You are on page 1of 31

PENDAHULUAN

Subjek Pajak dan Objek Pajak

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata memiliki
kewajiban membayar pajak Objek Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan
kewajiban membayar pajak.
Berikut adalah beberapa definisi yuang akan dijelaskan pada pembahasan
berikutnya:
• Pajak Penghasilan (PPh) adalah yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP)
luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.
• Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan
bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang
lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per
wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau
Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung,
maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
• Bea Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah R.I.

1
SUBJEK DAN OBJEK PAJAK

PEMBAHASAN

A. SUBJEK PADA :

1. PAJAK PENGHASILAN

Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak meliputi :

• orang pribadi;

• warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;

• badan; dan

• bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar
Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:

- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.

- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau

2
APBD, penerimaannya dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek Pajak Luar Negeri adalah:

- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.

- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak

1.Badan perwakilan Negara asing


2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:• bukan warga Negara
Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut; serta
• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri


Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari

3
iuran para anggota;

4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan


Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak


Penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan yang belum dibagi yaitu warisan dari seseorang
yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,
maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subyek pajak badan-badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria :

• Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;


• Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
• Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah;
• Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
• Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indoneisa tidak
kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak

4
didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dijelaskan


tentang apa yang tidak termasuk dalam subyek pajak, yakni sebagai berikut :

1. Badan perwakilan negara asing.


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pajabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan
Warga Negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut namun organisasi
tersebut tidak melakukan kegiatan di Indonesia.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ?


Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri
yang berbentuk :

• Perseroan terbatas; atau


• Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan
penanaman modal baik untuk:
• Penanaman modal baru; maupun
• Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang
tertentu dan daerah tertentu;

5
2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Subyek yang menjadi sasaran pajak yaitu:

1.Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang


Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang di kenakan pajak, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.

2. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga
Barang Kena Pajak tersebut.

3. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.

Mekanisme pemungutan PPN

• Addition method, yaitu dihitunh dari tariff dikalikan seluruh penjumlahan


nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak harus mempuyai
pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang di keluarkan.

• Subtraction method, yaituPPN yang terhutangdi hitung dari tarif-tarif


dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian.

• Credit method, yaitu mencari selisih antara pajak yang dibayar saat
pembelian dengan pajak yang di pungut saat penjualan.

6
3. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Yang menjadi Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara
nyata – nyata mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

Subjek PBB
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai :
> hak atas bumi, dan atau
> memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
> memiliki, menguasai, dan atau
> memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.

Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan
keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib
Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :
[a]. Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud
apabila keterangan dimaksud disetujui;
[b]. Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan
disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;
[c]. Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan
yang diajukan itu dianggap diterima.

Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP (surat
pemberitahuan objek pajak) secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan
disampaikan ke KPPBB atau KPP Pratama yang ditunjuk yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal

7
diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Untuk mendapatkan SPOP, wajib pajak tidak
harus menunggu kiriman dari KPPBB atau KPP Pratama tetapi dapat meminta
langsung di TPT (tempat pelayanan terpadu) KPPBB atau KPP Pratama secara gratis.
SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan
dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang dimaksud dengan
jelas, benar, dan lengkap adalah:
[a]. Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Negara maupun Wajib
Pajak sendiri;
[b]. Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
[c] Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.

Subjek Pajak Ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak

Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak.

Contohnya :

1 Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau


. bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan
undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang
memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan
sebagai wajib pajak.
2 Suatu Objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan dipengadilan, maka
. orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan Objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai wajib pajak.
3 Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak Objek pajak,
. sedang untuk merawat Objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan,
maka orang atau badan yang diberi kuasa daat ditunjuk sebagai wajib pajak.

Penunjukkan sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan
bukti pemilikan hak.

8
Keberatan atas Penetapan

Subjek pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut dapat
memberikan surat keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia
bukan wajib pajak terhadap Objek pajak yang dimaksud.

Apabila disetujui oleh DJP maka DJP membatalkan penetapan sebagai wajib
pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.

Sedangkan apabila ditolak maka DJP mengeluarkan surat keputusan


penolakan dengan disertai alasan-alasan.

Kemudian apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
surat keterangan wajib pajak dan DJP tidak memberikan keputusan maka keterangan
yang diajukan itu dianggap disetujui.

Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1


(satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan
sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan
pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.

Dasar Hukum :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah


diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi
dan Bangunan (Pasal 4)

9
B.OBJEK PAJAK PADA :

1. PAJAK PENGHASILAN

Objek Pajak Penghasilan Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

c. laba usaha

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena


pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha;

- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;

10
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;

h. royalti;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;


j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;

l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.

r. Surplus Bank Indonesia

s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.

Objek Pajak yang dikenakan PPh final

Atas penghasilan berupa:

• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;

• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;

11
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta

• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan


Pemerintah.

Tidak Termasuk Objek Pajak

a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu

• derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak ybs;
• Warisan;
• Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal;
• . Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah;
• Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan
asuransi beasiswa;
• Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha
aktif di luar kepemilikan saham tersebut;

12
• Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
• Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi;
• Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
- merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Pemotong PPh Pasal 26


- Badan Pemerintah;
- Subjek Pajak dalam negeri;
- Penyelenggara Kegiatan;
- BUT;
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia.

Tarif dan Objek PPh Pasal 26

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :

a.dividen;

b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan


jaminan pengembalian hutang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

13
e. hadiah dan penghargaan

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui


pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia


dengan negara pihak pada persetujuan.

Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
- lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
- lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

14
Contoh :
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat
tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
tanggal 20 Juni 2001.

Pengecualian
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia
dengan syarat:
a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya
dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai
berproduksi komersil.

2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar
negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pada prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN
dikenakan atas konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun
demikian, dengan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa
tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan
dari pungutan PPN.

Barang Kena Pajak


Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat

15
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Barang Yang Tidak Kena Pajak

• Hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari


sumbernya.

• Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

• Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,


warung dan sejenisnya.

• Uang,emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jasa Kena Pajak


Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan
atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan,
yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Jasa yang tidak di kenakan pajak

• Bidang pelayanan kesehatan medic.

• Bidang pelayanan social.

• Bidang surat dan perangko

• Bidang perbaikan, asuransi, dan sewa guna dengan hak opsi.

• Bidang keagamaan.

• Bidang pendidikan.

• Bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tntonan, termasuk jas
a di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial.

• Bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan yaitu jasa penyiaran radio atau TV
yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swata yang bukan bersifat iklan.

• Bidang angkutan umum di darat dan di air.

• Bidang tenaga kerja.

16
• Bidang perhotelan.

• Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan


pemerintahan secara umum.

Penyerahan
PENYERAHAN YANG DIKENAKAN PPN :

1 Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
. Pengusaha;
2 Impor Barang Kena Pajak;
.
3 Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
. Pengusaha;
4 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
. Daerah Pabean;
5 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
. atau
6 Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
.

TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK :

1 Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;


.
2 Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
. leasing;
3 Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
.
4 Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
.
5 Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
. diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
6 Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
. penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
7 Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
.

17
SYARAT PENYERAHAN BARANG YANG DIKENAKAN PPN:

1 Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;


.
2 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak
. berwujud.
3 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
.
4 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
.

SYARAT PENYERAHAN JASA YANG DIKENAKAN PPN:

1 Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak


.
2 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
.
3 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
.

TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA


PAJAK:

1 Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam


. Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
2 Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;
.

Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang

Dasar pengenaan Pajak

• Harga jual.

• Penggantian.

• Nilai ekspor.

• Nilai impor.

18
• Tarif pajak

tarif PPN adalah 10% dan 0% untuk ekspor barang kena pajak.

Kemudian untuk cara perhitungannya :

PPN= Dasar pengenaan pajak X Tarif Pajak

Dalam buku 1, 2, 3, dan 4 terdapat contoh.

• Saat dan Tempat Pajak Terutang

Terutangnya Pajak terjadi pada saat:

• Penyerahan BKP atau JKP.

• Impor BKP.

• Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.

• Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.

• Ekspor BKP.

Tempat pajak terutang

• Untuk penyerahan BKP/JKP

• Tempat tinggal

• Tempat kedudukan

• Tempat kegiatan usaha

• Untuk impor, di tempat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean

• Untuk pemanfaatan BKP tak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean di
tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak.

• Atas kegiatan membangun sendiri.

• Perusahaan yang mempunyai cabang-cabang.

19
3. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:

Bumi:
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta
laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan,
tambang,dll.

Bangunan :
Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan.
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat
perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang
memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

Objek PBB
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
[1] Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;

[2] Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
[2.a]. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satukesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut;
[2.b]. jalan TOL;
[2.c]. kolam renang;
[2.d] pagar mewah;
[2.e]. tempat olah raga;

20
[2.f]. galangan kapal, dermaga;
[2.g]. taman mewah;
[2.h]. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
[2.i]. fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB


[1] Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

[2] Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;

[3] Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak;

[4] Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;

[5] Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah
bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-
nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain
dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak
dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional
tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah

21
dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana
yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa
kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan
perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada
subjeknya.
Nah, sesuai dengan namanya, objek PBB ini adalah bumi dan/atau bangunan
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang PBB. Sementara itu
arti bumi dan bangunan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-undang PBB.

Cara Mendaftarkan Objek PBB


Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan
dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat.

Dasar Pengenaan PBB


Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan
perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan gubernur serta memperhatikan:
a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c.nilai perolehan baru;
d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:

a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.
b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan

22
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP
adalah sebagai berikut;
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 20%
• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

- apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%


- apabila NJOP-nya <Rp. l .000.000.000,00 adalah 20%

Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%

Rumus Penghitungan PBB


Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)


maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,2%x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)


maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,1 %x (NJOP -NJOPTKP)

Tempat Pembayaran PBB


Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB
atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada
tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor
Pos dan Giro.

23
4. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
• Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan.
• Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :

• Pemindahan hak karena :


1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah waris;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah;

24
• Pemberian hak baru karena :
1. pelanjutan pelepasan hak;
2. diluar pelepasan hak

Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh :

1. perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik;


2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaanpembangunan guna kepentingan umum;
3. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi;
4. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
5. orang pribadi atau badan karena wakaf;

Tarif Pajak

Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal;

1. jual beli adalah harga transaksi;


2. tukar-menukar adalah nilai pasar;
3. hibah adalah nilai pasar;
4. hibah wasiat adalah nilai pasar;
5. waris adalah nilai pasar;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;

25
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar;
9. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar;
10. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
11. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
12. peleburan usaha adalah nilai pasar;
13. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
14. hadiah adalah nilai pasar;
15. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang.

Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada
NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan,
dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

Pengenaan BPHTB

1. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas
perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB
yang seharusnya terutang
2. pengenaan BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan Besarnya BPHTB
karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:
o 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal
penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum
Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);
o 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam
hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara
regional paling banyak

26
1. Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah);
2. Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris,
atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu
derajat kebawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.

Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang

Saat terutang Pajak BPHTB untuk:

1. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;


2. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
3. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
4. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Pertanahan;
5. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
6. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
7. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
8. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
9. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
10. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
11. pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani
dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
12. penggabunganusahaadalahsejaktanggaldibuatdanditandatanganinya akta;
13. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
14. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
15. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

27
Tempat Pajak Terutang adalah:
di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.

Cara Pembayaran Pajak adalah:


Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD dengan
Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

5. BEA MATERAI

Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang


dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya
belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Berikut penjelasan mengenai bea materai akan diuraikan dalam beberapa
rangkaian pertanyaan:
Apa saja yang termasuk objek Bea Meterai yang terutang Bea Meterai Rp
6.000,00 ?

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat
Pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat perdata.
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)/
atau dalam mata uang selain rupiah dengan jumlah yang sama :

a. Yang menyebutkan penerimaan uang;


b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank;
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya/sebagian telah
dilunasi/diperhitungkan.
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, yang harga nominalnya lebih dari
Rp.1.000.000,00
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih
dari Rp.1.000.000,00
7. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan:

28
a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain/ digunakan oleh orang lain, lain dari maksud
semula
Apa saja yang termasuk objek Bea Meterai yang terutang Bea Meterai Rp
3.000,00 ?

• Surat yang memuat jumlah uang, apabila harga nominalnya lebih dari
Rp.250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,00
• Surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang harga nominalnya lebih dari
Rp.250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,00

Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp.250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,00

Apa saja objek bea Meterai yang terutang Bea Meterai ?

• Surat yang yang memuat jumlah uang, apabila harga nominalnya tidak lebih
dari Rp.250.000,00
• Surat berharga seperti wesel,promes, aksep yang harga nominalnya tidak lebih
dari Rp.250.000,00.

Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya tidal lebih
dari Rp.250.000,00.

Apa saja yang tidak termasuk objek Bea Meterai dan tidak dikenakan Bea
Meterai ?

1 Segala bentuk ijasah


.
2 Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
. yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
3 Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan
. bank.
4 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
. disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

29
5 Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
.
6 Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
. penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
tersebut.
7 Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
.
8 Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk
. apapun.
9 Dokumen yang berupa :
.
a. Surat Penyimpanan Barang;
b. Konosemen;
c. Surat angkutan penumpang dan barang;
d. Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b dan c;
e. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f. Surat Pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
g. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana
dimaksud dalam hurup a sampai hurup f.

Kapan saat terutang Bea Meterai ?

Saat terutang :

• Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, pada saat dokumen diserahkan
• Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, pada saat selesainya
dokumen dibuat.

Dokumen yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan di Indonesia.

Siapa yang terutang Bea Meterai ?

Pihak yang terutang :


Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat
dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain
0
Apa sanksi yang dapat dikenakan apabila kewajiban dalam UU Bea Meterai
tidak dipenuhi ?

30
• Dokumen yang terutang Bea Meterai tetapi Bea Meterainya tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari Bea
Meterai yang tidak atau kurang dibayar.

Pelunasan Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian
kemudian.

31

You might also like