You are on page 1of 21

TUGAS BIROKRASI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

NAMA : MAULIANA SYAM


NIM : E 121 06 907

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


JURUSAN KEAGRARIAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2007
BAB I
TANTANGAN BIROKRASI DI MASA DEPAN

Berbagai perkiraan tentang masa depan dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara menjadi petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh birokrasi
pemerintahan dimasa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan jenisnya
maupun dalam intensitasnya. Kesemua tantangan tersebut berkisar pada tuntutan bagi
birokrasi untuk memberikan respons terhadap beraneka ragam perubahan yang akan
terjadi dalam masyarakat internal suatu negara, bangsa, tingkat regional dan bahkan
pada tingkat global.
Pada tingkat nasional, beragam perubahan yang akan terjadi meliputi semua
segi kehidupan dan penghidupan berbangsa dan bernegara.
Pada tingkat regional, perubahan yang akan timbul diperkirakan akan sangat
kompleks. Misalnya, pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa tidak terlalu
sulit untuk membina kerjasama dalam bidang-bidang tertentu, seperti bidang
keamanan, terutama apabila timbul persepsi bersama tentang kemungkinan timbulnya
ancaman terhadap keamanan regional yang datang dari luar. Akan tetapi, ada pula
segi-segi kehidupan suatu negara bangsa yang tidak dikehendaki agar “dijamin” oleh
bangsa lain. Biasanya, yang paling menonjol adalah kehidupan perekonomian bangsa
yang bersangkutan yang biasanya “dipayungi” oleh ungkapan “kepentingan
perekonomian nasional”.
Yang jelas gejala-gejala yang tampak dewasa ini adalah makin besarnya
perhatian para negarawan pada bidang ekonomi dalam rangka kesejahteraan umat
manusia. Setiap negara yang merdeka dan berdaulat memiliki hak penuh untuk
menentukan tujuan nasional yang ingin dicapainya. Birokrasi pemerintahan
memainkan peranan yang dominan dalam semua itu, meskipun berbagai kelompok di
masyarakat memang turut berperan serta.
TANTANGAN DI BIDANG POLITIK
Kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan serasi apabila setiap warga
negara mampu menjaga dan memelihara keseimbangan antara perolehan hak,
termasuk yang bersifat asasi dan penunaian kewajibannya. Memang benar perolehan
hak itu hanya mungkin apabila setiap warga negara bersedia menunaikan kewajiban
politiknya secara bertanggung jawab.
Tumbuh suburnya kehidupan yang demokratis dibidang politik mempunyai
konotasi yang sangat luas. Pertama, kehidupan bernegara yang demokratis berarti
berfungsinya dengan efektif semua lembaga konstitusional di negara yang
bersangkutan. Kedua, dalam rangka pencapaian tujuan politik, organisasi-organisasi
politik harus mendapat hak hidup. Berarti merupakan hal yang wajar apabila dalam
suatu negara terdapat sistem multi-partai. peran politik yang dapat dimainkan oleh
organisasi-organisasi politik sungguh penting, antara lain dalam bentuk :
a. Asosiasi kebijaksanaan politik yang telah disepakati bersama,;
b. Penyelenggaraan pendidikan politik bagi para anggotanya;
c. Partisipasi dalam pemilihan umum;
d. Menyalurkan aspirasi para anggota;
e. Melakukan pengawasan sosial terhadap penyelenggaraan administrasi
negara.
Ketiga, terdapatnya aparat eksekutif yang benar-benar berperan sebagai
pelaksana utama kebijaksanaan politik nasional yang telah disepakati bersama.
a. Makna “netralitas” birokrasi
Dalam teori ilmu administrasi negara ditekankan bahwa suatu birokrasi
pemerintahan harus bersikap “netral”. Secara tradisional, prinsip ini
diinterpretasikan dengan mengatakan bahwa birokrasi pemerintahan harus tetap
berfungsi sebagaimana mestinya.
b. Birokrasi yang transparan
Dalam kaitannya dengan penumbuhsuburan dan pengembangan
kehidupan yang demokratis, dewasa ini banyak pihak yang mengangkat issue ke
permukaan. Salah satu konsekuensi keterbukaan itu ialah birokrasi yang
transparan, sehingga masyarakat dapat melakukan pengawasan, baik melalui
lembaga legislatif dalam bentuk pengawasan politik maupun dalam bentuk
pengawasan sosial oleh masyarakat.

c. Kehidupan yang demokratis dalam birokrasi itu sendiri


Salah satu segi paradigma birokrasi yang ideal adalah bahwa para anggota
birokrasi pemerintahan harus dapat dijadikan panutan oleh para warga masyarakat
lainnya, tidak hanya dalam tindakan dan perilakunya sebagai pegawai negeri,
tetapi juga dalam kehidupan pribadi sebagai warga masyarakat.

TANTANGAN DI BIDANG EKONOMI


Meskipun dinyatakan dengan gaya dan bahasa yang berbeda-beda, salah satu
tujuan yang ingin dicapai oleh semua negara adalah peningkatan mutu hidup rakyat
masing-masing. Salah satu aspek multi hidup adalah taraf hidup yang semakin
meningkat.
Berarti secara nasional, birokrasi menghadapi tantangan di bidang ekonomi
yang sungguh-sungguh berat dan rumit. Dikatakan demikian, karena dalam
peningkatan kesejahteraan materiil seluruh warga masyarakat harus disadari
pentingnya berbagai hal seperti :
a. Demokrasi ekonomi;
b. Potensi nasional yang ada;
c. Tuntutan yang semakin meningkat;
d. Kendala-kendala yang dihadapi;
e. Pelestarian lingkungan.
TANTANGAN DIBIDANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Wahana yang paling efektif untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam suatu negara ialah pendidikan dan pelatihan. Bahkan demikian pentingnya
peranan pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia,
para pakar mengatakan bahwa pendidikan itu adalah proses yang berlangsung seumur
hidup. Dalam bidang pendidikan dan pelatihan, tantangan bagi birokrasi
pemerintahan pada dasarnya terletak pada :
1. Penciptaan iklim yang kondusif bagi terselenggaranya kegiatan
pendidikan dan pelatihan.
2. Tersedianya seperangkat peraturan dan kebijaksanaan dibidang
pendidikan dan pelatihan untuk dijadikan pedoman oleh semua pihak.
3. Penyelenggaraan sendiri sebagian kegiatan pendidikan formal dari
berbagai tingkat dan jenis serta pelatihan tertentu bagi sebagian warga masyarakat
dan bagi anggota birokrasi sendiri.

Pelatihan Sebagai Tantangan


Tuntutan masyarakat yang akan semakin meningkat kepada birokrasi agar
semakin terbuka, transparan, makin produktif, dan mampu meningkatkan mutu
pelayanannya, jelas menimbulkan tantangan bagi birokrasi.

TANTANGAN DIBIDANG SOSIOKULTURAL


Dalam mengemban misi dan menyelenggarakan tugas fungsionalnya, suatu
birokrasi pemerintahan tidak bebas norma dan nilai. Dengan demikian, dalam
mengembangkan kultur organisasi, misalnya pimpinan birokrasi yang bersangkutan
harus mendasarkannya pada kultur sosial yang dianut oleh masyarakat dan bangsa
pada umumnya. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi, bukan hanya oleh
birokrasi pemerintahan, akan tetapi oleh seluruh warga bangsa yang bersangkutan.
TANTANGAN DIBIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Para pakar dalam bidang militer, pada umumnya sependapat bahwa dunia
dewasa ini relatif lebih aman dibandingkan dengan pada era terjadinya perang dingin
antara negara dan negara adikuasa. Namun tidak boleh dilupakan bahwa arsenal
senjata nuklir masih terdapat dimana-mana. Disamping itu, masih terdapat berbagai
negara yang nampaknya terus berusaha melanjutkan dan bahkan meningkatkan
upayanya untuk memiliki kemampuan persenjataan nuklir meskipun negara-negara
tersebut telah turut menandatangani perjanjian non proliferasi senjata nuklir
kesemuanya itu berarti bahwa dalam bentuk dan intensitas yang berbeda-beda, setiap
negara dapat dikatakan masih menghadapi berbagai ancaman dan gangguan
keamanan yang pada gilirannya menuntut adanya aparat pertahanan dan keamanan
negara yang handal.
Pada skala dan ruang lingkup yang lebih sempit, perlu pula diwaspadai
kemungkinan timbulnya gangguan terhadap ketertiban masyarakat, misalnya dalam
bentuk pembunuhan, perampokan, pencurian, perkelahian, pertikaian dan lain
sebagainya yang tidak jarang mengundang campur tangan aparat keamanan.

TANTANGAN DIBIDANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Kiranya tidak akan ada yang menyangkal bahwa salah satu ciri dunia modern
dewasa ini ialah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sangat
pesat, bahkan pada tingkat kepesatan yang belum pernah dialami oleh umat manusia
sebelumnya. Namun demikian, sangat penting birokrasi untuk memahami berbagai
aplikasi perkembangan demikian.
Dibawah ini diidentifikasikan dan dibahas enam implikasi yang dimaksud :
Pertama, dengan makin mudahnya berbagai kelompok masyarakat memperoleh akses
kepada pendidikan yang semakin tinggi, kemampuan para warga masyarakat
menuntut haknya akan semakin tinggi. Disisi lain, makin tinggi pendidikan
masyarakat, diharapkan makin tinggi pula tingkat kesadarannya menunaikan
kewajibannya kepada pemerintah, masyarakat dan negaranya.
Kedua, makin tingginya tingkat pendidikan, warga masyarakat akan berakibat
pada terjadinya pergeseran pada pola kekaryaan pada umumnya dan kekaryaan kaum
wanita pada khususnya. Artinya, akan semakin banyak wanita karier pada berbagai
jenis profesi. Sebagai wanita karier tersebut pada memasuki lapangan kerja, karena
tekanan ekonomi. Misalnya, karena penghasilan suami yang secara tradisional
dipandang sebagai pencari nafkah keluarga di rasakan tidak mencukupi untuk
menjamin taraf hidup yang layak.
Ketiga, semakin banyaknya warga masyarakat yang berhasil menyelesaikan
tingkat pendidikan yang semakin tinggi, dapat berakibat pada terjadinya perubahan
komposisi pencari pekerjaan yang pasti mempunyai dampak kuat pada proses
rekruitmen, seleksi, dan penempatan tenaga kerja baru.
Keempat, berbarengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
pesat adalah perkembangan teknologi yang tidak kalah pesatnya yang jelas
merupakan tantangan bagi birokrasi adalah perkembangan teknologi, informasi,
khususnya komputer.
Kelima, penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagai salah satu tugas
pokok birokrasi, akan semakin lancar apabila dalam pelaksanaan berbagai fungsi
manajerial di dalamnya tersedia informasi yang lengkap, mutakhir, akurat, serta dapat
dipercayai.
Keenam, pemanfaatan teknologi mutakhir dalam bidang komunikasi.
Keseluruhan birokrasi merupakan organisasi yang besar dengan fungsi yang beraneka
ragam yang bersifat spesialistik.
Ketangguhan suatu birokrasi menghadapi tuntutan yang akan semakin
meningkat itu, pasti akan semakin meningkat apabila suatu birokrasi bebas dari
berbagai “penyakit” yang mungkin menyerangkan.
BAB II
PATOLOGI BIROKRASI

Seperti telah dimaklumi, arti patologi dalam ilmu kedokteran adalah ilmu
tentang penyakit, pentingnya patologi adalah agar diketahui berbagai jenis penyakit
yang mungkin diderita oleh manusia, sekaligus dimaklumi bahwa tidak ada manusia
menderita semua jenis penyakit tersebut.
Analogi itulah yang berlaku pula bagi suatu birokrasi. Artinya, agar seluruh
birokrasi pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin
timbul, baik sifatnya politis, ekonomi, sosiokultural, dan teknologikal, berbagai
“penyakit” yang mungkin sudah “dideritanya” atau mengancam akan
“menyerangnya” perlu diidentifikasikan untuk kemudian dicarikan terapi
pengobatannya.
Dalam bab ini akan dibahas berbagai patologi birokrasi yang dapat
dikategorikan pada lima “kelompok”, yaitu :
1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat
dilingkungan birokrasi;
2. Patologi disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan
keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional;
3. Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang
melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat
disfungsional atau negatif;
5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi
dalam berbagai pemerintahan.
PATOLOGI KARENA PERSEPSI, PERILAKU DAN GAYA MANAJERIAL
Sudah diakui secara universal, bahwa keseluruhan perilaku dan gaya
manajerial yang seyogyanya digunakan oleh para pejabat pimpinan pada semua
jenjang hierarki organisasi adalah bertumpu pada gaya yang demokratik.

Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan


Perilaku disfungsional para pejabat pimpinan dalam birokrasi pemerintahan,
yang paling sering terjadi dan oleh karenanya mendapat sorotan masyarakat, adalah
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatannya.
Kepentingan diri sendiri itu dapat mengambil berbagai bentuk, seperti
kekuasaan yang semakin besar, perpetuasi kedudukan, megalomania, memperkaya
diri sendiri dan berbagai kepentingan lainnya yang didasarkan pada “egosentrisme”.

Persepsi yang Didasarkan pada Prasangka


Dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, seorang pejabat pimpinan
diharapkan bertindak adil, baik dalam interaksinya dengan para anggota masyarakat
maupun secara internal, yaitu dengan atasan, rekan setingkat, dan para bawahan.

Pengaburan Masalah
Merupakan kenyataan bahwa dalam kehidupan setiap organisasi pasti akan
selalu timbul berbagai permasalahan. Berbagai permasalahan itu dapat bersifat politis,
ekonomi, hukum, budaya, administratif, atau teknikal.

Menerima Sogok
Menerima uang sogok atau suap merupakan bentuk terburuk dari perilaku
disfungsional seorang pejabat pimpinan. Bentuk paling nyata dari kekuasaan
dimaksud adalah wewenang memberikan izin.
Berbagai cara yang mungkin ditempuh, dan memang sering terjadi antara lain
adalah :
a. Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin;
b. Mencari berbagai dalih, seperti kekurangan lengkapan dokumen
pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis;
c. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain;
d. Sulit dihubungi;
e. Memperlambat dengan menggunakan kata-kata sedang diproses.

Pertentangan Kepentingan
Teori administrasi negara mengatakan bahwa seluruh anggota birokrasi
pemerintahan mengabdikan dirinya kepada kepentingan seluruh masyarakat,
pemerintah, bangsa dan negara karena hakikat tugasnya adalah pengabdian tersebut.
Dan menjalankan roda pemerintahan negara, pertentangan kepentingan antara para
anggota birokrasi terutama para pimpinannya dengan kepentingan negara dapat
timbul apabila menjadi “alat” kekuatan untuk alat kekuatan tertentu seperti kekuatan
politik, kekuatan ekonomi atau kelompok-kelompok penekan yang terdapat dalam
masyarakat.

Kecenderungan Mempertahankan Status QUO


Dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu administrasi pembangunan
sebagai salah satu disiplin ilmiah mutakhir dalam rumpun ilmu administrasi negara
diketahui bahwa para anggota suatu birokrasi dapat diklasifikasikan kepada tiga
kategori yaitu :
1. Mereka yang tergolong sebagai tradisionalis, yang ciri-cirinya antara lain
adalah orientasi ke masa lalu.
2. Mereka yang bersikap ambivalen, dalam arti bahwa orientasinya adalah
masa kini dan obsesinya berkisar pada upaya menikmati hidup selagi masih
berkuasa.
3. Mereka yang tergolong sebagai modernis atau developmentalis yang (a).
orientasi waktunya ialah masa depan, dan (b). ingin mewujudkan perubahan
dengan merombak status QUO yang ada.
Sikap Bermewah-mewah
Dalam bentuk dan jenis yang berbeda-beda karena kedudukan dan jabatannya,
seorang pejabat pimpinan biasanya memperoleh fasilitas tertentu. Tujuan utama
penyediaan fasilitas kerja tersebut adalah agar pejabat bersangkutan dapat
melaksanakan tugasnya dengan tenang dan demikian dapat menampilkan
produktifitas yang tinggi.

Pilih Kasih
Salah satu prinsip kepemimpinan yang sudah diakui kebenarannya ialah, sikap
yang obyektif dan rasional dalam memperlakukan para bawahan yang didasarkan
pada kriteria yang jelas. Tidak ada tempat untuk bertindak atas dasar pilih kasih,
karena pertimbangan-pertimbangan yang tidak rasional seperti nepotisme dan
primordialisme.

Ketakutan pada Perubahan, Inovasi dan Resiko


Dimuka telah dibahas dalam bentuk keinginan mempertahankan status Quo.
Bentuk lain dari obsesi mempertahankan status Quo adalah rasa takut menghadapi
perubahan, tidak mau inovatif dan tidak mau mengambil resiko.

Penipuan
Ditinjau dari sudut apapun, seperti hukum, administrasi, etika, moral dan
agama, penipuan tidak pernah dapat dibenarkan. Kalaupun ada yang melakukannya,
biasanya terjadi dalam bentuk yang terselubung.

Sikap Sombong
Kesombongan, sebagai suatu perilaku yang negatif dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti kekuasaan yang dimiliki, jabatan yang dipangku, kekayaan,
status sosial yang tinggi, keberhasilan meraih gelar-gelar akademik dan rasa percaya
diri yang berlebihan.
Ketidakpedulian pada Kritik dan Saran
Telah ditekankan dimuka, bahwa gaya manajerial yang seharusnya digunakan
oleh seorang pejabat pimpinan pada umumnya, pejabat pimpinan dalam birokrasi
pemerintahan khususnya, adalah gaya yang demokratik. Salah satu perwujudan gaya
ini dalam praktik adalah keterbukaan.

Jarak Kekuasaan
Dalam kehidupan sosial, organisasi dan bahkan kenegaraan, dikenal apa yang
disebut dengan “jarak kekuasaan” (power distance).

Tidak Mau Bertindak


Sikap tidak mau bertindak, merupakan salah satu petunjuk bahwa pejabat
pimpinan yang bersangkutan tergolong pada tipe laissez faire. Lima ciri utama tipe
pimpinan yang demikian adalah :
a. Bersikap santai;
b. Tidak mau mengaku bahwa ada masalah dalam organisasi;
c. Tidak mau mengambil keputusan;
d. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang berlebihan;
e. Enggan mengambil tindakan disipliner terhadap bawahan.

Takut Mengambil Keputusan


Ketakutan mengambil keputusan yang dalam istilah asing disebut
decidophobia jelas bukan merupakan sifat yang ingin dimiliki oleh seorang pejabat
pimpinan.
Sifat Menyalahkan Orang Lain
Ada pameo mengatakan bahwa “keberhasilan banyak bapaknya, tetapi
kegagalan serta merta menjadi yatim piatu”. Ungkapan ini menjadi relevan
diketengahkan, dikaitkan dengan perilaku.
Tidak Adil
Sebagai penyakit birokrasi, sikap tidak adil dapat menghinggapi bukan hanya
para pejabat pimpinan, akan tetapi juga para pelaksana kegiatan operasional. Sikap
tidak adil itu dapat mengambil berbagai bentuk, seperti pilih kasih, mengambil
keputusan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, penerapan
ketentuan yang berlaku dengan cara yang berbeda.

Intimidasi
Intimidasi merupakan salah satu perwujudan gaya manajerial yang autokratik.
Di negara yang dipimpin oleh seorang diktator misalnya, selalu terdapat satuan
organisasi yang menjadi instrumen untuk menjamin kepatuhan para warga
kepadanya, tidak peduli bahwa kepatuhan itu sebenarnya didasarkan pada rasa takut.

Kurangnya Komitmen
Sering terdengar bahwa tidak ada yang memaksa seseorang untuk menjadi
pegawai pada suatu organisasi, juga tidak untuk menjadi pegawai negeri tetapi begitu
seseorang menjatuhkan pilihan meniti karya dalam birokrasi sebagai jalur
pengabdiannya kepada bangsa dan negaranya, serta merta yang bersangkutan
sesunggunya terikat pada kewajiban membuat komitmen penuh kepada organisasi,
dalam arti bahwa ia akan melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dan
memikul tanggungjawabnya dengan penuh hati.
BAB III
PARADIGMA BIROKRASI YANG IDEAL

Harus diakui bahwa kenyataan dalam birokrasi yang benar-benar berfungsi


berdasarkan paradigma yang ideal akan sulit, untuk tidak mengatakan mustahil,
diwujudkan. Betapapun besarnya keinginan dan betapapun intensifnya upaya yang
dilakukan untuk mewujudkan birokrasi yang ideal itu, akan selalu terdapat patologi
birokrasi.

PARADIGMA DIBIDANG KELEMBAGAAN


Merupakan kenyataan bahwa disetiap negara, birokrasi pemerintahan
merupakan organisasi yang paling besar. Besarnya birokrasi ditentukan oleh berbagai
faktor, seperti kompleksitas fungsi yang harus diselenggarakan, besarnya tenaga kerja
yang digunakan, besarnya anggaran yang dikelola, beraneka ragamnya sarana dan
prasarana yang dikuasai serta dimanfaatkan, serta luasnya wilayah kerja yang
meliputi seluruh wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan.

Prinsip-Prinsip Organisasi
Sebagai paradigma dibidang kelembagaan, prinsip-prinsip organisasi penting
dipahami dan diimplementasikan.

Prinsip Kejelasan Misi


Misi birokrasi diangkat dari tujuan nasional di segala bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Birokrasi memiliki serangkaian tugas utama
yang harus dilaksanakannya, baik yang sifatnya pengaturan yang selalu harus
dilaksanakannya, baik yang sifatnya pengaturan yang selalu harus berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan dioperasionalkan secara transparan, maupun
dalam berbagai bentuk pelayanan masyarakat yang harus memenuhi persyaratan
korek, ramah, cepat, tetapi sekaligus akurat.
Prinsip Kejelasan Fungsi
Sebagai paradigma, fungsi merupakan rincian misi yang harus diemban.
Kejelasan fungsi tidak terbatas pada rumusan hal-hal tertentu yang menjadi tanggung
jawab fungsional suatu instansi, meskipun hal ini sangat penting, akan tetapi juga
sebagai upaya untuk menjamin bahwa :
a. Dalam birokrasi tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi dalam arti satu
fungsi diselenggarakan oleh lebih dari satu instansi.
b. Tidak ada fungsi yang terabaikan karena tidak jelas induknya.
c. Menghilangkan persepsi tentang adanya fungsi yang penting, kurang
penting dan tidak penting.
d. Jelas bagi birokrasi itu sendiri dan bagi masyarakat siapa yang menjadi
kelompok kelientele instansi yang mana.

Prinsip Kejelasan Aktivitas


Yang dimaksud dengan aktivitas birokrasi adalah kegiatan yang dilakukan
dalam penyelenggaraan tugas fungsi suatu satuan kerja dalam birokrasi. Pentingnya
prinsip ini mendapat perhatian terletak pada kenyataan bahwa setiap kali para anggota
birokrasi terlibat dalam aktivitas yang mubazir, setiap kali itu pula terjadi
pemborosan.

Prinsip Kesatuan Arah


Merupakan kenyataan bahwa jajaran suatu birokrasi terlibat dalam berbagai
aktivitas, baik yang ditujukan pada berbagai pihak di luar birokrasi yaitu, masyarakat
luas maupun bagi kepentingan instansi yang bersangkutan sendiri. Bahkan banyak
kegiatan tersebut bersifat spesialistik, tergantung pada tuntutan dan kepentingan
pihak-pihak yang harus dilayani.
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Salah satu truisme yang berlaku bagi semua jenis organisasi, termasuk
birokrasi pemerintahan, ialah bahwa manusia merupakan unsur organisasi yang
terpenting. Bahkan truisme tersebut lebih bermakna bagi birokrasi karena peranan
para anggota birokrasi selaku abdi masyarakat sekaligus sebagai abdi negara.
Seperti diketahui, langkah-langkah yang biasanya diambil dalam mengelola
sumber daya manusia terdiri dari :
a. Perencanaan tenaga kerja
b. Rekruitmen
c. Seleksi
d. Penempatan sementara
e. Penempatan tetap
f. Penentuan sistem imbalan
g. Perencanaan dan pembinaan karier
h. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan
i. Pemutusan hubungan kerja
j. Pensiunan
k. Audit kepegawaian

Perencanaan Tenaga Kerja


Perencanaan tenaga kerja pada dasarnya dimaksudkan sebagai instrumen
untuk memutuskan jumlah dan kualifikasi tenaga yang dibutuhkan untuk suatu kurun
waktu tertentu dimasa depan. Perencanaan tenaga kerja dilakukan berdasarkan :
a. Klasifikasi jabatan yang tersusun secara akurat
b. Uraian pekerjaan yang rinci dalam arti mencakup semua jenis pekerjaan
yang ada atau diperkirakan akan timbul.
c. Analisis pekerjaan yang matang, baik dalam rangka pelaksanaan tugas
pokok maupun kegiatan penunjang.
d. “Peta” ketenagakerjaan yang menggambarkan masa kerja para pegawai
dikaitkan dengan pemensiunan.
e. Perkiraan tenaga kerja yang berhenti atas permintaan sendiri (turn over)
berdasarkan kecenderungan masa lalu.
f. Kebijaksanaan promosi yang dianut, apakah semata-mata promosi dari
dalam atau dimungkinkannya “pintu masuk literal” (lateral entri points) tertentu,
terutama untuk jabatan pimpinan
g. Kualifikasi pengetahuan dan keterampilan berdasarkan pendidikan formal
dan pelatihan yang pernah diikuti oleh tenaga kerja yang akan direkrut.

PENGEMBANGAN SISTEM KERJA


Seluruh upaya dalam pengembangan sistem kerja harus bermuara pada
menghilangkan pandangan negatif tentang sistem kerja yang berlaku dalam birokrasi.
Telah umum dimaklumi, bahwa pandangan negatif demikian sering berupa persepsi
bahwa birokrasi bekerja dengan berbelit-belit (red tape), lamban, pendekatan yang
legalistik, efisiensi yang rendah, cara kerja yang berkotak-kotak, tidak responsif
terhadap perubahan dan berbagai ciri negatif lainnya.

Kesatuan Persepsi tentang Misi Birokrasi


Keberadaan birokrasi dalam suatu negara adalah demi tercapainya tujuan
nasional negara. Biasanya tujuan nasional tersebut sudah tertuang dalam konstitusi
negara yang bersangkutan.

Mekanisme Perencanaan
Telah dimaklumi bahwa dikenal dua jenis pola perencanaan. Yang pertama
adalah perencanaan terpusat untuk kemudian dilaksanakan oleh semua jajaran
birokrasi. Perencanaan terpusat biasanya menggunakan pendekatan dari atas ke
bawah (top down approach).
Pola perencanaan terpusat seperti itu kini makin ditinggalkan dan yang makin
banyak dianut ialah perencanaan dengan pendekatan “dari bawah ke atas” (button up
approach). Hanya saja sering terbukti bahwa keterampilan teknis menyusun rencana
tidak selalu dimiliki oleh aparat di satuan-satuan kerja di lingkungan birokrasi,
terutama di daerah-daerah. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan sistem
kerja, diselenggarakan pula program pendidikan dan pelatihan dalam bidang ini agar
satuan-satuan kerja yang bersangkutan memiliki kemampuan yang memadai untuk
menyusun rencana yang baik.

Formalisasi Kegiatan Sejenis


Di bagian lain karya tulis ini telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
formalisasi ialah pembakuan tata cara kerja sejenis sehingga jelas diketahui prosedur
yang seharusnya ditempuh dalam penyelesaian suatu tugas. Dengan kata lain, dalam
birokrasi diperlukan standard operating procedures (SOP) yang sangat bermanfaat,
bukan hanya dalam mengukur (menilai) kerja seseorang, akan tetapi juga sebagai
acuan bagi masyarakat yang berinteraksi dengan suatu instansi tertentu.

Bidang Sumber Daya Manusia


Salah satu perkembangan yang sangat menarik untuk disimak dalam praktik
administrasi, baik yang menyangkut administrasi negara maupun administrasi niaga,
ialah makin ditinggalkannya istilah kepegawaian dan makin sering digunakannya
istilah sumber daya manusia.

Bidang Keuangan
Salah satu bidang yang teramat penting disoroti dalam rangka pemenuhan
paradigma birokrasi yang ideal adalah keuangan. Seperti dimaklumi selalu terdapat
dua segi administrasi keuangan, yaitu segi penerimaan dan segi pengeluaran.
Penerimaan bukan pajak terdiri dari berbagai pungutan karena jasa-jasa tertentu yang
diberikan oleh pemerintah kepada para warga yang membutuhkannya. Sisi lain
administrasi keuangan ialah pengeluaran atau belanja negara. Dapat dikatakan bahwa
semua negara menganut sistem anggaran berimbang yang berarti jumlah penerimaan
sama dengan pengeluaran, satu kondisi yang ternyata sangat sulit dicapai.
Kecenderungan yang sering terlihat adalah defisit oleh karena itu, suatu birokrasi
dihadapkan pada berbagai tantangan berat dalam mengelola keuangan negara.
Contoh-contoh tantangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut :
Pertama, karena kegiatan pemerintah makin luas, baik dalam arti kegiatan
rutin dan pembangunan, harus diupayakan agar pengeluaran benar-benar didasarkan
pada prinsip efisiensi dan efektifitas. Artinya harus dicegah adanya pemborosan.
Kedua, jangan sampai terjadi kebocoran anggaran (keuangan). Harus
diusahakan agar semua penerimaan masuk ke kas negara dan dalam pengeluaran
tidak terjadi korupsi atau penyalahgunaan uang negara.
Ketiga, birokrasi harus bekerja atas dasar skala prioritas yang jelas dan
rasional yang harus dikaitkan dengan keseluruhan kegiatan dalam rangka pencapaian
tujuan dan sasaran nasional.
Keempat, sarana dan prasarana kerja yang dimiliki harus diusahakan agar
masa pemanfaatannya selama mungkin, yang berarti bahwa pemeliharaan mutlak
perlu mendapat perhatian.
Berbicara mengenai masalah birokrasi yang ada di pusat maupun di daerah

tingkat Kabupaten sangat erat kaitannya dengan isi dari buku ini yang membahas

tentang patologi birokrasi. Berbagai permasalahan yang sering muncul kepermukaan

dan mewarnai birokrasi baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan keamanan serta

hal-hal yang tak pernah lepas dari masalah sekitar birokrasi.

Kita mencoba mengangkat masalah birokrasi yang ada ditingkat daerah

Tingkat II atau Kabupaten. Sistem birokrasi tingkat kabupaten menggunakan sistem

manajerial yang berbeda-beda seiring dengan program otonomi daerah yang berlaku

di setiap kabupaten. Sistem manajerial “top down” atau dari atas ke bawah, dan

sistem manajerial “button up” atau dari bawah ke atas.

Kedua sistem manajerial ini digunakan oleh hampir seluruh daerah kabupaten

sesuai kondisi masyarakat, pegawai dan sistem birokrasi. Sistem tersebut masing-

masing memiliki kelemahan dan kelebihan.

Persoalan yang paling sering muncul adalah jumlah pegawai tidak sesuai

dengan jumlah pekerjaan. Sehingga banyak pegawai yang menganggur di lokasi

kerja. Hal ini disebabkan oleh sistem rekruitmen yang tidak jelas pola kerjanya.

Dalam buku ini dipaparkan bahwa sistem rekruitmen pegawai terkadang melenceng

dari prosedur yang ada saat ini. Dimana sistem primordialisme masih sering

digunakan untuk merekrut pegawai. Maka merugilah orang-orang yang memiliki

fasilitas sumber daya manusia yang potensial tetapi tidak terpantau dikarenakan

penyalahgunaan sistem.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa cara kerja para pegawai tidak selalu

memuaskan. Hal ini didasari oleh sistem penempatan yang biasanya tidak sesuai

dengan kemampuan. Hal ini akan menimbulkan masalah dikemudian hari bilamana

adanya rasa jenuh yang muncul yang disebabkan oleh penempatan kerja seseorang

yang tidak sesuai dengan kemampuan. Imbas dari semua ini adalah hasil kerja yang

tidak sesuai dengan keinginan.

Sikap tanggungjawab yang rendah dan sering melalaikan tugas adalah hal

yang lazim pada sebagian pegawai yang tanpa didasari akan mempengaruhi kinerja

dan hasil kerja pada sistem demokrasi.

You might also like