Professional Documents
Culture Documents
DAN
Disusun Oleh:
Nama :NURYATI
NIM : 817280483
Program Studi : 089/PGSD-S1
Pokjar : Purwakarta
Masa Registrasi : 2010.1
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ BANDUNG
TAHUN 2010
LEMBAR PENGESAHAN
i
BIODATA MAHASISWA
UPBJJ : Bandung
Masa Registrasi : 2010.1
Pokjar : Purwakarta
Nama Mahasiswa : Nuryati
NIM : 817280483
Program Studi : PGSD-S1
Tempat Mengajar : SD Negeri Palinggihan
Teman Sejawat : Ida Nurjanah
Supervisor/Pembimbing : Dra. Puji Rahayu, M.Pd.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kudrot
dan irodatNya penulis dapat menyelesaikan laporan perbaikan pembelajaran ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP)
dengan judul “Penggunaan Teknik Probing dalam Kelompok Kecil untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa Kelas VI B SD Negeri Palinggihan
Purwakarta dan Penggunaan Metode Diskusi untuk Meningkatkan Pemahaman
Membaca Siswa Kelas VI B Negeri Palinggihan pada Pembelajaran Bahasa
Indonesia” yang merupakan salah satu syarat dalam mata kuliah Pemantapan
Kemampuan Profesional (PDGK 4501) pada Universitas Terbuka UPBJJ
Bandung. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada
baginda yang agung Rasulullah SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
kepada seluruh umatnya sampai akhir zaman.
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Palinggihan Plered
Purwakarta. Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) ini telah
diupayakan disusun dengan seoptimal mungkin, meskipun tidak menutup
kemungkinan terdapat kekurangan di dalamnya.
Laporan ini dapat disusun berkat kerjasama semua pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu Dra. Puji Rahayu, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing.
2. Bapak Kosih Rohmansyah, S.Pd. sebagai Kepala Sekolah SD Negeri
Palinggihan.
3. Ibu Ida Nurjanah sebagai teman sejawat.
4. Bapak Drs. Adrian Lamato, suami tercinta yang telah memberikan
dorongan, serta memberikan semangat yang tulus selama penyusunan
laporan ini.
5. Aditya, Tyan, Nisrina, anak-anakku yang kurang mendapat perhatian dan
kasih sayang selama penyusunan laporan ini.
iii
6. Guru-guru dan murid Kelas VI B SD Negeri Palinggihan yang membantu
dalam pembuatan laporan ini.
Semoga Laporan PKP ini dapat memberikan manfaat yang berharga bagi
pengembangan ilmu pendidikan, khususnya di lingkungan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD). Hanya kepada Allah SWT jualah kita semua berpasrah
diri, semoga langkah kita senantiasa dalam bimbingan dan mendapat ridho
dariNya.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
perbaikan laporan ini.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Mata Pelajaran Matematika
Aliran “konstruktidristik” menyatakan kekuatan matematika antara lain
terdiri dari kemampuan untuk: 1. mengkaji, menduga dan memberi alasan secara
logis, 2. menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, 3. mengkomunikasikan tentang
dan melalui matematika, 4. mengaitkan ide-ide dalam matematika dan ide-ide
antara matematika dan kegiatan intelektual lain, 5. mengembangkan percaya diri,
watak dan karakter untuk mencari, mengevaluasi dan mengembangkan informasi
kuantitatif dan spesial dalam menyelesaikan masalah dalam membuat keputusan.
Hal-hal yang dapat menumbuhkan kesadaran tentang kekuatan matematika adalah
ketekunan, keuletan, kekerasan hati, minat (interest), keingintahuan (eoriosity),
dan daya temu atau daya cipta (inventiress).
Mengingat pentingnya matematika bagi pengetahuan dan teknologi maka
matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh para siswa, hal ini dapat diwujudkan
manakala peletakan landasan dasar (Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar)
berdasarkan pada metode dan cara pendekatan yang dilakukan sehingga sasaran
yang diharapkan dapat tercapai.
Pada kenyataannya meskipun guru dengan segenap kemampuan, dengan
menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang dilakukan akan tetapi
kenyataanya hasil akhir dari pembelajaran kurang memuaskan.
Salah satu pembelajaran yang menjadi kendala di kelas VI B SD Negeri
Palinggihan adalah pada mata pelajaran matematika “kompetensi dasar
memecahkan masalah perbandingan dan skala.”
Pembelajaran ini dilaksanakan semester kedua tahun ajaran 2009/2010
pada tanggal 23 Februari 2010. Hasil ulangan dari kompetensi tersebut kurang
memuaska. Dari 33 siswa hanya 17 orang yang memenuhi standar kelulusan atau
51,51%. Kriteria ketuntasan klasikal ditetapkan 75% dari seluruh siswa,
permasalahan lainnya adalah dari proses pembelajaran itu sendiri yang belum
maksimal, guru kurang memberikan motivasi dan arahan, sehingga siswa tidak
ada keberanian untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru, hanya sebagian
siswa yang berani mengembangkan pendapatnya. Untuk mengatasi kesulitan-
2
kesulitan tersebut penulis mengambil alternatif berupa pengajaran dengan teknik
probing dalam kelompok kecil.
Atas dasar uraian yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka
pembelajaran dalam teknik probing dalam kelompok hasil kecil, dapat dijadikan
salah satu alternatif model pembelajaran matematika di kelas VI SD Negeri
Palinggihan Purwakarta. Sebagai usaha untuk meningkatkan permasalahan siswa
tentang memecahkan masalah perbandingan dan skala.
Pembelajaran dengan teknik probing yakni suatu teknik pembelajaran
dengan membimbing siswa agar mampu membangun pengetahuannya sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami
suatu konsep, melatih siswa untuk refleksikan persepsinya, argumen dan
komunikasi ke pihak lain, sehingga guru dapat memahami sekaligus
membimbing, mengintervensi, ide baru berupa konsep atau prinsip.
Lebih lanjut penulis tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas
dengan judul “Penggunaan Teknik Probing dalam Kelompok Kecil untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa Kelas VI B SD Negeri Palinggihan
Purwakarta”.
2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
mengandung beberapa sifat sistematika, mana suka, ujar manusia, dan
komunikatif. Setiap bahasa mengandung dua sistem yakni sistem bunyi dan
sistem makna. Pembelajaran akan berlangsung efektif dan efisien apabila
didukung dengan kemahiran guru mengatur strategi pembelajaran.
Membaca merupakan kegiatan memahami bahasa tulis, proses membaca
sangat rumit dan kompleks karena melibatkan beberapa aktivitas fisik dan mental.
Proses membaca terdiri dari beberapa aspek: a. aspek sensori yaitu kemampuan
untuk memahami simbol tertulis, b. aspek perseptual yaitu kemampuan untuk
menginterpretasi apa yang dilihat sebagai simbol, c. aspek skemata yaitu
kemampuan untuk menghubungkan informasi tertulis dengan struktur
pengetahuan yang telah ada, d. aspek berpikir yaitu kemampuan membuat
3
inferensi, evaluasi, dan materi yang dipelajari, e. aspek afektif yaitu yang
berkenaan dengan minat pembaca yang terpengaruh terhadap kegiatan membaca.
Interaksi antara kelima aspek tersebut secara harmonis akan menghasilkan
pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya komunikasi yang baik antara
penulis dan pembaca. Membaca mempunyai peran yang sangat penting untuk
menambah pengetahuan seseorang. Oleh sebab itu, agar peningkatan pemahaman
dalam diri siswa itu terjadi, guru perlu menciptakan kondisi yang memungkinkan
interaksi beberapa pihak dapat terjadi, guru harus membuat perencanaan
pembelajaran yang matang.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya standar kompetensi
memahami teks dengan membaca intensif dan membaca teks drama dengan
kompetensi dasar mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, jalan
cerita, dan amat) pada teks drama anak mengalami kendala. Masalah yang
dihadapi melihat dari hasil ulangan yang dilaksanakan pada semester kedua tahun
2009/2010 pada tanggal 9 Maret 2010. Hasil ulangan kompetensi dasar tersebut
masih belum memuaskan, dari 33 siswa hanya 17 orang yang memenuhi standar
kelulusan klasikal atau 51,51%. Faktor lain karena pelatihan siswa masih belum
terpusat pada pembelajaran, guru kurang memberikan motivasi yang
menyebabkan siswa tidak ada minat untuk belajar Bahasa Indonesia.
Berdasarkan pada permasalahan di atas tentu harus ada upaya agar
pencapaian hasil belajar dapat meningkat, salah satu upaya yang dilakukan penulis
untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan menggunakan metode diskusi dalam
pembelajaran. Sebab metode ini dapat melibatkan seluruh siswa, siswa dapat
berbagi pengetahuan, pandangan, dan keterampilan, kegiatan siswa lebih aktif
terutama dalam bentuk melalui komunikasi verbal.
Untuk itu penulis mengadakan penelitian dengan judul “Meningkatkan
Pemahaman Membaca Siswa Kelas VI B SD Negeri Palinggihan pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia”.
4
B. Rumusan Masalah
1. Mata Pelajaran Matematika
Berdasarkan latar belakang masalah maka indetifikasi masalah yang telah
diuraikan sebelumnya dan dari hasil analisis masalah maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: apakah pembelajaran matematika dengan
menggunakan teknik probing dalam kelompok kecil dapat meningkatkan nilai
matematika siswa?
Untuk lebih terfokusnya penelitian ini maka batasan penelitiannya adalah
sebagai berikut:
a. Apakah dengan menggunakan teknik probing dalam kelompok kecil pada
pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman matematika
siswa?
b. Apakah ada kendala penerapan teknik probing dalam kelompok kecil pada
pembelajaran matematika?
2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Hasil penelitian Bahasa Indonesia berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
apakah dengan menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dapat meningkatkan nilai siswa?
Untuk lebih terarahnya penelitian ini batasannya adalah sebagai berikut:
a. Apakah dengan metode diskusi pemahaman membaca siswa akan
meningkat?
b. Apakah ada kendala penerapan metode diskusi pada pembelajaran Bahasa
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mata Pelajaran Matematika
Tujuan penelitian dengan menggunakan teknik probing dalam kelompok
kecil pada pelajaran matematika matematika adalah:
a. Untuk mengetahui pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika
dengan teknik probing.
5
b. Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam KBM dengan menggunakan
teknik probing dalam kelompok kecil pada pembelajaran matematika.
2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Tujuan penerapan metode diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah:
a. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia dengan metode diskusi.
b. Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam KBM dengan metode diskusi.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika di SD
1. Belajar Matematika dan Tujuan Pembelajaran
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat pundamental dalam jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau
tidaknya pencapaian pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami
siswa baik di lingkungan sekolah atau di lingkungan masyarakat. Reber
(dalam Muhibbin, 2001: 91) membatasi belajar dengan dua macam definisi
yaitu :
7
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dam
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
c. Matematika untuk jenjang Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1) Bilangan
2) Pengukuran dan Geometri
3) Pengelolaan Data
2. Metode Mengajar Matematika di SD
Menurut Lisnawati (dalam Setiawan, 2003:11) menyatakan bahwa:
Apabila kita ingin mengajarkan sesuatu pada peserta didik dan
berhasil, pertama-tama yang harus diperhatikan adalah metode atau
cara pendekatan yang yang dilakukan, sehingga sasaran yang
diharapkan dapat tercapai atau terlaksana dengan baik, karena metode
atau cara pendekatan yang dalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
8
Pemilihan metode yang benar, efektif dan efisien itu tergantung dari
strategi belajar mengajar yang telah dipilih. Guru yang profesional dan kreatif
akan memilih metode mengajar yang lebih tepat setelah menentukan topik
pembahasan materi dan tujuan pelajaran serta jenis kegiatan belajar siswa
yang dibutuhkan. Walaupun pada prinsipnya, tidak satu pun metode mengajar
yang dipandang sempurna dan tepat dengan semua pokok bahasan yang ada
dalam setiap pembelajaran, karena setiap metode mengajar memiliki
keunggulan dan kelemahan yang berbeda, jadi tugas guru di sini adalah
bagaimana menyeimbangkan atau memodifikasi setiap metode tersebut agar
bisa mengurangi setiap kelemahannya.
3. Teknik Probing
Pengertian teknik probing menurut bahasa adalah penyelidikan atau
pemeriksaan. Probing berupa pertanyaan yang sifatnya menggali untuk
mendapatkan jawaban lebih dari siswa yang akan mendorong siswa untuk
lebih mendalami jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya.
Pandangan lain mengembangkan probing adalah teknik dalam
pembelajaran dengan mengajukan satu seri pertanyaan untuk membimbing
siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya menjadi
pengetahuan baru.
Teknik probing dalam pembelajaran adalah cara guru kepada siswa
melalui serangkaian pertanyaan yang bertujuan untuk mengiringi siswa
sampai pada pemahaman yang dimaksud untuk meningkatkan jawaban
sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Setiawan dan
Lina, 2006 :14 ).
Menurut Erman ( 2004) probing adalah pembelajaran dengan cara
guru memberikan serangkaian pertanyaan kepada siswa yang sifatnya
membimbing dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan
pengetahuan setiap siswa dan pengalamanya dengan pengetahuan yang
disajikan guru. Selanjutnya siswa mengkonstruksinya menjadi pengetahuan
baru, jadi konsep baru tidak diberitahu.
9
Tehnik probing merupakan bagian dari metode tanya jawab dimana proses
tanya jawab secara acak menjadi dominan sehingga setiap siswa mau tidak
mau berpartisipasi aktif. Dalam tanya jawab inin memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung antara penanya dan yang menjawab. Dalam hal ini guru
berperan sebagai penanya dan siswa yang menjawab apabila ada sesuatu yang
kurang jelas bagi siswa.
4. Pembelajaran dengan Teknik Probing
Pembelajaran dengan Teknik probing menurut Dahar (dalam
Windayana, 2002 : 16 ) adalah “suatu teknik pembelajaran dengan
membimbing siswa agar mampu membangun pengetahuannya sendiri.”
Pembelajaran dengan teknik probing merupakan bagian dari pembelajaran
berbasis masalah, situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran.
Pembelajaran ini menuntut aktifitas mental siswa dalam memahami suatu
konsep, siswa dilatih untuk menrefleksikan persepsinya, mengemukakan dan
mengomunikasikan ke pihak lain sehingga memahami proses berpikir siswa,
dan guru bisa membimbing dan mengitervensikan ide baru berupa konsep atau
prinsip.
Dalam pembelajaran denga teknik probing kemungkinan suasana
tegang akan tejadi terutama bagi siswa yang tidak siap belajar, namun
demikian bisa dibiasakan dan untuk mengurangi ketegangan itu guru
menyajikan pertanyaan tersebut dengan disertai senda gurau.
Dalam pembelajaran denga teknik probing sama halnya dengan
metode inquiri dimana langkah pertamanya adalah menghadapkan siswa pada
situasi baru yang mengundang teka-teki, kemudian menyelidiki respon siswa
dan dilanjutkan dengan penyelidikan penalarannya. Selama tahap yang
dihadapi siswa, guru senantiasa membimbing untuk dapat
mengkomunikasikan perkembangan pengetahuannya.
More dan Parkel (dalam Sujarwo 2000 : 19 ) menyatakan bahwa :
Ketika siswa menghadapi situasi yang baru, siswa akan menghadapi
pertentangan dengan latar belakang pengetahuannya, sehingga muncul
tanggapanm berfikir siswa terhadap apa yang dihadapinya berdasarkan
pengetahuan yang telah ada. Latar belakang pengetahuan siswa ikut
10
menentukan respon siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang
diahadapinya dan ketika respon itu kurang tepat maka tehnik probing
mulai diperlukan.
11
c. Kegiatan akhir ; membuat suatu rangkuman sebagai kesimpulan dari
proses kegiatan pembelajaran dan memberikan PR untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah selesai melakukan
kegiatan inti.
5. Kelompok Kecil
Pembelajaran kelompok kecil merupakan model yang didasari
sistematis mengelompokkan siswa agar tercipta pembelajaran yang efektif
serta dapat menghasilkan keterampilan sosial siswa bermuatan akademis.
Dalam pembelajaran kelompok kecil siswa dibagi dalam beberapa
kelompok yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah atau suatu
tugas dalam mencapai tujuan bersama (Tim MKPBM dalam siswa, 2006:17).
Pembelajaran kelompok kecil menurut Erman (2004) yaitu belajar
secara bersama dalam sutau kelompok tertentu untuk memecahkan suatu
persoalan kegiatan menemukan. Pembelajaran kelompok kecil sesuai dengan
fitrah siswa yaitu manusia sebagai mahluk sosial, yang penuh ketergantungan
dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama. Dengan
memanfaatkan kenyataan itu belajar kelompok diterapkan dalam matematika.
Dengan belajar kelompok, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling
membantu dan berbagi tanggung jawab, siswa belajar dan berlatih interaksi
dengan temannya, berbagi pengalaman dan pengetahuannya.
Guru memainkan peranan yang menentukan dalam menerapkan modal
pembelajaran kelompok kecil yang efektif. Materi dan pelajarannya harus
disusun sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat bekerja untuk
memberikan sumbangan pemikiran atau pengetahuannya pada kelompoknya.
Pembelajaran kelompok kecil memungkinkan terjadinya probing.
Dalam pembelajaran kelompok kecil akan terjadi diskusi baik antar siswa itu
sendiri maupun siswa denga guru. Seperti yang dikemukakan oleh Suhena
(dalam Lina, 2006:21) bahwa dalam pembelajaran kelompok kecil gagasan
awal siswa lebih mudah dimunculkan. Partisipasi siswa selama pembelajaran
lebih terlihat, reaksi siswa cukup baik terhadap kegiatan diskusi, karena
12
masing-masing siswa terlibat diskusi baik dalam lingkup kelompok maupun
kelas.
13
keterampilan pemahaman bertujuan untuk mengubah wujud tulisan menjadi
wujud makna atau menskontruksi dan menangkap makna informasi dari lambang-
lambang berbahasa tulis.
Tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yang dibacanya. Dengan
demikian pemahan merupakan faktor yang amat penting dalam membaca.
Pemahaman terhadap bacaan dipandang suatu proses yang terus menerus, dan
berkelanjutan. Membaca pemahaman sebagai sebuah proses mempercayai bahwa
upaya memahami bacaan sudah terjadi ketika kita belum membaca buku apapun.
Begitu besar peran membaca untuk menambah pengetahuan seseorang.
Begitu besar pola peran orang lari dalam penyempurnaan pemahaman seseorang
terhadap apa yang dibacanya.
2. Metode Mengajar Bahasa Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi bermakna, rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus dalam proses
pembelajaran guru harus memiliki strategi agar siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan baik. Dalam menyajikan nilai pembelajaran guru tidak
terpaku hanya pada satu tehnik saja.
Beberapa ciri metode yang baik adalah: mengandung rasa keingintahuan
siswa, menantang murid untuk belajar mengaktifkan mental, fisik dan psikis
siswa, memudahkan guru mengembangkan kreatif murid, mengembangkan
pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
Metode yang perlu dikuasai guru dalam mengatur strategi pembelajaran
berbahasa yaitu: diskusi, sosio drama atau bermain peran, tanya jawab, penugasan
latihan, bercerita, pemecahan masalah, karya wisata. Bahwa tidak ada satu pun
metode yang paling tepat dalam pembelajaran, akan tetapi baik tidaknya suatu
metode tergantung dari orang yang memberikan pembelajaran.
3. Metode Diskusi
Diskusi adalah unsur penting dalam belajar kelompok (Jarahimek dan
Parku, 1999:33). Dengan berdiskusi terdapat keanekaragaman pendapat dan sudut
pandang dari berbagai kelompok karena partisipasi siswa secara luas sangat
diperlukan.
14
Diskusi adalah suatu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan,
pandangan keterampilan. Tujuan diskusi adalah untuk mengekspresikan pendapat
atau pandangan yang berbeda dan untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan.
Jhendal dan Marjono (Depdiknas, 2004-16) mengatakan ada lima
kemampuan berpikir dan penalaran pada diri siswa yaitu:
a. Memahami dan menggunakan prinsip dasar logika dan menyampaikan
argumen.
b. Memahami dan menggunakan prinsip dasar menyampaikan argumen.
c. Menggunakan proses mental secara efektif berdasarkan kesamaan dan
perbedaan.
d. Memahami dan mengunakan prinsip dasar pengujian hipotesis dan
pemahaman saintipik.
Penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran memungkinkan adanya
keterlibatan siswa dalam proses interaksi yang lebih luas, antara lain
menggunakan tanya jawab sekitar masalah yang dibahas. Biasanya pertanyaan
dan jawaban dikemukakan sendiri oleh siswa sehingga hal ini mencerminkan
keaktifan siswa yang tinggi dalam belajar. Diskusi dilakukan bertolak dari
masalah.
4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Diskusi
Setiap metode memilki kelebihan dan kelemahan sendiri. Kelebihan dari
metode diskusi adalah semua siswa terlibat secara maksimal, interaksi, spontan di
antara sesama anggota saling membimbing dan membantu dalam usaha-usaha
kelompok. Terlihat pada tujuan, setiap anggota bersifat demokrasi untuk mencapai
konsensus pendapat melalui argumentasi.
Denis. S. Couran (1974:145-149) mengidentifikasi kelemahan- kelamahan
metode diskusi sebagai berikut: adanya anggota kelompok yang tidak patuh,
adanya anggota yang mempunyai dukungan cenderung curang/tidak jujur, sebagai
anggota tidak setuju dengan pembahasan cenderung mempertahankan pendapat
kelompok, ada anggota yang lebih tahu dari anggota yang lain, kadang-kadang
timbul konflik pribadi dengan kata-kata yang kurang bijaksana.
15
Langkah langkah penggunaan metode diskusi dalam membaca langkah
langkah yang dilakukan dalam pembelajaran membaca:
a. Mempersiapkan kondisi yang baik.
b. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
c. Memberikan penjelasan topik yang akan didiskusikan.
d. Melaksanakan diskusi.
e. Mempersentasikan hasil diskusi.
f. Menyimpulkan hasil diskusi.
16
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Subyek Penelitian
Subyek yang menjadi penelitian ini adalah siswa kelas VI B SD Negeri
Palinggihan yang berlokasi di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta.
Penelitian ini diambil dari proses pembelajaran Matematika (Eksakta) dan Bahasa
Indonesia (Non Eksakta), hal ini dilakukan karena peneliti mengajar tersebut.
Waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian tindakan dimulai
dari tanggal 2 Maret 2010 untuk Eksakta (Matematika) dan tanggal 15 Maret 2010
untuk Non Eksakta (Bahasa Indonesia), alasan peneliti untuk mengambil kedua
mata pelajaran tersebut karena melihat dari hasil proses pembelajaran keduanya
sangat minim, selain itu siswa kurang termotivasi bahkan kelihatan jenuh dan
males untuk belajar Matematika dan Bahasa Indonesia.
Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran tercantum pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1
Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
Matematika (Eksakta) dan Bahasa Indonesia (Non Eksakta)
Pelaksanaan
No Mata Pelajaran Hari/Tanggal Waktu
Tindakan
1. Matematika Siklus I Selasa, 2 Maret 2010 2 x 35 Menit
2. Matematika Siklus II Selasa, 9 Maret 2010 2 x 35 Menit
3. Bahasa Indonesia Siklus I Senin, 15 Maret 2010 2 x 35 Menit
4. Bahasa Indonesia Siklus II Sabtu, 20 Maret 2010 2 x 35 Menit
17
B. Deskripsi Persiklus
1. Mata Pelajaran Matematika
a. Tindakan Perbaikan Siklus I
1) Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus ini berdasarkan pada hasil
pembelajaran sebelumnya yang akan dicari solusinya. Melihat dari
hasil analisis dan masalah, peneliti berdiskusi dengan kepala
sekolah untuk menentukan waktu pelaksanaan penelitian,
menentukan guru yang akan membantu dalam penelitian
dilanjutkan dengan merancang dan menyusun rencana
pembelajaran, membuat rencana perbaikan pembelajaran dengan
menentukan langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada proses
pembelajaran, menyusun lembar observasi, menyusun instrumen
penilaian.
2) Pelaksanaan
Tindakan pembelajaran siklus ini dilaksanakan pada hari Selasa, 2
Maret 2010 dengan kompetensi dasar memecahkan masalah
perbandingan dan skala dengan indikator menjelaskan masalah
perbandingan dan skala. Metode yang digunakan adalah
pendekatan teknik probing dengan waktu 2 x 35 menit. Peneliti
bertindak sebagai guru, peneliti dibantu oleh seorang pengamat
yang mencatat kejadian-kejadian selama proses pembelajaran
dengan mengisi lembar observasi.
3) Observasi
Lembar observasi yang digunakan adalah observasi yang ditujukan
untuk melihat aktivitas siswa dan observasi untuk melihat aktivitas
guru selama proses pembelajaran. Hasil dari observasi siklus ini
digunakan untuk perbaikan-perbaikan tindakan siklus selanjutnya.
18
4) Refleksi
Setelah selesai proses pembelajaran, peneliti dan pengamat
mendiskusikan hasil temuan, kelebihan, kekurangan, dan kendala-
kendala yang dihadapi untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.
b. Tindakan Perbaikan siklus II
1) Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun
rencana perbaikan pembelajaran dengan menentukan langkah-
langkah yang akan ditempuh, menentukan metode dan teknik
pembelajaran yang akan digunakan, selain itu peneliti menyusun
instrumen obsevasi dan soal tes yang akan dikerjakan oleh siswa.
2) Pelaksanaan
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Maret 2010, dengan
kompetensi dasar memecahkan masalah perbandingan dan skala
indikator menjelaskan cara memecahkan masalah perbandingan
dan skala. Pada dasarnya perbaikan pada siklus ini hampir sama
dengan pelaksanaan siklus sebelumnya hanya berbedaan terletak
pada pembahasan materi pembelajaran.
Pada proses pembelajaran peneliti dibantu oleh seorang pengamat
yang memantau jalannya proses pembelajaran dengan mengisi
lembar observasi keaktifan anak dan peneliti.
3) Observasi
Lembar observasi digunakan untuk melihat keberhasilan dalam
proses pembelajaran, di mana hasil lembar observasi pada tahap ini
dapat membantu menentukan berhasil tidaknya peneliti dalam
perbaikan pembelajaran.
4) Refleksi
Setelah peneliti selesai melaksanakan perbaikan maka berdiskusi
dengan pengamat menganalisis penguasaan hasil belajar dari mulai
daya serap secara klasikal, hasil aktifitas siswa selama
19
pembelajaran berlangsung, sehingga peneliti mengetahui berhasil
atau tidaknya proses perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan.
2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a. Tindakan Perbaikan Siklus I
1) Perencanaan
Pada siklus ini perencanaan diambil setelah menganalisis proses
pembelajaran sebelumnya yang mempunyai kendala untuk
diperbaiki, pada tahap ini peneliti berdiskusi dengan kepala sekolah
dan guru-guru yang ada di lingkungan untuk mencapai
penyelesaian dari masalah yang dihadapi, peneliti menentukan
teman sejawat yang akan membantu dalam proses perbaikan
pembelajaran. Selanjutnya peneliti merancang dan menyusun
rencana perbaikan pembelajaran, dengan menentukan waktu
pelaksanaan, menentukan metode, menentukan bentuk tes
penilaian, juga membuat lembar obsevasi yang akan digunakan
oleh pengamat untuk memantau proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan
Tindakan pelaksanaan siklus I ini dilaksanakan pada hari Senin,15
Maret 2010, kompetensi dasar mengindentifikasi berbagai unsur
(tokoh, sifat, latar, tema, amanat, jalur cerita) dari teks drama anak.
indikator yang dicapai adalah menentukan tokoh, sifat, latar, dan
tema.
Pada pelaksanaan ini peneliti menggunakan metode diskusi siswa
dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan
materi pembelajaran dengan menyimak naskah drama yang
disediakan. Dalam perbaikan ini peneliti dibantu oleh seorang
pengamat yang mengamati proses pembelajaran dengan mengisi
lembar observasi yang sudah disediakan.
3) Observasi
Observasi dilakukan oleh pengamat dengan mengisi lembar
observasi yang telah tersedia, pengamat memantau jalanya proses
20
pembelajaran, baik keaktifan siswa maupun usaha-usaha yang
dilakukan peneliti. Hasil dari observasi ini menetukan langkah
yang akan ditempuh pada proses pembelajaran selanjutnya.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan setelah selesai pembelajaran, peneliti bersama
pengamat menganalisis hasil temuan-temuan, kelebihan, dan
kekurangan, untuk dijadikan bahan ancaman pada perbaikan
selanjutnya siklus II.
b. Tindakan Perbaikan Siklus II
1) Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada tahap ini, peneliti mengkaji dari
hasil pembelajaran pada siklus sebelumnya, membuat rencana
perbaikan pembelajaran dengan menentukan langkah-langkah yang
akan dilaksanakan, menentukan metode, mencari sumber belajar yang
berupa naskah drama, menentukan bentuk tes penilaian membuat
lembar obsevasi yang akan digunakan oleh pengamat.
2) Pelaksanaan
Tindakan pelaksanaan siklus II, pembelajaran dilaksanakan pada hari
Sabtu, 20 Maret 2010, dengan kompetensi dasar mengindentifikasi
berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, amanat, jalur cerita) dari teks
drama anak. Pada dasarnya pembelajaran pada siklus ini hampir sama
dengan pembelajaran sebelumnya hanya berbeda adalah pembahasan
naskah drama.
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini dipaparkan mengenai data hasil penelitian dan
pembahasannya dari temuan-temuan seluruh kegiatan penelitian yang telah
dilaksanakan.
1. Mata Pelajaran Matematika
a. Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus I
Pembelajaran pada siklus I berpedoman pada rencana pelaksanaan
perbaikan pembelajaran yang disusun peneliti. Kompetensi dasar yang diajarkan
adalah memecahkan masalah perbandingan dan skala. Pengajaran dilakukan oleh
peneliti yang disajikan dalam waktu dua jam pelajaran atau 2 x 35 menit. Metode
yang digunakan adalah metode tanya jawab dengan teknik probing dalam
kelompok kecil. Pada kegiatan awal dilakukan apersepsi untuk mengecek
pengetahuan awal siswa khususnya perbandingan yang telah dipelajarinya di kelas
V. Kegiatan inti diberikan pemahaman informasi atau pemahaman tentang cara
memecahkan masalah perbandingan dan skala yang dilakukan dengan
menggunakan teknik probing. Pada akhir kegiatan peneliti beserta siswa
menyimpulkan inti pembelajaran yang dilaksanakan pada hari itu menggunakan
teknik probing.
Pengamatan pada siklus I difokuskan pada pola probing dalam kegiatan
awal, inti dan akhir dan respon siswa terhadap probing, serta aktivitas guru dan
siswa dalam pembelajaran. Pada siklus I dalam kegiatan awal yaitu apersepsi
selalu mengundang jawaban serempak karena pertanyaan sifatnya mengingat
kembali, sehingga guru menunjuk kembali satu orang untuk mengulang jawaban.
Pada tahap ini pola probing tidak direncanakan karena tidak sampai pada
pembentukan pengetahuan baru siswa dan hanya mengulang materi.
Pertanyaan probing pada pembelajaran Siklus I memberikan respon
kurang baik, yaitu sebagian siswa hanya diam saja, sebagian siswa hanya diam
saja ketika diberi pertanyaan dan hanya sebagian kecil siswa yang memberikan
22
jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan hal ini disebabkan karena siswa
merasa takut untuk memberikan jawaban. Untuk persentase aktivitas siswa pada
siklus I juga masih relatif kecil atau menghasilkan respon kurang baik (45,45%)
seperti dilihat pada tabel.
Tabel 2
Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Matematika
Siklus I
23
30 S – 30 P +
31 S – 31 L +
32 S – 32 L ++
33 S – 33 P -
Kurang 45%
Cukup 42,42%
Baik 12,12%
24
24 S – 24 P 60
25 S – 25 P 60
26 S – 26 P 80
27 S – 27 L 50
28 S – 28 P 50
29 S – 29 L 50
30 S – 30 P 60
31 S – 31 L 60
32 S – 32 L 80
33 S – 33 P 50
Persentase Klasikal 63,63%
Rata-rata Kelas 59,84
25
b. Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus II
Pembelajaran siklus II masih berpedoman pada rencana pelaksanaan
perbaikan pembelajaran yang telah disusun peneliti. Kompetensi Dasar yang
diajarkan adalah memecahkan masalah perbandingan dan skala waktu dan metode
yang digunakan sama seperti pembelajaran pada siklus I hanya perubahan pada
materi pelajaran. Pada kegiatan awal siswa diberi soal untuk mengecek
pengetahuan siswa terhadap materi yang telah disampaikan pada pembelajaran
siklus sebelumnya.
Pada kegiatan inti diberi contoh soal kemudian dibahas bersama-sama
dengan teknik probing dalam kelompok kecil. Langkah selanjutnya, guru meminta
siswa ke depan kelas untuk menjelaskan cara mencari perbandingan yang sudah
ditentukan, guru membimbing siswa dalam pengerjaannya. Kemudian bersama-
sama membahas hasil yang dikerjakan oleh siswa tersebut. Kegiatan akhir ditutup
dengan menyimpulkan materi dan pemberian tes akhir.
Pengamatan aktivitas siswa pada pembelajaran siklus II mengalami
peningkatan yang baik di mana pada umumnya siswa melakukan aktivitas
memperhatikan pertanyaan/penjelasan juga berdiskusi dengan kelompoknya
masing-masing, selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Matematika
Siklus II
26
12 S – 12 P ++
13 S – 13 P +
14 S – 14 P -
15 S – 15 P ++
16 S – 16 P ++
17 S – 17 P +
18 S – 18 L +
19 S – 19 P -
20 S – 20 L ++
21 S – 21 L ++
22 S – 22 P ++
23 S – 23 L ++
24 S – 24 P ++
25 S – 25 P +
26 S – 26 P ++
27 S – 27 L +
28 S – 28 P ++
29 S – 29 L +
30 S – 30 P +
31 S – 31 L +
32 S – 32 L ++
33 S – 33 P -
Kurang 15,15%
Cukup 48,48%
Baik 36,36%
27
Tabel 6
Data Nilai Hasil Perbaikan Pembelajaran Matematika
Siklus II
28
Refleksi tindakan pembelajaran siklus II berdasarkan orientasi pada
tindakan pembelajaran siklus II, peneliti mengidentifikasi masalah yang dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7
Hasil Observasi Pembelajaran Matematika
Siklus II
29
17 S – 17 P 40 50 60
18 S – 18 L 40 50 60
19 S – 19 P 40 50 50
20 S – 20 L 60 70 70
21 S – 21 L 50 60 70
22 S – 22 P 60 70 75
23 S – 23 L 60 65 70
24 S – 24 P 60 60 70
25 S – 25 P 60 60 70
26 S – 26 P 70 80 90
27 S – 27 L 40 50 60
28 S – 28 P 40 50 60
29 S – 29 L 40 50 60
30 S – 30 P 60 60 70
31 S – 31 L 60 60 70
32 S – 32 L 70 80 90
33 S – 33 P 40 50 60
Persentase Klasikal 51,51% 63,63% 84,84%
Rata-rata Kelas 52,72 59,54 68,03
Grafik 1
Grafik Penguasaan Hasil Pembelajaran Matematika
100,00%
80,00%
60,00% Sebelum
40,00% Siklus I
20,00% Siklus II
0,00%
Persentase Klasikal
30
Tabel 9
Tingkat Keaktifan Pembelajaran Matematika
Aktifitas Siswa
No. Kode Siswa L/P Sebelum Keterangan
Siklus I Siklus II
1 S – 01 L - - + - = Kurang
2 S – 02 L - - - + = Cukup
3 S – 03 L - - - ++ = Baik
4 S – 04 L - - +
5 S – 05 L - - +
6 S – 06 L - - +
7 S – 07 P + + ++
8 S – 08 P + + +
9 S – 09 L ++ ++ -
10 S – 10 L + + +
11 S – 11 L + + +
12 S – 12 P - - ++
13 S – 13 P + + +
14 S – 14 P - - -
15 S – 15 P ++ ++ ++
16 S – 16 P - + ++
17 S – 17 P - - +
18 S – 18 L - - +
19 S – 19 P - - -
20 S – 20 L + + ++
21 S – 21 L + + ++
22 S – 22 P - + ++
23 S – 23 L + + ++
24 S – 24 P + + ++
25 S – 25 P + + +
26 S – 26 P ++ ++ ++
27 S – 27 L - - +
28 S – 28 P - - ++
29 S – 29 L - - +
30 S – 30 P + + +
31 S – 31 L + + +
32 S – 32 L ++ ++ ++
33 S – 33 P - - -
Kurang 51,51% 45,45% 15,15%
Cukup 36,36% 42,42% 48,48%
Baik 12,12% 12,12% 36,36%
31
Dari hasil observasi proses pembelajaran diperoleh gambaran aktifitas
siswa sebagai berikut: aktifitas yang diamati dalam pembelajaran teknik probing
dalam kelompok kecil berhasil dengan baik terbukti dengan adanya peningkatan
dari siklus I ke siklus II.
Berdasarkan data hasil observasi dan perolehan penguasaan akhir pada
setiap siklus disertai diskusi dengan pengamat, maka pembelajaran matermatika
dengan teknik probing dengan kelompok kecil mengalami kemajuan dan
penelitian dianggap berhasil.
2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a. Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus I
Pembelajaran pada siklus I berpedoman pada rencana pelaksanaan
perbaikan pembelajaran yang telah disusun oleh peneliti. Kompetensi Dasar yang
diajarkan mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, amanat dan
jalan cerita) dari teks drama anak. Indikator yang akan dicapai adalah siswa dapat
menentukan tokoh sifat latar dan tema. Pembelajaran dilaksanakan dalam waktu 2
x 35 menit atau 2 jam pelajaran. Metode yang digunakan adalah metode diskusi
dalam siklus ini siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, pada kegiatan awal
guru memberikan apersepsi untuk mengecek pengetahuan awal siswa khususnya
masalah drama. Pada kegiatan inti dijelaskan cara-cara melakukan diskusi yang
baik, setiap siswa mendapatkan naskah drama untuk disimak dan dijadikan bahan
diskusi. Pada akhir kegiatan guru dan siswa menyimpulkan inti pembelajaran dan
memberikan tes akhir pembelajaran.
Pengamatan pada siklus I difokuskan pada diskusi pada kegiatan awal, inti
dan akhir. Respon siswa pada pembelajaran membaca dengan metode diskusi
pada siklus I pada kegiatan apersepsi siswa-siswa antusias menjawab karena
hanya mengulas pelajaran yang sudah lalu.
Pada kegiatan inti, siswa melakukan diskusi, pada waktu pelaksanaan
diskusi masing-masing siswa mendapatkan teks drama untuk menemukan unsur-
unsur drama. Dalam pelaksanaannya masih ada siswa yang masih bermain dengan
teman kelompok, perhatiannya kurang terfokus pada kegiatan diskusi, dan siswa
masih belum berani mengeluarkan pendapatnya. Pada kegiatan akhir guru
32
memberikan tes tertulis untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dan
keaktifan dalam diskusi. Untuk presentase dalam diskusi dapat dilihat dalam tabel
10.
Tabel 10
Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus I
33
31 S – 31 L +
32 S – 32 L ++
33 S – 33 P -
Kurang 48,48%
Cukup 42,42%
Baik 9,09%
34
25 S – 25 P 60
26 S – 26 P 60
27 S – 27 L 60
28 S – 28 P 60
29 S – 29 L 70
30 S – 30 P 80
31 S – 31 L 60
32 S – 32 L 60
33 S – 33 P 40
Persentase Klasikal 69,69%
Rata-rata kelas 60,00
Berdasarkan pada tebel 11, siswa mendapat nilai yang kurang memuaskan.
Hal ini disebabkan karena siswa masih belum terfokus pada kegiatan
pembelajaran. Di samping itu adalah faktor dari guru, di mana guru kurang
memberi penjelasan, kurang memberi arahan dan bimbingan pada waktu
pelaksanaan diskusi.
Refleksi tindakan pembelajaran siklus I, berdasarkan orientasi pada proses
pembelajaran, peneliti mengidentifikasinya, hasil observasi dapat dilihat pada
tabel 12.
Tabel 12
Hasil Observasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus I
35
b. Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus II
Pembelajaran siklus II masih berpedoman pada perencanaan perbaikan
pembelajaran yang disusun peneliti. Kompetensi Dasar yang diajarkan adalah
mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, amanat dan jalan cerita).
Waktu yang digunakan sama seperti pada pembelajaran siklus I, hanya perubahan
pada materi pembelajaran.
Pada awal pembelajaran guru mengadakan apersepsi untuk mengetahui
pengetahuan siswa terhadap materi yang telah disampaikan pada siklus
sebelumnya. Pada kegiatan inti siswa melakukan diskusi. Dan pada kegiatan akhir
guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran dan pengerjaan tes tertulis.
Pembelajaran siklus II difokuskan pada kegiatan diskusi. Kegiatan awal
pemberian apersepsi untuk mengukur pengetahuan siswa, pada kegiatan inti guru
memberikan naskah drama, masing-masing siswa mendapat naskah drama untuk
disimak selanjutnya didiskusikan dengan kelompoknya pada waktu pelaksanaan
diskusi guru berkeliling untuk memantau kegiatan diskusi serta memberikan
motivasi dan arahan kepada semua kelompok.
Respon siswa terhadap kegiatan diskusi pada pembelajaran Bahasa
Indonesia ternyata sangat antusias, siswa berani beradu argumen dengan
kelompoknya. Kegiatan akhir guru memberikan tes tertulis untuk mengetahui
keberhasilan proses belajar mengajar pada siklus ini. Hasil keaktifan siswa dapat
dilihat pada tabel 13.
Tabel 13
Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus II
36
9 S – 09 L +
10 S – 10 L +
11 S – 11 L -
12 S – 12 P +
13 S – 13 P +
14 S – 14 P ++
15 S – 15 P -
16 S – 16 P -
17 S – 17 P -
18 S – 18 L ++
19 S – 19 P ++
20 S – 20 L +
21 S – 21 L ++
22 S – 22 P -
23 S – 23 L +
24 S – 24 P -
25 S – 25 P +
26 S – 26 P -
27 S – 27 L +
28 S – 28 P +
29 S – 29 L +
30 S – 30 P -
31 S – 31 L +
32 S – 32 L ++
33 S – 33 P +
Kurang 24,24%
Cukup 54,54%
Baik 21,21%
37
Tabel 14
Data Nilai Hasil Perbaikan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus II
38
Refleksi tindakan pembelajaran siklus II berdasarkan orientasi pada
tindakan pembelajaran siklus II, dan hasil diskusi dengan pengamat, peneliti
mengidentifikasi masalah dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15
Hasil Observasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus II
39
16 S – 16 P 60 70 70
17 S – 17 P 60 70 70
18 S – 18 L 70 50 80
19 S – 19 P 60 70 70
20 S – 20 L 70 60 80
21 S – 21 L 40 50 70
22 S – 22 P 40 50 60
23 S – 23 L 50 50 60
24 S – 24 P 60 60 70
25 S – 25 P 60 60 70
26 S – 26 P 60 60 60
27 S – 27 L 60 60 70
28 S – 28 P 60 60 70
29 S – 29 L 70 70 70
30 S – 30 P 80 80 50
31 S – 31 L 70 60 90
32 S – 32 L 60 60 100
33 S – 33 P 40 40 50
Persentase Klasikal 51,51% 69,69% 81,81%
Rata-rata Kelas 55,75 60,00 66,96
Grafik 2
Grafik Penguasaan Hasil Pembelajaran Bahasa Indonesia
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00% Sebelum
40,00% Siklus I
30,00%
Siklus II
20,00%
10,00%
0,00%
Persentase Klasikal
40
mengalami kenaikan sekitar 12,12% sedangkan rata-rata kelas mengalami
kenaikan 6,09.
Tabel 17
Tingkat Keaktifan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Aktifitas Siswa
No. Kode Siswa L/P Sebelum Keterangan
Siklus I Siklus II
1 S – 01 L - - + - = Kurang
2 S – 02 L - - + + = Cukup
3 S – 03 L - - + ++ = Baik
4 S – 04 L ++ ++ ++
5 S – 05 L ++ ++ ++
6 S – 06 L + + +
7 S – 07 P + + +
8 S – 08 P - - +
9 S – 09 L + + +
10 S – 10 L + - +
11 S – 11 L - - -
12 S – 12 P - + +
13 S – 13 P - - +
14 S – 14 P - + ++
15 S – 15 P - - -
16 S – 16 P + + -
17 S – 17 P - - -
18 S – 18 L + + ++
19 S – 19 P + + ++
20 S – 20 L - - +
21 S – 21 L + + ++
22 S – 22 P - - -
23 S – 23 L + + +
24 S – 24 P - - -
25 S – 25 P + + +
26 S – 26 P - - -
27 S – 27 L + + +
28 S – 28 P - - +
29 S – 29 L + + +
30 S – 30 P - - -
31 S – 31 L + + +
32 S – 32 L ++ ++ ++
33 S – 33 P - - +
Kurang 51,51% 48,48% 24,24%
Cukup 39,39% 42,42% 54,54%
Baik 9,09% 9,09% 21,21%
41
Dari hasil observasi proses pembelajaran, tingkat penguasaan hasil
pembelajaran Bahasa Indonesia dan refleksi serta diskusi dengan teman sejawat,
maka pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode diskusi
mengalami kemajuan dapat membantu pemahaman siswa terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia.
42
memberi pengaruh dalam meningkatkan pemahaman Matematika siswa
dan guru, dapat meningkatkan pembelajarannya. Namun demikian dari
hasil pengamatan dan penganalisisan penggunaan teknik probing memiliki
kelemahan dan keunggulan.
Kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Sulit merencanakan waktu yang tepat untuk setiap jenis kegiatan,
kadang-kadang ada jawaban yang tidak sesuai dengan yang diinginkan
oleh guru, sehingga guru mencari alternatif pertanyaan lain, serta
memberi bimbingan agar siswa dapat membangun pengetahuan baru.
b. Sulit merencanakan serangkaian pertanyaan untuk diajukan satu-satu
sampai selesai. Karena apabila pertanyaan dijawab dengan salah, maka
pertanyaan lain tidak tersampaikan.
c. Sulit menghindari jawaban serempak.
Keunggulannya adalah sebagai berikut:
a. Siswa diberi kepercayaan untuk membangun sendiri pengetahuannya
dan diarahkan untuk belajar mandiri.
b. Perhatian siswa dalam pembelajaran yang sedang dipelajarinya lebih
terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban, sehingga mereka
harus siap jika tiba-tiba ditanya oleh guru.
2. Pembahasan Hasil Pembelajaran Bahasa Indonesia
Hasil analisis yang dilakukan, penggunaan metode diskusi untuk
meningkatkan pemahaman Bahasa Indonesia sesuai yang diharapkan.
Tingkat penguasaan dan keberhasilan siswa cukup meningkat, meskipun
pada pembelajaran siklus I belum mencapai ketuntasan yang ditetapkan
disebabkan pada siklus ini siswa belum memahami benar cara-cara
berdiskusi sehingga masih ada beberapa siswa yang belum aktif dan masih
lemahnya siswa untuk memahami bacaan.
Hasil pembelajaran secara klasikal menjadi acuan dalam keberhasilan
dalam pembelajaran. Pada siklus I hasil evaluasi belum mencapai kriteria
ketuntasan, akan tetapi pada pembelajaran siklus II telah tercapai dengan
memperoleh nilai 81,81% di atas kriteria ketuntasan klasikal yang
43
ditetapkan, yaitu 75% dari seluruh siswa. Kegiatan siswa dalam berdiskusi
menunjukan keaktifan, dimana siswa dapat berkolaborasi dengan teman
kelompoknya. Menyampaikan ide-ide yang dimiliki dan belajar menerima
pendapat orang lain sehingga akan timbul sifat saling menghargai.
Kendala yang terjadi adalah penggunaan waktu melebihi jadwal yang
ditentukan. Pada umumnya pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menggunakan metode diskusi dapat meningkat.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pembelajaran Matematika
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, maka dapat disimpulkan:
a. Jika dengan menggunakan teknik probing dalam kelompok kecil
dalam pembelajaran Matematika, maka terjadi peningkatan
pemahaman belajar siswa.
b. Dengan menggunakan teknik probing dalam pembelajaran Matematika
ketersediaan waktu tidak memadai.
2. Pembelajaran Bahasa Indonesia
a. Jika dengan menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dapat meningkatkan pemahaman terhadap pembelajaran
pada tujuan yang ingin dicapai.
b. Dengan menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia, ketersediaan waktu tidak memadai.
B. Saran
1. Pembelajaran Matematika
Setelah mengkaji masalah dan kesimpulan, maka penulis mengajukan
saran-saran sebagai berikut:
a. Untuk mencapai tujuan pembelajaran Matematika, maka hendaknya
menggunakan berbagai teknik, salah satunya teknik probing dalam
kelompok kecil.
b. Bagi guru bidang studi, dalam meningkatkan pemahaman dan
keterampilan siswa, guru dituntut untuk melakukan pendalaman
tentang teknik probing.
c. Untuk lebih efektitasnya waktu dalam pembelajaran dengan teknik
probing, disarankan kepada guru untuk lebih banyak menyediakan
waktu pada proses inti pembelajaran.
45
2. Pembelajaran Bahasa Indonesia
a. Untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia, maka
disarankan kepada guru untuk menggunakan berbagai macam teknik
pembelajaran, salah satunya dengan teknik diskusi.
b. Disarankan kepada guru yang menggunakan metode diskusi, untuk
selalu memberikan dorongan kepada siswa berperan aktif.
c. Untuk lebih efektifnya waktu diskusi, maka guru harus memfokuskan
siswa pada pokok persoalan yang sedang dibahas dalam diskusi.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
Wardani IGAK. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Universitas
Terbuka.
48
DAFTAR LAMPIRAN
A. Standar Kompetensi
Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah
B. Kompetensi Dasar
Memecahkan masalah perbandingan dan skala
C. Indikator
Menjelaskan cara memecahkan masalah yang berkaitan dengan perbandingan
VI. Evaluasi
1. Prosedur
Awal : ada
Proses : ada
Akhir : ada
2. Jenis : lisan, tertulis
3. Bentuk : uraian
4. Instrumen:
Soal-soal terlampir
Mengetahui, Purwakarta, 2 Maret 2010
Kepala Sekolah Mahasiswa
A. Standar Kompetensi
Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah
B. Kompetensi Dasar
Memecahkan masalah perbandingan dan skala
C. Indikator
Menjelaskan cara memcahkan masalah yang berkaitan dengan perbandingan.
VI. Evaluasi
1. Prosedur
Awal : ada
Akhir : ada
2. Jenis : lisan, tertulis
3. Bentuk : uraian
4. Instrumen:
Soal-soal terlampir
A. Standar Kompetensi
Memahami teks dengan membaca intensif dan membaca teks drama
B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, jalan, cerita dan
amanat) dari teks drama anak
C. Indikator
Menemukan unsur tokoh, sifat, latar dan tema dari teks drama anak
VI. Evaluasi
1. Prosedur
Awal : ada
Proses : ada
Akhir : ada
2. Jenis Tes : Tertulis
3. Bentuk : Isian
4. Alat Evaluasi : Soal-soal
A. Standar Kompetensi
Memahami teks dengan membaca intensif dan membaca teks drama
B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, jalan, cerita dan
amanat) dari teks drama anak
C. Indikator
Menemukan unsur tokoh, sifat, latar, tema, jalan cerita dan amanat dari
teks drama anak
VI. Evaluasi
1. Prosedur
Awal : ada
Proses : ada
Akhir : ada
2. Jenis Tes : Tertulis
3. Bentuk : Uraian
4. Alat Evaluasi : Soal-soal
Bacalah naskah drama anak yang tersedia lalu diskusikan dengan kelompok,
dan kerjakan perintah berikut!
1. Judul : .....................................................................................................
2. Latar : .....................................................................................................
3. Tokoh : .....................................................................................................
4. Tema : .....................................................................................................
1. Judul : Kebakaran
2. Latar : Diperkampungan, jam 3 pagi
3. Tokoh : Para penduduk, Ibu, Deni, Ayah, Pria
4. Tema : Peristiwa Kebakaran
Kriteria Penilaian
Nomor 1 skor 20
Nomor 2 20
Nomor 3 20
Nomor 4 20
Nomor 5 20
Bacalah naskah drama anak yang tersedia lalu diskusikan dengan kelompok,
dan kerjakan perintah berikut!
1. Tuliskan nama-nama tokoh dalam drama tersebut!
2. Jelaskan bagaimana sifat tokoh-tokohnya!
3. Tuliskan latar yang ada dalam naskah drama tersebut!
4. Jelaskan tema dan amanat dari tema tersebut!
5. Susunlah kalimat berikut sesuai urutan jalan cerita naskah drama tersebut!
a. Kedua pengawal mencari cermin di pasar.
b. Sang Ratu baru bangun dari tidur.
c. Kedua pengawal bertemu pemilik toko.
d. Pemuda pemilik kaca bertemu dengan Ratu.
e. Ratu sadar akan kesalahannya.
f. Ratu bercermin dan salah satu cerminnya pecah.
g. Ratu memerintahkan pengawal mencari cermin.
h. Kedua pengawal bertemu pemuda pemilik cermin.
i. Ratu bercermin dan mendapati bayangan wajahnya dipenuhi ulat.
j. Kedua pengawal memaksa si pemuda bertemu sang Ratu.
Kunci Jawaban Diskusi
Kriteria Penilaian
Nomor 1 skor 20
Nomor 2 20
Nomor 3 20
Nomor 4 20
Nomor 5 20
Kunci Jawaban
1. Ibu dan Deri
2. Rumah, malam hari, pagi hari.
3. Menjaga kebersihan
4. Kebersihan
5. c. Deri pulang sekolah
g. Ibu memarahi Deri karena meletakkan sepatu sembarangan
h. Deri masuk ke kamar tidur
f. Deri menjerit-jerit ketakutan
e. Ibu menghampiri Deri
j. Ibu kaget melihat sampah berserakan
i. Ibu memarahi Deri karena jorok
a. Deri merasa malu
b. Ibu menasehati Deri agar menjaga kebersihan.
d. Deri janji tidak akan membuang sampah sembarangan
Kriteria Penilaian
Nomor 1 skor 20
Nomor 2 20
Nomor 3 20
Nomor 4 20
Nomor 5 20
Tikus-Tikus Nakal
Naskah drama ini adalah hasil pengubahan dari cerpen “Tikus-Tikus Nakal”.