You are on page 1of 17

MAKALAH

IDENTITAS PROFESIONAL DAN


PENGEMBANGAN PROFESI
Diajukan sebagai pelengkap tugas semester II
Mata kuliah Profesi Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu :Dra. Sumarwiyah, M.Pd

Disusun oleh kelompok 9 kelas II E:


1. Iwan Tarwadi (2010-31-008)
2. Sri Wurdyaningsih (2010-31-036)
3. Anis Eka Ernawati (2010-31-046)
4. Eny Megawati (2010-31-050)
5. Aziz Avrianto (2010-31-244)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2011/2012
KATA PENGANTAR

Limpahan pujian senantiasa atas kehadirat Allah SWT, yang telah


mengaruniakan rahmat serta hidayatNya kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Identitas Profesional dan Pengembangan
Profesi” guna memenuhi tugas mata kuliah Profesi Bimbingan dan Konseling.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak kekeliruan ,
hal itu semata-mata karena penulis masih dalam proses pelatihan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca. Tidak lupa
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dra. Sumarwiyah, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Profesi
Bimbingan dan Konseling.
2. Teman-teman penulis yang sudah bersedia memberi dukungan atau motivasi
dalam bentuk apapun.

Kudus, 18 Maret 2011

Penulis
BAB I
PNDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Istilah ‘profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua
pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti
profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan
beberapa istilah yang berkaitan profesi.
Berkaitan dengan “profesi” ada beberapa istilah yang hendaknya tidak
dicampuradukkan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan
profesionalisasi.
“Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari
para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan
oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu
untuk melakukan pekerjaan itu.
”Profesional” menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang
suatu profesi. Jika orang tersebut benar-benar ahli, maka disebut seorang
“profesional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah profesional sering
dipertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran.
“Profesionalisme” menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan profesinya.
“Profesionalitas”, mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap
profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam
rangka melakukan pekerjaannya.
“Profesionalisasi” menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar
dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada
dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik
dilakukan melalui pendidikan/latihan pra-jabatan (pre-service training) maupun
pendidikan/latihan dalam jabatan (in-service training). Oleh sebab itu,
profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa
henti.
Setelah mengetahui istilah profesi pada kesempatan kali ini kami akan
membahas tentang identitas profesional dan pengembangan profesi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah
sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian tentang Identitas Profesional dan
Pengembangan Profesi,
Adapun perumusan masalah yang dapat diambil garis besarnya adalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian identitas profesional ?
2. Bagaimana pengembangan profesi Bimbingan dan
Konseling ?
3. Bagaimana Pengembangan Standarisasi Profesi Konseling

C. TUJUAN PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memiliki tujuan :
1. Memhami pengertian identitas profesional Bimbingan dan
Konseling.
2. Menerapkan pengembangan profesi Bimbingan dan
Konseling
3. Mengetahui cara pengembangan standarisasi profesi
Konseling
BAB II
ISI

A. Pengertian Identitas Profesional


Dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari bahasa inggris yaitu identity
yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri adalah
suatu yang menandai suatu benda atau orang. Jadi identity atau identitas atau jati
diri dapat memiliki dua arti :
1. Identitas atau jati diri yang menunjuk pada ciri-ciri yang melekat pada
diri seseorang atau sebuah benda.
2. Identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat
menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang.
Sedangkan profesional adalah menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang
yang menyandang suatu profesi. Jika orang tersebut benar-benar ahli, maka
disebut seorang “profesional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Jadi identitas profesional adalah seseorang yang memiliki ciri-ciri atau
tanda-tanda yang ahli dalam suatu bidang atau menyandang suatu profesi.
Identitas profesional berkaitan dengan organisasi kemasyarakatan yang
mewadahi seluruh spesifikasi yang ada didalam profesi yang dimaksud. Perekat
utama dari organisasi itu adalah sebutan profesi itu sendiri, yang didalamnya bisa
dikembangkan sejenis himpunan / ikatan / kumpulan yang berorientasi itu.
Pada saat ini profesi bimbingan dan konseling di Indonesia mewadahi diri
dalam organisasi profesi yang diberi nama Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN), yang sebelumnya bernama Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) yang berdiri sejak tahun 1975. Kepengurusan organisasi ini ada
di tingkat nasional, daerah (provinsi), dan cabang (kabupaten / kota). Secara
keilmuan, seni, dan profesi, perubahan nama membawa implikasi bagi upaya –
upaya pengokohan identitas profesi. Di dalam ABKIN ada sejumlah divisi yang
berupa himpunan atau ikatan tenaga profesi konseling dalam bidang tugas
tertentu.
Fungsi organisasi profesional
Fungsi organisasi profesional (dalam hal ini ABKIN) diarahkan
kepada upaya-upaya berikut:
a. Memantapkan landasan keilmuan dan teknologi dalam wilayah pelayanan
konseling
b. Menetapkan standard profesi konseling
c. Mengdakan kolaborasi dengan lembaga pendidikan konselor dalam
menyiapkan tenaga profesi konseling
d. Menyiapkan atau melaksanakan upaya kredensialisasi bagi tenaga proesi
konseling dan lembaga pengembangannya
e. Mensupervisi pelayanan konseling yang di lakukan oleh perorangan
maupun lembaga
f. Melakukan advokasi,baik terhadap anggota profesi maupun penerima
layanan profesi konseling
Tujuan ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ) adalah
• Turut aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya
di bidang pendidikan dengan jalan memberi jalan memberi sumbangan
pemikiran dan menunjang pelaksanaan pragam yang menjadi garis
kebijaksanaan pemerintah.
• Mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu
dan profesi dalam rangka ikut mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi.
• Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional personil
bimbingan dan konseling agar lebih terarah, berhasilguna dan berdayaguna
dalam menjalankan tugasnya.

Kode Etik Profesi


Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan atau
diperhatikan oleh tenaga profesi dalam menjalankan tugas profesi dan
dalam kehidupannya di dalam masyarakat. Norma – norma itu berisi apa
yang boleh dan diharapkan dilakukan apa serta apa yang tidak boleh
dilakukan oleh tenaga profesi. Pelanggaran terhadap norma-norma tersebut
akan mendapatkan sanksi.
Ditegakkannya kode etik profesi bertujuan untuk:
• Menjungjung tinggi martabat profesi
• Melindungi pelanggan dari perbuatan mal-praktik
• Meningkatkan mutu profesi
• Menjaga standar mutu dan status profesi
• Menegakkan ikatan antara tenega profesi dan profesi yang disandangnya

B. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling


Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu
dikembangkan, bahkan diperjuangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan
konseling antara lain melalui :
a) Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor
Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan Bimbingan
dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu
berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan
bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan
berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas
merupakan anggapan yang keliru. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI,
pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada
pemecahan masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan
yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan
dan kegiatan menuntut adanyaunjuk kerja profesional tertentu. Di Indonesia
memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang
standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah
dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi
Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi
pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang
pernah disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di Padang itu dapat
dilihat pada lampiran.
Walaupun rumusan butir-butir (sebanyak 225 butir) itu tampak sudah
terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji
apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan
lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi
pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan
mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu.

b) Standardisasi Penyiapan Konselor


Tujuan penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki
wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi
dan ketrampian yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja.
Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan,
program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran).
Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan,
waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik
yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program
pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.
1. Seleksi / Penerimaan Peserta didik.
Seleksi atau pemilihan calon peserta didik merupakan tahap awal dalam
proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan yang amat
penting dan menentukan dalam upaya pemerolehan calon konselor yang
diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik
pula? Komisi tugas, standar, dan kualifikasi konselor Amerika Serikat
(Dalam Mortensen & Schmuller, 1976).
2. Pendidikan Konselor
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan
konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik (calon) konselor dituntut
memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang memadai.
Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui
pendidikankhusus. Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling
yang didasarkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka
pengetahuan, sikap dan ketrampilan konselor yang (akan) ditugaskan pada
sekolah tertentu itu perlu disesuiakan dengan berbagai tuntutan dan
kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat pendidikan, dan tahap
perkembangan anak.

c) Akreditasi
Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi untuk menjamin mutu
lulusannya. Akreditasi meliputi penilaian tehadap misi, tujuan, struktur dan isi
program, penilaian keberhasilan mahasisiwa dan keberhasilan program, potensi
pengembangan lembaga unsur – unsur penunjang, dan hubungan masyarakat.
Akreditasi dikenakan terhadap lembaga pendidikan baik milik pemerintah
maupun swasta. Penyelenggara akreditasi ialah pemerintah dengan bantuan
organisasi profesi bimbingan dan konseling.
Akriditasi merupakan prosedur yang secara resmi diakui bagi suatu profesi
untuk mempengaruhi jenis dan mutu anggota profesi yang dimaksut (steinhouser
& Bradley, dalam Prayitno, (1987)
Tujuan pokok akreditasi adalah untuk mamantapkan kredibilitas profesi.
Tujuan ini lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut:
1) Untuk menilai bahwa program yang ada memenuhi standar yang
ditetapkan oleh profesi.
2) Untuk menegaskan misi dan tujuan program.
3) Untuk menarik calon konselor dan tenaga pengajar yang bermutu
tinggi.
4) Untuk membntu para para lulusan yang memenuhi tuntutan
kredensial seperti lisensi.
5) Untuk meningkatkan kemampuan progam dan pengakuan terhadap
progam tersebut.
6) Untuk meningkatkan progam dari penampilan dan penutupan.
7) Untuk membantu mahasiswa yang berpotensi dalam seleksi
memakai progam pendiodikan konselor.
8) Memungkinkan mahasiswa dan staf pengajar berperan serta dalam
evaluasi progam secara intensif.
9) Membantu para pemakai lulusan untuk mengetahui progam mana
yang telah standar.
10) Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pendidikan,
masyarakat profesi, dan masyarakat pada umumnya tentang
kemantapan pelayanan bimbingan dan konseling.
d) Sertifikasi dan Lisensi
Sertifikasi merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih memantapkan dan
menjamin profesionalisasi bimbingan dan konseling. Para lulusan pendidikan
konselor yang akan bekerja dilembaga lembaga pemerintah misalnya sekolah
diharuskan menempuh program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Sedangkan mereka yang hendak bekerja diluar lembaga atau badan pemerintah
diwajibkan memperoleh lisensi atau sertifikat kredensial dari organisasi profesi
bimbingan dan konseling.
e) Pengembangan Organisasi Profesi
Organisasi profesi adalah himpunan orang orang yang mempunyai profesi
yang sama. Sesuai dengan dasar pembentukan dan sifat organisasi itu sendiri,
yaitu profesi dan profesional, tujuan organisasi profesi dapat dirumuskan ke
dalam “Tri Darma Organisasi Profesi”, yaitu :
• Pengembangan ilmu
• Pengembangan pelayanan
• Penegak kode etik professional
Ketiga darma organisasi profesi itu saling bersangkutan, yang satu
menunjang yang lain. Organisasi profesi bimbingan dan konseling dikehendaki
dapat menjalankan ketiga dramanya itu sebagai mana diharapakan. Keikutsertaan
dalam program akreditasi lembaga pendidikan konselor, sertifikasi, dan
pemberian lisensi tidak lain adalah wujud dari pelaksanaan ketiga darma
itu.demikian juga perumusan untuk kerja dan pembinaan serta pengembangan
melalui pendidikan konselor tidak terlepas dari upaya pengembangan profesi yang
menjadi sisi organisasi profesi bimbingan dan konseling.

C. Pengembangan Standarisasi Profesi Konseling


1. Pertimbangan dan Arah Pengembangan Profesi
• Rasional
Permaslahan yang menimpa individu atau kelompok warga masyarakat
tidak boleh dibiarkan begitu saja, melainkan perlu diberi pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan mereka dalam menjalani dan meraih perikehidupan
dengan pengembangan potensial yang optimal dan membahagiaan.
Pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan konseling oleh tenaga ahli
yang telah secara resmi menyandang gelar profesi konselor. Tamatan
progam S1 Bimbingan dan Konseling (BK) belum dapat dikategorikan
sebagai konselor profesional. Oleh karena itu mahasiswa yang memenuhi
persyaratan dididik dalam progam pascasarjana yang dapat berupa:
1. Progam Pendidikan Konselor (PPK)
2. Progam Magister dan Doktor untuk memperkuat bidang
akademik, penelitian, dan pengembangan BK
• Pilar Profesi
Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan keahlian
dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pelanggan (klien,
pasien, dsb) berdasarkan norma – norma yang berlaku. Dengan orientasi
seperti ini, suatu profesi perlu mengembangkan dan menegakkan hal-hal
berikut:
1. Ilmu dan Teknologi
2. Visi dan Misi
3. Suatu Profesi perlu ada dukungan
4. Keseragaman
5. Implikasi profesi

• Pendidikan Berorientasi Profesi


1. Penyiapan tenaga BK yang memakai standar professional
2. Jurusan / progam study / konsentrasi sebagai ujung tombak
pendidikan di Perguruan Tinggi bertanggung jawab atas
pembinaan para calon pelaksana pekerjaan profesional dan
profesi, terutama pada tingkat prajabatan.
3. Akuntabilitas pendidikan tenaga profesional merupakan
pengendalian mutu lembaga berdasarkan standar profesi
2. Standar Profesi
• Visi dan Misi
• Ruang Lingkup Profesi
Ruang lingkup dan spesifikasi lapangan kerja konseling dapat digolongkan
ke dalam:
1. Konseling Sekolah
2. Konseling Karir
3. Konseling Perkawinan dan Keluarga
4. Konseling Kesehatan Mental
5. Konseling Rehabilitasi
• Kompetensi Profesi
Kompetensi profesi konseling meliputi kompetensi profesional dan
kompetensi akademik, sesuai dengan jenjang pendidikan prajabatan.
3. Progam Pendidikan Tenaga Profesi BK
• Misi
Pendidikan tenaga profesi BK mempunyai misi untuk:
1. Menyelanggarakan pendidikan tenaga profesi konseling
sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pengembangan profesi,
tuntutan masyarakat dan peraturan yang berlaku untuk
menghasilkan tenaga profesi yang menyandang visi, misi, dan
kompetensi, serta menegakkan pilar – pilar profesi dalam
melaksanakan dan mengembangkan pelayanan profesi
konseling ditengah masyarakat luas.
2. Bekerjasama dengan dan melaksanakan kebijakan
pemerintah, khususnya dalam pengembangan dan
penyelenggaraan pendidikan tenaga dan pelayanan profesi
konseling
3. Bekerjasama dengan instansi dan lembaga terkait, baik
formal maupum non formal, dalam penyelenggaraan pelayanan
profesi konseling
4. Bekerjasama dengan organisasi profesi konseling
( ABKIN) dalam pengembangan dan penyelenggaraan
pelayanan profesi konseling sesuai dengan syarat-syarat dan
cara-cara profesional
5. Menyelenggarakan Tri Darma Perguruan Tinggi,
khususnya dalam profesi konseling
• Paradigma
Profesi konseling merupakan keahlian pelayanan pengembangan pribadi
dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan
kebahagiaan pelanggan sesuai martabat, nilai, potensi, dan keunikan
individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan
acuan dasar ilmu pendidikan psikologis yang dikemas dalam kaji terapan
konseling yang diwarnai oleh budaya Indonesia
• Pola Pendidikan Tenaga Profesi BK
Pendidikan dasar bagi tenaga profesi BK adalah jenjang sarjana (S1) BK.
Pada jalur profesi para sarjana BK yang memenuhi persyaratan dapat
menempuh progam Pendidikan Profesi Konselor (PPK), untuk
mendapatkan gelar profesi konselor. Kelanjutan progam ini adalah
Pendidikan Spesialis (P.sp). Prgam PPK bertujuan untuk menghasilkan
tenaga profesi ahli yang menyandang gelar profesi konselor yang mampu
melaksanakan pelayanan profesi konseling bagi masyarakat luas.
4. Kredensialisasi Profesi
Dalam dunia profesi, kemampuan seorang tenaga profesi atau lembaga
yang bersangkut paut dengan profesi diuji dan kepadanya diberikan tanda
bukti bahwa yang bersangkutan benar-benar diyakini dan dapat diberi
kepercayaan untuk melaksanakan tugas dalam bidang profesi yang
dimaksudkan. Aturan kredensial yang dilakukan berdasarkan pihak pihak
yang berwenang antara lain:
• Lisensi
• Sertifikasi
• Akreditasi

5. Kode Etik Profesi


Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan atau
diperhatikan oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan tugas profesi
dan dalam masyarakat. Norma – norma itu berisi apa yang boleh dan
diharapkan dilakukan serta apa yang tidak boleh dilakukan oleh tenaga
profesi. Pelanggaran terhadap norma – norma tersebut akan mendapatkan
sanksi.
Tujuan kode etik diantaranya :
• Menjunjung tinggi martabat profesi
• Melindungi pelanggan dari perbuatan malpraktik
• Meningkatkan mutu profesi
• Menjaga standar mutu dan status profesi
6. Upaya Pengembangan
• Pengembangan Progam Pendidikan Sarjana (S1) BK
• Pengembangan Progam pendidikan Pascasarjana BK
1. Pengembangan Progam PKK
2. Pengeembangan Progam Pendidikan Magister (S2) dan
Doktor (S3) Bk
• Pengembangan Progam Pendidikan dalam Jabatan
• Pengembangan Kredensialisasi Profesi
• Pengembangan Legalitas dan Organisasi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Identitas profesional adalah seseorang yang memiliki ciri-ciri atau tanda-
tanda yang ahli dalam suatu bidang atau menyandang suatu profesi.
Identitas profesional berkaitan dengan organisasi kemasyarakatan yang
mewadahi seluruh spesifikasi yang ada didalam profesi yang dimaksud. Perekat
utama dari organisasi itu adalah sebutan profesi itu sendiri, yang didalamnya bisa
dikembangkan sejenis himpunan / ikatan / kumpulan yang berorientasi itu.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui:
1. Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor
2. Standardisasi Penyiapan Konselor
3. Akreditasi
4. Sertifikasi dan Lisensi
5. Pengembangan Organisasi Profesi
Pengembangan Standarisasi Profesi Konseling dapat melalui beberapa
thap sebagai berikut :
1. Pertimbangan dan Arah Pengembangan Profesi
2. Standar Profesi
3. Progam Pendidikan Tenaga Profesi BK
4. Kredensialisasi Profesi
5. Kode Etik Profesi
6. Upaya Pengembangan

DAFTAR PUSTAKA
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/forum

http://sholahuddin.edublogs.org/2010/04/21/bimbingan-konseling-sebagai-
profesi/

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah. 2002. Peran
Bimbingan Konseling Dalam Rangka Mewujudkan Pendidikan
Kecakapan Hidup di Sekolah. Jawa Tengah : Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Jawa Tengah
Prayitno dan Amti Erman. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta
: Rineka Cipta

You might also like