You are on page 1of 28

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

MODUL 1.06 Konversi Glukosa-Fruktosa

I. Pendahuluan

Teknik kimia adalah ilmu dengan lingkup bahasan bagaimana mewujudkan


proses-proses untuk melakukan pengubahan komposisi dan struktur kimia suatu bahan
sehingga diperoleh bahan baru dengan sifat dan nilai guna yang lebih diinginkan. Proses
konversi ini disebut reaksi kimia dan sistem pemroses yang mengakomodasi
berlangsungnya reaksi kimia adalah satuan peralatan yang disebut reaktor. Oleh karena
itu pokok bahasan yang khusus dari teknik kimia mengarah pada bagaimana merancang
reaktor untuk melaksanakan suatu reaksi kimia tertentu. Merancang suatu reaktor berarti
menjawab beberapa pertanyaan dasar yang terdiri dari:
1. jenis apa dan berapa ukuran peralatan yang diperlukan untuk dapat melangsungkan
rekasi sampai pada tingkat pencapaian yang dikehendaki,
2. kondisi operasi laju alir, tekanan, temperatur, pH untuk reaksi yang diinginkan,
3. perlengkapan dan persyaratan yang diperlukan berkenaan dengan pola hidrodinamika
bahan yang ditangani dalam operasinya dan terjadinya perubahan energi dengan
lingkungan.
Jawaban-jawaban atas pertanyaan di atas akan mengarahkan ke suatu tata berpikir di
dalam merancang proses reaksi dalam reaktor.
Rancangan dan pengoperasian reaktor memerlukan pemahaman yang mendasar
mengenali proses-proses fisis maupun kimiawi. Hukum-hukum yang mengendalikan
terjadinya proses fisis seperti perpindahan massa dan panas seringkali mendasari
peristiwa kinetika reaksi kimia. Proses di reaktor adalah hasil penggabungan
pengoperasian kedua fenomena fisis dan kimiawi ini. Maka pembahasan di sini
ditekankan pada aspek kinetika kimia, terutama tentang reaksi kimia dan penggunaannya
sebagai latihan pemahaman empirik dalam perancangan suatu reaktor.
Berhubungan dengan penggunaannya dalam perancangan reaktor, kajian reaksi
kimia terutama diarahkan untuk mendapatkan keterangan mengenai jalannya kejadian
reaksi kimia. Keterangan ini meliputi mekanisme laju reaksi, pencapaian keadaan
kesetimbangan dan upaya yang dapat mempengaruhi jalannya reaksi tersebut, baik laju
reaksi meupun derajat konversi.

-1/28-
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Dengan mengambil kasus reaksi isomerisasi glukosa-fruktosa dengan


menggunakan katalis enzim, praktikum ini secara umum bertujuan mempelajari kinetika
reaksi dengan cara:
1. membuktikan suatu usulan mekanisme reaksi,
2. menyusun rumusan kuantitatif mengenai laju reaksi,
3. melihat beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Selanjutnya, keterangan yang diperoleh mengenai laju reaksi dan kondisi operasi tersebut
digunakan untuk mempelajari perilaku reaktor dengan berbagai jenis kondisi
pengoperasian.

II. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum Modul Konversi Glukosa Fruktosa adalah:


1. Mempelajari salah satu cara menentukan parameter kinetika reaksi katalitik
heterogen dalam reaktor batch, khususnya untuk isomerisasi glukosa menjadi
fruktosa dengan enzim terimobilisasi.
2. Membuktikan bahwa reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa dengan enzim
terimobilisasi mengikuti mekanisme Michaelis-Menten.

III. Sasaran

Sasaran akhir praktikum ini adalah:


1. Praktikan mampu menggunakan refraktometer brix dalam penentuan konsentrasi
glukosa ,
2. Praktikan mampu menggunakan polarimeter untuk menentukan konsentrasi reaktan
tiap saat,
3. Praktikan dapat menghitung parameter reaksi di atas.

IV. Tinjauan Pustaka

IV.1 Reaksi Berkatalisis Enzim


Enzim adalah protein yang dihasilkan sel organisme dalam upaya untuk
mempercepat proses reaksi biokimia yang sedang dijalaninya. Seperti halnya katalis pada

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 2 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

umumnya, enzim dapat mempercepat reaksi dengan cara bereaksi aktif dengan substrat
sedemikian sehingga reaksi tersebut berlangsung dengan mekanisme yang memberikan
energi pengaktifan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan energi pengaktifan reaksi
tanpa katalis enzim. Meskipun demikian, enzim tidak mengalami perubahan yang tetap
sehingga pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali seperti semula. Enzim mempercepat
pencapaian keadaan kesetimbangan tetapi tidak mempengaruhi letak kesetimbangan.
Konsentrasi kesetimbangan tetap ditentukan oleh sifat-sifat termodinamika substrat dan
produk reaksi. Substrat adalah ungkapan dalam bidang biokimia untuk reaktan, yaitu zat
yang mengalami konversi biokimia.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme reaksi enzimatik umumnya
sangat kompleks dengan melibatkan serangkaian tahap reaksi dasar antara enzim dan
substratnya. Kompleks enzim-substrat ini terjadi dengan terikatnya substrat di daerah
tertentu pada badan enzim yang disebut dengan pusat aktif (active centre), yaitu tempat
reaksi berlangsung dan dihasilkan produk. Keaktifan enzim bergantung pada banyaknya
pusat aktif yang terdapat padanya.
Keberadaan pusat aktif merupakan hasil proses konformasi tiga dimensi enzim
yang sangat teratur. Konformasi berarti suatu proses pembentukan yang runtun
keberlangsungannya sangat menentukan struktur atau susunan bentuk produk. Dalam hal
enzim, konformasi ini ditentukan selama berlangsungnya aktivitas metabolisme protein
oleh sel organisme yang menghasilkannya. Seringkali protein yang dihasilkan ini baru
aktif sebagai enzim setelah bergabung dan bekerja sama dengan zat lain yang disebut
kofaktor. Kofaktor merupakan senyawa nonprotein. Kofaktor yang paling sederhana
adalah berupa ion-ion logam. Kofaktor lain yang disebut koenzim merupakan senyawa
organik bermolekul kompleks seperti ATP, NAD, FAD. Proses konformasi semacam ini
memberikan keaktifan enzim menjadi lebih cepat dan lebih spesifik bila dibandingkan
dengan katalis non-enzim.
Kebergantungan laju reaksi enzimatik pada konsenrtrasi substrat dan produk
umumnya bukan merupakan hubungan yang sederhana. Konsentrasi enzim dalam
medium reaksi, temperatur, dan pH medium rekasi juga mempengaruhi laju reaksi.

IV.2 Kebergantungan Laju Rekasi pada Konsentrasi Substrat dan Enzim


Berdasarkan pada banyak hasil penelitian disimpulkan bahwa laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Kebergantungan laju reaksi pada konsentrasi

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 3 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

substrat tunggal untuk tingkat yang tersederhana dapat diperoleh dari Gambar 1.
Keterangan yang dapat diperoleh dari gambar tersebut adalah:
1. Laju rekasi berbanding lurus terhadap konsentrasi substrat untuk batas konsentrasi
rendah, sehingga reaksi mendekati kelakukan reaksi orde 1
2. Laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi substrat untuk batas konsentrasi tinggi
sehingga reaksi mendekati kelakuan reaksi orde 0
3. Orde reaksi di daerah antara batas konsentrasi berkurang berkesinambungan dari satu
menjadi 0 dengan naiknya konsentrasi.

Gambar 1 Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Laju Pertumbuhan Sel

Berdasarkan keterangan kualitataif di atas, Michaelis dan Menten memberikan penjelasan


dengan mengajukan usulan mekanisma reaksi berikut:
k1
S + E ↔ ES
k-1

k2
ES→ E + P

Reaksi antara enzim dan substratnya dalam membentuk produk diperkirakan terjadi
sesuai ilustrasi pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan kompleks enzim-substrat

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 4 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Mekanisme ini menjelaskan bahwa enzim (E) dan substrat (S) bereaksi timbal
balik membentuk kompleks enzim-substrat (ES), dan akhirnya sebagian dari kompleks ini
berdisosiasi membentuk produk P dan enzim bebas. Jumlah enzim bebas E dan enzim
terikat ES selalu sama dengan enzim mula-mula. Bila volume medium reaksi tetap, maka
berlaku
[E]0 = [E] + [ES] (1)
Hubungan berikut berlaku pula bila pada saat mulai reaksi hanya terdapat substrat dan
enzim,
[S]0 = [S] + [ES] (2)
dan
d[P]
r= = k 2 .[ES] (3)
dt
Berdasarkan mekanisme rekasi enzim dan substrat dapat ditulis persamaan kinetika
berikut:
d[S]
r= = k1.[E].[S] - k -1.[ES] (4)
dt
dan
d[ES]
r= = k1.[E].[S] - (k -1 + k 2 )[ES] (5)
dt
dengan kondisi awal:
[S]t=0 = [S]0 dan [ES] t=0 = 0
Dengan metoda substitusi akan dihasilkan 2 persamaan deferensial biasa dengan 2
besaran tidak diketahui yaitu [E] dan [ES]. Untuk harga perbandingan [E]0 /[S]0 yang
cukup kecil, perhitungan komputer terhadap konsentrasi S, E, ES dan P sebagai fungsi
waktu menunjukkan bahwa konsentrasi ES dapat dianggap tetap sesaat sesudah reaksi
dimulai. Anggapan ini biasa disebut dengan mendekatan quasi-steady-state, yang
memberikan:
d[ES]
=0 (6)
dt

Dengan menggunakan substitusi persamaaan-persamaan yang ada untuk menghilangkan


[E] dan [ES], diperoleh:
d[S] rmax .[S]
r= = (7)
dt K M + [S]

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 5 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

dimana:
rmax = k 2 .[E]0 (8)

k −1 + k 2
KM = (9)
k1
rmax merupakan laju reaksi maksimum/pembatas dan KM disebut konstanta Michaelis.
Perhatikan bahwa KM merupakan konsentrasi substrat pada saat r = rmax /2. Ungkapan
matematik laju reaksi yang diturunkan dari mekanisme reaksi usulan Michaelis Menten
ternyata sesuai dengan keterangan kualitataif yang dikemukakan terdahulu. Meskipun
demikian, perlu diketahui bahwa keberhasilan suatu usulan mekanisme reaksi dalam
memberikan kesimpulan yang sesuai dengan hasil pengamatan belum tentu menunjukkan
mekanisme tersebut sesuai benar dengan kejadian yang sesungguhnya. Mekanisme reaksi
yang berbeda bisa saja memberikan rumusan laju reaksi yang sama. Sebagai contoh,
mekanisme berikut juga menghasilkan rumusan laju reaksi seperti pada persamaan
kinetika enzim yang terinhibisi secara nonkompetitif berikut:
E +S ↔ ES K’m
ES +I ↔ ESI K1
ES → E +P k2
Mekanisme ini menjelaskan bahwa enzim (E) dan substrat (S) bereaksi timbal
balik membentuk kompleks enzim-substrat (ES), sebagian kompels (ES) ini kemudian
terinhibisi sehingga membentuk kompleks ESI. Kompleks ESI ini mengurangi jumlah
kompleks ES bebas yang dapat mengakomodasi reaksi menghasilkan produk. Kompleks
ESI ini adalah inhibitor kompleks ES karena ESI tidak dapat membentuk produk dan
melepaskan kembali enzim bebas. Jumlah enzim bebas E dan enzim terikat ESI dan ES
selalu sama dengan enzim mula-mula. Bila volume medium reaksi tetap, maka berlaku
[E]0 = [E] + [ES]+[ESI] (10)
Hubungan berikut berlaku pula bila pada saat mulai reaksi hanya terdapat substrat dan
enzim,
[S]0 = [S] + [ES]+[ESI] (11)
dan
d[P]
r= = k 3 .[ES] (12)
dt

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 6 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Berdasarkan mekanisme rekasi enzim dan substrat dapat ditulis persamaan kinetika
berikut:
d[S]
r=− = k1.[E].[S] - k -1.[ES] (13)
dt
dan
d[ES]
r= = k1.[E].[S] - (k -1 + k 2 )[ES] (14)
dt
d[ESI]
r= = k 2 .[ES] - k 3 [ESI] (15)
dt

dengan kondisi awal:


[S]t=0 = [S]0 dan [ES] t=0 = 0
Dengan metoda substitusi akan dihasilkan 2 persamaan deferensial biasa dengan 2
besaran tidak diketaui yaitu [E] dan [ES]. Untuk harga perbandingan [E]0 /[S]0 yang
cukup kecil, perhitungan komputer terhadap konsentrasi S, E, ES dan P sebagai fungsi
waktu menenjukkan bahwa konsentrasi ES dapat dianggap tetap sesaat sesudah reaksi
dimulai. Anggapan ini biasa disebut dengan mendekatan quasi-steady-state, yang
memberikan:
d[ES]
=0 (16)
dt
dan
d[ESI]
=0 (17)
dt

Dengan definisi bahwa:


[E][S]
K' m = (18)
[ES]
dan
[ES][I]
K1 = (19)
[ESI]
Dengan menggunakan substitusi persamaaan-persamaan yang ada untuk menghilangkan
[E] dan [ES], diperoleh:
d[S] r .[S]
r= = k 2 .[ES] = max (20)
dt K M + [S]

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 7 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Diturunkan:
rmax
.[S]
 [I] 
1 + 
d[S]  K 1  r , .[S]
r= = = max APP (21)
dt K' M K M , APP +[S]
+ [S]
 [I] 
1 + 
 K1 

dimana:
rmax = k 2 .[E]0 (22)

rmax
rmax , APP = (23)
 [I] 
1 + 
 K1 
k −1 + k 2 K' m
KM = = .[S] (24)
k1  [I] 
1 + 
 K1 
rmax merupakan laju reaksi maksimum/pembatas dan KM disebut konstanta Michaelis
Menten. Karena itulah model Michelis Menten disebut unstructured model. Dari model
kinetika yang sama dapat didefinisikan bermacam-macam mekanisme reaksi dan nilai
rmax dan K’m nergantung pada definisnya.

IV.3 Pengaruh pH Medium Reaksi terhadap Laju Reaksi


Protein enzim dari beragam asam amino yang masing-masing mempunyai gugus
samping yang bersifat asam, basa, ataupun netral. Jadi, secara utuh enzim dapat
mengandung gugus bermuatan positif maupun negatif pada nilai pH yang diberikan.
Beberapa mekanisme enzim memperlihatkan tindak katalitik enzim mengikuti
perilaku katalis jenis asam atau jenis basa. Ini berarti bahwa gugus yang dapat mengion
tersebut di atas juga merupakan bagian dari pusat aktif enzim. Tindak katalitik akan
muncul bila gugus-gugus di pusat aktif memiliki muatan tertentu. Enzim menjadi aktif
hanya pada keadaan ionisasi tertentu. Dengan demikian besar kecilnya fraksi enzim yang
aktif sebagai katalis bergantung pada nilai pH medium reaksi.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 8 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Uraian singkat di atas menjelaskan pengaruh pH medium reaksi terhadap


keaktifan enzim, yang pada akhirnya juga berpengaruh pada laju reaksi. Terlihat bahwa
laju reaksi akan menjadi maksimum pada nilai pH tertentu, yang disebut pH optimum.
Pada nilai pH ini, fraksi badan enzim yang aktif sebagai katalis adalah maksimum. Hal
ini dijelaskan seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengaruh pH terhadap keaktifan enzim sebagai biokatalis

IV.4 Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi


Sebagaimana reaksi yang lain, kebergantungan laju reaksi enzimatik pada
temperatur dapat dijelaskan dengan rumus Arhenius:
 − Ea 
k = A.exp  (25)
 RT 
dimana:
k = tetapan laju reaksi
Ea = energi pengaktifan
A = faktor frekuensi
T = temperatur absolut
Oleh karena Ea selalu berharga positif, rumus Arhenius menunjukkan bahwa laju reaksi
akan selalu meningkat dengan naiknya temperatur reaksi. Bagi reaksi enzim, kenaikan
temperatur ini ada batasnya, yaitu pada saat temperatur denaturasi protein tercapai. Enzim
yang terdenaturasi akan kehilangan keaktifannya. Gambar 4 menunjukkan adanya
temperatur optimum yang memberikan laju reaksi maksimum.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 9 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

IV.5 Reaksi Isomerisasi Glukosa-Fruktosa


Reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa menggunakan enzim glucose
isomerase merupakan salah satu contoh reaksi enzimatis komersial yang penting saat ini.
Pengubahan menjadi fruktosa diinginkan karena fruktosa mempunyai rasa yang lebih
manis daripada glukosa.

Gambar 4 Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim

Persamaan reaksi isomerasi glukosa-fruktosa tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 5 Reaksi Isomerisasi Glukosa-Fruktosa


Reaksi berlangsung pada fasa cair dengan pelarut air. Berdasarkan literatur, konstanta
kesetimbangan reaksi pada temperatur 50oC berharga 1. Harga ini diperkirakan tidak
banyak berubah terhadap temperatur karena panas isomerisasi tersebut mendekati 1
kkal/mol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju reaksi isomerisasi ini mengikuti
rumusan Micahelis Menten.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 10 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Secara komersial, enzim glukosa isomerase yang dapat dihasilkan oleh


mikroorganisme Bacillus coagulan, Steptomyocis, dan lain-lain digunakan dalam keadaan
terimobilisasi, yaitu enzim diikatkan ke suatu padatan pendukung sedemikian sehingga
tidak mudah melarut selama reaksi berlangsung. Pemakaian enzim terkekang
dibandingkan enzim homogen mempunyai beberapa keuntungan, seperti:
1. keaktifan enzim dapat dipertahankan lebih lama
2. mudah dipisahkan dari campuran reaksi
Akan tetapi, sistem enzim terimobilisasi yang merupakan suatu sistem enzim
heterogen juga memiliki kekurangan seperti keaktifannya yang tidak dapat setinggi enzim
homogen karena berkurangnya kemungkinan kontak secara baik dan adanya pengaruh
perpindahan massa yang dapat memperlambat laju reaksi. Dalam kaitannya sebagai objek
kajian kinetika reaksi, disini akan dipelajari pembuktian secara percobaan bahwa
isomerisasi glukosa-fruktosa dengan menggunakan enzim terkekang menuruti mekanisme
Michaelis Menten. Rumusan laju reaksi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
mempelajari besarnya perilaku reaktor dengan berbagai jenis pengoperasian.

IV.6 Percobaaan Isomerisasi Glukosa-Fruktosa dengan Enzim Terimobilisaasi


Salah satu pendorong munculnya pemakaian enzim terimobilisasi adalah adanya
tuntutan sistem produksi secara berkesinambungna. Untuk maksud ini dipakailah reaktor
berkesinambungan dengan enzim tersusun sebagai unggun diam (reaksi ideal jenis PFR)
atau enzim tercampur dengan baik dalam medium reaksi karena adanya pengadukan
(reaktor ideal jenis CSTR). Perkembangan rancangan reaktor kini mengarah ke
pengupayaan modifikasi gabungan kedua sifat reaktor ideal tersebut.
Perilaku reaktor dalam bahasan ini terutama dimaksudkan sebagai pola
tanggapan reaktor terhadap perubahan kondisi operasi seperti laju alir, waktu tinggal, laju
daur ulang, temperatur, nilai pH yang akan mempengaruhi pencapaian keadaan tunak dan
derajat konversi tertentu. Kajian perilaku reaktor ini memerlukan informasi dasar
mengenai laju reaktor murni. Jika digunakan enzim terimobilisasi, laju reaksi murni
diperoleh dengan menggunakan reaktor batch.
Secara kualitatif, pengaruh hidrodinamika aliran dan perpindahan massa substrat
dipelajari dengan memperkirakan derajat konversi suatu jenis reaktor pada kondisi
operasi tertentu. Hal ini memerlukan analisis neraca massa pada masing-masing jenis
reaktor. Bahasan ini dibatasi untuk kondisi isotermis dan nilai pH yang tetap sehingga

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 11 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

laju reaksi hanyalah dipengaruhi konsentrasi substrat dan enzim. Hubungan berikut
adalah dasar analisisnya:
[laju akumulasi zat i di dalam sistem] = [laju alir massa zat i masuk ke sistem] + [laju alir
massa zat i keluar sistem] + [laju reaksi zat i
karena reaksi di dalam sistem]

IV.7 Tinjauan Singkat Perilaku Reaktor


IV.7.1 Reaktor Batch
Perilaku utama reaktor batch yang dioperasikan pada fasa cair dan isotermis
adalah:
1. konsentrasi substrat dan produk merupakan fungsi waktu
2. laju reaksi dan derajat konversi selalu berubah setiap saat

Dengan menganggap dapat diperoleh kehomogenan


campuran reaksi dan volume campuran reaksi yang tetap,
penerapan neraca massa persamaan untuk reaktor batch akan
memberikan persamaan deferensial:
dS r .S
= −r = max (26)
dt KM + S

Gambar 6 Skema Reaktor Batch


Bila harga r dapat diperoleh secara grafis dari pengaluran data konsentrasi
terhadap waktu reaksi, persamaan deferensial tersebut dapat diubah menjadi:
1 KM 1 1
= . + (27)
r rmax S rmax
Persamaan tersebut menyatakan hubungan linear antara 1/r dan 1/S yang dapat
mendekati nilai KM/rmax dari angka gradien kurva dan nilai 1/rmax dari titik potong
kurva dengan sumbu vertikal. Dengan demikian harga-harga KM dan rmax dapat
diperoleh. Namun, perolehan harga r secara grafis seringkali tidak praktis dan
tingkat ketelitiannya kecil. Upaya untuk memperbaiki hal ini adalah dengan
pemakaian model matematik yang menyatakan ketergantungan konsentrasi pada
waktu reaksi. Sebagai contoh dengan persamaan berikut:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 12 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

S = A.e− Bt (28)

Harga konstanta A dan B diperoleh dari pengerjaan regresi linier terhadap data
konsentrasi berdasarkan persamaan:
lnS = lnA − Bt (29)
Model persamaa tersebut sebetulnya terbatas penggunaannya karena persamaan
tersebut diturunkan berdasarkan laju reaksi bergantung linier terhadap konsentrasi.
Pembahasan terdahulu menyatakan hal ini berlaku bila harga konsentrasi kecil
sedemikian sehingga dapat diabaikan terhadap KM. Model yang lebih umum
diperoleh dengan menyelesaikan persamaan diferensial neraca massa sengan syarat
batas [S]t=0 = [S]0. Hasilnya adalah:
K M So 1
ln + .(So - S) = t (30)
rM S rmax
Bila ln(So/S), (S0-S), dan t masing-masing dinyatakan dengan x1, x2, dan y
persamaan tersebut menjadi:
KM 1
y= .x1 + .x 2 (31)
rM rmax
Harga KM dan 1/RM dapat ditentukan dengan regresi linear bertingkat.

IV.7.2. Reaktor Semibatch

Pada jenis reaktor ini, volume cairan reaksi


berubah setiap saat sesuai dengan
V=Vo+Qt (32)
Dengan demikian, selain konsentrasi substrat dan
laju reaksi, konsentrasi enzim juga berubah terhadap
waktu reaksi. Penerapan neraca massa reaktor ini
adalah:
d(V.S)
= Q.So − V.r (33)
dt
Gambar 7 Skema Reaktor Semibatch

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 13 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Persamaan tersebut dapat diturunkan menjadi:


S t
KM + S dt
−∫ ds = ∫ (34)
So
QS − (QSo − QK M − K M .Eo).S − QSoK M
2
0
(Vo + Qt)
Dengan menggunakan harga-harga KM dan rM dari percobaan reaktor batch serta
harga Q dan So yang diketahui, persamaan terakhir ini dapat digunakan untuk
memperlirakan konsentrasi S setiap saat.

IV.7.3. Reaktor CSTR


Penerapan neraca massa pada keadaan tunak untuk reaktor CSTR dapat
digambarkan dengan persamaan diferensial berikut:

rmax .S
Q.(So − S) = V. (35)
(K M + S)

Setelah disusun kembali, persamaan tersebut


menjadi
V 1 K M (So − S) 1
= = . + .(So − S) (36)
Q τ rM S rM
Gambar 8 Skema CSTR
dimana τ adalah waktu tinggal reaksi. Dengan harga-harga KM dan rM yang diperoleh
dari percobaan reaktor batch persamaan neraca massa dapat digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi S pada berbagai harga.
Aliran daur ulang berpengaruh pada peningkatan konversi tahap dalam
reaktor. Untuk volume cairan reaksi yang sama dengan reaktor tanpa daur ulang,
reaktor berdaur ulang dapat mencapai tingkat konversi tertentu dengan laju alir
umpan yang lebih kecil.

IV.7.4. Reaktor PFR


Analisa perilaku reaktor PFR ideal didasarkan pada anggapan bahwa aliran
campuran reaksi sepanjang unggun reaktor memenuhi beberapa hal berikut:
1. pada setiap penampang yang tegak lurus poros unggun,

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 14 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

laju alir fluida dan semua keadaan zat (konsentrasi,


temperatur, dan sebagainya) di semua kedudukan adalah
sama
2. tidak terjadi pencampuran antara zat-zat dalam arah
longitudinal

Dengan anggapan di atas dan dengan menggunakan notasi


berikut:
A = luas penampang unggun (cm2), diasumsikan konstan dari
Z=0 sampai Z=L
u = laju alir linear fluida (cm/s)
S = konsentrasi glukosa dalam campuran reaksi (gr/L)
Gambar 9 Skema PFR
Penerapan neraca massa untuk keadaan tunak memberikan persamaan:
dS r .S
u. = − r = max (37)
dz KM + S
Persamaan tersebut dengan syarat batas S=So pada Z=0, daapt diselesaikan
menghasilkan:
L 1 K M So 1
= = ln + (38)
u τ rmax S rmax
Dengan menggunakan harga-harga KM dan rmax dari percobaan batch serta harga-
harga L, u, dan So yang diketahui, persamaan terakhir ini dapat digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi S pada setiap harga.

V. Rancangan Percobaan

V.1 Perangkat dan Alat Ukur


1. Polarimeter
2. Refraktometer
3. Gelas Kimia sebagai reaktor batch
4. Motor dan batang pengaduk
5. Water Bath
6. pH meter
7. timbangan

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 15 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

8. Labu takar
9. Pipet ukur
10. Pipet tetes
11. Termometer
12. Botol semprot

V.2 Bahan/ Zat Kimia


1. Glukosa
2. Fruktosa
3. Enzim Glukosa Isomerase
4. MgSO4
5. Asam (HCl)
6. Basa (NaOH)

V.3 Garis Besar Percobaan


V.3.1 Percobaan Batch dan Semibatch
Reaktor yang berisi larutan substrat awal ditangas dalam waterbath untuk
mendapatkan kondisi isotermal pada temperatur tertentu. Pengadukan dilakukan
untuk mempercepat pencapaian keadaan homogen. Bila kondisi operasi sudah
tercapai, sejumlah tertentu enzim dimasukkan ke dalam reaktor dan saat pemasukan
ini dianggap sebagai awal tempuhan percobaan. Untuk reaktor semibatch, pada saat
t=0 ini dimulai pengaliran larutan umpan dengan laju yang sudah ditentukan.
Percobaan dengan menggunakan kedua jenis reaktor ini menghasilkan data
transien. Ragam percobaan dapat dilakukan dengan memvariasikan berbagai faktor
berikut:
- temperatur dan pH medium reaksi
- konsentrasi substrat awal
- konsentrasi enzim
- laju putaran pengaduk (rpm)
Data percobaan reaktor batch dipakai untuk membuktikan mekanisme reaksi
sekaligus untuk menghitung harga konstanta KM dan rmax.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 16 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.3.2 Percobaan Reaktor Berkesinambungan


Reaktor PFR dan CSTR kedua-duanya dioperasikan pada keadaan tunak.
Secara praktis keadaan ini tercapai bila pada kondisi operasi yang telah ditentukan
laju alir umpan dapat berharga sama dengan laju alir campuran keluar reaktor dan
harganya tetap. Untuk reaktor CSTR, tempat dimana larutan substrat masuk reaktor
dari bagian atas (down flow), pencapaian kesamaan laju alir dapat diatur sebelum
enzim dimasukkan ke medium reaksi. Pengaturan seperti ini tidak dilakukan pada
reaktor PFR karena aliran campuran reaksi mengalir vertikal ke atas melalui unggun
enzim (up flow). Kajian mengenai penyimbangan perilaku kedua reaktor ini dari
keadaan ideal dapat dilakukan secara kualitataif dengan memperkirakan konsentrasi
substrat di aliran keluar untuk kondisi operasi tertentu. Dalam hal ini digunakan
persamaan neraca massa reaktor PFR dan CSTR yang telah diintegrasi. Hal
sebaliknya, kedua reaktor ini dengan kedua persamaan tersebut dapat digunakan
untuk membuktikan usulan mekanisme reaksi dan juga sekaligus menghitung harga
konstanta KM dan rmax. Perbedaan harga konstanta-konstanta yang diperoleh dari
percobaan reaktor batch dan reaktor berkesinambungan dapat digunakan sebagai
dasar analisa kualitatif perilaku reaktor. Kedua reaktor dapat dioperasikan untuk
paduan dari beberapa faktor berikut:
- temperatur dan pH reaksi
- konsentrasi substrat awal
- laju alir atau waktu tinggal reaksi
- dan sebagainya.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 17 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.4 Diagram Percobaan


V.4.1 Percobaan Batch dan Semi Batch
Percobaan pada reaktor Batch dan Semi Batch dapat diringkas seperti pada
Gambar 10 berikut ini:

Larutan Substrat Water Bath

Ditangas

Larutan Substrat panas

Stabilkan pada suhu tertentu


Lakukan pengadukan sampai homogen
Capai kondisi operasi

Larutan Substrat tunak pada


kondisi operasi Enzim

Campurkan

Reaktor Batch Reaktor Semi Batch

Masukan t = 0 Masukan mulai pengaliran lar.


umpan dengan laju tertentu
Variasikan: Variasikan:
- T dan pH medium - T dan pH medium
- [substrat awal] - [substrat awal]
- [enzim] - [enzim]
- rpm - rpm

Cuplikan/ outlet reaktor Polarimeter

Catat temperatur setiap pengambilan, pastikan kondisi isotermal


Catat pH (gluk-fruk jadi lebih asam, mempengaruhi laju reaksi
Encerkan cuplikan agar dapat dianalisa polarimeter

Sampel siap dianalisa Polarimeter siap pakai

Ukur konsentrasi dengan polarimeter


Ukur T deng termometer raksa
Ukur pH dengan kertas universal, lebih baik dengan pH meter

Data Transien

Lakukan Perhitungan

Buktikan Mekanisme Reaksi


Didapat KM dan rmax

Gambar 10 Percobaan Reaktor Batch dan Semi Batch

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 18 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.4.2 Percobaan Reaktor Kontinu


Langkah percobaan pada reaktor kontinu ditunjukkan pada Gambar 10.

Reaktor PFR Reaktor CSTR

Stabilkan pada suhu tertentu Stabilkan pada suhu tertentu


Lakukan pengadukan sampai homogen Lakukan pengadukan sampai homogen
Capai kondisi operasi Capai kondisi operasi

Reaktor PFR stabil Reaktor CSTR stabil


Aliran up flow Larutan downflow
Atur sampai laju alir umpan=laju alir Atur kesamaan laju alir sebelum enzim
campuran keluar reaktor dimasukkan ke medium

Reaktor PFR tunak Reaktor CSTR tunak

Kaji penyimpangan reaktor dari kondisi ideal


Perkirakan [substrat] di aliran keluar

Masukan Reaktor
Variasikan:
- T dan pH medium
- [substrat awal]
- [enzim]
- laju alir dan waktu tinggal
- rpm

Cuplikan/ outlet reaktor Polarimeter

Catat temperatur setiap pengambilan, pastikan kondisi isotermal


Catat pH (gluk-fruk jadi lebih asam, mempengaruhi laju reaksi Sudut putaran koreksi
Encerkan cuplikan agar dapat dianalisa polarimeter dengan Aqua DM

Sampel siap dianalisa Polarimeter siap pakai

Ukur konsentrasi dengan polarimeter


Ukur T deng termometer raksa
Ukur pH dengan kertas universal, lebih baik dengan pH meter

Data Transien
Lakukan Perhitungan
Data Mekanisme Reaksi
Buktikan Mekanisme Reaksi Didapat KM dan rmax yang didapat dari
Didapat KM dan rmax percobaan batch dan semi-batch

Bandingkan
Analisis Kualitatif

Hasil Percobaan

Gambar 11 Percobaan Reaktor Kontinu

V.5 Pengamatan
Dalam percobaan ini, konsentrasi glukosa merupakan data utama. Temperatur perlu
dicatat pada setiap pengambilan cuplikan untuk mengetahui tingkat kebaikan dalam
penjagaan kondisi isotermal. Terjadinya konversi glukosa menjadi fruktosaa

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 19 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

memungkinkan adanya perubahan pH menuju ke yang lebih asam. Karena pH juga


mempengaruhi laju reaksi, harganya perlu dicatat pada setiap pengambilan cuplikan.

V.6 Pengukuran
Cara pengukuran untuk memperoleh data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran konsentrasi campuran reaksi menggunakan polimeter, karena baik
glukosa maupun fruktosa membentuk larutan y ang optis aktif
2. Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa
3. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas penunjuk pH universal.
Dalam hal keakuratan pengukuran pH dikehendaki, disarankan penggunaan pH
meter menggunakan elektroda.

Pada pengukuran konsentrasi cuplikan, sudut putar yang didapatkan perlu


dikoreksi dengan sudut putar yang ditunjukkan oleh pelarut aqua dm. Oleh karena
setelah terjadi konversi cuplikan merupakan larutan campuran glukosa-fruktosa,
maka sudut putar pengamatan yang telah dikoreksi tersebut menyatakan perpaduan
sudut masing-masing. Hubungan berikut menjelaskan pernyataan tersebut:
θ (tot) = θ (obs) – θ (aqua dm)
θ (tot) = θ (g) + θ (f)
Pengukuran konsentrasi menggunakan polarimeter menghendaki daerah
kerja pada batas konsentrasi rendah. Pengenceran perlu dilakukan bila konsentrasi
cuplikan terlalu pekat. Dalam hal θ (tot) adalah sudut putar cuplikan yang telah
diencerjkan n kali, konsentrasi glukosa dapat dihitung dengan rumus berikut:
n.θ (tot) − (θ (sf) .l.So)
S=
l.(θ (sg) − θ (sf) )

Perlu diingat, karena peralatan dan kondsi pengukuran pda saat praktikum
berbeda dengan yang ditunjukkan pada literatur, θ (sf) dan θ (sg) perlu diukur sendiri.

V.7. Data Literatur


V.7.1. Data Fisik Glukosa dan Fruktosa
- Rumus molekul : C6H12O6
- Berat molekul : 180

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 20 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

- Sifat optis aktif, glukosa memutar bidang polarisasi ke kanan, fruktosa ke kiri.
- Fruktosa lebih manis daripada glukosa.
- Konstanta kesetimbangan reaksi pada temperature 50 0C, berdasarkan literatur,
adalah 1

V.7.2 Data Fisik Enzim Glukoisomerase


- Sumber enzim : Bacillus coagulan, Streptomyocis
- Digunakan dalam keadaan terimobilisasi
- Temperatur optimum 50 0C
- pH optimum 8
- Bentuk fisik : pelet kering, berwarna coklat
- ρ kering = 40-45 lb/ft3
- ρ basah = 40-45 lb/ft3
- ukuran pori = 0.2 µm
- Persamaan aktivitas : 40 µm/g
- Fraksi volume kosong = 45%
- Enzim lebih aktif jika bergabung dengan senyawa non-protein (kofaktor) yang
biasanya berupa ion-ion logam dan senyawa protein (coenzim) yang berupa
ATP, NAD, NADP.

V.7.3 Data Sudut Putar Polarisasi Glukosa dan Fruktosa


α spesifik glukosa = 0.0527
α spesifik fruktosa = -0.0995

V.8. Data Pengamatan


V.8.1 Penentuan α spesifik glukosa dan α spesifik fruktosa
[Glukosa] αobserved

[Fruktosa] αobserved

V.8.2 Penentuan KOnsentrasi Glukosa Tiap Saat


t (menit) αobserved

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 21 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.9. Contoh Data dan Langkah Perhitungan


V.9.1 Penentuan Sudut Putar Bidang Polarisasi Spesifik Glukosa
Sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa (αsg) dapat diperoleh
dengan cara mengukur sudut putar bidang polarisasi pada rentang konsentrasi
glukosa yang berbeda, kemudian mengalurkannya pada sumbu X-Y, dimana
sumbu X adalah konsentrasi glukosa dan sumbu Y adalah sudut putar bidang
polarisasi glukosa (αobs).
Dari grafik tersebut dapat dilakukan lineraisasi, sehingga didapat
persamaan:
αobs = L. αsg.[glukosa]
dimana :
- αobs = sudut putar bidang polarisasi observasi
- αsg = sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa
- L = panjang tabung polarimeter (2 dm)
- [glukosa] = konsentrasu glukosa
Sehingga dapat ditulis:
tanθ
α sg =
L

V.9.2 Penentuan Sudut Putar Bidang Polarisasi Spesifik Fruktosa


Penentuan sudut putar bidang polarisasi spesifik fruktosa dilakukan
sama dengan penentuan sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa, dengan
persamaan:
αobs = L. αsf.[fruktosa]
dimana :
- αobs = sudut putar bidang polarisasi observasi
- αsf = sudut putar bidang polarisasi spesifik fruktosa
- L = panjang tabung polarimeter (2 dm)
- [fruktosa] = konsentrasu fruktosa
Sehingga dapat ditulis:
tanθ
α sf =
L

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 22 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.9.3 Penentuan Konsentrasi Glukosa


Penentuan konsentrasi glukosa dapat diperoleh dengan persamaan:
n.α (obs) − (α (sf) .L. [glukosa]0 )
[glukosa] =
L.(α (sg) − α (sf) )
V.9.4 Kalibrasi α-spesifik Glukosa dan Frukstosa

α-spesifik glukosa dapat diperoleh dengan mengetahui data α-observasi larutan


glukosa setiap waktu, seperti pada tabel berikut:
Kalibrasi α spesifik Glukosa
massa (gr) Volume (mL) [S] (g/mL) αobs
16 1000 0.016 0.3
14 1000 0.014 0.4
12.25 1000 0.01225 -0.05
10.72 1000 0.01072 0.42
9.38 1000 0.00938 0.1
8.21 1000 0.00821 -0.25
7.18 1000 0.00718 -0.15
6.28 1000 0.00628 0.1

Berikut ini adalah grafik kalibrasi glukosa


Glukosa
0.5
0.4 y = 0.0443x - 0.357
R2 = 0.3623
0.3
Sudut putar

0.2
0.1
0
-0.1 0 5 10 15 20

-0.2
-0.3
Konsentrasi Aw al (g/m L)

gradien = 0.0443
0.0443 adalah α glukosa. L
L = panjang tabung polarimeter = 2 dm
αobs glukosa = 0.02215

Kalibrasi α spesifik Fruktosa


massa (gr) Volume (mL) [S] (g/mL) αobs
16 1000 0.016 -2.2
14 1000 0.014 -2.15
12.25 1000 0.01225 -1.85

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 23 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

10.72 1000 0.01072 -1.95


9.38 1000 0.00938 -1.65
8.21 1000 0.00821 -1.25
7.18 1000 0.00718 -1.15
6.28 1000 0.00628 -0.95
Berikut ini adalah grafik kalibrasi fruktosa

Fruktosa
0
0 5 10 15 20
-0.5
Sudut putar

-1

-1.5

y = -0.1325x - 0.2526
-2
R2 = 0.8976

-2.5
Konsentrasi Aw al (g/m L)

gradien = -0.1325
α fruktosa. L = -0.1325
L = panjang tabung polarimeter = 2 dm
αobs fruktosa = -0.06625

V.9.5 Perhitungan Koefisien Kinetika Reaksi Konversi Glukosa-Fruktosa


Berikut adalah contoh data percobaan dan langkah perhitungan yang diperlukan
untuk meramalkan koefisien kinetika reaksi konversi glukosa-fruktosa:

Penentuan [glukosa] setiap waktu


Diambil sampel dari reaktor sebanyak 1 mL
Sampel tersebut diencerkan menjadi 25 mL
Faktor pengenceran n =25
No. Run [S]0 (gr/L) [E]0 (gr/mL) V pH T (0C)
2 200 2 500 5 55

t (menit) αobs
3 0.65
6 0.7
9 -0.4
12 0.6

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 24 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

15 0.55
18 0.4
21 0.5
24 0.55

[Glukosa] [ln
t (menit) αobs ln (S0/S) (S-S0)/t
(g/L) (S0/S)]/t
3 0.65 241.7986 -0.1898 -0.0633 13.9329
6 0.7 248.8688 -0.2186 -0.0364 8.1448
9 0.65 241.7986 -0.1898 -0.0211 4.6443
12 0.6 234.7285 -0.1601 -0.0133 2.8940
15 0.55 227.6584 -0.1295 -0.0086 1.8439
18 0.4 206.4480 -0.0317 -0.0018 0.3582
21 0.5 220.5882 -0.0980 -0.0047 0.9804
24 0.55 227.6584 -0.1295 -0.0054 1.1524

Konversi Glukosa-Fruktosa pada 55 C, pH 5,5


0.0000
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.000 12.000 14.000 16.000
-0.0100
0 0 0 0
-0.0200
[ln (So/S)]/t

-0.0300

-0.0400

-0.0500
y = -0.0045x - 0.0002
-0.0600 R2 = 0.9999
-0.0700
(S-So)/t

Penentuan Laju Reaksi


Laju reaksi (r), dapat dihitung dengan mengalurkan konsentrasi glukosa
[S] pada sumbu y dengan waktu (t) pada sumbu x. Dari pengaluran tersebut
dilakukan regresi polinomial orede-2.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 25 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Berikut ini adalah plot konsentrasi glukosa terhadap waktu:

Laju Perubahan Konsentrasi Substrat


270.0000

250.0000

230.0000

t (menit)
210.0000

190.0000 y = 0.0655x2 - 3.1703x + 258.97


R2 = 0.6172
170.0000

150.0000
0 5 10 15 20 25 30
[glukosa] (g/m L)

Dengan cara deferensial didapatkan persamaan konsentrasi glukosa sebagai


fungsi temperatur adalah:
[glukosa] = 0.0655*t2 - 3.1703*t + 258.97
d[S]
Untuk mendapat nilai laju reaksi diperlukan hubungan r = −
dt
Dari persamaan [glukosa] = f (t) tersebut diperoleh
d[S]
r=− = 0.13*t - 3.1703
dt
Dari hubungan tersebut dapat diperkirakan laju reaksi setiap waktu, karena r = f
(t).
Jika t = 6, maka r dapat dihitung sebagai berikut:
d[S]
r=− = 0.13*6 – 3.1703 = -2.7803.
dt
Laju perubahan konsentrasi glukosa setiap waktu ditunjukkan oleh tabel berikut:
t (menit) r = dS/dt 1/S 1/r
3 -2.7803 0.0041 -0.3597
6 -2.3903 0.0040 -0.4184
9 -2.0003 0.0041 -0.4999
12 -1.6103 0.0043 -0.6210
15 -1.2203 0.0044 -0.8195
18 -0.8303 0.0048 -1.2044
21 -0.4403 0.0045 -2.2712
24 -0.0503 0.0044 -19.8807

Penentuan Harga rm dan Km


Penentuan nilai rm dan Km berdasarkan persamaan Michaelis Menten
adalah sebagai berikut:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 26 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

1 Km 1 1
= * +
r rm [glukosa] rm

Dari hasil percobaan dapat dialurkan persamaan grafik 1/r pada sumbu y terhadap
1/[glukosa] pada sumbu x, sehingga didapatkan slope Km/rm dan intercept 1/rm.
Fungsi 1/[glukosa] terhadap 1/laju perubahan konsentrasi (1/r) dari data tersebut
dirangkum dalam tabel berikut

1/S 1/r
0.0041 -0.3597
0.0040 -0.4184
0.0041 -0.4999
0.0043 -0.6210
0.0044 -0.8195
0.0048 -1.2044
0.0045 -2.2712
0.0044 -19.8807

Plot dari data tersebut yang jelas menunjukkan 1/[glukosa] = f (1/r), pengaluran ini disebut Plot
Lineweaver-Burk.

Plot Lineweaver-Burk
0.0000
0.0035 0.0037 0.0039 0.0041 0.0043 0.0045 0.0047 0.0049 0.0051
-0.5000

-1.0000
1/r

-1.5000 y = -1607.6x + 6.078


R2 = 0.4593

-2.0000

-2.5000
1/S

Dengan regresi linear didapat hubungan linear:


1 1
= −1607.6 * + 6.078
r [glukosa]
Jika presamaan tersebut dianalogikan dengan persamaan Lineweaver-Burk
diperoleh:
Slope = -1607.6 = Km/rm
dan Intercept = 6.078 = 1/rm
Maka didapat rm = 1/6.078 =0.1645 g/L.menit dan Km = -1607.6*0.1645 =264.495 g/L.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 27 dari 28


Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

Daftar Pustaka
1. Bailey, J.E., and Ollis, D.F., Biochemical Enginering Fundamentals, McGraw-Hill
Kogakusha Ltd., Tokyo, 1987, Chapter 3
2. Smith, J.m., Chemical Engineering Kinetics, 2nd Edition., McGraw Hill Co.,
Singapore, 1981
3. Micaelis and Menten, M.C., Biochem. Z., 49, pp.333-, 1931
4. Stanbury and Whitaker, A., Principle of Fermentation Technology, Pergamon Press,
1984, Chapter 2.
5. Wiseman, A., Hanbook ofnzyme Biotechmology, 2nd Edition., John Wiley & Sons,
1985, pp. 61-85

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa Halaman 28 dari 28

You might also like