You are on page 1of 26

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FALAK DI INDONESIA:

UPAYA PENELUSURAN1

Abstrak
Menarik untuk mencoba membahas sejarah perkembangan ilmu Falak di
Indonesia. Perkembangan awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem
penanggalan hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan
Agung. Menguraikan transmisi keilmuan Falak sampai ke Nusantara.
Menggambarkan bentuk pengembangan dan interaksinya dengan perkembangan
ilmu pengetahuan terutama astronomi. Serta momentum bagi kajian-kajian ilmu
Falak seperti penentuan awal waktu salat, arah kiblat, awal bulan Kamariah, dan
gerhana untuk reaktualisasi. Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu
bersifat linier antara perkembangan sains dengan realita yang terjadi pada masa
itu. Dengan asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode hisab Hakiki
Tahqiqi akan berkembang dengan pesat menggantikan teori lama yang telah gugur
secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi mulai ditinggalkan orang. Tapi
kenyataannya tidak seperti demikian. Metode hisab Hakiki Taqribi tetap memiliki
pengikut fanatiknya bahkan sampai dengan sekarang ini, misalnya kasus metode
c   

Kata Kunci: Sejarah, Ilmu Falak, ibadah

A.Y Pendahuluan
Dalam makalah ini mungkin belum dapat dirumuskan secara sistematis
tentang sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Hal ini karena dari buku-
buku ilmu Falak yang telah ditulis oleh berbagai kalangan ahli dan praktisi ilmu
Falak sampai sekarang belum banyak yang mengulasnya secara memadai. Namun
akan berusaha diungkapkan poin-poin penting dalam perkembangan ilmu Falak di
Indonesia.
Untuk mengungkapkan sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia
perlu penelitian tentang bagaimana transmisi keilmuan Falak sampai ke
Nusantara. Literatur awal yang diajarkan dan bagaimana perkembangannya. Hal
ini untuk memetakan jaringan ulama Falak Nusantara.
Sebagai sebuah sains yang dikembangkan oleh umat Islam tentulah ilmu
Falak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Akan dibahas juga bagaimana ahli Falak²yang sebagiannya adalah dari kalangan

YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY YYYYYYYYYYYYYYYY
1
Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, http:
//jayusmanfalak.blogspot.com dan email: jay_falak@yahoo.co.id
ulama di pondok-pondok pesantren dalam mengikapi persoalan tersebut. Dalam
pengembangan kajian ilmu Falak ini terdapat momentum-momentum yang
menjadi tahapan penting bagi perkembangannya. Di antara momentum-
momentum itu yang penulis anggap signifikan untuk diungkap antara lain:

1.Y Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad


Dahlan,
2.Y KH Turaichan Adjhuri yang berbeda dalam penetapan awal bulan
Kamariah dengan pemerintah dan menyerukan untuk menyaksikan
peristiwa gerhana matahari di kala pemerintah melarang hal tersebut,
3.Y Kisah ³kecelakaan´ ilmu Falak secara akademik dengan
dikeluarkannya mata kuliah ilmu Falak dari Kurikulum PTAI tahun
1995,
4.Y Yang paling belakangan adalah peristiwa yang terjadi di tahun 2008
dan 2009 lalu; Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia
(RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang
melenceng.
5.Y Dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh
yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya.

Di bagian akhir, penulis memberikan beberapa catatan tentang perkembangan


ilmu Falak Indonesia.

B.Y Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia


Pembahasan tentang ilmu Falak terkait dengan persoalan ibadah. Ini
karena bahasan utama dalam kajian ilmu Falak adalah penentuan awal waktu
salat, arah kiblat, awal bulan Kamariah, dan gerhana. Sebagai bagian dari
kegiatan ibadah, ilmu Falak tentu saja masuk ke Indonesia beriringan dengan
masuknya agama Islam ke Indonesia. Berbicara tentang sejarah perkembangan
awal ilmu Falak di Indonesia secara keilmuan masih belum diungkap secara
memadai.
Pembicaraan tentang sejarah awal perkembangan ilmu Falak di Indonesia
di dalam buku-buku ilmu Falak hampir sama saja. Rata-rata mereka menyatakan
bahwa perkembangan awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem
penanggalan hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan
Agung. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit
untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram
menggunakan sistem kalender kamariah atau lunar
2
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa).
Penanggalan Islam; penanggalan hijriah ini diasumsikam secara umum
digunakan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara sejak zaman meeka
berdaulat penuh. Penanggalan ini digunakan sebagai penanggalan resmi kerajaan-
kerajaan tersebut. Namun setelah datangnya penjajahan Belanda di Nusantara
pada abad ke-16, Belanda mengganti penanggalan tersebut dengan penanggalan
masehi. Penaggalan masehi inilah yang digunakan untuk administrasi
pemerintahan dan penanggalan resmi (BHR, 1981: 22).

C.Y Kajian Keilmuan Ilmu Falak Nusantara


Tahapan perkembangan ilmu Falak di Nusantara dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1.Y Pengaruh Ulugh Beik (w. 1449 M) dengan tabel Zeij Sulthaninya
Sejarah tentang perkembangan ilmu Falak sebagai sebuah keilmuan yang
mandiri di Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Dalam perhitungan awal
bulan Kamariah misalnya, sebelum abad ke-20, di dunia Islam umumnya
berkembang metode hisab yang belakangan diidentifikasi sebagai metode hisab
Hakiki Taqribi. Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi Bumi sebagai
pusat peredaran Bulan dan Matahari; yang disebut dengan Geosentris.
Perhitungan awal bulan yang dilakukan menggunakan tabel-tabel
astronomi yang dirumuskan oleh Ulugh Beik (w. 1449 M) yang biasanya disebut
Zeij Sulthani. Tabel astronomi Ulugh Beik ini merupakan penemuan yang sangat
berharga pada masa itu. Tabel ini telah digunakan bahkan juga oleh para astronom
di Barat selama berabad-abad lamanya.
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY YYYYYYYYYYYYYYYY
Y Muhyiddin Khazin (2008: 28) memberikan penjelasan yang sedikit berbeda bahwa
Sultan Agung memadukan penanggalan Hindu dan penanggalan Islam menjadi penanggalan Jawa
Islam pada tahun 1043H/1633M. Masa kepemimpinan kerajaan Mataram dipegang oleh Sri Sultan
Muhammad Sultan Agung Prabu Hayrayakusumo (1613-1643 M) inilah penanggalan Islam mulai
dipekenalkan. Ia menetapkan penanggalan resmi kerajaan berdasarkan tahun Jawa Islam tersebut.
Asimilasi penanggalan ini dilakukan dengan cara merubah pedoman pengambilan dari tahun
berdasarkan peredaran Matahari menjadi berdasarkan peredaran bulan. Namun perhitungan
tahunnya tetap dengan melanjutkan perhitungan Hindu sebelumnya.

Y
Setelah Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris,
bahwa Mataharilah pusat tata surya (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini
sebelumnya). Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode dan
rumus ilmu Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Awalnya tdak
mudah untuk menentang doktrin yang diyakini gereja, namun pada tahapan
selanjutnya teori ini mendapat dukungan secara ilmiah dari ilmuan setelahnya.
Pembaharuan yang digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia.
Diperkirakan baru sampai ke Indonesia pada pertengahan abad ke-20.
Dalam sejarah perkembangan modern ilmu Falak di Indonesia pada awal
abad ke-20, ditandai dengan penulisan kitab-kitab ilmu Falak oleh para ulama ahli
Falak Indonesia. Seiring kembalinya para ulama yang telah berguru di Mekah
pada awal abad ke-20, ilmu Falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air.
Ketika berguru di tanah suci, mereka tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama
seperti: tafsir, hadis, fiqh, tauhid, tasawuf, dan pemikiran yang mendorong umat
Islam yang pada masa itu rata-rata di bawah belenggu kolonialisme untuk
membebaskan diri, melainkan juga membawa catatan tentang ilmu Falak.
Kemudian proses á     ini berlanjut kepada para murid mereka di
tanah air (Khazin, 2008: 28-29).
Dengan semangat menjalankan dakwah islamiah, di antara para ulama ada
yang baerdakwah ke berbagai daerah yang baru. Pada dekade itu misalnya, Syekh
Abdurrahman ibn Ahmad al-Mishra (berasal dari Mesir) pada tahun
1314H/1896M datang ke Betawi. Ia membawa Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik
(w. 1449 M) yang masih mendasarkan teorinya pada teori Geosentris. Ia
kemudian mengajarkannya pada para ulama di Betawi pada waktu itu. Di antara
muridnya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w. 1329H/1911M)
dan Habib Usman ibn Abdillah ibn µAqil ibn Yahya yang dikenal dengan Mufti
Betawi.
Lalu Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi mengajarkannya di
daerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku     
     c   yang selesai ditulis pada 1321
H/1903M. Sedang Habib Usman ibn Abdillah ibn µAqil ibn Yahya tetap mengajar
di Betawi. Ia menulis buku   á  
c dicetak pada 1321H/1903M. Buku ini di samping memuat masalah ilmu
Falak, juga terdapat di dalamnya tentang masalah puasa (Khazin, 2008: 29).
Adapun pemikirannya tentang ilmu Falak kemudian dibukukan oleh salah seorang
muridnya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin
Muhammad Habib bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya yang menulis
kitab c     dicetak pertama kali pada 1344H/1925M. Itulah kitab-
kitab yang dihasilkan oleh ulama Falak nusantara pada priode awal ini. Kitab
c    lah paling dikenal dari karya ulama Falak pada masa ini dan
masih banyak dipelajari sampai sekarang.
Sementara tokoh Falak yang menonjol di daerah Sumatera adalah Thahir
Djalaluddin dan Djamil Djambek. Thahir Djalaluddin dengan karyanya á
 !  á "á # diterbitkan pada 1357H/1938M, dan
á$% &'! (  á(  ) &á 
*á &&  á c   c &á dicetak pada 1951. Tokoh lainnya Djamil
Djambek dengan karyanya Almanak Djamiliyah dan )  á
 (Azhari, 2007: 10). Tokoh Falak Nusantara yang hidup pada masa
itu yang bersinar antara lain Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Ahmad
Rifa¶I, dan KH Sholeh Darat (Azhari, 2007: 10).

2.Y Pengaruh !á  c  +    , -  
. dan !$+

Pada priode kedua, ditandai dengan kuatnya pengaruh kitab !á 


c  +    , -  . karangan Husen Zaid al-Mishra
dan !$+ karangan Abd al-Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-
Syafi¶i. Kedua kitab tersebut dibawa oleh mereka yang menunaikan ibadah haji
setelah menyempatkan diri untuk belajar di tanah suci. Menurut M. Taufik bahwa
kitab ilmu Falak yang ditulis oleh ulama Falak nusantara pada priode kedua ini
banyak yang merupakan cangkokan dari kedua kitab tersebut. Di antara kitab-
kitab karangan ulama Nusantara tersebut adalah kitab     
"  karya Zubair Umar al-Jailani yang dicetak pertam kalinya pada 1354H/
1935M, buku     +  dan buku +  %   + karya K
Wardan Dipo Ningrat yang dicetak pada 1957, *  karya
Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi al-Falaki, dan  !á  karya
Ma¶shum Jombang (w 1351H/1933M) (Murtadho, 2008: 29).
Sebagian kitab-kitab ilmu Falak karya para ulama Indonesia, yang selain
menjadikan !á c +  ,- . dan 
!$ + sebagai rujukan utamanya juga merujuk karya ulama
Indonesia sebelum mereka (yang telah mempelajari dan mencangkok kitab 
!á  c  +    , -  . dan !$ 
+),--yang merupakan kitab yang dipelajari guru mereka sendiri ataupun
guru dari guru mereka. Di antaranya adalah  !    karya
Turaikhan Adjhuri,    karya Noor Ahmad SS Jepara yang dicetak
pada 1986, ! karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, áá  )á
 karya Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik.

3.Y ³Perkawinan´ Ilmu Falak dan Astronomi

Pembahasan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak modern Indonesia


tak lepas dari peran Saadoe'ddin Djambek. Ia YlahirYdiYBukittinggi pada tanggal 24
Maret 1911 M/ 1330 H. ia wafat di Jakarta pada tanggal 22 November 1977 M/11
Zulhijjah 1397 H. Ia merupakan seorang guru serta ahli hisab dan rukyat, putra
ulama besar Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860-1947 M/1277-1367 H)
dari Minangkabau (http://bimasislam.depag.go.id).

Ia mulai tertarik mempelajari ilmu hisab pada tahun 1929 M/1348 H. Ia


belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaluddin, yang mengajar di Al-Jami'ah
Islamiah Padang tahun 1939 M/1358 H. Pertemuannya dengan Syekh Taher
Jalaluddin membekas dalam dirinya dan menjadi awal pembentukan keahliannya
di bidang penanggalan. Untuk memperdalam pengetahuannya, ia kemudian
mengikuti kursus Legere Akte Ilmu Pasti di Yogyakarta pada tahun 1941-1942
M/1360-1361 H serta mengikuti kuliah ilmu pasti alam dan astronomi pada FIPIA
(Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) di Bandung pada tahun 1954-1955 M/1374-
1375 H (http://bimasislam.depag.go.id).

Keahliannya di bidang ilmu pasti dan ilmu Falak dikembangkannya


melalui tugas yang dilaksanakannya di beberapa tempat. Pada tahun 1955-1956
M/1375-1376 H menjadi lektor kepala dalam mata kuliah ilmu Pasti pada PTPG
(Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) di Batusangkar, Sumatra Barat. Kemudian ia
memberi kuliah ilmu Falak sebagai dosen tidak tetap di Fakultas Syari'ah IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (1959-1961 M/1379-1381 H). Sebagai ahli ilmu
Falak, ia banyak menulis tentang ilmu Hisab. Di antara karyanya adalah : (1)
Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan
Matahari (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1952 M/1372 H), (2) Almanak
Djamiliyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1953 M/1373 H), (3)
Perbandingan Tarich (diterbitkan oleh penerbit Tintamas pada tahun 1968 M/1388
H), (4) Pedoman Waktu Sholat Sepanjang Masa (diterbitkan oleh Penerbit Bulan
Bintang pada tahun 1974 M/1394 H), (5) Sholat dan Puasa di daerah Kutub
(diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974 M/1394 H) dan (6)
Hisab Awal bulan Qamariyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas pada tahun
1976 M/1397 H) (http://bimasislam.depag.go.id).

Karya yang terakhir ini; Hisab Awal bulan Qamariyah merupakan


pergumulan pemikirannya yang akhirnya merupakan ciri khas pemikirannya
dalam hisab awal bulan Kamariah (http://bimasislam.depag.go.id). Ia lah yang
meletakkan dasar perhitungan awal bulan Kamariah menggunakan hisab yang
berdasarkan pada ilmu astronomi di Indonesia.

Satu lagi kontribusi Sa¶adoeddin Djambek adalah dalam penentuan


koordinat geografis Ka¶bah. Sewaktu melaksanakan ibadah haji, ia melakukan
pengukuran koordinat geografis Ka¶bah. Ia menyatakan bahwa koordinat
geografis Ka¶bah adalah lintang (ĭ) 21° 25¶ LU dan bujur (Ȝ) 39° 50¶ BT.

Jaringan keilmuan Sa¶adoeddin Djambek ini diteruskan oleh muridnya. Di


antara muridnya adalah Abdul Rachim dan A Mustadjib. Karya Abdul Rachim
antara lain Ilmu Falak yang dicetak pada 1983, Perhitungan Awal Bulan dan
Gerhana Matahari system Newcomb.

Selanjutnya jajaran ulama yang berkiprah dalam mengembangan ilmu


Falak pada priode ini antara lain: Taufik. Ia dan putranya menyusun Win Hisab
versi 2.0 pada tahun 1998. Hak lisensinya pada badan Hisab dan Rukyat Depag
RI. Win Hisab ini dikenal juga dengan Sistem Ephemeris (Khazin, 2008: 36-37).

Perbedaan dalam ber-Idul Fitri pada tahun 1993, 1993 dan 1994 medatang
berkah tersendiri bagi perkembangan ilmu Falak Indonesia. Dengan lahirnya
software-software Falak yang praktis dari para ahli Falak. Sofware Falak itu
antara lain: Mawaqit oleh ICMI Korwil Belanda pada tahun 1993; yang
disempurnakan menjadi Mawaqitt versi 2002 oleh Khafid, program falakiyah
Najmi oleh Nuril Fuad tahun 1995, program Astinfo oleh jurusan Astronomi ITB
pada tahun 1996, dan program Badiah al-Mitsal tahun 2000, Ahillah, Misal,
Pengetan dan Tsaqib oleh Muhyiddin Khazin pada tahun 2004 (Khazin, 2008: 37).

D.Y Klasifikasi Metode Falak


Departemen Agama telah mencoba melakukan pengklasifikasian kitab-
kitab ilmu Falak karya ulama Indonesia terkait dengan perhitungan penetapan
awal bulan Kamariah tersebut ke dalam beberapa kategori sesuai dengan tingkat
akurasi penghitunganya. Secara garis besar perhitungan hisab rukyat awal bulan
itu ada dua, yakni hisab Urfi dan Hakiki. Kemudian hisab hakiki yang didasarkan
pada peredaran bulan yang sebenarnya ini dibagi lagi menjadi tiga tingkatan.
Pertama, hisab +//  //, kitab yang tingkat akurasi penghitungannya
rendah. Kedua, hisab 0//  á//, kitab yang tingkat akurasi
penghitungannya sedang dan ketiga, hakiki kontemporer, kitab yang tingkat
akurasi penghitungannya tinggi. Pemilahan ini dalam forum seminar sehari ilmu
Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat (Izzuddin, 2006: 135-
136).
Dalam sistem hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari
peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap,
umur bulan itu tetap setiap bulannya. Bulan yang ganjil; gasal berumur tiga puluh
hari sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh sembilan hari. Dengan
demikian bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan
berumur tiga puluh hari (Anwar, Almanak_Hijriah.pdf ± Adobe Reader: 8)
Biasanya untuk memudahkan dan kepentingan praktis perhitungan dalam
pembuatan kalender Kamariah dibuat secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi
didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi dalam orbitnya dengan masa
29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut
adalah rentang waktu dari konjungsi (ijtimak) ke konjungsi berikutnya. Dengan
perkataan lain, rentang waktu antara posisi titik pusat Matahari, Bulan, dan Bumi
berada pada bidang kutub ekliptika yang sama. Rentang waktu itu disebut dengan
satu bulan/month. Dengan demikian, perhitungan kalender Kamariah di mulai dari
menghitung awal bulan atau bulan baru/ new month (Fathurohman 2006).
Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48
menit, 35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding
dengan kalender Masehi dalam setiap tiga puluh tahunnya. Masa satu tahun sama
dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat
dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus 30
tahun, akan terjadi 11 tahun   yang berumur 355 hari dan sebagai
tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijah (bulan Zulhijahnya berumur
30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun  á yang berumur 354
hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari
= 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu   (
+$ , hhtp://afdacairo. blogspot.com)
Sistem hisab ini tak ubahnya seperti
Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap
kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun  tertentu jumlahnya lebih panjang
satu hari.
Menurut Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim (pdf ± Adobe Reader:
136-137 ) penanggalan berdasarkan hisab Urfi memiliki karakteristik:
1.Y awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari
Kamis tanggal 15 Juli 622 M;
2.Y satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun;
3.Y dalam satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan
19 tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan
basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair:
ϪϧΎμϓ ϪΒΣ ϞΧ Ϟϛ Ϧϋ * Ϫϧ ΎϳΩ Ϫϔϛ ϞϴϠΨϟ΍ ϒϛ
Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang
tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-
tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26,
dan 293;
4.Y penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang
kedua belas/ Zulhijah;

YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY YYYYYYYYYYYYYYYY
3
Cara menentukan suatu tahun itu termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah dengan
membagi tahun tersebut dengan angka 30. Jika sisanya termasuk deretan angka-angka pada syair
di atas maka tahun tersebut termasuk tahun Kabisah, jika tidak maka termasuk tahun Basitah.
Sebagai contoh tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur sisa 20. Bilangan 20 tidak termasuk tahun
Kabisah, maka tahun 1430 H adalah tahun Basitah. Contoh yang lain adalah tahun 1431 daur sisa
21. Bilangan 21 termasuk tahun Kabisah. Sa¶aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan
tahun Kabisah ini, ia memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun yang ke 15.
5.Y bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan
genap umurnya 29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/
Zulhijah ditambah satu hari menjadi genap 30 hari);
6.Y panjang periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 =
10.631). Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari
selama 30 tahun adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30
= 10.631,01204).
7.Y perhitungan berdasarkan hisab Urfi ini biasanya dijadikan sebagai
ancar-ancar sebelum melakukan perhitungan penanggalan ataupun
perhitungan awal bulan berdasarkan hisab Hakiki. Bila tanpa
melakukan perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah para ahli
Falak tersebut akan mengalami kesulitan.

Sistem kalender Islam; kalender Hijriah yang dapat dijadikan acuan dalam
hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan perhitungan atau hisab Hakiki. Hisab
Hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang
sebenarnya. Berikut ini kita akan melihat beberapa konsep yang terkait dengan
penanggalan Islam yang berdasarkan hisab Hakiki:
1.Y Umur Bulan
Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak
pula tidak beraturan, tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh
jadi umur bulan itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga
puluh hari. Atau bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh
sembilan atau berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada
peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan
tersebut (Azhari, 2004, 30-31)
Sistem ini tentu saja berbeda dengan penetapan kalender secara
urfi. Dalam sistem penetapan kalender Urfi, bulan Ramadan sebagai
bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari. Pada
hal dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu (Anwar, pdf ± Adobe
Reader: 8).
2. Permulaan Hari
Dalam kalender hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika
terbenamnya matahari setiap harinya. Penentuan awal bulan; bulan baru
ditandai dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah
terjadinya konjungsi atau ijtimak. Ini berdasarkan firman Allah: ! 
 á  1  á á   á
 á' 2  á á 
ááá  3 á $4« QS al-
Baqarah/ 2 ayat 189
Ketika masuknya waktu Magrib berarti telah memasuki hari yang baru;
terjadinya pergantian tanggal dan sekaligus meninggalkan hari yang
sebelumnya.
Dalam ilmu astronomi, pergantian atau
permulaan hari berlangsung saat posisi Matahari berkulminasi bawah,
yakni pada pukul 24.00 atau pukul 12.00 malam. Ini yang dijadikan
patokan dalam kalender yang berbasiskan peredaran Matahari (c 
(  ). Sementara itu pergantian atau permulaan hari dalam
penanggalan Islam dalam penentuan awal bulan Kamariah adalah saat
terbenamnya Matahari (Fathurohman, 2004: 114-115).

3.  !á (Bulan Baru)


Dalam penentuan telah masuknya bulan baru atau awal bulan
Kamariah terdapat perbedaan ahli  , di antaranya yang berpendapat
bahwa awal bulan baru itu ditentukan oleh terjadinya ijtimak sedangkan
yang lain mendasarkannya pada posisi hilal

Kelompok yang berpegang pada sistem ijtimak menetapkan jika


ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, maka sejak Matahari terbenam
itulah awal bulan baru sudah mulai masuk. Mereka sama sekali tidak
mempermasalahkan hilal dapat dirukyah atau tidak.
Sedangkan kelompok yang berpegang pada posisi hilal menetapkan
jika pada saat Matahari terbenam posisi hilal sudah berada di atas ufuk,
maka sejak Matahari terbenam itulah perhitungan bulan baru dimulai
(BHR, 1981: 99). Keduanya sama dalam penentuan awal masuknya bulan
Kamariah, yakni pada saat Matahari terbenam. Namun keduanya berbeda
dalam menetapkan kedudukan Bulan di atas ufuk. Aliran $á 
  sama sekali tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan
kedudukan hilal di atas ufuk pada saat  á
Sebaliknya kelompok yang
berpegang pada posisi hilal saat  á menyatakan apabila hilal sudah
berada di atas ufuk itulah pertanda awal masuknya bulan baru. Bila hilal
belum wujud berarti hari itu merupakan hari terakhir dari bulan yang
sedang berlangsung (Azhari, 2007: 109).
Selanjutnya kedua kelompok ini masing-masingnya terbagi lagi
menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Perbedaan ini disebabkan
atau dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang terdapat di sekitar
peristiwa ijtimak dan      . Dan dalam perkembangan
wacana dalam penetapan awal bulan Kamariah, kelompok yang berpegang
pada posisi hilal inilah yang lebih mendominasi. Akan dibahas tentang
kelompok yang berpedoman pada wujudul hilal dan kelompok yang
berpedoman pada imkanu rukyah dalam penentuan awal bulan. Keduanya
merupakan bagian dari mereka yang berpegang pada posisi hilal dan
memiliki standar atau patokan yang berbeda.
Mereka yang berpedoman pada wujudul hilal menyatakan bahwa
pedoman masuknya awal bulan adalah telah terjadi ijtimaksebelum
terbenam Matahari dan pada saat  á itu hilal telah wujud di atas ufuk.
Sementara itu mereka yang berpedoman pada imkanu rukyah menyatakan
bahwa patokan masuknya awal bulan adalah telah ijtimak terjadi sebelum
terbenam Matahari dan pada saat  á itu hilal telah berada di atas ufuk
pada ketinggian yang memungkinkan untuk dirukyah.
4. Hilal
Hilal (bulan sabit pertama yang bisa diamati setelah konjungsi)
digunakan sebagai penentu waktu ibadah. Perubahan yang jelas dari hari ke
hari menyebabkan bulan dijadikan penentu waktu ibadah yang baik.
Nampaknya karena alasan kemudahan dalam penentuan awal bulan dan
kemudahan dalam mengenali tanggal dari perubahan bentuk (fase) bulan
inilah kelebihan tahun Kamariah. Ini berbeda dengan kalender Syamsiah
(kalender matahari) yang menekankan pada keajegan (konsistensi) terhadap
perubahan musim, tanpa memperhatikan tanda perubahan hariannya.

Penting artinya perhitungan posisi hilal ini. Karena perhitungan


posisi hilal terkait dengan penentuan awal bulan (  á). Jika hilal
telah wujud di atas ufuk menurut kriteria sebagian kelompok atau
ketinggian hilal telah memenuhi kriteria visibilitas untuk dirukyah (imkanu
rukyah) menurut sebagian kelompok yang lain, maka esok harinya adalah
tanggal satu bulan yang baru.

Berdasarkan klasifikasi metode Hisab dalam forum seminar sehari ilmu


Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat di atas, maka
kitab c   karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin
Muhammad Damiri dan á - ! karya Abu Hamdan Abdul Jalil
adalah tergolong hisab Hakiki Taqribi yang tingkat akurasinya rendah. Karena
kitab ini basis data yang dijadikan acuannya adalah Zeij (tabel astronomi) Ulugh
Beik (w. 1449 M) dan dalam pelaksanaan pengamatannya berdasarkan teori
Geosentrisnya Ptolomeus. Secara ilmiah teori ini telah gugur. Kenyataannya hasil
perhitungannya itu tidak didukung oleh argumentasi-argumentasi ilmiah sebagai
pengungkapan data, fakta, dan kenyataannya dalam praktek di lapangan. Dengan
kata lain hasil perhitungannya terkadang berbeda dengan kenyataan yang ditemui
di lapangan ketika observasi rukyatul hilal dilakukan.
Metode yang masuk kategori hisab Hakiki Tahqiqi antara lain kitab 
   "  karya Zubair Umar al-Jailani, Almanak Menara Kudus
karya Turaikhan Adjhuri,    karya Noor Ahmad SS Jepara, al-
! karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, áá  )á  karya
Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik, +  + karya K Wardan
Dipo Ningrat, *  karya Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi
al-Falaki, dan Badi¶ah al-!á  karya Ma¶shum Jombang.
Dan yang tergolong metode hisab Hakiki Kontemporer antara lain:
metode al-Mawaqit karya Khafid, Ephimeris Departemen Agama, al-
Falakiyah karya Sriyatin Shadiq. Metode hisab Hakiki Kontemporer yang
memiliki tingkat akurasi tinggi karena telah berbasiskan ilmu Astronomi. Metode
dalam melakukan perhitungannya telah melakukan koreksi yang banyak dan
menyajikan data-data yang lengkap untuk keperluan rukyatul hilal.

E.Y Badan Hisab Rukyat (BHR): Upaya Penyatuan Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Indonesia
Departemen Agama Republik Indonesia didirikan tanggal 3 Januari 1946.
Setelah berdirinya Depag, persoalan yang terkait dengan libur Peringatan Hari
Besar Islam (PHBI) dan penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah
diserahkan dan menjadi kewenangannya. Ini berdasarkan Penetapan Pemerintah
tahun 1946 No.2/ Um, 7/Um, 9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967,
No. 148 tahun 1968 dan No.10 tahun 1971 (Azhari, 1999: 14).
Dalam wilayah etis-praktis sampai saat ini penetapan dan awal bulan
Kamariah tersebut belum seragam. Bahkan perbedaan ini menjadi penyebab friksi
dan mengusik ukhuwah islamiah di antara mereka (Azhari, 1999: 15). Persoalan
inilah yang melatarbekangi pendirian sebuah Lembaga Hisab dan Rukyat.

Pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkan surat Keputusan Mentri Agama


no.76 tahun 1972 tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen
Agama. Adapun diktumnya sebagai berikut:
1.Y Membentuk Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.
2.Y Tugas Badan Hisab dan Rukyat yang termuat dalam dictum pertama
ialah memberikan saran-saran kepada Mentri Agama dalam penentuan
permulaan tanggal bulan-bulan Kamariah.
3.Y Kepengurusan dari Badan Hisab dan Rukyat tersebut terdiri dari:
ketua, wakil ketua, sekretaris, anggota-anggota tetap dan anggota
tersebar ( &á   ).
4.Y Anggota-anggota tetap tersebut merupakan pengurus harian yang
menangani mmasalah sehari-hari, sedangkan anggota tersebar
bersidang dalam waktu-waktu tertentu menurut keperluan.
5.Y Anggota-anggota tersebar diangkat dengan keputusan tersendiri oleh
Dirjen Bimas Islam.
6.Y Badan Hisab dan Rukyat tersebut dalam melakukan tugasnya
bertanggung jawab kepada Direktur Peradilan Agama.
7.Y Kepada ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota-anggota diberikan
honorarium menurut peraturan yang berlaku.
8.Y Segala pengeluaran dan biaya-biaya dari Badan Hisab dan Rukyat
tersebut dibebankan kepada anggaran dan belanja Departemen Agama
mata anggaran 18.1.1241 dan untuk tahun-tahun berikutnya mata
anggaran yang selaras untuk itu.
9.Y Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Selanjutnya dengan Surat Keputusan No. 77 tahun 1972 tanggal 16
Agustus 1972 memutuskan susunan personalian Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama sebagai berikut:
Sa¶adoeddin Djambek, Jakarta sebagai ketua merangkap anggota, Wasit
Aulawi MA, Jakarta sebagai wakil ketua merangkap anggota, dan Drs Djabir
Manshur, Jakarta sebagai sekretaris merangkap anggota. Adapun anggotanya
adalah: ZA Noeh, Jakarta, Drs Susanto LMC, Jakarta, Drs Santoso, Jakarta, Rodi
Saleh, Jakarta, Djunaidi, Jakarta, Kapten Laut Muhadji, Jakarta, Drs Peunoh Dali,
Jakarta, dan Syarifuuin BA, Jakarta.
Adapun anggota tersebar diserahkan penyrlesaiannya oleh Direktur Jendral
Bimas Islam. Dirjen Bimas Islam dengan surat keputusannya No. D.I/96/P/1973
tanggal 28 Juni 1973 telah menetapkan susunan anggota tersebar Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama sebagai berikut: KH Muchtar Jakarta, KH Turaichan
Adjhuri Kudus, K.R.B Tang Soban Sukabumi, KH Ali Yafi Ujung Pandang, KH
A Djalil Kudus, KH Wardan Yogyakarta, Drs Adb Rachim Yogyakata, Ir Basit
Wachit Yogyakarta, Ir Muchlas Hamidi Yogyakarta, H Aslam Z Yogyakarta, H
Bidran Hadi Yogyakarta, Drs Bambang Hidayat Bandung/ITB, Ir Hamran Wachid
Bandung/ITB, KH O.K.A Azis Jakarta, Ust Ali Ghozali Cianjur, Banadji Aqil
Jakarta, dan Kyiai Zuhdi Usman Nganjuk.
Tujuan Pendirian Badan Hisab Rukyah adalah mengupayakan unifikasi
dalam menentukan awal bulan Kamariah di Indonesia; terutama awal Ramadan,
Syawal, dan Zulhijah. Namun dalam wilayah etik praktis belum bisa terwujud.
Menurut Susikanan Azhari (1999: 19-20): perbedaan tersebut tidak hanya tarik
menarik antara mereka yang berpedoman kepada hisab ataupun mereka yang
menggunakan rukyat. Akan tetapi problem intern dari masing-masing kalangan
tersebut. Kajian hisab misalnya, selama ini lebih bercorak paktis (1 &á&
 & ) dan kian melupakan wilayah teoritis-filosofis.

Kehadiran Badan Hisab dan Rukyat merupakan wadah bagi pemikiran


hisab dan rukyat di Indonesia. Akan tetapi menurut Susiknan Azhari (1999: 20):
dalam perjalanannya badan Hisab dan Rukyat terkungkung oleh rutinitas dan lebih
bercorak bayani ketimbang burhani. Sudah saatnya Badan Hisab dan Rukyat
mengembangkan wilayah teoritis dan filosofis.
Dalam hal ini patut direnungkan pernyataan KH Syukri Ghazali
sebagaimana yang dikutip oleh Susiknan Azhari (1999: 21): agar Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama memperhatikan masyarakat Islam Indonesia. Bila
masyarakat dipaksa menganut suatu pendapat sebelum ada titik temu dari berbagai
pendapat, maka usaha untuk mempersatukan pendapat akan mengalami
kegagalan.

F.Y Momen-Momen Bagi Kajian Ilmu Falak di Indonesia


Ada beberapa momen penting bagi kajian ilmu Falak di Indonesia.
Momen-momen ini dianggap memiliki peranan yang signifikan dalam
mengaktualkan kajian ilmu Falak. Di antara momen itu adalah:
1.Y Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad
Dahlan.
Nama kecil KH Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis (ada
literatur yang menulis Darwisy), dilahirkan di Kampung Kauman
Yogyakarta pada tahun 1868 Masehi bertepatan dengan tahun 1285 H.
(http://pakarfisika.blogspot.com/2007/05/koreksi-arah-kiblat.html)

Ia adalah anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin
Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota Yogyakarta.
Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu.
Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara
(http://peaceman.multiply.com/journal).
Ia lah yang meluruskan Arah Kiblat Masjid Agung Yogyakarta
pada tahun 1897 M/1315 H. Pada saat itu masjid Agung dan masjid-
masjid lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat.
Sebagai ulama yang menimba ilmu bertahun-tahun di Mekah, Dahlan
mengemban amanat mengoreksi kekeliruan. Pada saat itu masjid
Agung dan masjid-masjid lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat
menuju arah kiblat (http://pakarfisika.blogspot.com/2007/05/koreksi-
arah-kiblat.html).
Dengan berbekal pengetahuan ilmu Falak atau ilmu Hisab yang
dipelajari melalui K.H. Dahlan (Semarang), Kyai Termas (Jawa
Timur), Kyai Shaleh Darat (Semarang), Syekh Muhammad Djamil
Djambek, dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Dahlan
menghitung arah kiblat pada setiap masjid. Dahlan dicatat sebagai
pelopor pembetulan arah kiblat dari semua surau dan masjid di
Nusantara. (http://www.ilmufalak.or.id).
Setelah "tragedi kiblat" di Masjid Agung, ia pun mendirikan
organisasi Muhammadiyah. Melalui organisasi Muhammadiyah ia
mendobrak kekakuan tradisi yang memasung pemikiran Islam.
Ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Melalui organisasi
Muhammadiyah ia mendobrak kekakuan tradisi yang memasung
pemikiran Islam. Di awal kiprahnya, ia kerap mendapat rintangan,
bahkan dicap hendak mendirikan agama baru.
(http://www.ilmufalak.or.id).

2.Y KH Turaichan Adjhuri yang menyaksikan peristiwa gerhana matahari


di kala pemerintah melarang hal tersebut.
Mbah Tur (panggilan akrab KH. Turaichan), semasa kecil
menghabiskan waktunya untuk belajar, mengaji dan  á Kitab.
Ia belajar Falak secara atodidak. Tapi ketika menemui kemusykilan, ia
berkonsultasi dengan KH. Abdul Djalil (gurunya)
(http://www.arwaniyyah.com).

Mbah Tur dalam ilmu falak tak dapat diragukan lagi


kepiawaiannya, mulai dari penentuan dari awal bulan Hijriah, adanya
gerhana dan dalam penerbitan almanak yakni Kalender Menara Kudus
yang sampai saat ini masih berjalan dan dimanfaatkan oleh khalayak
ramai, tak hanya msyarakat Kudus, bahkan sampai ke penjuru tanah air
(http://www.arwaniyyah.com). Perhitungan itu umumnya dipakai oleh
Nahdlatul Ulama. Penyusunan Kalender Menara Kudus saat ini
diteruskan putranya, Sirril Wafa (http://www.wawasandigital.com).

Turaikhan disebut-sebut sebagai Galileo Islam Indonesia. Ia


menjadi duri bagi stabilitas pemerintah. Ia pernah diadili pada 1990
karena menentukan waktu Idul Fitri yang berbeda dari Pemerintah.
Sebagian kalangan masyarakat yang menggunakan keputusannya dan
meninggalkan keputusan pemerintah. Ia juga menentang maklumat
pemerintah yang menyerukan agar masyarakat bersembunyi di rumah-
rumah ketika gerhana matahari total pada tahun 1983 dengan
menganjurkan umat melihat dan mendirikan salat gerhana
(http://blogcasa.wordpress.com).

Kisah Turaikhan adalah kisah kecil dari pembangkangan kaum


astronom dalam menghitung waktu. Kisah besarnya adalah Galileo
yang terpenjara di Kota Arcetri, Italia, pada 1632 karena menebar
mazab heliosentrisme-bahwa matahari adalah pusat tata surya-seperti
ditulisnya dalam Script Dialogue. Ia subversif terhadap doktrin gereja
di bawah otoritas Paus Urbanus yang geosentrisme. Jika Galileo
penyokong Copernicus, Turaikhan adalah penyokong Syekh Husein
Zaid al-Misra, pengarang kitab !á  c dari Mesir yang
banyak memengaruhi pemikirannya (http://blogcasa.wordpress.com).
Di antara bentuk pengakuan atas ketingggian keilmuannya
dibidang ilmu Falak, oleh pemerintah ia diangkat sebagai anggota
Badan Hisab dan Rukyat Depag RI.

3.Y Kisah ³Kecelakaan´ Ilmu Falak Secara Akademik


Secara akademik, ilmu Falak pernah eksit dari kurikulum PTAI.
Mata kuliah ilmu Falak keluar dari Kurikulum Nasional PTAI tahun
1995. Hal ini sangat ironis, ilmu Falak dianggap tidak lagi penting
untuk menjadi salah satu ilmu yang menjadi kompetensi para lulusan
PTAI terutama fakultas Syari¶ah. Pada satu sisi ilmu Falak mulai
terabaikan tetapi di sisi lain pemikiran hisab rukyat pada saat
bersamaan mulai berkembang dengan munculnya ide pembuatan
teleskop rukyat. Padahal dari lembaga inilah diharapkan muncul dan
berkembangnya pemikiran ilmu Falak atau hisab rukyat yang
komprehensif dan filosofis. Bahkan ide perubahan Instutut Agama
Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) adalah
untuk melihat kontribusi Islam kepada ilmu pengetahuan sehingga
dikotomi pemisahan antara ilmu umum dan ilmu agama akan dapat
dieliminir (Azhari, 1990: 20).
Kini telah berhebus angin yang menyejukkan bagi perkembangan
ilmu Falak di Indonesia. Misalnya didirikannya prodi ilmu Falak di
IAIN Walisongo pada tahun 2007 dan untuk Strata 2 pada tahun 2009.
Adapun Strata 3 baru setingkat konsentrasi dibuka pada tahun 2008.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
internetpun banyak dijumpai blog dan webset yang menyajikan tentang
ilmu Falak. Banyaknya interaksi yang terjadi seputar permasalahan dan
problematika ilmu Falak terutama masalah-masalah yang ditemui di
tengah-tengah masyarakat, adalah perkembangan yang positif. Hal
yang akan menggairahkan perkembangan ilmu falak pada masa-masa
yang akan datang.

4.Y Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang


banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng.

Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid


di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar c 
5 áá  melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas
gedung-gedung tinggi yang baru di Mekah menemukan, mihrab di
banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Ka¶bah. Saat
menunaikan salat, warga Muslim sedapat mungkin menghadap ke
Ka¶bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan kompas khusus
untuk mencari arah kiblat itu (http://blogcasa.wordpress.com/).
Wartawan BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang
belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar
al-Masjid al-Haram. Namun, masjid-masjid lama di Mekah tetap
dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung
tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di
sebagian masjid tersebut tidak tepat arah kiblatnya.
(http://blogcasa.wordpress.com/).

Jika memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan
cuma hanya di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara
Islam lainnya. Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti
dituliskan Ahmad Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat
yang tidak tepat (http://blogcasa.wordpress.com). Masalah yang
penting selanjutnya setelah kita melakukan pengecekan arah kibalat
masjid dan musala di sekitar kita adalah sosialisasi. Ibarat mengambil
rambut dalam tepung. Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya
tidak tumpah. Penting kiranya dilakukan pendekatan persuasif dan
pemberian pemahaman tentang permasalahan ini secara komprehensif
sebelum melangkah lebih lanjut. Penyempurnaan arah kiblat bukan
berarti adanya perubahan arah kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak
berubah. Perlu penyempurnan atau pemeriksaan ulang arah kiblat
masjid dan musala di sekitar kita. Y

Tantangannya, bagaimana melakukan pengukuran dengan benar


di lapangan, menyampaikan hasil-hasilnya kepada masyarakat dan
sekaligus mengedukasi publik agar tidak terjadi situasi di mana ada
pihak yang merasa ³tersakiti´, yang terjadi semata-mata hanya karena
ketidakpahaman atas duduk perkara yang sebenarnya
(http://blogcasa.wordpress.com).

5.Y Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh
yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya.

Artikel dalam majalah Qiblati yang berjudul, ³c 1 


"á c  '$  )$ c´ dalam Majalah Qiblati
Edisi 8 Volume 4, ³c 1  "á  c   ! $  "á 
c  6 ´ dalam Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4,
dan ³c 1 "á c    )á %4 ,
dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4 tulisanYMamduh Farhan al-
Buhairi telah mengagetkan umat Islam Indonesia khususnya. Dalam
tulisannya ditulis bahwa waktu salat Subuh yang kita gunakan selama
ini lebih cepat dari yang seharusnya²bahkan sampai di atas dua puluh
menit. Sehingga menurutnya bahwa salat Subuh yang kita laksanakan
selama ini dilaksanakan sebelum masuknya awal waktu salat Subuh
yang seharusnya (Mamduh, c 1 "á c  ' $  
) $  c, ³c 1  "á  c   ! $  "á 
c    6 ´ dan ³c 1  "á  c  
 )á %4, http://id.qiblati.com).
Setelah penerbitan majalah Qiblati yang mempertanyakan
tentang kebenaran awal waktu Subuh yang dikeluarkan Departemen
Agama dan dijadikan pedoman oleh umat Islam selama ini, timbullah
kegoncangan. Masyarakat mulai goncang, mereka mulai
mempertanyaan keabsahan pedoman penentuan awal waktu Subuh
yang mereka gunakan selama ini.
Mereka membahasnya lewat forum-forum diskusi keislaman di
masjid-masjid bahkan juga di internet. Begitu banyak tanggapan yang
muncul tentang hal ini. Tanggapan yang sebagiannya alih-alih
memberikan pencerahan terhadap masyarakat malah justru membuat
mereka bertambah bingung.
Dalam menyikapi hal ini umatpun terbelah. Sebagian
pengurus/ta¶mir masjid mengambil jalan tengah menurut mereka
sendiri. Menurut mereka azan tetap dikumandangkan sesuai dengan
jadwal yang ada (jadwal yang dikeluarkan oleh Departemen Agama,
namun pelaksanaan salat Subuh dimundurkan waktunya dari biasanya.
Yang lain malah melangkah lebih jauh lagi. Mereka
mengundurkan waktu pengumandangan azan sebagai pertanda
masuknya awal waktu Subuh. Sehingga tidak heran bila dalam
keseharian, kita mendapati dalam pengumandangan azan Subuh ada
masjid-masjid yang baru mengumandangkan azan di saat masjid-
masjid yang lain telah selesai melaksanakan salat Subuh berjamaah.
Namun mayoritas mereka masih menggunakan jadwal yang
dikeluarkan oleh Departemen Agama. Mereka tidak mau merubah apa
yang diyakini selama ini tentang penentuan awal waktu salat Subuh
sampai terwujudnya kesepatan para ahli atau pemerintah dalam hal ini
Departemen Agama mengumumkan perubahannya.Kondisi ini
tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam.

G. Catatan Akhir
Berikut ini beberapa catatan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak di
Indonesia:
1.Y Kajian Ilmu Falak: Antara Sains dan Masalah Ijtihadiah
Sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia bersifat dinamis.
Saat dunia Islam memasuki priode modernnya pada awal abad ke-20, ilmu
Falak pun bersentuhan dengan kemoderenan; ilmu pengetahuan yang
berasal dari Barat.
Teori-teori lama yang sudah  á   á mulai ditinggalkan
digantikan dengan penemuan baru yang lebih sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Falak sebagai bagian
sains yang berkembang di kalangan umat Islam mengalami hal sama.
Dalam perhitungan awal bulan Kamariah misalnya, sebelum abad
ke-20, di dunia Islam umumnya berkembang metode hisab yang
belakangan diidentifikasi sebagai metode hisab Hakiki Taqribi.
Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi Bumi sebagai pusat
peredaran Bulan dan Matahari; yang disebut dengan Geosentris.
Setelah Nicolas Copernicus menemukan teori Heliosentris, bahwa
Mataharilah pusat tata surya kita (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini
sebelumnya). Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode
dan rumus ilmu Falak atau astronomi yang selama ini digunakan.
Pembaharuan yang digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia kira-
kira pada pertengahan abad ke-20. Pelopornya adalah dua buah kitab yakni
kitab !á c +  ,- .karangan
Husen Zaid al-Mishra dan !$ + karangan Abd al-
Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-Syafi¶i. Kedua kitab tersebut oleh
mereka yang menunaikan ibadah haji dan lalu menyempatkan diri untuk
belajar di tanah suci. Metode baru ini dikemudian hari disebut dengan
metode Hakiki Tahqiqi.
Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu bersifat linier
antara perkembangan sains dengan realita yang terjadi pada masa itu.
Dengan asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode hisab Hakiki
Tahqiqi akan berkembang dengan pesat menggantikan teori lama yang
telah gugur secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi mulai
ditinggalkan orang. Tapi kenyataannya tidak seperti demikian. Metode
hisab Hakiki Taqribi tetap memiliki pengikut fanatiknya bahkan sampai
dengan sekarang ini. Misalnya menurut mengklasifikasian yang dilakukan
Departemen Agama dinyatakan bahwa Perhitungan kitab c  
  ini termasuk hakiki taqribi, tingkat akurasi rendah dan terkadang
hasil perhitungannya berbeda dengan kenyataan di lapangan, anehnya lagi
eksistensinya masih diakui oleh Departemen Agama. Karena hasil
perhitungannya masih digunakan sebagai pertimbangan sidang penetapan
awal bulan Kamariah Departemen Agama. Untuk memahami
permasalahan ini, tentu diperlukan penjelasan, argumentasi, dan pendapat
lebih mendalam para ahli hisab rukyah di balik eksisnya perhitungan awal
bulan Kamariah menggunakan sistem hisab rukyah kitab c  
 ini4. Menurut penganut sistem ini, metodec  
adalah hasil ijtihad Manshur al-Batawi; $á  $á.

2.Y Prolematika Pengklasifikasian Metode Hisab


Sebagai kajian yang berkaitan dengan persoalan aliran dan pola pemikiran
(paradigma), perlu kira ditinjau aliran hisab yang ada. Dalam
pengklasifikasian ini setidaknya terdapat dua permasalahan:
a.Y Nama aliran yang digunakan cukup beragam, yang biasa digunakan
antara lain urfi, hisab hakiki, hisab imakanur rukyat, dan hisab
astronomi.
b.Y Masalah lain yang timbul dari pengklasifikasian tersebut adalah
perbedaan-perbedaan definisi. Akibatnya timbul penilaian yang
beragam terhadap masing-masing aliran (Azhari, 1999: 22-23)
misalnya tingkat keakurasian sistem hisab dari masing-masing
pembagian tersebut. Depag menggunakan pembagian hisab Urfi dan
Hisab Hakiki. Lalu Hisab Hakiki diklasifikasikan menjadi 1). Hisab
Hakiki Taqribi yang dinyatakan tingkat akurasinya rendah, 2). Hisab
Hakiki Tahqiqi yang tingkat akurasinya sedang, dan 3). Hisab Hakiki
Kontemporer yang tikat akurasinya tinggi.
Perlu juga kiranya permasalahan ini didekati dengan
pendekatan  á &   (latar belakang perkembangan ilmu
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY YYYYYYYYYYYYYYYY

Y Muhyiddin Khazin (2008 a) menyatakan bahwa tetap dijadikannya kitab c  
  sebagai salah satu rujukan dalam penetapan awal bulan Kamariah adalah untuk
mengakomodir anggota masyarakat (--jumlah mereka cukup banyak) yang berpedoman kepada
kitab tersebut. Ia menambahkan bahwa pernah mengusulkan pada ahli waris pengarang kitab
tersebut untuk melakukan perobahan agara perhitungannya akurat tetapi usulan ini ditolak oleh
mereka. Biarkanlan kitab c   sebagaimana adanya. Y
pengetahuan). Pendekatan ini dalam kerangka memposisikan suatu metode
hisab secara porposional dalam pemetaan ilmu Falak di Indonesia.
Sehingga kita akan memposisikannya sesuai dengan perkembangan ilmu
Falak pada saat itu dan menjawab persoalan umat pada masanya. Bukan
secara serta menyatakan penyejajaran ataupun hanya melihat
ketertinggalannya dari perkembangan ilmu Hisab Hakiki Kontemporer.

H. Penutup

Demikianlah sekelumit sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia.


semenjak awalnya perkembangannya, masalah penentuan awal bulan Kamariah
yang mendominasi pembahasan hisab rukyat. Sampai saat ini masalah ini selalu
dianggap sebagai masalah yang using namun senantiasa 1 á á . Mengingat
belum terwujudnya kesepakatan kriteria hilal dalam penenentuan awal bulan
Kamariah. Inilah tugas berat dari BHR dan para ahli Falak di Indonesia.
Namun seiring perkembangan ilmu Falak yang bersentuhan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, bahasan ilmu Falak lainnya juga mengalami
dinamika. Perkembngan yang mutakhir, Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal
Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang
melenceng dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh
yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya. Turut
mengaktualkan wacana ilmu Falak. "    

Daftar Pustaka

Anwar, Syamsul,      +  %   c $ ) 


c   'c á   %á   )  ,
Almanak_Hijriah.pdf ± Adobe Reader

Azhari, Susiknan, 1999, c  )$  378777899   c $ 


   +  )  , Yogyakarta: Proyek PTA IAIN Sunan
Kalijaga, 1998/1999
____________, 2001,     á , Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-
1
:::::::::::; 2004, <Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya4 dalam
Depag RI, + - á  , Jakarta: Depag RI
____________, 2007,     $ 1     c 
! , Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2

____________, 2008, = 1  + - á, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


Cet.ke-2

____________,     ' c 6 )$ ; Y
http://bimasislam.depag.go.id

____________ dan Ibnor Azli Ibrahim,    .  ' !  


     á á c 6dalam Jurnal Asy-Syir¶ah Vol. 42 No. I,
2008. 07-susiknan.pdf ±Adobe Reader

BHR Depag RI, 1981, + - á, Jakarta: Depag RI

Buhairi, al-, Mamduh Farhan, c 1  "á  c  '  $   )
$ c, Majalah Qiblati Edisi 8 Volume 4 , http://id.qiblati.com

____________, c 1  "á  c   ! $  "á  c   


6 ; Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4, http://id.qiblati.com

____________, c 1  "á  c     ) á   %,


dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4, http://id.qiblati.com

Depag RI, Ditjen Binbaga Islam, 1990, #1  1 á  !   + 
- á, Jakarta: Depag RI

____________, 1992, *    $ , Bandung: Gema Risalah


Press

___________,1994/1995,    á    


* , Jakarta: Depag RI

____________, 2004, + - á  , Jakarta:Depag RI

Djambek, Sa¶adoeddin, 1976, +  , Jakarta: Tinta Mas

  .,Yhttp://id.wikipedia.orgY

Fathurohman SW, Oman, 2004, ³Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal


Bulannya´ dalam Depag RI, +  - á 
  , Jakarta: Depag RI

:::::::::::; <Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya´ dalam


Depag RI, + - á  , Jakarta: Depag RI, 2004

Izzuddin, Ahmad, 2007, + - á! á %! 


   á   -;   á     , Jakarta:
Erlangga
___________, 2006 ,   á 3! á + - á á c 
  ), Semarang: Komala Grafika

+
), http://www.ilmufalak.or.id/


+
  )' -        $   ,
http://peaceman.multiply.com/journal

Khazin, Muhyiddin, 2008,          á ,Yogyakarta:


Buana Pustaka, Cet.ke-3

____________, 2004,+     c á      3 $


 á  dalam Depag RI, +  - á 
  , Jakarta: Depag RI

+
 &$ = c  , http://www.arwaniyyah.com

á  % á 1 , hhtp://islamic-center.or.id

Murtadho, Moh, 2008,   á , Malang: UIN Malang Press, cet.ke1

Rachim, Abdur, 1983,  , Yogyakarta: Liberty, Cet.ke-1

Saksono, Toto, 2007, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta: Amythas


Publicita bekerja sama dengan Center for Islamic Studies

Shadiq, Sriyatin, 2008, ! c    ! á  - á  +, Pelatihan
Hisab Rukyah Tingkat Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan Kalinyamatan
Jepara pada tanggal 26-29 Desember 2008M/ 28 Zulhijjah- 1 Muharram
1430H

c á ! $!    - ;#    ;


http://www.wawasandigital.com/

+$ , hhtp://afdacairo.blogspot.com

T. Djamaluddin, -  á   $ >     


+    á   + á   á      +$ , http: //t-
djamaluddin.space.live.com

 ');
+, http://pakarfisika.blogspot.comY
Y
Wawancara dengan Muhyiddin Khazin a, 28 Desember 2008

K ! $! ! 1 á; http://blogcasa.wordpress.com

You might also like