You are on page 1of 27

ANALISA, PENGAWASAN DAN PENANGANAN

SUMBER DAYA AIR SEBAGAI SALAH SATU SISTEM


TEKNOLOGI AKUAKULTUR UNTUK MENDUKUNG
OPTIMALISASI PRODUKSI DI BBL BATAM

MAKALAH

Oleh :

ROMI NOVRIADI

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
2011
ANALISA, PENGAWASAN DAN PENANGANAN SUMBER DAYA AIR
SEBAGAI SALAH SATU SISTEM TEKNOLOGI AKUAKULTUR UNTUK
MENDUKUNG OPTIMALISASI PRODUKSI DI BBL BATAM

Romi Novriadi
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id

Abstrak

Sumberdaya air merupakan salah satu sistem teknologi akuakultur yang


memegang peranan cukup penting dalam mendukung produksi budidaya
perikanan. Untuk mengetahui kualitas air yang digunakan maka disepanjang
tahun 2010 telah dilakukan analisa kualitas sumber daya air di tiap-tiap unit
produksi di BBL Batam sehingga dapat dilakukan evaluasi untuk mencari
jalan keluar bagi perbaikan sistem sumber daya air yang digunakan.

Pengamatan sumberdaya air dilakukan di 6 titik produksi, yakni : Tower


/Reservoir, Hatchery, Nursery, Kultur Algae, Pengelolaan induk dan di
perairan KJA BBL Batam. Metoda pengamatan dilakukan dengan dua sistem,
yakni : harian untuk parameter pH, salinitas, suhu dan konsentrasi oksigen
terlarut dan juga mingguan untuk parameter Nitrogen beserta derivatnya
(NH3, NO2 dan NO3), PO4 dan alklainitas perairan. Untuk melengkapi data
juga dilakukan uji banding ke laboratorium Kualitas Air ITB-bandung yang
meliputi parameter yang tidak dapat dianalisa di BBL Batam seperti :
konsentrasi logam berat, BOD,COD dan lain sebagainya.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa : fluktuasi suhu dan oksigen terlarut


nyata terlihat di media pemeliharaan larva dan kultur algae, begitu juga
dengan fluktuasi unsur-unsur Nitrogen dan Posfat juga terjadi di hatchery dan
kultur algae. Sementara logam berat di perairan menunjukkan bahwa logam
Al dan Sn sudah jauh diatas baku mutu lingkungan dan berdasarkan analisa
ortoposfat, perairan BBL Batam tergolong kepada perairan Eutrofik yang
dapat mendukung tumbuh kembangnya mikroorganisme patogen.

Kata kunci : Sumberdaya air, Akuakultur, BBL Batam


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Cita-cita dan agenda utama pembangunan berkelanjutan tidak lain


adalah upaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot
yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek
social-budaya dan aspek lingkungan hidup. Gagasan dibalik itu adalah
pembangunan ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup harus
dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, sehingga unsur-unsur dari
kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan
satu dengan yang lainnya1). Yang mau dicapai dengan pembangunan
berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya
pembangunan ekonomi menjadi juga mencakup pembangunan sosial-budaya
dan lingkungan hidup.

Dengan kata lain, yang ingin dicapai disini adalah sebuah integrasi
pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam
arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat
perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi. Pembangunan aspek
sosial-budaya dan lingkungan hidup tidak boleh dikorbankan demi dan atas
pembangunan ekonomi, dalam hal ini adalah melalui sektor ekonomi
perikanan budidaya.

Teknik budidaya ikan saat ini secara intensif telah berkembang dengan
pesat di masyarakat, antara lain melalui pengembangan produksi perikanan
dalam keramba jaring apung di perairan terbuka/laut. Padat penebaran yang
tinggi dan pemberian pakan secara intensif merupakan ciri teknologi budidaya
ini. Masalah yang dapat terjadi akibat kegiatan ini adalah penurunan kualitas
perairan dan kurang terjaminnya kelestarian dari usaha yang dilakukan. Hal
ini antara lain terkait dengan adanya akumulasi limbah dari sistem akuakultur
yang dilaksanakan sehingga mengakibatkan degradasi kualitas perairan pada
budidaya ikan laut.

Akumulasi limbah akuakultur ini bila terus dibiarkan, akan berdampak


kepada unit-unit produksi lainnya, seperti di unit Hatchery dan Nursery yang
notabene menggunakan sumber daya air dari lokasi yang mengalami
akumulasi limbah akuakultur tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
pihak laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan Balai Budidaya Laut
Batam telah melakukan kajian di berbagai unit produksi BBL Batam
sepanjang tahun 2010 untuk melakukan analisa kondisi keragaan kualitas air
dan berbagai upaya penanganan, seperti pembuatan filter mekanik, kimiawi
dan filter integrasi hingga kepada melakukan pengamatan kembali terhadap
efektifitas upaya penanganan tersebut untuk mendukung optimalisasi
produksi ikan di Balai Budidaya Laut Batam.
1)
Hans-Joachim Hoehn, ”Environmental Ethics and Environmental Politics” dalam Josef
Thessing dan Wilhelm Hofmeister (ed), Environmental Protection As an Element of Order
Policies (Rathausallee, Konrad-Adenauer Stiftung,1996), Hal.64 dikutip dari buku Etika
Lingkungan Karangan A Sonny Keraf, Kompas Gramedia, 2002).
I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah yang ingin dijawab dalam


pelaksanaan makalah ini adalah :

1. Bagaimana kondisi keragaan kualitas perairan di BBL Batam guna


mendukung optimalisasi produksi perikanan
2. Bagaimana relevansi antara kandungan berbagai parameter fisika,
kimia dan biologi yang terdapat pada media pemeliharaan ikan baik
di tahap Hatcherry, kultur fitoplankton, nursery maupun pembesaran,
terhadap Baku Mutu Lingkungan untuk biota laut
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk perbaikan kondisi kualitas
perairan tersebut?

I.3 Hipotesis

Diduga bahwa beberapa parameter kimia yang telah melewati ambang


batas dari Baku Mutu Lingkungan yang ditetapkan berasal dari sistem
produksi akuakultur yang tidak memperhatikan lingkungan.

I.3 Tujuan

1. Mengetahui kondisi keragaan kualitas air yang ada di perairan dan


unit-unit produksi Balai Budidaya Laut Batam dan pengaruhnya
terhadap tingkat produksi.
2. Mengetahui tingkat perbedaan antara data yang didapat dengan
Baku Mutu Lingkungan untuk Biota laut yang telah ditetapkan.
3. Mengetahui efektivitas dari berbagai tindakan upaya perbaikan yang
dilakukan untuk memperbaiki kondisi kualitas perairan.

1.4 Manfaat

Sebagai bahan masukan tentang kondisi terkini kualitas lingkungan


perairan Balai Budidaya Laut Batam melalui pengamatan yang dilakukan
sepanjang Tahun Anggaran 2010 dan pengaruh yang dihasilkan
terhadap berbagai upaya yang dilakukan untuk perbaikan pasokan air
pada media pemeliharaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Akuakultur adalah kegiatan untuk memperoduksi biota (organisme)


akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan
(profit). Akuakultur berasal dari bahasa inggris aquaculture (aqua= perairan,
culture=budidaya) dan diterjemahkan kedalam bahasa indonesia menjadi
budidaya perairan atau budidaya perikanan. Oleh karena itu, akuakultur dapat
didefinisikan menjadi campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk
meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan
budidaya yang dimaksud adalah kegaiatan pemeliharaan untuk
memperbanyak (Reproduksi), menumbuhkan (Growth), serta meningkatkan
mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan.

Dalam sektor perikanan, akuakultur merupakan salah satu kegiatan


produksi selain kegiatan penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan
pengolahan (lihat gambar 1). Berbeda dengan penangkapan ikan yang hanya
memanen (berburu) ikan dari alam (laut dan perairan umum, sungai, danau,
rawa), dalam akuakultur pemanenan ikan dilakukan setelah kegiatan
penyiapan wadah (pemupukan, pengapuran dan pemberantasan hama),
penebaran benih, pemberian pakan, Pengelolaan air, penanggulangan
/pemberantasan hama dan penyakit, serta pemantauan (sampling)
pertumbuhan dan populasi.

Perikanan

Perikanan Akuakultur
Tangkap Pengolahan (Perikanan Budidaya)

Konsumen

Gambar 1. Akuakultur sebagai salah satu kegiatan produksi perikanan.

Produk akuakultur dapat langsung dijual ke konsumen dalam bentuk


hidup dan segar atau diolah terlebih dahulu untuk menjadi komoditas dengan
bentuk yang bebeda. Antara lain sosis, burger dan baso ikan. Integrasi yang
kuat antara kegiatan akuakultur dan industri pengolahan biasanya
menghasilkan industri perikanan budidaya yang baik bagi dari sisi ekonomi,
pembukaan lapangan kerja hingga kepada pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Untuk mendukung kegiatan akuakultur, sumber daya air yang
berkualitas dan sistem akuakultur yang memadai merupakan dua faktor yang
saling terkait. Selain itu itu untuk pengembangan budidaya ikan sangat perlu
untuk memperhatikan daya dukung lahan. Pengembangan tambak/kolam
yang melampaui daya dukung lingkungan akan menimbulkan berbagai
dampak ikutan, yang mungkin semakin sulit diatasi. Daya dukung lahan
pantai untuk pertambakan ditentukan oleh : mutu tanah, mutu air sumber
(asin dan tawar), hidrooseanografi (arus dan pasang surut), topografi dan
klimatologi daerah pesisir dan daerah aliran sungai di daerah hulu
(Poernomo, 1992).

Terjadinya pencemaran merupakan salah satu kendala yang


menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air, sehingga air tidak dapat
dimanfaatkan sebagai media budidaya. Sering kali terjadi kematian massal
hewan kultivan sebagai akibat keracunan bahan-bahan kimia, yang berasal
dari kegiatan industri maupun pemukiman penduduk. Kegagalan kegiatan
budidaya dapat pula disebabkan oleh terjadinya bencana alam seperti
kegagalan usaha budidaya rumput laut yang telah dirintis oleh nelayan di
Kabupaten Sikka, NTT, dan oleh petani KJA di daerah Aceh sebagai akibat
terjadinya tsunami di daerah itu.

Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan


tempat pemeliharaan ikan merupakan salah satu faktor penentu usaha
budidaya menjadi untung atau rugi. Unsur kesehatan lingkungan perairan
yang dimaksud seperti polusi dan penyakit. Khususnya budidaya sistem
tertutup, lingkungan perairan yang terpolusi dan berpenyakit memiliki potensi
yang sangat besar untuk membunuh ikan secara massal dalam waktu yang
singkat. Sistem manajemen budidaya yang baik dan pemeliharaan jenis ikan
yang ramah lingkungan diduga merupakan cara terbaik untuk mencegah
terjadinya kegagalan usaha akuakultur yang disebabkan oleh kematian ikan
secara massal.

Intensifikasi pemeliharaan ikan di dalam sistem resirkulasi akan


membatasi daya dukung sistem akibat adanya peningkatan buangan sisa
metabolisme dan sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan. Peningkatan
bahan buangan tersebut akan mengakibatkan penurunan kondisi kualitas air
dan peningkatan perkembangan organisme pathogen di dalam sistem.
Karena itu, daya dukung suatu sistem resirkulasi perlu diketahui agar
keberhasilan pemeliharaan ikan dapat dicapai.

Penghilangan Bahan Padatan dan Limbah Hasil Metabolisme

Limbah hasil metabolisme pada sistem akuakultur dapat terbentuk


menjadi dua :Terlarut dan tersuspensi. Ketika menentukan jumlah limbah
yang akan dihasilkan oleh sebuah sistem akuakultur, Jumlah pakan yang
digunakan pada sistem budidaya merupakan sebuah sebuah faktor yang
sangat penting. Pada sebuah tambak yang dikelola dengan baik, Kira-kira
sebanyak 30% dari jumlah pakan yang digunakan akan menjadi limbah padat.
Pemberian pakan cenderung akan meningkat seiring dengan meningkatnya
suhu. Jadi, jumlah limbah sering lebih besar pada musim panas ketika rata-
rata pemberian pakan lebih tinggi. Disamping memilih pakan yang berenergi
tinggi untuk proses asimilasi yang lebih besar, usaha pengelolaan limbah
akan lebih efektif jika difokuskan pada penghilangan limbah zat padat.
Perlakuan yang utama, atau penghilangan zat padat, harus dilakukan secepat
mungkin untuk mengurangi penguraian limbah tersebut. Penguraian akan
menyebabkan larutnya nutrien kedalam air. Akumulasi limbah yang
berlebihan diketahui sebagai penyebab penyakit pada operasional budidaya
ikan.

Pola arus air pada sebuah unit produksi sangat penting untuk
pengelolaan limbah karna arus yang lebih baik akan meminimalisasi proses
penguraian. penguraian feces ikan dan membuat pengendapan lebih cepat
dan memekatkan padatan yang dapat mengendap. Keadaan ini akan menjadi
kritis karena jumlah yang tinggi dari feces ikan yang tidak terurai dapat
dengan cepat ditangkap sehingga akan dengan cepat mengurangi jumlah
limbah organik terlarut (Mathhieu dan Timmons, 1993). Sebuah pengurangan
pada jumlah polusi ke arah muara merupakan pencapaian terbaik dari
pemindahan zat padat pada bentuk yang dapat mengendap sebelum
diuraikan untuk konsumsi air umum. Dengan penyelesaian ke arah luar
muara, limbah padatan melindungi hewan-hewan benthos dan mengurangi
jumlah oksigen dimana akan mengurangi biodiservitas dari sungai.

Limbah Terlarut

Limbah terlarut merupakan bagian lain dari limbah hasil metabolisme.


Limbah ini termasuk ke dalam bentuk dari Kebutuhan Oksigen secara Biologi
(KOB) dan Kebutuhan Oksigen secara Kimiawi (KOK). KOB dipertimbangkan
sebagai pengukuran jangka panjang dari tingkat konsumsi oksigen. Karena
KOB ini tidak dapat diketahui hingga jauh hari setelah air meninggalkan
tambak. Di lain sisi, KOK merupakan pengukuran jangka pendek karena
kehilangan jumlah oksigen, untuk sebagian besar terjadi didalam tambak.

Limbah terlarut terdapat dalam beberapa bentuk : ammonia, nitrit, nitrat


(termasuk:Nitrogen), posfor dan bahan organik lainnya. Ammonia, yang
dikeluarkan melalui insang, merupakan bentuk yang paling beracun dari
Nitrogen, terutama ketika berada dalam bentuk tidak-terionisasi. Secara
umum terdapatnya bakteri akan merubah ammonia manjadi bentuk Kurang-
beracun dimana digunakan oleh tumbuhan dan algae untuk pertumbuhan.
Penyediaan wilayah permukaan yang lebih besar untuk tumbuh kembangnya
bakteri autotrof merupakan cara terbaik untuk merubah ammonia menjadi
bentuk sedikit-beracun.

Peningkatan pada bahan padatan tersuspensi akan menghasilkan


peningkatan pada BOD (Alabaster, 1982). Inilah mengapa bagian terbesar
dari bahan padatan mudah mengendap, dengan cepat dihilangkan, dapat
mengurangi bagian-bagian terlarut (BOD dan COD) dari limbah dari tambak.
Secara umum, semakin kecil partikel adalah semakin cepat proses pelarutan
berlangsung. Sebagian besar dari zat padat yang dihasilkan dalam
operasional budidaya adalah partikel yang memiliki ukuran 30 mikron atau
kurang (Boardman et al., 1998; Chen et al., 1993). Partikel dengan ukuran
kecil juga membutuhkan waktu lama untuk terjadinya pengendapan.

Posfor yang ditemukan pada pakan ikan dan terpecah menjadi bentuk
yang dapat lebih digunakan (Posfat) melalui proses dekomposisi. Pada air
dengan kandungan nutrisi terbatas, Posfor dapat digunakan untuk
meningkatkan jumlah benthos dan plankton pada aliran air. Pada air tawar,
Posfor selalu berada dalam jumlah terbatas untuk produktivitas. Dalam
beberapa kasus, Posfor dan Nitrogen memberikan kontribusi kepada
terjadinya Eutrofikasi pada lapisan air dengan mendukung pertumbuhan
algae dan tumbuhan. Pengelola sumber air harus fokus kepada pengurangan
jumlah Posfor dan Nitrogen pada lapisan air ketika mencoba untuk
meningkatkan kualitas air.

Upaya Perbaikan Pengelolaan Air Pada Sistem Akuakultur

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan


polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Secara umum
Pengolahan air dapat digolongkan menjadi :
1. Pengolahan Fisik; pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir
serta mengurangi zat-zat organik dalam air yang akan diolah.
2. Pengolahan Kimia; proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia
tertentu dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air. Penambahan bahan
kimia tersebut berupa :
Koagulan, yang dibutuhkan pada proses pengolahan air minum bertujuan
untuk membentuk flok-flok dari partikel-partikel tersuspensi dan koloid yang
tidak terendap.
Bahan netralisir, pembubuhan alkali dimaksudkan untuk menetralkan pH,
karena pada umumnya pH akan turun setelah pembubuhan koagulan yang
bersifat asam. Pembubuhan alkali diperlukan bila air baku yang diolah
memiliki kadar alkalinitas rendah.
Desinfektan, bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang masih
terdapat dalam air yang sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang
digunakan adalah substansi kimia yang merupakan oksidator kuat seperti
khlor dan kaporit.
Ada beberapa teknik pengolahan air, antara lain :

1. Teknik koagulasi, yang dapat dilakukan dengan bantuan koagulan kimia


seperti Polyelektrolit (misalnya : PAC atau Poly Aluminium Chloride, PAS
atau Poly Aluminium Sulfat), garam Aluminat (misalnya : Alum, Tawas),
garam Fe, khitin, dan sebagainya. Untuk Flokulasi dapat digunakan
polimer kationik, anionik, atau nonionik (misalnya : poliakrilik,
poliakrilamida). Sedangkan untuk pengendapan dapat digunakan
teknologi baffle, settler, lumpur aktif, aerasi, dan lain - lain. Untuk
perlakuan yang optimal teknik tersebut dapat digabung.
2. Teknik filtrasi, yang dapat dilakukan dengan bantuan media filter seperti
pasir, senyawa kimia (misalnya : kapur, zeolit, karbon aktif, resin, ion
exchange), membran (UF, RO) atau teknik filtrasi lainnya.
3. Bio-removal, yang merupakan teknik pengolahan menggunakan
biomaterial. Biomaterial tersebut antara lain lumut, daun teh, sekam padi,
ataupun sabut kelapa sawit, atau juga dari bahan non biomaterial seperti
perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain. Bioremidiasi merupakan
pengembangan dari teknik bioremoval dengan bantuan mikroorganisma
seperti bakteri, kapang dan jamur baik aerobik maupun anaerobik atau
dengan menggunakan alga, tanaman dan hewan.
4. Teknik Elektrolisa, yaitu teknik yang mampu memisahkan kation – anion
dengan menggunakan efek beda potensial dari masing – masing muatan
elektrolit. Apabila ion – ion ditangkap oleh membran selektif atau media
lain maka disebut Elektrodialisis. Sedangkan bila digabung dengan
koagulasi maka disebut elektrokoagulasi. Elektrodialisis adalah proses
pemisahan elektrokimia dengan ion – ion berpindah melintasi membran
selektif anion dan kation dari larutan encer kepada yang lebih pekat akibat
aliran arus searah (DC).
5. Elektrodialisis memisahkan bahan (ion) dari larutan, proses ini
menggunakan perbedaan tegangan listrik sebagai driving force,
membrane pertukaran ion (ion exchange membrane) diatur sedemikian
rupa sehingga terjadi perpindahan ion secara bolak balik diantara dua
elektroda dalam suatu larutan. Pengembangan proses dilaksanakan
dengan muatan eletroda bolak – balik (elektrodialisa bolak – balik).
6. Reverse osmosis adalah kebalikan dari proses osmosis alami. Osmosis
adalah perpindahan cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
yang melewati membran semipermeabel sedangkan untuk reverse
osmosis adalah perpindahan cairan dari konsentrasi rendah ke
konsentrsai tinggi. Reverse osmosis memiliki keunggulan, seperti :
efisiensi yang tinggi, biaya yamg rendah dan kualitas air yang dihasilkan
sangat berkualitas.
7. Desalinasi adalah proses pemurnian air dengan cara peminimalan
kandungan garam – garam dalam air sehingga diperoleh kadar salinitas
yang memenuhi standart. Umumnya digunakan pada pengolahan air laut.
BAB III
METODOLOGI

III.1 Waktu dan Tempat


Pengamatan kondisi keragaan kualitas air dan upaya perbaikan
ingkungan perairan Balai Budidaya Laut Batam dilaksanakan sepanjang
tahun 2010 dengan waktu pengamatan/analisa dilakukan pagi dan sore
hari dan titik pengambilan sampel dilakukan di 6 (enam) titik yakni
Hatcherry, Nursery, Tower Atas, Kultur bak plankton, Bak Induk dan KJA
BBL Batam.

III.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan selama pengamatan kualitas lingkungan perairan
ini adalah :
1. pH meter model WalkLab TI9000
2. DO Meter model WalkLab
3. Hand Refraktometer
4. HACH Kolorimeter
5. HANNA Spektrometer
6. Buret
7. Botol sampel
8. Secchi disk
9. DO, temperature dan saturation model Handy polaris
10. Horizontal water Sampling
11. Statif dan Klem

Bahan yang digunakan adalah :


1. Ammonia salycilate reagen
2. Ammonia cyanurate reagen
3. NitriVer reagen
4. Hanna Nitrate reagen
5. Hanna posphat LR Reagen
6. Buffer solution pH 4,01
7. Hanna Cu reagen
8. Buffer solution pH 7.0
9. NaOH p.a
10. HCl p.a
11. Sulfida test kit
12. KCl
13. Membran semi permeable
14. C2H5OH

III.2 Metodologi
Metodologi pengamatan yang dilakukan secara garis besar dibagi atas :
a. Pengamatan secara langsung dilapangan, pengamatan ini meliputi :
pengamatan kualitas air dengan parameter seperti : pH, suhu,
konsentrasi oksigen terlarut dan salinitas. Dan juga dilengkapi
dengan pengamatan keberlanjutan produksi air untuk kegiatan
produksi di BBL Batam sepanjang tahun 2010.
b. Pengamatan di laboratorium, parameter yang diamati antara lain :
NH3, NO3, NO2, PO4, dan alkalinitas.
c. Pengamatan kelayakan sumberdaya air yang digunakan dengan
melakukan perbandingan di tiga titik yang berbeda, yakni 5 m, 20 m
dan 40 m dari pompa pasokan air utama.
d. Pengamatan kualitas air secara lengkap, dilakukan 1 x dalam
setahun melalui mekanisme sub-kontrak analisa ke Laboratorium
kualitas air, Teknik Sipil dan lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Untuk upaya perbaikan kualitas air dilakukan dengan :


a. Sterilisasi bak tandon/tower
b. Sterilisasi ruangan dan bak pemeliharaan
c. Pembuatan sistem filterisasi mekanik, kimiawi dan UV.

Seluruh pengamatan dan upaya perbaikan dilakukan di sepanjang tahun


2010, yakni dimulai dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember 2010.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Tinjauan Sistem Pengelolaan Air BBL Batam

AIR LAUT

Dipompa

Tower 1/ bulat

Mechanical Filter

Tower 2/ petak

Mechanical Filter

Sand Filter

Kultur
Hatchery Nursery Induk algae

1V.1.2 Data analisa kondisi keragaan kualitas air di 6 (enam) titik produksi, yakni :
1) Titik perairan KJA / lokasi tempat sumberdaya air digunakan, 2) Tower,
3) Hatcherry, 4) Nursery, 5) Tempat pemeliharaan induk, dan 6) media
pemeliharaan kultur algae. Dimana titik sampling yang diambil adalah pada
media alga yang diberikan ke larva.
Januari 2010
Titik Parameter Kualitas Air
Sampling pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
min max min max min max min max min max min max min max min max
KJA 7,85 7,92 4,9 5,8 27,8 28,7 30 31 0 0 0 0 0,01 0,02 0 0
Tower 7,81 8,09 5,2 6,0 27,6 29,0 30 30 0 0 0 0 0,01 0,09 0 0
Hatcherry 7,89 8,06 5,0 6,2 28,8 30,7 30 30 0 0,1 0,1 2,4 0,18 0,92 0 0,22
Nursery 7,84 8,04 4,7 5,9 28,5 30,5 30 30 0 0 0 0 0,02 0,08 0 0,03
Induk 7,82 8,06 4,8 6,3 28,1 30,5 30 30 0 0 0 0 0,01 0,02 0 0
Algae 9,42 9,95 5,6 8,9 27,8 31,4 30 30 0,19 0,41 7,3 14,2 0,92 1,12 0,11 0,43
Februari 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,85 8,02 5,2 5,4 28,5 29,3 30 31 0 0 0 0 0,01 0,02 0 0
Tower 7,79 8,02 5,8 6,3 28,4 30,0 30 31 0 0 0 0,1 0,02 0,12 0 0
Hatcherry 7,55 8,07 4,7 5,8 28,1 30,9 30 31 0 0,1 0,2 0,32 0,71 0,84 0 0,14
Nursery 7,53 8,12 4,3 5,4 28,0 30,5 30 31 0 0 0 0,02 0 0,12 0 0,01
Induk 7,41 8,04 4,7 6,6 28,5 30,5 30 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Algae 8,95 9,84 6,2 7,9 28,6 31,7 30 31 0,19 2,14 3,7 17,5 0,82 1,24 0,2 0,39
Maret 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min Max min max min max min max
KJA 7,72 7,96 5,0 5,8 29,2 29,5 31 32 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Tower 7,65 8,04 5,1 6,3 28,7 31,5 31 32 0 0 0 0,2 0,01 0,15 0 0
Hatcherry 7,43 8,04 4,8 6,2 28,2 30,9 31 32 0 0,1 0,1 0,27 0,17 1,11 0,14 0,39
Nursery 7,69 8,03 4,8 5,8 28,7 30,7 31 32 0 0 0 0,1 0,03 0,07 0 0
Induk 7,70 8,05 4,8 6,4 28,6 32,4 31 32 0 0 0 0,15 0,02 0,09 0 0
Algae 9,03 9,77 6,0 7,5 26,9 32,9 29 31 0,27 0,31 0,1 12,3 0,98 1,08 0,26 0,51
April 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min max min max min max min max
KJA 7,65 7,94 4,8 5,0 28,7 29,1 30 31 0 0 0 0 0,02 0,04 0 0
Tower 7,89 8,04 5,1 6,2 28,6 30,3 30 31 0 0 0 0 0,02 0,05 0 0
Hatcherry 7,32 8,07 4,5 6,3 28,4 32,8 30 31 0 0,1 0,09 0,35 0,17 0,92 0,04 0,12
Nursery 7,62 8,04 4,2 5,8 28,4 31,8 30 31 0 0 0 0,1 0,01 0,12 0 0
Induk 7,87 8,04 5,0 6,5 28,9 30,7 30 31 0 0 0 0 0 0,05 0 0
Algae 9,07 9,89 5,1 7,8 28,4 32,8 30 31 0,14 0,34 0,12 11,5 0,98 1,18 0,27 0,41
Mei 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,76 7,95 5,0 5,4 29,8 30,2 31 32 0 0 0 0 0 0,02 0 0
Tower 7,90 8,02 5,3 6,4 29,0 30,7 31 32 0 0 0 0 0 0,06 0 0
Hatcherry 7,89 8,12 4,8 5,9 29,8 31,5 31 32 0 0 0,1 0,7 0,39 0,94 0,11 0,19
Nursery 7,87 8,05 4,8 5,9 28,7 31,6 31 32 0 0 0 0,1 0 0,08 0 0
Induk 7,83 8,09 5,0 6,5 28,6 31,7 31 32 0 0 0 0 0,02 0,04 0 0
Algae 9,23 9,78 5,6 8,9 28,8 31,8 28 32 0,13 0,17 5,1 6,2 0,86 0,94 0,1 0,23

Juni 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min max min max min max min max
KJA 7,95 8,09 5,1 5,5 29,1 29,5 31 31 0 0 0 0 0 0,02 0 0
Tower 7,92 8,12 5,0 6,4 29,0 30,6 31 31 0 0 0 0 0 0,04 0 0
Hatcherry 7,83 8,12 5,2 6,9 29,3 32,1 31 31 0 0 0 0,2 0,56 0,59 0,11 0,18
Nursery 7,75 8,06 4,6 5,9 28,3 30,9 31 31 0 0 0 0 0 0,06 0 0
Induk 7,89 8,08 5,3 6,9 28,4 31,7 31 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Algae 9,42 9,89 5,3 8,9 28,3 31,9 30 31 0,24 0,9 8,1 8,5 1,06 1,14 0,16 0,35
Juli 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,72 7,98 5,0 5,3 28,7 29,1 31 31 0 0 0 0 0,02 0,04 0 0
Tower 7,88 8,12 5,3 6,7 28,9 30,7 31 31 0 0 0 0 0 0,07 0 0
Hatcherry 7,92 8,09 5,3 6,9 28,5 30,9 31 31 0 0 0 0,1 0,37 0,39 0 0
Nursery 7,88 8,09 5,2 6,3 28,9 30,9 31 31 0 0 0 0 0,05 0,07 0 0
Induk 7,92 8,07 5,0 6,9 29,2 30,9 31 31 0 0 0 0 0,01 0,02 0 0
Algae 9,43 9,84 6,1 8,3 27,7 31,5 30 31 0,2 0,29 7,3 11,3 0,98 1,06 0,11 0,37
Agustus 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling Min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,98 8,02 5,1 5,8 28,9 29,4 31 31 0 0 0 0 0,01 0,03 0 0
Tower 7,92 8,12 5,0 6,8 28,9 30,8 31 31 0 0 0 0 0,02 0,06 0 0
Hatcherry 7,89 8,09 5,3 6,9 28,9 31,9 31 31 0 0 0 0,1 0,03 0,75 0 0,12
Nursery 7,89 8,09 5,3 6,9 29,1 31,1 31 31 0 0 0 0,1 0,01 0,05 0 0
Induk 7,91 8,09 5,3 6,9 29,0 30,8 31 31 0 0 0 0 0,01 0,03 0 0
Algae 9,44 9,87 6,2 8,4 28,5 32,6 31 31 0,12 0,22 3,9 8,6 0,92 1,14 0,27 1,25
September 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling Min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,82 7,99 5,4 5,9 28,9 29,6 31 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Tower 7,92 8,11 5,0 6,8 28,9 30,8 31 31 0 0 0 0 0,01 0,09 0 0
Hatcherry 7,87 8,12 5,2 7,1 29,1 31,5 31 31 0 0 0 0,1 0,31 0,52 0 0,11
Nursery 7,81 8,11 5,2 8,6 28,5 30,9 31 31 0 0 0 0 0,08 0,09 0 0
Induk 7,78 8,09 5,3 7,9 29,4 32,6 31 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Algae 9,45 9,89 5,3 7,9 29,4 32,6 31 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0,09 0,34
Oktober 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling Min max min max min max min max min max min max min max min Max
KJA 7,70 8,03 5,4 5,8 29,6 29,8 30 31 0 0 0 0 0,02 0,03 0 0
Tower 7,89 8,03 5,6 6,4 29,0 30,3 30 31 0 0 0 0 0,02 0,07 0 0
Hatcherry 7,83 8,08 6,0 7,2 29,3 32,1 30 31 0 0 0 0,2 0,08 0,39 0 0
Nursery 7,89 8,07 6,1 7,8 29,3 31,9 30 31 0 0 0 0,1 0,02 0,11 0 0
Induk 7,83 8,09 5,3 6,9 29,4 32,7 30 31 0 0 0 0 0,04 0,05 0 0
Algae 9,13 9,89 6,2 8,5 28,9 32,5 29 31 0,11 0,28 5,9 14,9 0,82 1,12 0,11 0,29
November 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling Min max min max min max min max min max min max min max min max
KJA 7,94 8,02 5,6 5,9 29,4 29,5 31 32 0 0 0 0 0 0,02 0 0
Tower 7,88 8,05 5,7 6,2 29,0 30,7 31 32 0 0 0 0 0,01 0,05 0 0
Hatcherry 7,91 8,13 6,2 8,2 29,3 31,5 31 32 0 0 0 0,1 0,41 0,74 0 0
Nursery 7,53 8,12 6,2 7,3 29,3 31,4 31 32 0 0 0 0 0 0,05 0 0
Induk 7,82 8,09 6,0 7,3 29,1 31,8 31 32 0 0 0 0 0,04 0,05 0 0
Algae 9,34 9,89 7,22 9,45 28,5 31,8 31 32 0,18 0,31 5,9 7,2 0,98 1,12 0 0
Desember 2010
Titik pH DO Temp Sal NO2 NO3 NH3 PO4
Sampling Min max min max min max min max min max min Max min max min max
KJA 7,98 8,08 5,8 5,9 27,6 29,7 31 31 0 0 0 0 0 0,02 0 0
Tower 7,88 8,09 6,1 7,2 27,0 31,2 32 32 0 0 0 0 0 0,08 0 0
Hatcherry 7,82 8,06 6,0 7,5 27,3 31,3 32 32 0 0 0,1 0,2 0,18 0,73 0 0,11
Nursery 7,86 8,15 6,0 7,9 27,3 30,8 32 32 0 0 0 0,1 0,01 0,25 0 0
Induk 7,93 8,14 6,3 7,9 28,2 31,7 32 32 0 0 0 0 0,02 0,04 0 0
Algae 9,47 9,86 6,2 8,6 27,2 31,2 32 32 0,11 2,8 0,14 9,6 0,73 1,04 0,27 0,44

IV.1.3 Data analisa kualitas air yang dilakukan secara komprehensif/lengkap


dengan titik sampling KJA BBL Batam, yang di sub-kontrakkan ke
Laboratorium Kualitas Air , Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung. Adapun hasil analisa yang dilakukan pada bulan
Maret 2010 ini adalah sebagai berikut :
No Parameter Satuan Methoda Hasil Analisa
Analisa
FISIKA
Kekeruhan NTU SMEWW 2130-B 9,86
TSS mg/l SMEWW 2540-D 9
TDS mg/l SMEWW 2540-C 60100
KIMIA
Air Raksa (Hg) ppb SMEWW 3500-Sn 0,09
Ammonia (NH3-N) mg/l SMEWW 4500-NH3 < 0,0003
Kadmium (Cd) mg/l SMEWW 3500-Cd 0,0001
Mangan (Mn) mg/l SMEWW-3500-Mn-B < 0,07
Nitrat (NO3-N) mg/l SNI 06-2480 0,043
Nitrit (NO2-N) mg/l SMEWW 4500-NO2-B < 0,0007
Nikel mg/l SMEWW-3500-Ni < 0,001
Tembaga (Cu) mg/l SMEWW 3500-Cu < 0,001
Timbal mg/l SMEWW-3500-Pb < 0,001
BOD mg/l JIS K3602 18,5
Ortho Phospat mg/l SMEWW-4500-P-D 0,032
Alumunium (Al) mg/l SMEWW 3500-Al 0,175
Timah (Sn) mg/l SMEWW 3500-Sn 0,005

3. Data kelayakan sumberdaya air yang digunakan dengan melakukan


sampling di 3(tiga) titik perairan

1 2 3

Dermaga /
Rumah pompa

Perairan Terbuka / laut

5 m dari 20 m dari 40 m dari


pompa pompa pompa

Lokasi pompa saat ini yang berada di pinggir –


dermaga
IV.2 Pembahasan

1. Tower / Reservoir
Tower / reservoir / tandon memegang
peranan yang sangat penting bagi
keberhasilan produksi budidaya
perikanan. Karna baik tidaknya kualitas
air untuk media pemeliharaan sangat
tergantung kepada kondisi reservoir
ketika air masuk ke dalamnya dan
diendapkan. Disepanjang tahun 2010,
belum ada pembersihan secara rutin
terhadap reservoir/tandon yang ada.
Akibatnya adalah tumpukan kotoran.
Lumpur dan pasir hasil pengendapan,
secara kasat mata dapat terlihat
menumpuk di dasar bak.
Hasil analisa yang dilakukan di sepanjang tahun 2010 juga menunjukkan
bahwa :
 Terdapat fluktuasi yang cukup signifikan pada parameter suhu,
terutama di pagi dan sore hari. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi
bak reservoir sangat terbuka.
 Untuk parameter Nitrogen dan derivatnya, yang cukup menonjol adalah
konsentrasi NH3 yang memiliki kisaran 0,01 – 0,15 mg/l. Sumber
terbentuknya NH3 ini dapat berasal dari akumulasi limbah organik yang
ada di dasar bak dan dari air sumber yang dipompa masuk ke dalam
tower.
 Konsentrasi oksigen terlarut yang dihasilkan bila dibandingkan dengan
air sumber hanya memiliki perbedaan sebanyak 0,1 – 0,5 mg/l (lihat
tabel DO pagi hari). Padahal tower sudah dilengkapi dengan sistem
degassing column yang dapat disimpulkan belum memberikan peranan
yang optimal.

Dari hasil kajian diatas, perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan pada
tower yang ada. Diantaranya adalah :
 Melakukan penjadwalan pembersihan kondisi bak tandon/reservoir
secara berkala.
 Melakukan pemasangan filterisasi UV untuk mereduksi keberadaan
bakteri dari air sumber dan bak tower sebelum masuk ke dalam media
pemeliharaan.
 Melakukan pembersihan terhadap berbagai bahan filter mekanik yang
ada agar penggunaannnya dapat lebih optimal.
 Melakukan tindakan sterilisasi terhadap air yang masuk sebelum
dialirkan ke unit produksi, hal ini dapat dilakukan dengan penambahan
bahan sterilisasi seperi Virkon for aquatic atau bahan desinfektan
lainnya.
2. Unit Produksi Algae

Mikroalga yang dikultur pada unit


produksi pakan alami BBL batam
adalah Nannochloropsis sp, yang
bertujuan untuk mengkultur rotifer,
sebagai pakan awal dan alami bagi
larva. Selain sebagai pakan bagi rotifer,
penambahan Nannochloropsis juga
berfungsi sebagai medium penyanggah
untuk pemerataan intensitas cahaya
dan kekeruhan air.
Oleh karena mikroalga Nannochloropsis
ini diberikan secara langsung ke media
pemeliharaan larva, maka untuk analisa
sepanjang tahun 2010 ini, titik sampling yang diambil adalah bak kultur
algae yang pada saat tersebut diberikan ke media pemeliharaan larva.
Frekuensi pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam seminggu, dan
data yang diperoleh sangat berguna untuk memperkirakan jumlah beban
cemaran bahan organik yang masuk kedalam media pemeliharaan larva
setiap harinya.
Kondisi bak kultur algae skala massal berada pada ruang terbuka dan
ini sangat berpengaruh kepada fluktuasi suhu dan konsentrasi oksigen
terlarut pada media kultur algae. Berikut garif fluktuasi suhu dan oksigen
terlarut di media kultur algae.

Grafik Fluktuasi DO di Unit Kultur Algae Grafik Fluktuasi Suhu di Unit Kultur Algae
tahun 2010 Tahun 2010

10 35
Suhu (derjat celcius)

9 30
8
25
7
DO (mg/l)

6 20 Suhu Pagi
DO pagi
5 15 Suhu Sore
DO sore
4
3 10
2 5
1
0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Ke- Bulan Ke-

Selain kedua parameter diatas, fluktuasi juuga terjadi pada unsur NH3,
NO2, NO3 dan PO4, hal ini dapat dimaklumi karena untuk pertumbuhan
algae membutuhkan pupuk yang berbahan dasar NPK dan berbagai
makro mineral lainnya. Namun ynag menjadi perhatian adalah bila air
dengan konsentrasi unsur organik yang tinggi ini masuk ke media
pemeliharaan larva, hal ini dapat menjadi trigger tersendiri bagi terjadinya
penyakit dikarenakan faktor lingkungan yang buruk. Perlu dikaji lagi
beberapa tekhnik pemanenan, seperti dilakukannya penyaringan terlebih
dahulu, dimana algae yang dimasukkan telah terpisah dari air kultur yang
notabene diketahui telah banyak mengandung unsur organik.
3. Unit Pemeliharaan Larva (hatchery)

Unit pemeliharaan larva di BBL Batam


terbagi dua, yakni unit pemeliharaan
intensif, yang dilengkapi dengan sarana
filterisasi air seperti filter mekanik dan
UV, serta input oksigen murni serta unit
pemeliharaan larva dengan sistem
konvensional. Namun mekanisme
pemeliharaan larva yang dilakukan
tetap dilakukan dalam satu kerangka
standar operasional kerja yang sama.
Untuk mengetahui seberapa jauh faktor
lingkungan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pemeliharaan
larva, maka disepanjang tahun 2010 juga telah dilakukan analisa kualitas
air pemeliharaan di unit produksi larva hatchery BBL Batam dengan
parameter harian yang dianalisa antara lain: pH, salinitas, temperatur dan
oksigen terlarut. Dan parameter ini ditambah lagi dengan analisa rutin
mingguan untuk parameter kualitas air seperti : NH3, NO2, NO3, PO4, Total
Bakteri Umum (TBU) dan Total Bakteri Vibrio (TBV). Secara umum dapat
digambarkan bahwa fluktuasi parameter organik, oksigen terlarut, dan
suhu cukup bervariatif, dan ini juga dipengaruhi oleh iklim dan input
beberapa bahan pengendali selama masa pemeliharaan.
Untuk parameter NH3, kisaran konsentrasi yang dimiliki adalah 0,08-1,11
mg/l. NO3 : 0,1 – 2,4 mg/l dan NO2 : 0 – 0,1 mg/l. Sementara untuk suhu
dan konsentrasi oksigen terlarut dapat dilihat pada grafik berikut :
(Berdasarkan Tabel. Data analisa keragaan kualitas air)

Grafik DO di media pemeliharaan larva Grafik Perbandingan Suhu di Hatchery


Tahun 2010 Tahun 2010

9 35
Suhu (derjat celcius)

8 30
7 25
6 DO pagi
DO (mg/l)

5 hari/minimal 20 Suhu Pagi hari


4 DO sore 15 Suhu Sore hari
3 hari/maksimal 10
2
1 5
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 3 5 7 9 11
Bulan Ke- Bulan Ke-
Berdasarkan data tersebut diatas, jelas bahwa unsur Nitrogen dan
derivatnya (NH3, NO3, NO2) dan PO4 masih menjadi kendala tersendiri
bagi keberlangsungan pemeliharaan larva. Sumber unsur Nitrogen dan
Posfat ini dapat berasal dari :
 Sisa pemberian pakan yang tidak dikonsumsi
 Feces ikan
 Akumulasi kematian zooplankton dan phytoplankton selama masa
pemeliharaan.
 Input air yang masuk

Untuk parameter Nitrogen, selain memiliki peranan yang sangat penting


dalam siklus nutrien yang terdapat dalam perairan, kandungan nitrogen
yang sangat jenuh juga akan membahayakan ikan,khususnya larva.
karena dapat menyebabkan gas bubble disease atau emboli yang terjadi
akibat adanya tekanan total gas. Dalam beberapa hal, gelembung gas
juga mengandung nitrogen. Ini disebabkan oleh permeabilitas jaringan
badan lebih tinggi bagi molekul yang lebih kecil daripada molekul yang
lebih besar, seperti molekul oksigen. Tekanan total gas dalam air dengan
mudah ditingkatkan melalui peningkatan temperatur perairan terhadap
badan air (air terjun). Derajat kejenuhan nitrogen 105% dapat
menyebabkan gas bubble disease bagi larva ikan (Boon et al.,1987).
Mengingat ukuran molekulnya yang lebih besar, oksigen dapat
menyebabkan gangguan pada ikan hanya apabila derajat kejenuhannya
sangat tinggi (di atas 350%).

Untuk itu beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah


dengan melakukan aplikasi probiotik, untuk menguraikan unsur Nitrogen
didalam air, menjaga suhu, melengkapi sistem filterisasi baik mekanik,
kimiawi, biologi serta filter UV untuk mereduksi keberadaan bakteri dan
dengan mempertahankan nilai oksigen terlarut pada konsentrasi yang
optimal melalui pemasangan instalasi pasokan oksigen murni kedalam
media pemeliharaan larva.

4. Unit Pendederan (Nursery)

Fungsi kolam pendederan adalah


untuk mendederkan atau
membesarkan larva ikan untuk
menjadi bibit ikan yang siap
dibesarkan hingga ukuran konsumsi.
Untuk unit produksi benih, BBL Batam
memiliki 3 unit bangunan untuk
kegiatan pendederan tersebut, dan
secara umum dilakukan di dalam
ruangan (Indoor). Untuk mendukung
kegiatan produksi khususnya pada
fase pendederan, maka telah
dilakukan berbagai analisa dan kajian
tentang kondisi kualitas air pada unit produksi pendederan ini.
Konsentrasi NH3 selama masa pemeiharaan tahun 2010 adalah 0 – 0,25
mg/l sementara NO2 dan NO3 tidak terdeteksi oleh alat. Untuk fluktuasi
suhu dan oksigen terlarut dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik DO di Nursery Tahun 2010 Grafik Suhu di Nursery Tahun 2010

10 33
32

Suhu (derjat celcius)


8
Konsentrasi DO

31

6 30
DO pagi hari Suhu Pagi
29
4 DO Sore hari Suhu Sore
28

2 27
26
0 25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Ke- Bulan Ke-

Kisaran NH3 yang memiliki konsentrasi hingga 0,25 mg/l sudah termasuk
sangat mengkhawatirkan bagi fase pemeliharaan benih, mengingat proses
pergantian air yang cukup tinggi dan juga dilakukannya pembersihan bak
dari kotoran dan sisa pakan setiap pagi dan sore hari. Untuk
mengantisipasi hal ini, tindakan yang telah dilakukan diantaranya adalah
dengan menerapkan penggunaan filter biologi, dimana beberapa bakteri
pengurai seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter dikembangkan dalam bio
ball yang ada dalam filter biologi. Namun hal ini masih belum berdampak
begitu baik, karena berdasarkan data justru konsentrasi NH3 di Nursery
meningkat di Bulan Desember tahun 2010.

Untuk mengantisipasi hal ini perlu perlu diterapkan manajemen pemberian


pakan dan pengelolaan air yang lebih efektif. Dan sistem resirkulasi layak
sudah layak dikembangkan mengingat adanya degradasi kualitas
lingkungan perairan secara bertahap.

5. Unit Pengelolaan Induk (Broodstock)


Unit pengelolaan induk di BBL
Batam secara umum dibagi dua
yakni : pengelolaan induk di
dalam bak (atas) dan
pengelolaan induk di Keramba
(bawah). Dan untuk analisa
kualitas lingkungan perairan di
sepanjang tahun 2010 ini
difokuskan di bak pengelolaan
induk di dalam bak (atas), karena
proses pemijahan dengan cara
manipulasi lingkungan sebahagian besar dilakukan di dalam bak.
Secara umum konsentrasi kualitas lingkungan peraiarn cukup optimal,
debit air yang masuk cukup baik, konsentrasi oksigen terlarut jukup untuk
mendukung perkembangan induk ikan di BBL Batam. Namun
dikarenakan posisi bak yang bukan berada di dalam ruangan, konsentrasi
suhu dan oksigen terlarut masih terpengaruh oleh kondisi iklim yang ada.
Berikut fluktuasi suhu dan oksigen terlarut di bak pengelolaan induk
sepanjang tahun 2010.

Grafik DO di unit Broodstock tahun Grafik Perbandingan Suhu di Unit


2010 Broodstock Tahun 2010

9 34
8 33

Suhu (derjat celcius)


7 32
6 31
DO (mg/l)

5 DO pagi 30 Suhu Pagi


4 DO sore 29 Suhu Sore
3 28
2 27
1 26
0 25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Ke- Bulan Ke-

Dari grafik terlihat bahwa, terdapat kecenderungan penurunan suhu pada


musim angin utara, yakni pada bulan Oktober hingga Desember 2010.
tingkat curah hujan yang tinggi juga mempengaruhi fluktuasi suhu yang
ada sehingga mengganggu kenyamanan bagi induk untuk melakukan
proses pemijahan. Berbagai tindakan telah dilakukan dimulai dari
pengatapan hingga penggunaan heater, namun kontinuitasnya tidak
terjaga. Untuk tahun produksi berikutnya telah dipikirkan untuk
memanfaatkan tenaga surya bagi pengelolaan air masuk di bak
pengelolaan induk, sehingga diharapkan suhu air tetap terjaga dan stabil
pada kisaran suhu yang diinginkan masing-masing jenis induk untuk
melakukan proses pemijahan.
6. Unit Pembesaran di Keramba Jaring Apung

Proses analisa di unit pembesaran di


Keramba Jaring Apung BBL Batam
telah dilakukan secara rutin, satu kali
analisa dalam seminggu untuk
keseluruhan parameter yang bisa diuji
di Laboratorium Penguji Kesehatan
Ikan dan Lingkungan BBL Batam. Dan
untuk lebih meyakinkan lagi, juga
telah dikirimkan sampel ke
Laboratorium Kualitas Air ITB untuk
analisa parameter-parameter yang
belum dapat diuji di BBL Batam

Untuk hasil uji di Laboratorium BBL Batam, berdasarkan data pada tabel
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah akumulasi bahan
organik di perairan KJA BBL Batam. Akumulasi bahan organik ini dapat
berasal dari hasil metabolisme organisme maupun hasil penguraian
bahan baku yang mengandung unsur organi di perairan. Sampai batas
tertentu, secara alami sebenarnya perairan mampu untuk menanggulangi
pengaruh kontaminan tersebut tetapi bila daya dukungnya telah terlewati
akan mengakibatkan perairan menjadi tercemar. Selain itu, akan
dihasilkan gas racun yang mengakibatkan kehidupan ikan menjadi
terganggu bahkan dapat mengakibatkan kematian secara masal.
Proses pemberian pakan di KJA selain menggunakan pelet juga
dilakukan dengan pemberian ikan rucah (Trash fish) pada ikan yang
dibudidayakan. Pemberian trash fish ini bila tidak dilakukan dengan bijak
akan sangat mengganggu kestabilan lingkungan. Mengingat unsur
Nitrogen banyak terkandung pada ikan rucah yang diberikan sebagai
pakan.

Pakan yang baik untuk pembesaran ikan dalam keramba jaring apung
adalah bentuk pelet yang tidak mudah hancur, tidak cepat tenggelam
serta mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan ikan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pakan yaitu kandungan gizi
pakan, sifat fisik, warna, dan aromanya. Berdasarkan hasil penelitian,
kadar protein > 40 % cukup baik untuk pembesaran berbagai ikan laut
komoditas penting seperti : Kerapu dan Kakap putih.

Sifat fisik pakan antara lain yaitu permukaan pelet halus dan licin serta
bagian yang hancur (debu) dalam kemasan kurang dari 5%. Warna pelet
tidak keputih-putihan (berjamur) dan tidak berbau tengik atau apak yang
menandakan pelet telah disimpan lama atau dibuat dari bahan yang
kurang baik kualitasnya. Pakan harus disimpan dalam tempat yang
kering, tertutup dan lamanya penyimpanan tidak lebih dari 6 minggu.

Jumlah pakan yang diberikan harus dapat dikonsumsi ikan secara utuh
(keseluruhan) karena dapat mengurangi pencemaran perairan dan
kepastian ikan memperoleh pakan sesuai dengan kebutuhannya pada
setiap satu kali pemberian. Pemberian pakan harus memperhatikan agar
pakan tidak lolos ke luar keramba, diberikan sedikit demi sedikit merata di
permukaan air dengan luasan yang cukup. Selain itu, apabila suhu air
relatif rendah, oksigen rendah, kesehatan terganggu atau ikan mengalami
stres maka nafsu makan atau konsumsi pakan akan menurun.

Dan untuk hasil analisa di Laboratorium Kualitas Air ITB-Bandung,


Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa penjelasan yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :

Untuk parameter Padatan tersuspensi sangat berkorelasi positif dengan


nilai kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka nilai
kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut
tidak selalu disertai dengan tingginya kekeruhan. Dari data diatas
diperoleh bahwa nilai kekeruhan, padatan tersuspensi dan padatan
terlarut ke tiganya sudah melebihbi baku mutu untuk biota laut yang
diettapkan oleh KepMen LH No. 51 Thn 2004, dimana batas ambang
untuk kekeruhan adalah < 5 NTU.

Nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem


osmoregulasi, terganggunya sistem pernafasan dan daya lihat orgainisme
akuatik, serta menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai
kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi
efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Untuk parameter BOD, pada perairan alami, biasanya yang berperan


sebagai sumber bahan organik adalah pembusukan tanaman. Perairan
alami memiliki nilai BOD antara 0,5 – 7,0 mg/liter (Jeffries dan Mills,
1996). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap
telah mengalami pencemaran. Berdasarkan hasil analisa nilai BOD yang
diperoleh adalah 18,5 mg/liter. Hal ini berarti bahwa perairan kita telah
mengalami pencemaran

Ortoposfat merupakan bentuk Posfat yang dapat dimanfaatkan secara


langsung oleh tumbuhan akuatik. Sedangkan poliposfat harus mengalami
hidrolisis membentuk ortoposfat terlebih dahulu. Berdasarkan kadar
Ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Perairan oligotrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,003 –
0,01 mg/l
2. Perairan mesotrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,011 –
0,03 mg/l
3. Perairan eutrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,031 – 0,1
mg/l . (Vollenweider dalam Wetzel, 1975).

Berdasarkan hasil analisa bahwa perairan BBL Batam memiliki kadar


Ortofosfat 0,032 mg/l, yang berarti bahwa perairan kita termasuk ke
dalam perairan eutrofik, yang berarti tingkat kesuburannya dapat
menstimulir ledakan algae di perairan (algae bloom). Alga yang melimpah
ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat
menghambat penetrasi cahaya matahari dan oksigen sehingga kurang
menguntungkan bagi ekosistem perairan.

Untuk parameter logam berat, Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya,


maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat
diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium
(Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co)
(Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan
toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang
mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut :

Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+.

Sedangkan menurut Kementerian Negara Kependudukan dan


Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat
dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang
terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik
sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik
rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.

Berdasarkan hasil analisa, untuk parameter logam berat secara


keseluruhan masih berada di Bawah Baku Mutu Lingkungan. Hanya saja
perlu diwaspadai parameter yang tidak diatur dalam Baku Mutu
Lingkungan seperti Alumina dan Stanum. Dimana dengan nilai
konsentrasi 0,175 mg/l dan 0,05 mg/l secara investigasi ilmiah sudah
cukup ampuh dalam membunuh ikan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Kondisi kualitas lingkungan perairan BBL Batam sepanjang tahun 2010,


secara umum masih memiliki fluktuatif yang cukup tinggi, khususnya
untuk parameter suhu, oksigen terlarut, NO3, NH3, dan PO4.
2. Filter mekanik nyang diterapkan seperti penggunaan sand filter cukup
efektif dalam mereduksi kotoran nsebelum masuk ke dalam media
pemeliharaan
3. Filter biologi yang ada masih perlu dikaji lagi dan diperbaiki agar lebih
efektif dalam mereduksi unsur-unsur Nitrogen dan derivat-derivatnya
4. Perairan KJA BBL Batam sudah dapat digolongkan kepada perairan
Eutrofik (sangat subur) berdasarkan konsentrasi Ortoposfat 0,032 mg/l.
5. Untuk logam berat secara umum masih berada dibawah baku mutu
lingkungan yang ditetapkan oleh Men Lingkungan hidup melalui KepMen
LH No. 51/2004 kualitas air untuk biota laut.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan upaya untuk menstabilkan suhu terutama di bak


pengelolaan induk
2. Perlu diaplikasikannya filter UV mengingat tingkat perairan yang subur
dan tingginya jumlah bakteri yang ada di perairan BBL Batam.
3. Perlu dilakukannya re-used filter biologi agar lebih efektif dalam
mereduksi unusr-unsur organik.
4. Perlu dilakukannya perluasan ruang lingkup analisa khususnya di
Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan BBL Batam agar
dapat menghasilkan data yang lebih komprehensif.
5. Perlu dilakukan berbagai kerjasama teknik baik dalam dan luar negeri,
khususnya dalam bidang pengelolaan kualitas lingkungan perairan
budidaya di BBL Batam.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Limbah. http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah.


Anonim.Pencemaran.http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTA
N/info_5_1_0604/isi_5.htm
Anonim, 2008, Laporan Bulanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai
Budidaya Laut Batam, Kepulauan Riau.
Anonim. 2008. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).http://www.lenn-
biz.com/?q=ipal
Anonim. 2002. Membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah.
http://www.korantempo.com/news/
Bapedal 1995. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri
Penyamakan Kulit.. Jakarta.
Bishalf, W. 1993. Abwasser Technik. B. G. Teuber, Stuttgart. Koesoebiono.
1984. Industri Tapioka Penanganan Limbah Cair dan Padat. Makalah
pada Lokakarya Pemanfaatan Limbah Industri Tapioka, Bogor, 19-20
Juli 1984.
Effendi, hafni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Percetakan Kanisius, Yogyakarta.
Effendi, Irzal, 2004, Pengantar Akuakultur, Penebar Swadaya, Jakarta.
Gaudy, A.Fand Gaudy, E. T, Microbiology for Environmental Scientist and
Engineers, Mc. Graw Hill,1980.
Hutagalung, Michael. 2007. Teknologi Pengolahan Sampah.
http://www.majarikanayakan.com/2007/12/teknologi-pengolahan-
sampah
Loehr, R.C. 1974. Agricultural Waste Management. Academic Press, New
York
Mara. D.D. 1974, Bacteriology for Saoitry Engineering, Churchilll Livingsyong
Inggris
Metcalf and Eddy. 1991. Waste Water Engineering. P ed. McGraw-Mll, Inc.
New York
Mudrack, K dan Kunst, S. 1991. Biologie der Abwosserreinigung Gustau
Fisher. Stuttgart.
Murbandono, L. 2001. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Depok.
N.J.Horar, 1980, Biological Waste water Treatment System, John Wiley &
Sons.
Novriadi, R, 2009, Optimalisasi Kualitas Air Melalui Sistem Filterisasi
Cartridge Anion Kation dan Lampu UV Terintegrasi, Balai Budidaya Laut
Batam, Kepulauan Riau.
Nathanson, J. A. 1997. Basic Environmental Technology 2nd ed. Prentica
Hall, Ohio.
Rydin,S. 1996. Research Needs for the European Lether Industry. European
Workshop on Environmental Technology. Copenhagen, 13-15
November 1996.
Subagyo, Ir, MSc. 2008. Biological Unit Process. Materi Kuliah Pengolahan
Air Limbah Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta.
Sudrajat Y, dan Gunawan B, 2002, Sistem Bakteriofiltrasi Sebagai Sarana
Pasokan Air Pada Penampungan Ikan Hidup, Buletin Teknik Pertanian,
Volume VII, Jakarta
Webster, T.S, ad Devinny, J.S. 1996. Biofiltrasi of Odors, Toxic and Volatile
Organic Compounds from Publicity Owned Treatment Works, Env.
Progress, Vol. 15, No. 3, P. 141-147.
Wenas, R.I.F, Sunaryo, dan Styasmi, S. 2002. Comperative Study on
Characteristics of Tannery, "Kerupuk Kulit", "Tahu-Tempe" and Tapioca
Waste Water and the Altemative of Treatment. Environmental
Technology. Ad. Manag. Seminar, Bandung, January 9-10, 2003 p. Pos
5-1 - pos 5-8.
Wisaksono, W. 1978 - Kegiatan-Kegiatan industri minyak bumi di lepas pantai
dan laut dalam hubungannya dengan soal-soal biologi. Kertas kerja
pada Seminar Biologi II, Ciawi, 18–20 Februari 1970:20 pp.

You might also like