulai minggu
kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan
terjadi perubahan secara bertahap.
c. Adaptasi Fisiologis post Partum
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat,
untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi.
Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang
menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini
tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi
mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri.
2) Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak
mengalami perubahan antara lain :
a) Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari
pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan
adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat
terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20
mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan
resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi
beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi
(ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya
perdarahan uteri.
b) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel
darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post
partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya
mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 %
dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post
partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding
persalinan normal (600-800 cc).
3) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan
tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu.
Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh
penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien.
Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin
terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena
dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai
akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta
gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa
sebelumnya.
4) Sistem Reproduksi
a) Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan
berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan
progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam
darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi
ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post
partum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan.
Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar,
keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga
akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa
dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga
mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi
yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf
dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
b) Involusi Uterus
Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi
dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat
menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara
pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus
terjadi secara progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap
hari dari 24 jam pertama post partum sampai akhir
minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang
pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti
keadaan sebelum hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada
seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir
perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus
bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada
uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam
post operasi.
c) Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan
berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial
menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea.
Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan
miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan
merupakan sumber pembentukan endometrium baru.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat.
Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu
kedua dan ketiga.
d) Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat
peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila
sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti
post partum normal. Pada klien dengan seksio sesarea
keadaan perineum utuh tanpa luka.
e) Lochea
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim
terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar
melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan uterus
setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari
eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan bakteri
yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi
berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
(1) Lochea Rubra
Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post
partum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel
desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban.
(2) Lochea Serosa
Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-
sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan,
berlangsung hari keempat dan kesembilan post
partum.
(3) Lochea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah,
berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks.
Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6 post
partum (Cuningham, 195 : 288).
Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika
pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran
lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras
nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang
merupakan sumber perdarahan dan terjadi infeksi intra
uterin.
5) Sistem Endokrin
Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan
kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
6) Sistem Perkemihan
Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena
letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih
mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan
sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi
gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training.
Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
7) Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan
kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan
pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada
ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24
jam pertama. Kesadaran biasanya
8) Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari
penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa
wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang
hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat
selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari
penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga
rambut tampak rontok.
9) Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan
hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus
otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen
sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara
berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat
berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum
dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi
pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.
d. Adaptasi psikologis orangtua
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi.
Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi
perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula
oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga,
perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota
keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
1) Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal,
ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk
berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak
mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena
ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan
komponen yaitu :
a) kemampuan kognitif dan motorik,
merupakan komponen pertama dari respon menjadi
orangtua dalam perawatan bayi.
b) Kemampuan kognitif dan afektif merupakan
komponen psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan
keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi
orangtua.
2) Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal
Phases” yaitu :
a) Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu
berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu
berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
b) Taking hold (fase transisi antara
ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini
secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus
perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya,
mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat
yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
2. Seksio Sesaria
a. Pengertian
Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511).
Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus
yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28
minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1999 : 229)
Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 1991 : 863)
Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa “ Seksio sesaria adalah suatu cara
persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen (laparatomi)
dan dinding uterus (histerotomi) yang masih utuh dengan berat
janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu.
Indikasi dilakukan seksio sesaria
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan perslinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau
keduanya. Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan
aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1 ) Indikasi ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi
kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu
atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati
jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak
serius bagi ibu dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat
pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks
sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks
membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak
darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat
menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat
dikeluarkan lewat vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya
pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu
untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada
persalinan, sehingga persalinan mengalami
hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu
adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan
dilakukan dengan persalinan spontan.
f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju
dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku,
seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang
lama(lebih dari delapan tahun)
2) Indikasi janin
a. Janin besar yaitu bila berat badan bayi
lebih dari 4000 gram, sehingga sulit melahirkannya
b. Kelainan gerak, presentasi atau posisi
ideal persalinan pervaginam adalah dengan kepala ke
bawah/ sefalik
c. Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada
kemajuan dalam persalinan
d. Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan
cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala
menjadi lebih besar serta terjadi peleberan sutura-sutura
dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat
berakomodasi dengan jalan lahir.
3) Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila
telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan
sebelumnya “Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah
pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik, miomektomi
(Muhtar, 1998 :289)” misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga
dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan
seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat
kontraksi uterus pada peresalinan spontan.
b. Jenis-jenis operasi seksio sesaria
1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang
pada segmen atas uterus.
2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada
segmen bawah uterus. Teknik ini paling sering dilakukan.
3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak
dibuka, dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin
yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan
histerektomy dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa,
mioma uteri, infeksi intra uterin yang berat.
c. Kontra indikasi
1) Janin mati
2) Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3) Kelainan congenital berat
d. Komplikasi yang sering muncul pada tindakan seksio sesaria
1) Pada Ibu
a) infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan
yaitu kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu
kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus
paralitik.
b) Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh
darah yang terputus dan terluka pada saat operasi.
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang
terpotong saat melakukan seksio sesaria.
d) Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena
jika pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim
insisi yang dibuat menciptakan garis kelemahan yang
sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e) Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada
endometrium.
2) Pada Bayi
a) Hipoxia
b) Depresi pernapsan
c) Sindrom gawat pernapasan
d) Trauma persalinan
e. Perawatan setelah operasi
Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias
komplikasi, sehingga memerlukan observasi dengan tujuan agar
dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini. Observasi trias
komplikasi meliputi :
1) Kesadaran penderita
a) pada anestesi lumbal
Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat
mengetahui hampir semua proses persalinan
b) pada anestesi umum
pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan
memberiokan o2 menjelang akhir operasi.
2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital
a) pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi urine,
dengan perhitungan :
• produksi urine normal 500-600 cc
• pernapasan 500-600 cc
• penguapan badan 900-1000 cc
- pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500
cc dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b) Pemeriksaan
- paru-paru :
• bersihan jalan napas
• ronchi basal, untuk mengetahui adanya
edema paru
- bising usus, menandakan berfungsinya usus
(dengan adanya flatus)
- perdarahan local pada luka operasi
- kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah
• perdarahan pervaginam : evaluasi
pengeluaran lochea, atonia uteri meningkatkan
perdarahan, perdarahan berkepanjangan.
3) provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril,
infeksi asenden karena manipulasi vagina sehingga pemberian
antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya sepsis
sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
- bersifat provilaksis
- bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
- berpedoman pada hasil sensitivitas
- kualitas antibiotika yang akan diberikan
- cara pemberian antibiotika.
4) mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar,
sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai.
a) mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau
ketiga
b) mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.
3. Cepalo pelvic disproporsi (CPD)
Setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul, dapat menimbulkan disposia pada persalinan.
a.Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) kesempitan pintu atas panggul
a) Definisi
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit bila konjugata vera yang
merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika
diameter transversa yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang
dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera umumnya lebih menguntungkan
daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh
karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bawah kepala tertahan
oleh pintu atas panggul, mak dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lamanya
pendataran dan pembukaan servik. Apabila pada panggul sempit pintu atas
panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin ketuban bisa pecah
pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada
panggul picak turunnya belakang-kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya
defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan
pada semua ukuran ; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi.
Selanjutnya moulage kepala janin dapat dipengaruhi ileh jenis asinklistismus ;
dalam hal ini asinklistismus anterior daripada posterior oleh karena pada
mekanisme yang terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling
bawah tertahan oleh simpisis sedangkan pada asinklistismus anterior os parietal
anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.
2) Kesempitan panggul tengah
Ukuran terpenting, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri
rountgenologi ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5
cm perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesulitan pada persalinan apalagi
bila diameter sagitalis posterior pendek pula. Terjadinya distosia pada
kesmpitang panggul tengah juga tergantung pada ukuran serta bentuk pelvis
bagian depan dan besar kepala janin disamping derajat kesempitang panggul
tengah sendiri.
Kesempitan panggul tengah mungkin lebih sering dijumpai
daripada kesempitan panggul atas dan sering menjadi
penyebab kemacetan kepala janin dalam posisi melintang
(transverse arrest) dan kesulitan dalam melakukan tindakan
forsep tengah.
3) Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan
sebagai keadaan dimana distansia tuberum 8 cm atau lebih
kecil lagi. Pintu bawah panggul secara kasar dapat
disamakan dengan dua buah segitiga dan distansia tuberum
merupakan alas kedua segitiga tersebut. Supaya kepala
janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada
bagian pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis
posterior yang cukup panjang persalinan pervagianam
dapat dilaksanakan walaupun dengan perlukaan luas. Pintu
bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan
distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan
ini sering disertai pula dengan kesempitang panggul
tengah. Supaya kepala janin dapat lahir
b. Prognosis
Apabila persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri
tanpa pengambilan tindakan yang tepat akan timbul bahaya
bagi ibu dan janin.
1) Bahaya pada Ibu
a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta
asidosis dan infeksi intra partum.
b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan
lahit tertahan, dapat timbul regangan pada segmen bawah
uterus dan pembentukan lingkaran retaksi patologi. Keadaan
ini dinamakan ruptur uteri.
c. Dengan persalinan tidak maju karena CPD, jalan lahir pada
suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala
janin dan tulang panggul. Hal ini menimbulkan gangguan
sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemik dan kemudian
nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum
akan terjadi fistula vesico servikalis atau fistula vesico
vaginalis atau fistula recto vaginalis.
2) Bahaya pada janin
a. partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi
jika ditambah dengan infeksi intra partum.
b. Prolapsus funikuli
c. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang
jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-
batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium
serebeli dan perdarahan intra kranial
d. selanjutnya tekanan oleh promotorium atau kadang-kadang
oleh simpisis pada panggul picak menyebabkan perlukaan
pada jaringan di atas tulang kepala janin, bahkan dapat pula
menimbulkan fraktur pada os parietal.
Saat Operasi
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau
masa interval. Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan
sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya
dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat
48 jam akan ipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan.
Cara Mencapai Tuba
Cara-cara yabg dilakukan di Indonesia saat ini adalah dengan
laparatomi, laparatomi mini dan laparoskopi.
1. Laparatomi
Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada
masa pasca persalinan.tubektomi jugadilakukan bersamaan
dengan seksio sesaria, dimana kehamilan selanjutnya tidak
diinginkan lagi.
2. Laparatomi mini
laparatomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1-
2 hari pascapersalinan. Tubektomi yang dapat dilakukan ialah
mneurut cara Pomeroy dan Kroener. Apabila dilakukan 1-2 hari
pasca persalinan, perawatannya tidak lebihlama daripada
persalinan biasa. Pada masa interval atau pasca keguguran
perawatan cukup dilakukan selama6 jam pasca bedah.
3. Laparoskopi
laparoskop dimasukkan ke dalam selubung dan alat panggul
diperiksa. Tuba dicari dengan bantuan manipulasi kanul rubin, lalu
sterlisasi dilakukan dengan menggunakan cicin falope yang
dipasang pada pars ampularis tuba.komplikasi yang dapat terjadi
pada tubektomi laparoskopi ialah perdarahan mesosalping atau
perlukaan. Perlukaan pada pembuluh darah daerah abdominal
dapat pula terjadi. Komplikasi lain berupa emfisema subkutan dan
ferporasi uterus oleh kanula Rubin.
Cara Penutupan Tuba
Cara tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara Pomeroy, Kroener,
Irving, pemasangan cincin Falope, klip filshie, dan elektro-
koagulasi disertai pemutusan tuba.
Indikasi Tubektomi
Konferensi khusus Perkumpulan untuk sterlisasi sukarela Indonesia
(1976) menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur antara
25-40 tahun dengan jumlah anak sebagai berikut : 1) umur istri
antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih; 2) umur istri antara
30-35tahun dengan 2 anak atau lebih; dan 3) umur istri antara 35-
40 tahun dengan 1 anak atau lebih.umur suami sekurang-
kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah
melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu. Perkumpulan
kontasepsi mantap Indonesi (PKMI) menganjurkan 3 syarat untuk
menjadi akseptor kontap yaitu syarat sukarela, bahagia, cara
sehat.
4. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 :
18).
.a Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk
mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan
secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi :
)1 Identitas
a) Identitas klien terdiri dari : nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, diagnosa medis, status marital, alamat.
b) Identitas penanggung jawab terdiri dari :
nama, umur, suku/bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
)2 Status Kesehatan
)a Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah
luka operasi.
)b Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila
bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien
diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-
iris/disayat-sayat, nyeri akan megganggu aktivitas
terutma pada hari pertama post operasi, skala yer
bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST.
)c Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu pada klien
post seksio sesarea, apakah pernah mengalami operasi
sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-
obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan,
diabetes mellitus.
)d Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes mellitus,
hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan
riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
)e Riwayat Obstetri dan Ginekologi
()1 Riwayat ginekologi
()a Riwayat menstruasi
Melalui siklus haid, lamanya, jumlahnya, sifat
darah (warna, bau, cair/gumpal), dismenorhea,
HPHT (Haid Pertama Haid Terakhir) dan taksiran
persalinan.
()b Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan (suami dan istri) meliputi
usia perkawinan, umur klien saat menikah,
pernikahan ke berapa.
()c Riwayat keluarga berencana
Apakah klien sudah pernah menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnya, jenis kontrasepsi,
berapa lama, rencana KB setelah melahirkan,
untk dapat hamil lagi klien post seksio sesarea
minimal 3 tahun.
()2 Riwayat obstetri
()a Riwayat kehamilan,
persalinan, nifas yang lalu
Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan
nifas yang lalu, apakah kehamilan, tanpa
penyulit, control teratur, melahirkan dimana,
ditolong oleh siapa, umur kehamilan, jenis
persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang
terjadi dan keadaan anak. Penyakit kandungan
yang pernah dialami.
h) Therapi
Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan
vitamin.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan menigkatkan data dengan
menghubungkan data tersebut dengan data dari konsep teori
serta prinsip yang relevan untuk mebuat kesimpulan dan
menentukan masalah kesehatan dan rencana keperawatan
pasien (Effendi, 1995 : 24).
Jadi analisa data adalah membuat kesimpulan dari data-data
yang terkumpul. Adapun masalah-masalah yag ditemukan
pada klien post seksio sesarea adalah :
1) Resiko perdarahan
Adanya tindakan operasi megakibatkan terjadiya
perdarahan, yang akan menurunkan tekanan pengisian
sistemik rata-rata dan akan menurunkan aliaran balik
vena. Sebagai akibat, curah jantung turun dibawah normal
dan volume darah berkurang untuk dipompakan ke
seluruh tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah
tidak memadai yang pada akhirnya terjadi hypovolemik.
2) Resiko tidak efektifnya jalan nafas
Klien yang dioperasi dengan pemberian anesthesia
umumpada saat operasi dilakukan pemasangan alat dan
obat-obatan yang merangsang mukosa yang
mengakibatkan pengeluaran secret dalam jalan nafas
yang akan menghalangi jalan nafas sedang pada klien
dengan spinal aesthesi hal ini tidak terjsadi.
3) Gangguan rasa nyaman nyeri pada
daerah operasi
Karena adanya tindakan seksio sesarea menyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan sehingga merangsang
pengeluaran zat proteolitik : serotonin dan bradikinin
kemudian impuls nyeri dihantarkan melalui medulla
spinalis ke ganglia radiks posterior (subtansia gelatinosa
sebagai reseptor nyeri) diteruskan ke thalamus melalui
conue posterior traktus lateral spinothalamikus dan
diinterpretasikan oleh kortex, sehingga nyeri
dipersepsikan sebagai akibatnya terjadi gangguan rasa
nyaman : nyeri.
4) Resiko terjadinya infeksi
Dengan adanya luka sayatan pada daerah abdomen
merupakan media yang baik untuk invasi mikroorganisme
pada daerah luka operasi sehingga resiko untuk terjadinya
infeksi.
5) Resiko gangguan elimiasi : BAK
Klien post operasi dilakukan pemasangan kateter, apabila
posisi kateter tidak tepat mengakibatkan pengeluaran
urine tidak lancer bahkan tersumbat, sehingga urine tidak
dapat keluar dan tertahan di dalam blass yang
mengakibatkan blass tegang (distensi).
6) Resiko/actual gangguan proses laktasi
Klien post seksio sesarea diraat terpisah dengan bayinya
utuk sementara. Rangsangan hisapan bay sangat
mempengaruhi laktasi. Tidak adanya hisapan bay
mengakibatkan tidak ada rangsangan pada hypothalamus
sehingga oksitosi tidak terangsag untuk dikeluarkan dan
tidak dapat mengalir tetapi membendung dalam duktus
laktoferus yang menyebabkan terhambatnya sirkulasi
dalam vena dan limfe sehingga proses laktasi terganggu.
7) Resiko gangguan involusi uterus
Proses involusi totalnya terjadi dalam 6 minggu yang
dimulai segera setelah melahirkan dengan didahului oleh
kontraksi uterus yang kuat. Pada keadaan subinvolusi
yaitu factor yang menyebabkannya antara lain karena
ketinggalan sisa-sisa plasenta dalam uterus dan
endometritis, sehingga akan menghambat kotraksi uterus
yang mengakibatkan gangguan involusi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang
masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan
kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya
dalam batas wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan yag mungkin muncul pada klien
seksio sesarea antara 1 jam sampai 5 hari post operasi
adalahj sebagai berikut : (Dongoes, 2001 :381-413).
1. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan pengaruh
anesthesi, imobilisasi, infeksi paru.
2. Resiko : syock hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
akibat tindakan operasi seksio sesarea, kecapaian otot
myometrium akibat persalinan lama, pengaruh oksitosin.
3. Resiko tromboemboli berhubungan dengan imobilisasi,
haemokonsentrasi akibat kehilangan plasma darah dan
peningkatan bekuan darah.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka
insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
5. Resiko infeksi : peritonitis, endometritis, cystitis, nefritis
berhubungan dengan luka yang basah, keterlambatan
involusi uterus, rupture me,bran lebih dari 6 jam sebelum
seksio sesarea, terpasang dower kateter.
6. Gangguan pemasukan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
7. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan
penurunan gerakan usus akibat anesthesia, imobilisasi,
penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan.
8. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan terpasangnya
kateter, retensi urine.
9. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia,
terpasang infus.
10. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan
bayi : perubahan post seksio sesarea, laktasi, seksual post
seksio sesarea, ambulasi dini berhubungan dengan kurang
informasi pada nulipara/primipara.
11. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang
status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua, tidak
bisa melahirkan pervaginam dan tindakan seksio sesarea.
12. Gangguan konsep diri : harga diri rendah, gambaran
diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat
karena melahirkan seksio sesarea.
13. Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua
anak berhubungan dengan persepsi diri yang negative
terhadap kelahiran seksio sesarea.
3. Intervensi
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan
kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan
keperawatan pada klien post partum dengan seksio sesarea
menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a. Tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesia,
imobilisasi, infeksi paru.
Tujuan : Dalam waktu 24 jam pertama post operasi, pola
nafas tidak terganggu.
Criteria Evaluasi : Respirasi rate normal (18-24x/menit),
suara paru vesikuler.
Intervensi Rasional
- Ka - T
ji ulang denyut nadi and frkuensi achikardi dan peningkatan
nafas setiap 4 jam sekali dan bila respirasi menandakan hypoksia.
sudah satbil atau kondisi membaik
- R
setiap 8 jam sekali.
ales menandakan secret
- Ka
bertumpuk dan biasanya terjadi
ji ulang suara nafas tiap 4 jam
dalam 24 jam pertama post
sekali, catat adanya rales, dispnea,
seksio sesarea. Tiadaka ada suara
nyeri dada, sputum mukopurulen,
paru menandakan ateleksitasis
serta retraksi interkostalis atau
atau pneumonia. Adanya retraksi
adakah pernafasan cuping hidung.
otot pernafasan yang berlebih.
- An - N
jurkan nafas dan batuk efektif afas dalam dapat meningkatkan
setiap 2 sampai 4 jam sekali sambil volume paru dan batuk efektif
menekan luka insisi dengan tangan dapat mengeluarkan secret dari
atau bantal. bronchus atau jalan nafas.
Menekan luka insisi supaya tidak
- Be
terjadi regangan luka.
rikan pasien posisi semi fowler (30-
- U
45º c) stelah anesthesia hilang.
ntuk meningkatkan diameter
- Be
dada dan mengurangi penekanan
rikan pasien minum air hangat
diafragma oleh perut.
setelah 6 jam post operasi (setelah
- Ai
klien boleh minum) sedikt demi
r hangat dapat mengencerkan
sedikit atau bertahap.
secret. Setelah 6 jam reaksi atau
pengaruh obat anesthesia
- An
berkurang shingga aspirasi dapat
jurkan untuk meningkatkan
dicegah.
aktivitas sesuai dengan - A
kemampuan. ktivitas dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen dan
meningkatkan pernafasan.
Intervensi Rasional
• •
Berikan dan jaga keseimbangan Untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit dengan nutrisi bila lewat oral belum
pemberian infuse memungkinkan atau bising usus
sangat lemah.
• •
Buatkan makanan sedcara Bising usus normal antara 6-12
bertahap dari cair , lunak dan x/menit, makanan baru dapat
makanan bila bising usus sudah dicerna.
normal
•
•
Untuk menghindari mual,
Anjurkan makan sedikit-sedikit
sehingga intake adequate.
tapi sering.
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
Status Marital : Menikah
Tanggal Masuk Rumah sakit : 25 Januari 2006
Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2006
No. Medrec : 00638655
Diagnosa Medis : P3A0 post partum maturus dengan
sectio caesaria a.i. cephalopelvic
disproportion
Alamat : Kelurahan Batukarut Kecamatan
Banjaran
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama saat dikaji
Nyeri pada daerah luka post operasi sectio caesaria hari ke-1
a) Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu (P3A0)
N Tahun Umur Jenis Berat Tempat Kompli Keadaa
o hamil Kelamin Badan Penolong kasi n anak
saat ini
1 31 Mei 1996 9 bulan Perempua 3.800 RS. CPD Hidup
2 23 April 9 bulan n gr. Immanuel CPD Hidup
3 2002 9 bulan Laki-laki 4100 RS. CPD Hidup
26 Jan 2006 Laki-laki gr. Immanuel
4000 RS.
gr. Immanuel
b) Riwayat Ginekologi
Riwayat menstruasi
ℵ Menarchoe : 15 Tahun
ℵ Siklus haid : 28 hari
ℵ Lama haid : 3 – 4 hari
ℵ Banyaknya : 3 x ganti pembalut / hari
Riwayat Perkawinan
ℵ Usia Pernikahan
Istri : 23 tahun
Suami : 25 tahun
ℵ Lama Pernikahan : 13 tahun
ℵ Pernikahan yang pertama bagi keduanya
d. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, mukosa hidung lembab, tidak
terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk dada simetris,
tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, suara paru
terdengar vasikuler diseluruh area paru, pada perkusi
terdengar suara resonan, respirasi 24x/menit.
2) Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva tampak pucat, tidak ada peningkatan JVP, pada
auskultasi terdengar bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler.
Tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 84x/menit, CRT kembali
kurang dari 3 detik.
3) Sistem gastrointestinal
Mukosa bibir kering, bentuk bibir simetris, terdapat caries
pada gigi geraham bawah kanan dan kiri. Reflek menelan
(+), bising usus (-), pada perkusi area lambung terdengar
tympani.
4) Sistem Perkemihan
Terpasang dower catheter, urine out put ± 500 cc/hari.
Warna urine kuning pekat.
5) Sistem reproduksi
(1) Payudara
Bentuk simetris, terdapat hiperpigmentasi areola,
putting susu tidak menonjol, tidak ada pmbengkakan
pada payudara, pada daerah putting dan areola tampak
kotor. Klien tidak mengetahui cara perawatan payudara.
(2) Uterus
Pada palpasi fundus uteri teraba 1 jari dibawah pusat,
uterus teraba keras seperti papan.
(3) Vulva dan Perineum
Daerah vulva tampak kotor, terdapat pengeluaran
lochea rubra yang memenuhi seluruh bagian pembalut,
tidak terdapat oedem dan varices pada vulva.
6) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tyroid.
7) Sistem Persarafan
Keadaan umum : klien tampak lemah
Tingkat kesadaran :compos mentis, GCS 15
Fungsi Syaraf Kranial
(1) Nervus I ( Olfaktorius )
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan
kopi dengan mata tertutup.
(2) Nervus II ( Optikus )
Klien dapat membaca papan nama perawat kurang lebih
30 cm tanpa menggunakan kaca mata, tidak terjadi
penyempitan lapang pandang.
(3) Nervus III, IV, VI ( Okulomotorius, Troklearis dan
Abdusen)
Klien dapat menggerakan bola mata ke segala arah
dengan gerakan yang terkontrol.
(4) Nervus V ( Trigeminus )
Mata klien berkedip ketika disentuh dengan pilinan
kapas, klien dapat merasakan pilinan kapas pada dahi,
dagu dan kelopak mata. Fungsi mengunyah klien baik.
8) Sistem Integumen
Kulit teraba lengket, akral teraba hangat, turgor kulit
kembali dalam 3 detik, suhu tubuh 37,3 C. pada daerah
abdomen terdapat luka operasi section caesaria hari
pertama dengan arah vertical dan balutan belum dibuka.
9) Sistem Muskuloskeletal
ℵ Eksremitas Atas
Bentuk dan panjang simetris, kekuatan otot 5/5, reflek
bicep ++/++, reflek tricep ++/++, pada tangan kiri
terpasang infus NaCl 0,9 % 20 gtt/menit.
ℵ Ekstremitas bawah
Bentuk dan panjang simetris, kekuatan otot 4/4, reflek
patella ++/++, reflek achiles ++/++, babinski --/--,
homman sign -/- tidak terdapat oedem dan varices.
Pola Nutrisi
Makan Frekuensi makan Klien masih puasa
3x/hari, jenisnya nasi,
sayuran, lauk pauk,
buah-buahan, setiap
makan habis 1 porsi,
tidak ada pantangan
Minum apapun dalam keluarga.
Klien masih puasa
Klien minum 7-8
gelas/hari, kurang lebih
1400-1600 cc/hari.
Eliminasi Jenisnya air putih dan
BAB air teh Klien belum BAB
Gosok gigi
pada saat dikaji klien
2x/ hari menggunakan belum sikat gigi
sabun mandi
Keramas
2x/hari menggunakan Saat dikaji klien belum
pasta gigi keramas
Aktivitas 1x/3 hari, menggunakan
gerak shampoo Sebagian aktivitas klien
dibantu oleh keluarga
Klien dapat beraktivitas dan perawat.
secara mandiri
2) Konsep Diri
ℵ Body Image
Klien menerima dengan keadaan tubuhnya saat ini.
ℵ Peran diri
Klien adalah seorang istri dan seorang ibu dari ketiga
anaknya.
ℵ Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh agar dapat
merawat dan membesarkan anak-anaknya, sehingga
anaknya sehat.
ℵ Identitas diri
Klien merasa bahagia karena dirinya adalah seorang
perempuan, istri dan seorang ibu dari ketiga anak-
anaknya.
ℵ Harga diri
Klien tidak merasa malu dengan keadaan dirinya
sekarang.
3) Hubungan Komunikasi
Klien berbicara dengan jelas dan dapat dimengerti, bahasa
yang digunakan sehari-hari adalah bahasa sunda. Yang
memegang peranan penting dalam keluarga adalah suami
klien, serta yang mendorong dan memberi semangat bagi
klien.
4) Keadaan seksual
Klien mengatakan tidak takut untuk melakukan hubungan
seksual setelah persalinan sekarang
5) Hubungan sosial
Hubungan klien dengan keluarga baik terbukti klien banyak
dikunjungi saat jam besuk. Hubungan klien dengan perawat
juga baik, klien sangat kooperatif dan mau diajak kerjasama
dalam membantu melaksanakan tindakan keperawatan.
g. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25 januari 2006
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Hematologi
Hemoglobin 8,5 12,3 – 15,5 gr/dl
2. Analisa Data
N
Kemungkinan penyebab dan
O. Data Senjang Masalah
dampak
NaCl 0,9 % 20
gtt/menit
Terpasang dower Klien tidak dapat memenuhi
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
O
1 2 3 4 5
Terdapat luka post TTV normal relaksasi napas dalam 5. Relaksasi nafas
operasi dengan arah T : 120/80 saat nyeri dirasakan. dalam dapat mengurangi
3. Resiko pengeluaran Asi Tupan : 1. Kaji pengetahuan klien 1. Mengetahui sejauh mana
tidak adekuat Proses laktasi mengenai cara merawat pengetahuan klien tentang
berhubungan dengan lancar payudara. cara perawatan payudara
putting susu tidak 2. Membuka wawasan klien
menonjol ditandai dengan Tupen : 2. Berikan penyuluhan tentang perawatan
: Setelah dilakukan kesehatan tentang payudara
DS : perawatan selama perawatan payudara 3. Metode demonstrasi akan
Klien mengatakan 2 hari klien mampu 3. Demonstrasikan teknik lebih dipahami klien
ASI belum keluar melakukan perawatan payudara yang
Klien mengatakan perawatan baik dan benar 4. Mengetahui evaluasi hasil
tidak tahu cara payudara dengan penyuluhan kesehatan
perawatan payudara kriteria : 4. Kaji ulang pengetahuan 5. Teknik Hoffman
DO : Putting susu klien tentang perawatan merupakan cara untuk
Putting susu tampak menonjol. payudara mengeluarkan puting susu
tidak menonjol Klien 5. Ajarkan pada klien 6. Mengetahui kemampuan
Putting susu dan mengatakan tentang Hoffman exercise klien dalam merawat
areola tampak kotor ASInya keluar 6. Redemonstrasikan cara payudara.
Putting susu perawatan payudara oleh
dan areola klien.
tampak bersih
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama
Tanggal Jam DP Tindakan Keperawatan &
Paraf
1 2 3 5 6
2. Mengkaji tingkat
ketergantungan klien dan
motivasi klien untuk
melakukan aktifitas sesuai
1 kemampuan
Hasil : aktivitas klien
sebagian dibantu keluarga
dan perawat
3. Mengobservasi tanda-
tanda vital
Hasil : T : 120/80 mmHg
P : 84 x/menit
R : 24 x/menit
S : 37,3 0C.
3 1. Mengkaji pengetahuan
klien mengenai cara
merawat payudara
Hasil : klien mengatakan
tidak mengetahui cara
1 merawat payudara
2. Mengkaji ulang
pengetahuan klien tentang
perawatan payudara
3 Hasil : klien sudah mulai
mengerti mengenai
perawatan payudara
3. Mendemonstrasikan teknik
3 perawatan payudara yang
baik dan benar
Hasil : klien tampak
memperhatikan apa yang
didemonstrasikan perawat
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. SARAN