You are on page 1of 7

Kasus wasiat Suzanna

1. Kasus:

Bintang film Suzzanna wafat Rabu 15 Oktober 2008 sehari setelah merayakan ulang
tahun ke -66. Prosesi pemakaman yang serba tertutup untuk publik itu adalah permintaan
mendiang sesuai dengan surat wasiat yang ditulis tahun 2006. Surat wasiat tersebut masih
disimpan notaris Kunsri Hastuti. Notaris yang tinggal di Jalan Pahlawan, Magelang, itu
mendapatkan mandat dari Suzanna agar tak menggungkapkan isi surat wasiatnya kepada siapa
pun. Dia hanya diizinkan untuk menyampaikan sebagian kecil isi surat wasiat itu.

Isi surat wasiatnya, jika Suzanna wafat, yang boleh mengurus hanya suaminya, Clift Andro
Nathalia (Clift Sangra), suaminya. Untuk keperluan visum, Clift harus menghubungi dokter,
polisi, RT, dan RW. Keluarga tidak perlu dilibatkan. Permintaan tersebut disampaikan dalam
surat bertuliskan tangan, lengkap dengan tanda tangan Suzanna, tertanggal 4 Juli 2006. Clift
yang mendampingi Suzanna hingga tutup usia di rumah tinggalnya, Kampung Kebondalem,
Kelurahan Potrobangsan, Magelang, melaksanakan dengan baik surat wasiat sang istri. Tak
heran, kematian bintang yang moncer dalam film “Beranak dalam Kubur” itu tak banyak
diketahui publik, termasuk keluarga dan tetangga sekitar. Hanya orang-orang tertentu yang
diberitahu dan diizinkan untuk melihat jasad Suzanna sebelum dimakamkan di Pemakaman
Umum Giriloyo, Magelang, Kamis 16 Oktober 2008.

Disinggung soal isi surat wasiat Suzanna secara detail, suami kedua Suzanna tersebut enggan
menanggapinya. Namun, dia menyatakan akan memenuhi permintaan Suzanna sebagaimana
tertulis dalam surat wasiat itu. “Sejak Kamis malam, kami menugasi tiga orang untuk menjaga
makam Mbak Suzi (panggilan akrab Suzanna, Red). Setiap waktu saya juga menengok makam.
Waktunya tidak bisa ditentukan“ terang Clift. Kematian artis yang mempunyai nama lengkap
Suzanna Martha Frederika Van Osch itu masih menyisakan kesedihan. Meski kerabat dan
penggemar tak secara langsung mengikuti upacara pemakaman, cukup banyak yang berdoa di
makam Suzanna. Mendiang Suzanna dikubur dalam satu liang lahad dengan Irene Beatrix Van
Osch serta Ari Andrianus Suprapto, kakak kandung serta putra kandungnya dari suami pertama,
Dicky Suprapto .

Kematian Suzanna rupanya masih menimbulkan ganjalan bagi anaknya, Kiki Maria. Meski Clift
Sangra, suami Suzanna, sudah menyatakan bintang film horor itu meninggal akibat penyakit
yang diderita sejak 30 tahun lalu, namun, Kiki tetap meragukan keterangan tersebut. Untuk
memenuhi hasrat keingintahuannya, termasuk langkah hukum yang mungkin akan dilakukan,
Kiki terus mengumpulkan fakta mengenai penyebab kematian ibundanya tersebut. Alasannya,
Kiki melihat ada keanehan saat menjelang kematian Suzanna.
2. Pandangan ahli / teori pewarisan :

Apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan,

tuntutan tersebut tidak dapt ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam

pasal 1066 BW, yaitu:

a. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa

untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara

para ahli waris yang ada;

b. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian

yang melarang hal tersebut;

c. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk

beberapa waktu tertentu;

d. Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun

dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak.

Dari ketentuan pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-

akibatnya itu, dapat dipahami bahwa system hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang

berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hokum waris menurut

BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada

mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih

dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.


Peraturan-peraturan yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dari seseorang yang
meninggal dunia kepada seseorang atau beberapa orang lain, bersama-sama merupakan hukum
waris. Kepindahannya itu sendiri dinamakan pewarisan. Jadi pengertian warisan adalah soal
apakah dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu
ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.Untuk dapat mewarisi
maka ahli waris itu ada karena ditunjuk oleh Undang-Undang dan ada yang karena ditunjuk oleh
surat wasiat. Yang dapat mewarisi berdasarkan Undang-Undang dibagi atas 4 (empat) golongan,
yaitu :
1. anak dan suami/isteri ;
2. adanya pembelahan (kloving) ½ untuk keluarga ibu dan ½-nya untuk keluarga ayah khususnya
untuk leluhur ke atas ;
3. saudara kandung dan orang tua ;
4. keluarga dalam garis menyimpang sampai ke 6 (enam), kalau semuanya tidak ada maka akan
jatuh pada negara.

Orang yang pertama kali dipanggil oleh Undang-Undang adalah anak dan keturunan selanjutnya
serta suami atau isteri dari si mati. Anak-anak mewarisi untuk yang sama besarnya, suami atau
isteri mewarisi satu bagian dari anak. Apabila seseorang meninggalakan satu orang anak dan satu
orang suami atau isteri, maka masing-masing mereka itu mewarisi karena kematia ½ dari harta
peninggalan. Pasal 852 KUHPerdata menjelaskan :“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka,
biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orangtua, kakek, nenek,
atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada
perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih
dahulu. Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian
keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka
pewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak
sebagai pengganti”.
Di antara keturunan, orang lebih dekat derajatnya kecuali pelaksanaan aturan pengganti,
menyampingkan orang yang lebih jauh derajatnya.

3. Aturan / hukum yang berlaku :

3 ( tiga ) unsur pokok Hukum Waris yakni :


- Adanya harta peninggalan ( kekayaan ) pewaris yang disebut warisan
- Adanya pewaris yaitu orang menguasai atau memiliki harta warisan &
mengalihkan atau meneruskannya, dan
- Adanya ahli waris, orang yang menerima pengalihan ( penerusan )
atau pembagian harta warisan itu .
Dalam Pasal 830 KUHperdata menyebutkan bahwa “Pewarisan Hanya berlangsung karena
kematian” jadi kalo belum ada kematian ada menyerahan harta benda namanya bukan waris tapi
HIBAH.
Dalam undang-undang terdapat dua cara untuk mendapatkan suatu warisan, yaitu sebagai
berikut:

1. Secara Ab Intestato (ahli waris menurut Undang-undang dalam Pasal 832 KUHperdata).
Menurut ketentuan undang2 ini yang berhak menerima bagian warisan adalah para
keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri yang hidup
2. Secara Testamentair (ahli waris karena di tunjuk dalam surat easiat = testament) dalam
Pasal 899 KUHper.

Jadi dengan adanya surat wasiat bisa ada penyimpangan dari ketentuan yang termuat dalam
undang- undang seperti yang ada dalam point satu. Akan tetapi para ahli waris dalam garis lurus,
baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan karena menurut undang-
undang mereka dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak).
Pihak yang berhak atas legitieme portie (LP) disebut juga Legitimaris. Legitimaris adalah ahli
waris menurut undang-undang dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah.
Menurut pasal 838 KUH perdata ada orang-orang yang dinyatakan tidak patut menjadi ahli waris
(onwaardig) sebagai berikut:

1. orang yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris
2. orang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si pewaris, berupa fitnah
dengan ancaman hukuman luma tahun atau lebih berat. Dalam hal ini harus ada keptsan
hakim dulu
3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk mencabut
surat wasiatnya
4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris

Dalam pembagian waris, para pihak ahli waris dapat menentukan pembagiannya
berdasarkan bentuk hukum pilihan yang disepakati dan dikehendaki bersama. Adapun pilihan
bentuk hukum pembagian waris yang dapat disepakati dan dikehendaki para ahli waris adalah
pembagian waris berdasarkan pada Hukum Perdata, Hukum Agama atau Hukum Adat. Karena
anda tidak menyebutkan agama yang dianut oleh Kakak pada waktu menikah dengan si Pewaris
(si janda) maka jawaban yang saya berikan didasarkan pada aturan Hukum Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang secara umum banyak dianut dalam sengketa
pembagian harta warisan disamping kemudahannya dalam praktek pembagiannya :

Dalam Pasal 852a KUHPerdata kurang lebih dikatakan sebagai berikut : "Dalam hal mengenai
warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si Istri atau suami yang hidup
terlama, ...dst .., dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si meninggal dengan
pengertian, bahwa jika perkawinan suami istri itu adalah untuk kedua kali atau selanjutnya, dan
dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami
yang baru tidak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan
terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak. Atau dalam hal bilamana anak tsb
meninggal lebih dahulu, sekalian dengan keturunan penggantinya, tidak boleh bagian si Istri
atau suami itu lebih dari 1/4 harta peninggalan si meninggal".

Pasal 857 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut : "pembagian akan apa yang menurut pasal-
pasal yang lalu menjadi bagian para saudara laki dan perempuan, dilakukan diantara mereka
dalam bagian-bagian yang sama, jika mereka berasal dari perkawinan yang sama. Jika namun
mereka berasal dari lain-lain perkawinan, maka apa yang harus diwariskan harus dibagi
terlebih dahulu dalam 2 bagian, yakni bagian bagi garis Bapak dan bagi bagian garis Ibu.
Saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang penuh mendapat bagian mereka dari kedua
garis, sedangkan mereka yang setengah hanya mendapat bagian dari garis dimana mereka
berada"
Berdasarkan pengertian Pasal 852a KUHPerdata dan Pasal 857 KUHPerdata tersebut di atas,
disesuaikan dengan masalah yang disampaikan, didapat ahli waris yakni Suami, 1 anak
perempuan tiri (anak bawaan si Janda) dan 1 anak laki-laki (hasil perkawinan).

Adapun bagian warisnya adalah 1/4 untuk si suami, 1/2 bagian untuk si anak perempuan tiri dan
1 bagian untuk anak laki-laki.

Tuntutan pembagian harta gono-gini yang dilakukan si anak perempuan tiri, secara hukum,
tidaklah mendasar sepanjang dalam perkawinan si Janda dengan si Kakak tidak ada perjanjian
pemisahan harta mengingat secara hukum ketika terjadi suatu perkawinan maka tercampurlah
harta bawaan masing-masing pihak. Memang benar, Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan menyatakan bahwa harta bawaan masing-masing suami dan istri dalam perkawinan
adalah dibawah penguasaan masing-masing pihak, namun dalam praktek hukumnya, harus
dibuktikan terlebih dahulu bahwa benar harta tersebut adalah harta bawaan si istri dan harus
dibuktikan pula bahwa benar si suami - istri tersebut tidak menentukan aturan khusus terhadap
harta bawaan tsb.

4. Analisa Kasus

Dalam kasus ini Kiki Maria adalah legitimaris karena dia adalah anak kandung dari
Suzanna.
Legitieme Portie bisa di tuntut apabila bagian mutlak itu berkurang karena adanya tindakan dari
si pewaris sebelum dia meninggal.
Dalam kasus ini bagian mutlak nya Kiki Maria malah jadi gak ada karena wasiat Suzanna
yang menyatakan memberikan hartanya ke suami kedua dan anak angkatnya. Karena ada
Legitieme Portie si Kiki Maria berhak menuntut haknya.
Kiki Maria menjadi ahli waris yang onterfd ( dikesampingkan sebagai ahli waris oleh si
pewaris (Suzanna) ) tapi karena ada peraturan tentang Legitieme Portie yang tercantum dalam
Pasal 913 KUH perdata maka Kiki Maria tetap dapat menuntut bagian nya. Yah, beruntung lah
Kiki Maria karena pembentuk undang-undang melindungi ahli waris legitemaris agar mereka
tidak dirugikan oleh tindakan sewenang-wenang si pewaris.
Jadi, menurut peraturan perundang-undangan Kiki Maria dan Cliff Sangra harus berbagi
harta peninggalan Suzanna. Surat warisan yang menyatakan seluruh warisan untuk suami
Suzanna itu menurut hukum tidak dapat dilaksanakan karena Kiki Maria sebagai legitimaris
menuntut Legitiemae Portie nya.
Menurut pasal 838 KUH, Jika Kiki Maria terbukti onwaardig maka dia tidak mendapat
warisan dan otomatis warisan mamanya menjadi milik Cliff Sangra.
Tetapi dalam kasus ini, Kiki Maria sah menjadi ahli waris dan Cliff Sangra harus berbagi dengan
bagian 1/2 dari seluruh harta warisan Suzanna dan Cliff dapat 1/2nya juga. Jadi di bagi dua
supaya adil.

Menurut saya, untuk menghindari konflik yang berkepanjangan dan juga untuk
mendapatkan kepastian hukumnya, sebaiknya, jika penyelesaian secara kekeluargaan tidak
membuahkan hasil, Kiki Maria meminta penetapan hakim tentang pembagian waris dari harta
peninggalan si Janda tsb.

You might also like