You are on page 1of 34

BAB 1

Pendahuluan

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam
masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas.
Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa
waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek
kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan
mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan
sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan
tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut
dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem
hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan
mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang
bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan
karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam
Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan
manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan
yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut
paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu
masyarakat memenuhi kebutuhannya.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Latar belakang

Pertama-tama perlu saya kemukakan bahwa masih banyak di antara masyarakat awam kita
yang mengartikan “kebudayaan” sebagai “kesenian”, meskipun sebenarnya kita semua
memahami bahwa kesenian hanyalah sebagian dari kebudayaan. Hal ini tentulah karena
kesenian memiliki bobot besar dalam kebudayaan, kesenian sarat dengan kandungan nilai-
nilai budaya, bahkan menjadi wujud dan ekspresi yang menonjol dari nilai-nilai budaya.
Dan di tengah Maraknya arus Globalisasi yang masuk ke Indonesia, melalui cara cara
tertentu membuat Dampak Positif dan Dampak Negatif nya sendiri Bagi NTT. Terutama
dalam Bidang Kebudayaan. Karena semakin terkikisnya nilai – nilai Budaya kita oleh
pengaruh budaya Asing yang masuk ke Negara kita.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka Pembangunan
Nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya pengembangan kesenian yang mampu
melahirkan “nilai-tambah kultural”. Pakem-pakem seni (lokal dan nasional) perlu tetap
dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui dekomposisi dan
rekonstruksi, rekoreografi, renovasi, revitalisasi, refungsionalisasi, disertai improvisasi
dengan aneka hiasan, sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan nafas baru, akan mengundang
apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya
seni. Di sinilah awal dari kesenian menjadi kekayaan budaya dan “modal sosial-kultural”
masyarakat.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1. Kebudayaan NTT (Nusa Tenggara Timur)

Provinsi yang mempunyai 550 pulau dengan tiga pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau
Sumba dan Pulau Timor Barat ini ternyata kaya akan budaya. Hal ini dikarenakan banyaknya
suku yang terdapat di provinsi yang dikenal juga dengan Nusa Cendana ini. Masing-masing
suku berbeda dalam bahasa, motif tenun ikat dan juga terkadang dalam pakaian adatnya.
Kekayaan Nusa Tenggara Timur pun bukan hanya pada adat istiadatnya, namun juga pada
keindahan alam bawah lautnya. Hal ini memancing minat dari wisatawan asing maupun lokal
untuk datang terutama untuk berolah raga Diving dan Selancar. Pantai Nemberala dan Boa di
Pulau Rote menjadikan tujuan dari para Surfer dan Pulau Alor dan sekitarnya untuk yang
mempunyai hobi Diving.
Dibeberapa tempat di NTT juga kita masih menjumpai suku-suku tradisional yang masih
memegang teguh adat istiadat mereka, seperti Suku Boti di Timor Tengah Utara, Kampung
Tradisional Takpala dan Mombang di Kepulauan Alor.
Nusa Tenggara juga dikenal dengan alat musik khas Sasando yang sudah mendunia, yang
dibuat dengan menggunakan kekayaan alamnya yaitu Pohon Lontar yang banyak kita jumpai
di Bumi Flobamora ini.
Mari kita nikmati NTT yang kaya akan budaya, keindahan alamnya terutama bawah laut dan
yang mengembirakan tolerasi antar umat beraga di NTT begitu nyata, hal ini dengan banyak
kita jumpai rumah ibadah yang saling berdekatan satu dengan yang lain.
NTT telah mengajarkan saya untuk bagaimana mencintai Indonesia, mencintai negara
kepulauan, mencintai adat istiadat, menyebarkan keramahan dan yang paling penting
menyebarkan semangat Aku Cinta Indonesia.
Datangi NTT, nikmati keramahan penduduknya, Selamat Mama, Selamat Papa, Selamat
Paman, Selamat. Terimakasih atas keramahan yang telah dibagi kepada kami selama berada
di Bumi Ti'I Langga ini.
Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera
dalam di bawah ini:
1.1 Jumlah Bahasa Daerah
Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu:
Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Pakaian Rumah adat Kuburan
Tarian caci
Adat Rote Sumba Megalitik
1. Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan
bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:
2. Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar,
Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru,
Kayu Kaileso
3. Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka,
Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng,
Manggarai, bajo, Komodo
4. Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera,
Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

1.2 Jumlah Suku /Etnis


Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar
Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:
1. Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang
Barat serta Semau)
2. Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang
Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian perbatasan dengan
TTU)
3. Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
4. Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
5. Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan
Negara Timor Leste
6. Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau
Semau
7. Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
8. Sumba: Pulau Sumba

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


9. Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai
Barat
10. Ngada: Sebagian besar Kab Ngada
11. Ende Lio: Kabupaten Ende
12. Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka
13. Lamaholor: Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan
sebagian Pulau Lomblen
14. Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen
15. Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen
16. Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.

1.2.1 BUDAYA FLORES TIMUR


Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan
dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut
Flores dan selatan, laut Sawu. Orang yang berasal dari Flores Timur sering
disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku
Lamaholot.
Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan
ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan
Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi).
Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama,
karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah
kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal
dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang
dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku
Ketawo.
Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai
berikut:
Ola tugu, here happen, lLua watana, Gere Kiwan, Pau kewa heka ana, Geleka lewo gewayan,
toran murin laran. Artinya:Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut),
berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi
kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.2.2 BUDAYA SIKKA
Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan
Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat
dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2.

Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut
Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan
Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi
kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai
selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka
di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini.
Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar
yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah
memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta
warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri
pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua
amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan
ketiga yakni Mepu atau Maha.

Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2)
ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata
Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura.
Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb:
Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun,
menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa
untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan
- Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan.
Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin
(Agustus - September).

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.2.3 BUDAYA ENDE
Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu
adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan
kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas
kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan
curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan
terbanyak pada bulan November s/d Januari.
Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti
kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700
mm s/d 4000 mm/tahun.
Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam
literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin
sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan
tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan
mereka ke Ende.

Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan.Meskipun
demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti :Jao Ata Ende atau Aku ata Lio
dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu.
Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang
jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur)
nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.

Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga
batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah
menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk.
Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun
alang-alang.
Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah
disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende
bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata
Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.2.4 BUDAYA NGADA
Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di
timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit
kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat
kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan
yang berbeda.
Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa.
Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan
mendukung semacam tanda kesatuan mereka.
Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk
keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu
(satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu.
Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku,
terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah
adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.

Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap,
dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran).
Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu
Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.

Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan
terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga,
Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi
atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan
ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat).

Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja
Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu
di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran.

Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat


Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani
dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo,
Riung, Soa dan Ngada.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.2.5 BUDAYA MANGGARAI
Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur
dengan kabupaten Ngada, barat dengan Sealat sapepulau
sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores dan selatan dengan laut
Sabu. Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur
di NTT. Areal pertanian amat luas dan subur, perkebunan kopi yang
membentang disebahagian wilayahnya, curah hujan yang tinggi yaitu dalam
setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih dari 7000mm)
turun pada bulan Januari.Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di
atas permukaan laut, di bawa kaki gunung Pocoranaka. Pembentukan keluarga batih terdiri
dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk
klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.

Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari
kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina
(turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara
perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik
dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase
(adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).

Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng
(Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge
(rakyat jelata).

Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat
diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat
jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung
lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu
terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar
menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali
dapat kembali melihat tempat kelahirannya.

1.2.6 Budaya Rote


Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan
Nusantara Indonesia. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu. Konon menurut lagenda seorang
Portugis diabad ke 15 mendaratkan perahunya , dan bertanya kepada seorang nelayan
setempat apa nama pulau ini, sang nelayan menyebut namanya sendiri,
Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu yang dimaksudkan.

Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao


menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes,
Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat
yang disebut Nusak.Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut
kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan.

Masyarakat Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang
Rote datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan mereka
menggunakan perahu lete-lete.

Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang
menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan
kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya
spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi.

Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat
bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal
orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan
mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang
berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman
pertama orang-orang Rote.

Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa sampai tua. Tetapi
perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan
dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana
yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun
hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).

1.2.7 BUDAYA SABU

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Sabu atau Sawu merupakan sebuah pulau dalam wilayah Kabupaten
Kupang, terletak di keliling lautan Indonesia dan Laut Sawu. Luas wilayah
pulau Sabu 460,87 km.Iklim pulau umumnya ditandai dengan musim
kemarau yang panjang yakni bulan Maret sampai dengan bulan November.

Penduduk Sabu terdiri dari kesatuan klen yang disebut sebagai Udu
(kelompok patrinial) yang mendiami beberapa lokasi tempat tinggal antara
lain de Seba, Menia, LiaE, Mesara, Dimu dan Raijua. Masing-masing Udu
sebagi suatu klen atau sub udu yang disebut Karego.Tentang pola
perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulaunya sendiri atau
Rai Hawu. Rai Hawu dibayangkan sebagi suatu makluk hidup yang membujur kepalanya di
barat dan ekornya di timur. Maha yang letaknya disebelah barat adalah kepala haba dan LiaE
di tengah adalah dada dan perut. Sedangkan Dimu di timur merupakan ekor. Pulau itu juga
dibayangkan sebagai perahu, bagian Barat Sawu yaitu Mahara yang berbukit dan
berpegunungan, digolongkan sebagai anjungan tanah (duru rai) sedangkan dimu yang lebih
datar dan rendah dianggap buritannya ( wui rai).

Orang Sabu mengenal hari-hari dalam satu minggu, misalnya hari Senin Lodo Anni), Selasa
(Lodo Due), Rabu ( Lodo Talhu), Kamis (Lodo Appa), Jumat (Lodo Lammi), Sabtu (Lodo
Anna), Minggu (Lodo Pidu).Konsep hari ini (Lodo ne), hari yang akan datng (Lodo de),
besok (Barri rai). Hari-hari tersebut membentuk satu minggu kemudian 4 atau 5 minggu
membentuk satu bulan (waru) dan 12 bulan membentuk satu tahun (tou).
Secara umum orang Sabu mengenal dua musim, kemarau yang disebut Waru Wadu dan
musim hujan atau Waru Jelai. Di antara kedua musim itu ada musim peralihannya. Dalam
masing-Masing musim ada beberapa upacara yang berhubungan dengan mata pencaharian.

Dalam musim Waru Wadu atau kemarau, dikenal upacara


(1) memanggil nira;
(2) memasak gula lontar;
(3) memberangkatkan perahu lontar.
Sebelum memasuki musim berikutnya/hujan ada upacara peralihan musim terinci atas
(1) memisahkan kedua musim;
(2) menolak kekuatan gaib/bala;
dan pada musim waru jelai atau musim penghujan dapat diadakan tiga upacara:
(1) pembersihan ladang dan minta hujan;

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


(2) upacara menanam dan
(3) upacara sesudah panen.

1.2.8 BUDAYA TIMOR TENGAH SELATAN


Timor Tengah Selatan dikenal dengan penghasil cendana itu mempunayi
luas 4333,6 km2 Cuaca umum wilayah TTS 4 bulan basah (Desember-
April), 8 kering (April-November). Suhu udara dimusim dingin berkisar 18-
21o C.

Pembagian penggunaan tanah wilayah TTS 2.500 ha. Terdiri dari atas
persawahan , 44.908 ha. Pengembalaan, 41.374 ha. Lamtoro dan 180.000
ha. Tanah kritis. Wilayah kabupaten TTS berbatasan dengan Kabupaten
Timor Tengan Utara sebelah utara dan Ambenu (Timor Leste) sebelah selatan dengan laut
Indonesia, timur dengan Kabupaten Belu.

Penduduk asli TTS merupakan suku bangsa dawan. Dalam mmasyarakat Dawan umumnya
pemukiman mulai dari pola keluarga inti/batih yang terdiri dari bapak, ibu, dan anakyang
disebut UME. Ume yang ada bakal membentuk klen kecil yang disebut Pulunes atau Kuanes
dan ada klen besar Kanaf.
Ume sebagai keluarga inti tinggal di rumah pemukiman tradisional yaitu Lopo dan Ume.
Lopo adalah lambang rumah untuk pria dan Ume untuk perempuan. Umumnya mata
pencaharian masyarakat TTS adalah pertanian dan peternakan, seperti menanam jagung,
umbi-umbian, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi. Peternakan sapi, babi, dan
kambing.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.2.9 BUDAYA TIMOR TENGAH UTARA
Timor Tengah Utara (TTU) dengan ibu kota Kefamenanu. Terletak
berbatasan dengan Kabupaten Belu dibagian timur, barat dengan TTS, utara
dengan Laut Sawu.Luas wilayah mencapai 2.669,7 km2 . Keadaan alam
wilayah TTU beriklim tropis dengan musim kemarau Juli-Nopember dan
musim penghujan Desember-Maret. Ibu kota Kefamenanu terletak lebih
kurang 600 m di atas permukaan laut, dengan jarak 197 km dari Kupang.
PelapisaN social dalam masyarakat TTU terdiri atas tiga bagian yaitu:
(1). Usif (golongan bangsawan/raja)
(2). Amat (pembantu raja)
(3). To (golongan bawah/rakyat)

Raja pada umumnya sebagai pemilik tanah yang menerima upeti dari tanahnya, dan tugas
menarik upeti dilakukan oleh Moen Leun Aoin Leun, seterusnya diserahkan kepada Amaf
Terlihat satu konsep yang menunjukan bahwa lapisan raja/bangsawan. Tidak langsung
berhubungan dengan golongan To, oleh karena Usif memanfaatkan para pembantu Moen
danAmaf untuk urusan pemeritahannya.

Mata pencaharian masyarakat TTU adalah bertani, beternak. Pertanian dalam kebudayaan
Atoni diartikan sebagai suatu masyarakat Atoni Pan Meto artinya petani lahan kering.
Mereka menyebut diri mereka orang yang bekerja di lahan kering dan itu yang harus
dikerjakan karena tidak mengenal laut dan pantai. Mereka tidak tahu nama ikan.

1.2.10 BUDAYA BELU


Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa
Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.Luas
Kabupaten Belu 2445,6 km2 Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah
kota kecil yang terletak 500 meter diatas permuksaan laut. Jarak Kupang
dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan


(Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang
berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat
pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu
(ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri.
Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku MaraE. Pemegang
kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema
Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya
masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan
menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti
dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata
(hamba).Pada masyarakat MaraE lapisan social tertinggi disebut Loro,

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam
jagung, umbi-umbuan, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi.

1.2.11 BUDAYA SUMBA TIMUR


Sumba Timur batas wilayah disebelah barat dengan kabupaten Sumba
Barat, sebelah utara, selatan dan timur dikelilingi laut Sabu. Luas wilayah
7000,5 km2. Alam Sumba Timur terdiri dari bukit-bukit dengan ciri padang
savana yang membentang jauh ke timur samapi ke selatan, kecuali daerah
sekitar Lewa lebih kurang 60 km dari ibu kota Waingapu kearah barat
merupakan gudang beras dari kabupaten ini. Menurut catatan A.N.T.J. Van
der Hoop yang dikutip B. Soelarto mengatakan bahwa orang-orang Sumba
sebenarnya datang dari Indocina yang sudah membentuk suatu ras baru
yaitu Melayu muda yang bakal berlayar menuju ke muara sungai Kambaniru dan mendirikan
sebuah kampung tradisional ditempat ini dan kelak disebut Kampung Lambanapu.

Pada tahun 1522 sebuah kapal kuat dan bagus milik Magalhaens, 'Victoria' berlayar
mengelilingi dunia dibawah pimpinan Juan Sebastian de Elcano. Diatas kapal itu juga ada
seorang calon perwira bernama Antonio Pigafetta. Padea tanggal 14 Pebuari 1522 kapal itu
berlayar dekat pulau Sabu ke arah barat sebelah selatan Pulau Sumba. Dalam pelayaran itu
Pigafetta mungkin mendengar dari seorang penunjuk jalan masuk keluar pelabuhan atau selat
'Cendana' dan 'Melolo' kemudian ia mengira bahwa itu dua nama dari pulau. Kelak Pigafetta
dalam petanya menggambarkan dua pulau itu 'Cendana' dan 'Batalo' (yang tak lain kampung
Malolo sekarang).Sekitar 40 tahun kemudian pulau itu digambar oleh seorang juru gambar

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


peta bumi, Jacobo Gastaldi. Pada tahun 1561 ia menerbitkan peta bumi, dan pulau itu diberi
nama 'Subao' Kemudia tahun 1593 Cornelius de Judaeis menerbitkan peta dan 'Pulau Merapu
disebutnya 'Suban' bahkan ada lagi yang menyebut 'Siombo'. Sementara anak negeri sendiri
menyebutnya tana 'Sumba'.

Pola pengelompokan masyarakat pada umumnya dimulai dari keluarga batih/inti, biliku yang
isinya bapak, ubu, dan anak, yang kemudian membentuk uma dan gabungan dari beberapa
uma membentuk kabisu atau klen besar. Kabihu berarti sudut, ini menunjukan bahwa
pemukiman kabihu di sudut punggung bukit, berbentuk segi empat memanjang dan kedua
ujung kampungnya menyempit berbentuk perahu. Setiap kabihu mempunyai nenek moyang,
dan tanah kabihu sendiri yang diwariskan dari nenek - kakek mereka, kabihu juga kadang-
kadang terhoimpun kedalam beberapa kabihu misalnya:
(1) Kabihu Angupaluku/kabihu bersaudara
(2) Kabihu Yer/kabihu pemberi wanita
(3) Kabihu anak kawin / kabihu penerima wanita
Beberapa Kabihu kelak membentuk kotaku/dusun dan akhirnya membentuk sebuah kampung
yang disebut Praingu. Umumnya dikenal empat Kabihu penting dalam setiap Desa induk
yang selalu disebut dalam seloka secara berpasangan yaitu:
(1) Lewa : Motolangu - Parai Majangga
(2) Kambera : Mbujika - Parai Karaba, Kabiku – Anamburu
(3) Tabundung : Hau - Harikundu, Kawatangu – Dukuwatu
(4) Mangili : Maru - Watumbulu, Matolangu - Wanggirara.
Marapu agama asli masyarakat Sumba dalam kegiatan ekonominya bersandar pada sector
pertanian, peternakan, dan juga industri rumah tangga berupa kerajinan tenun ikat. Kerajinan
ini terdapat dibeberapa tempat yang terkenal dengan tenun ikatnya yaitu, desa Kaliuda (kec.
Pahungalodu), Rindi dan Watuhadang (kec. Rindiumalulu), Rambangaru (kec. Pandawai) dan
Kelurahan Prailiu. Tenunannya bermutu tinggi karena dibuat dengan menggunakan ramuan
tradisional yang telah diwarisi dari nenek moyangnya sejak dahulu kala.

1.2.12 BUDAYA SUMBA BARAT


Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten dari dua kabupaten yang ada di pulau Sumba
berbatasan bagian utara dengan Laut Sabu, Selatan dan Barat dengan Lautan Indonesia dan
sebelah Timur dengan Kabupaten Sumba Timur.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Luas wilayah kabupaten Sumba Barat 4051,92 km2. Dalam banyak hal wujud kebudayaan
masyarakat Sumba Barat ada kesamaan dengan kabupaten Sumba Timur,
yang terutama adalah pranata religiusnya yakni Merapu sebagai suatu
'Agama Asli' orang Sumba pada umumnya. Kehidupan paling purba di
Sumba khususnya Sumba Barat ditemukan dalam Li'i
Merapu, ialah hikayat suci tentang asal-usul nenek moyang. Biasanya
digelar secara khusus diwaktu malam dikisahkan oleh seorang penyanyi
dan seorang penderas, secara berganti-ganti, sahut-menyahut diselingi
bunyi gong dan genderang. Dalam suasana khidmat dan dengan hati
terharu penduduk kampung mendengarkan sejarah kuno yang diceriterakan dengan meriah.
Singkat ceritera di pantai Utara disanalah nenek moyang kita menjajakan kakinya, pantai itu
Sasar namanya. Tanjung Sasar itu dahulu ada 'Lende Watu' Jembatab Batu yang
menyambung pulau Sumba dan Bima, bahkan ada yang menceriterakan jembatan batu
tersebut membentang jauh sampai ke pantai Manggarai.

Penduduk Sumba Barat secara tradisional adalah bertani (bersawa) dan berladang dengan
padi yang suci (pare) sebagai tenaman pokok yang dihormati. Terdapat beberapa rangkaian
upacara dalam mata pencaharian masyarakat Sumba Barat antara lain upacara upacara :
(1)Upacara mengasah parang (urata patama keto) agar parang/pisau
dan lain-lain dapat berfungsi pada waktu hendak memotong hewan besar, bekerja kebun.
(2)Urata Pogo wasu (menebang pohon)
(3)Urata Tenu ( membakar kayu)
(4)Urata Wuke Oma (membuka kebun) rangkaian upacara ini sebagai pemohon belas
kasih pada dewa untuk meminta kesucian untuk perang, tanah agar menghasilkan
dan hujan yang banyak.
(5)Urata Dengu Ura (memohon hujan) semua acara di atas dipimpin oleh Rato dengan
mengambil ayam yang darahnya dipercik baik ke parang, pohon, maupun tanah.
(6) Urata Dengi Ina ( upacara memetik hasil)
Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera
dalam di bawah ini:
1.3 Sekilas Masyarakat Flores
Pengantar ke dalam masyarakat Flores ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara singkat
bagaimana konteks nyata masyarakat Flores. Penjelasan ini akan mencakup dua hal yakni
sejarah, lingkungan dan masyarakat Flores.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.3.1 Sejarah Flores
Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis "Cabo de Flores" yang berarti
"Tanjung Bunga". Nama ini semula diberikan oleh S. M. Cabot untuk menyebut wilayah
paling timur dari Pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai secara resmi sejak tahun 1636
oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Nama Flores yang sudah hidup
hampir empat abad ini sesungguhnya tidak mencerminkan kekayaan Flora yang dikandung
oleh pulau ini. Karena itu, lewat sebuah studi yang cukup mendalam Orinbao (1969)
mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya Pulau Ular).
Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna
filosofis, kultural dan ritual masyarakat Flores.
Pulau Flores, Alor dan Pantar merupakan lanjutan dari rangkaian Sunda System yang
bergunung api. Flores memiliki musim penghujan yang pendek dan musim kemarau yang
panjang. Daerah Pulau Flores meliputi enam kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai,
Ngadha, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata.
1.3.2. Lingkungan dan Masyarakat Flores
Sejarah kependudukan masyarakat Flores menunjukkan bahwa Pulau ini dihuni oleh berbagai
kelompok etnik yang hidup dalam komunitas-komunitas yang hampir-hampir eksklusif
sifatnya. Masing-masing etnis menempati wilayah tertentu lengkap dengan pranata sosial
budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakatnya secara utuh (Barlow, 1989;
Taum, 1997b). Heterogenitas penduduk Flores terlihat dalam sejarah asal-usul, suku, bahasa,
filsafat dan pandangan dunia.
Ditinjau dari sudut bahasa dan budaya, ada enam sub-kelompok etnis di Flores (Keraf, 1978;
Fernandez, 1996). Keenam sub-kelompok etnis itu adalah: etnis Manggarai-Riung (yang
meliputi kelompok bahasa Manggarai, Pae, Mbai, Rajong, dan Mbaen). Etnis Ngadha-Lio
(terdiri dari kelompok bahasa-bahasa Rangga, Maung, Ngadha, Nage, Keo, Palue, Ende dan
Lio. Kelompok etnis Mukang (meliputi bahasa Sikka, Krowe, Mukang dan Muhang).
Kelompok etnis Lamaholot (meliputi kelompok bahasa Lamaholot Barat, Lamaholot Timur,
dan Lamaholot Tengah). Terakhir kelompok bahasa Kedang (yang digunakan di wilayah
Pulau Lembata bagian selatan).
Keenam kelompok etnis di Flores sesungguhnya memiliki asal-usul genealogis dan budaya
yang sama.
1.3.3. Agama-agama Asli di Flores
Kristianitas, khususnya Katolik, sudah dikenal penduduk Pulau Flores sejak abad ke-16.
Tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor. Tahun 1561 Uskup Malaka mengirim empat

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanen di sana. Tahun 1566 Pastor Antonio
da Cruz membangun sebuah benteng di Solor dan sebuah Seminari di dekat kota Larantuka.
Tahun 1577 saja sudah ada sekitar 50.000 orang Katolik di Flores (Pinto, 2000: 33-37).
Kemudian tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran penduduk Melayu Kristen ke Larantuka
ketika Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka. Sejak itulah kebanyakan penduduk Flores
mulai mengenal kristianitas, dimulai dari Pulau Solor dan Larantuka di Flores Timur
kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores dan Timor. Dengan demikian, berbeda dari
penduduk di daerah-daerah lain di Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau Flores memeluk
agama Katolik.
Meskipun kristianitas sudah dikenal sejak permulaan abad ke-16, kehidupan keagamaan di
Pulau Flores memiliki pelbagai kekhasan. Bagaimanapun, hidup beragama di Flores –
sebagaimana juga di berbagai daerah lainnya di Nusantara (lihat Muskens, 1978)-- sangat
diwarnai oleh unsur-unsur kultural yaitu pola tradisi asli warisan nenek-moyang. Di samping
itu, unsur-unsur historis, yakni tradisi-tradisi luar yang masuk melalui para misionaris turut
berperan pula dalam kehidupan masyarakat. Kedua unsur ini diberi bentuk oleh sistem
kebudayaan Flores sehingga Vatter (1984: 38) menilai di beberapa tempat di Flores ada
semacam percampuran yang aneh antara Kristianitas dan kekafiran.
Untuk dapat mengenal secara singkat gambaran agama-agama di Flores, Tabel 1
mendeskripsikan 'wujud tertinggi' orang Flores. Tabel itu menunjukkan bahwa orang Flores
memiliki kepercayaan tradisional pada Dewa Matahari-Bulan-Bumi. Kepercayaan yang
bersifat astral dan kosmologis ini berasal dari pengalaman hidup mereka yang agraris, yang
hidup dari kebaikan langit (hujan) dan bumi (tanaman) (Fernandez, 1990). Lahan pertanian
yang cenderung
tandus membuat orang Flores sungguh-sungguh berharap pada penyelenggaraan Dewa Langit
dan Dewi Bumi.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Tabel 1 Wujud Tertinggi Orang Flores
NO KABUPATEN WUJUD TERTINGGI MAKNA
1. Flores Timur Lera Wulan Tanah Ekan Matahari-Bulan-Bumi
2. Lembata Lera Wulan Tanah Ekan Matahari-Bulan-Bumi
3. Sikka Ina Niang Tana Wawa// Bumi-Matahari-Bulan
Ama Lero Wulang Reta
4. Ende/Lio Wula Leja Tana Watu Bulan-Matahari-Bumi
5. Ngadha Deva zeta-Nitu zale Langit-Bumi
6. Manggarai Mori Kraeng, bergelar: Tanah di bawah, langit di atas
Tana wa awang eta//Ine wa
ema eta

Selain itu, hampir semua etnis masyarakat Flores memiliki tempat-tempat pemujaan tertentu,
lengkap dengan altar pemujaannya yang melambangkan hubungan antara alam manusia
dengan alam ilahi. Tabel 2 menunjukkan altar tempat upacara ritual orang Flores.

Tabel 2 Altar/Tempat Pemujaan Orang Flores


NO KABUPATEN NAMA TEMPAT KETERANGAN
1. Flores Timur Nuba Nara 1 Menhir dan Dolmen
2. Lembata Nuba Nara Menhir dan Dolmen
3. Sikka Watu Make Menhir dan Dolmen
4. Ende/Lio Watu Boo Dolmen
5. Ngadha Vatu Leva - Vatu Meze Menhir dan Dolmen
6. Manggarai Compang – Lodok Menhir

Altar yang disebutkan dalam Tabel 2 di atas merupakan tempat dilaksanakannya


persembahan hewan korban dalam upacara ritual formal, misalnya: upacara panen,
pembabatan hutan, pendirian rumah, perkawinan adat, dan sebagainya. Upacara ritual itu
sendiri menduduki posisi penting sebagai sarana pembentukan kohesi sosial dan legitimasi
status sosial. Ritus persembahan di altar tradisional itu mempengaruhi berbagai struktur dan
proses sosial di Flores.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.3.4. Beberapa Keutamaan Orang Flores: Kasus Lamaholot
1.3.4.1 Percaya kepada Tuhan yang Kuasa
Sebelum agama Katolik tiba di Flores, masyarakat di sana sudah mengenal Tuhan
yang Kuasa, yang disebut ‘Lera Wulan Tanah Ekan’ atau Tuhan Langit dan Bumi. Orang
Flores memiliki rasa syukur dan penyerahan diri yang begitu dalam kepada Tuhan. Untuk
memperkuat kenyataan bahwa seseorang bertindak benar dan jujur, sekaligus
memperingatkan lawannya, mereka berucap: "Lera Wulan Tanah Ekan no-on matan": Tuhan
mempunyai mata (untuk melihat), yang berarti Tuhan mengetahuinya, ia maha tahu, ia maha
adil, ia akan bertindak adil. Pada peristiwa kematian, orang biasanya berkata: "Lera Wulan
Tanah Ekan guti na-en": Tuhan mengambil pulang miliknya.Pada perayaan syukur sebelum
panen, ada kewajiban bagi para anggota masyarakat untuk mempersembahkan sebagian hasil
panen itu sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan sebelum menikmati hasil panen
tersebut. Adapun doa yang didaraskan sebagai berikut:
Bapa Lera Wulan lodo hau Bapak Lera Wulan turunlah ke sini
Ema Tanah Ekan gere haka Ibu Tanah Ekan bangkitkan ke sini
Tobo tukan Duduklah di tengah
Pae bawan Hadirlah di antara kami
Ola di ehin kae (Karena) kerja ladang sudah berbuah
Here di wain kae (Karena) menyadap tuak sudah berhasil
Goong molo Makanlah terlebih dahulu
Menu wahan Minumlah mendahului kami
Nein kame mekan Barulah kami makan
Dore menu urin Barulah kami minum kemudian

1.3.4.2. Kejujuran dan Keadilan


Kepercayaan yang kuat dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan menimbulkan nilai-nilai
keutamaan lainnya yang juga dijunjung tinggi orang Flores seperti kejujuran dan keadilan.
Nilai ini muncul sebagai keyakinan bahwa ‘Tuhan mempunyai mata’ (Lera Wulan Tanah
Ekan no-on matan) . Tuhan melihat semua perbuatan manusia, sekalipun tersembunyi. Dia
menghukum yang jahat dan mengganjar yang baik.
Sifat dan tabiat kejujuran ini sangat menarik perhatian Vatter (1984: 56). Dia
mencatat, hormat terhadap hak milik oang lain tertanam sangat kuat di benak orang Flores.
Pencurian termasuk pelanggaran berat di Flores. Pada zaman dahulu dikenakan hukuman
mati, dan saat ini pencuri dikenai sangsi adat berupa denda yang sangat besar.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


1.3.4.3. Penghargaan yang Tinggi akan Adat dan Upacara Ritual
Studi Graham (1985) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sosial-budaya
masyarakat Flores Timur, ada empat aspek yang memainkan peranan penting, yaitu episode-
episode dalam mitos asal-usul, dan tiga simbol ritual lainnya yakni nuba nara (altar/batu
pemujaan), korke (rumah adat), dan namang (tempat menari yang biasanya terletak di
halaman korke). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang Flores memiliki
penghargaan yang sangat tinggi akan adat-istiadat dan upacara-upacara ritual warisan nenek-
moyangnya.
Mitos cerita asal-usul dipandang sebagai unsur terpenting dalam menentukan otoritas
dan kekuasaan. Melalui episode-episode dalam mitos asal-usul itulah legitimasi magis leluhur
pertama dapat diperoleh. Mitos asal-usul yang sering dikeramatkan itu biasanya diceritakan
kembali pada kesempatan-kesempatan ritual formal seperti membangun relasi perkawinan,
upacara penguburan, terjadi sengketa tanah, persiapan perang, pembukaan ladang baru,
panen, menerima tamu, dan sebagainya.
Nuba-nara atau altar/batu pemujaan merupakan simbol kehadiran Lera Wulan Tanah
Ekan. Ada kepercayaan bahwa Lera Wulan turun dan bersatu dengan Tanah Ekan melalui
Nuba Nara itu. Korke yang dilengkapi dengan Nama adalah "gereja" tradisional, pusat
pengharapan dan penghiburan mereka.Sangat kuat dan menonjolnya peranan devoci kepada
Bunda Maria di kalangan orang Flores di satu pihak menunjukkan unsur historis (warisan
zaman Portugis) tetapi sekaligus kultural (pemujaan terhadap Ibu Bumi, seperti dalam
ungkapan Ama Lera Wulan-Ina Tanah Ekan).
1.3.4.4. Rasa Kesatuan Orang Flores
Ikatan kolektif yang sangat kuat dalam masyarakat Lamaholot terjadi pada tingkat
kampung atau Lewo. Masyarakat Lamaholot pada umumnya memiliki keterikatan yang khas
dengan Lewotanah atau tempat tinggal. Melalui ukuran kampung, mereka membedakan
dirinya dengan orang dari kampung lainnya. Kampung merupakan kelompok sosial terbesar,
dan kesadaran berkelompok hampir tidak melampaui batas kampung (Vatter, 1984: 72-73).
Di Flores sebetulnya tidak ada kesadaran akan persatuan yang bertopang pada
pertalian genealogis, historis maupun politis. Seperti disebutkan di atas, keterikatan mereka
lebih disebabkan faktor kesamaan tempat tinggal atau kampung. Sekalipun demikian, pola
organisasi kampung selalu dibangun dengan semangat dan pemikiran tentang kohesi sosial
yang berpangkal pada kerangka genealogis. Dalam kampung-kampuang itu tinggal orang-
orang dari berbagai kelompok imigran, yang kemudian digolong-golongkan dalam suku
(istilah untuk suku adalah Ama).

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Itulah sebabnya orang Flores cenderung menyapa sesamanya dengan sebutan
kekerabatan (Om, Tante, Kakak, Adik atau mengaku sebagai saudara). Mereka juga bisa
menghargai perbedaan politis, agama, etnis bila mereka telah diikat dalam satu kesatuan
tempat tinggal. Rasa kesatuan seperti ini, kadang-kadang membuat orang Flores menjadi
sedikit bersifat etnosentris.
Beberapa studi (Vatter, 1984; Graham, 1985; Taum, 1997b) mengungkapkan bahwa
keluarga di Flores (dalam hal ini Flores Timur) memainkan peranan yang sangat kecil dalam
proses pendidikan dan sosialisasi anak. Keluarga bukan tujuan melainkan sarana bagi
pembentukan kelompok sosial yang menjadi inti masyarakat dan menentukan suku. Suku
itulah basis sosial terkecil dan otonom. Semua hak dan kewajiban individual diarahkan
kepada kebersamaan suku. Itulah sebabnya ruang bagi ekspresi dan aktualisasi potensi
pribadi menjadi lebih terbatas, sebaliknya kebersamaan menjadi lebih bernilai. Mungkin ini
salah satu kendala budaya yang menghambat hal itu, di samping faktor-faktor teknis lain
seperti peluang, modal, dan sebagainya

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


BAB 11
ISI

2.1. Landasan teori


2.1.1 Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
“kultur” dalam bahasa Indonesia.

“Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk


sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan
merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-
strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam
tingkah-laku dan ndakan-tindakannya.”Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk
memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman
bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat
atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan
pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan
menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang
tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap
anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang
dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses
belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya
sama.

2.2. Perumusan masalah

Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang


kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara - terjadinya
erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme - hilangnya sifat
kekeluargaan dan gotong royong - kehilangan kepercayaan diri - gaya hidup kebarat-baratan

• Kenapa budaya NTT tidak bisa dipertahankan?


• Mengapa budaya NTT terpengaruh oleh budaya Asing?
• Bagaimana perkembangan budaya NTT dalam pelestariannya?
• Upaya mempertahankan budaya daerah?

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


2.3. Sasaran

• terciptanya kestuan dan persatuan yang disebabkan oleh budaya,


• meningkatkan pariwisata kita supaya menjadi asset bangsa kita dimasa yang akan
datang,
• vadanya kesadaran masyarakat akan pengaruh globalisasi sehingga mampu menyaring
budya luar yang masuk.
• Menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh Negara lain.

2.4. Pembahasan masalah


Kebudayaan lokal NTT yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus
tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya lokal
NTT sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta
memiliki keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola
hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan Asing
yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya
masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal
yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada
kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.
Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya
lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara
lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai
dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara
lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negranya.
Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi
sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam budaya
kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah
mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya
budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka
aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat didalam masyarakat
kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi juga mulai terpengaruh
budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makanan-makanan yang berasal dari luar
seperti KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut
higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


menu keseharian dalam kehidupan kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya berbagai
jenis makanan tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak dapat dihindarkan bahwa anak
cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis makanan tradisional yang berasal dari daerah asal
mereka.
Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan,
menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh
budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli
negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak dalam
rangka melestarikan budaya.

2.2.1. Kekuatan
• Keanekaragaman budaya yang ada di NTT
NTT memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai ke aset
yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal lain. Budaya lokal yang dimiliki
NTT berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas budayanya,
seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut.
Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat memperkokoh ketahanan budaya
bangsa dimata Internasional.
• Kekhasan budaya NTT
Kekhasan budaya lokal yang dimiliki setiap daerah di NTT memliki kekuatan
tersediri. Misalnya rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat
yang dianut. Kekhasan budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain.
Terbukti banyaknya turis asing yang mencoba mempelajari budaya yang ada di NTT
seperti belajar tarian khas suat daerah atau mencari barang-barang kerajinan untuk
dijadikan buah tangan. Ini membuktikan bahwa budaya bangsa NTT memiliki cirri
khas yang unik.
• Kebudayaan Lokal menjadi sumber ketahanan budaya bangsa
Kesatuan budaya lokal yang dimiliki NTT merupakan budaya bangsa yang mewakili
identitas negara Indonesia. Untuk itu, budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi
dengan baik agar budaya bangsa tetap kokoh.

2.2.2. Kelemahan
• Kurangnya kesadaran masyarakat

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang
minim. Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan
zaman, asalkan masih tidak meningalkan cirri khas dari budaya tersebut.
• Minimnya komunikasi budaya
Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman
tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan
perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa.
• Kurangnya pembelajaran budaya
Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini
banyak yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal
melalui pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam
membangun budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan
perkembangan zaman.
2.2.3. Peluang
• NTT dipandang Indonesia maupun dunia Internasional karena kekuatan budayanya
Apabila budaya lokal dapat di jaga dengan baik, Indonesia akan di pandang sebagai
negara yang dapat mempertahankan identitasnya di mata Internasioanal.
• Kuatnya budaya bangsa, memperkokoh rasa persatuan
Usaha masyarakat dalam mempertahankan budaya lokal agar dapat memperkokoh
budaya bangsa, juga dapat memperkokoh persatuan. Karena adanya saling
menghormati antara budaya lokal sehingga dapat bersatu menjadi budaya bangsa yang
kokoh.
• Kemajuan pariwisata
Budaya lokal sering kali menarik perhatian para turis mancanegara. Ini dapat
dijadikan objek wisata yang akan menghasilkan devisa bagi daerahnya. Akan tetapi
hal ini juga harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan budaya yang
mungkin terjadi.
• Multikuturalisme
Multikulturalisme memberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan kudaya lokal
Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman ini adalah pendidikan budaya dan
komunikasi antar budaya.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


2.2.4. Tantangan
• Perubahan lingkungan alam dan fisik
Perubahan lingkungan alam dan fisik menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara
untuk mempertahankan budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam
dan fisik, pola piker serta pola hidup masyakrkat juga ikt berubah
• Kemajuan Teknologi
Meskipun dipandang banyak memberikan banyak manfaat, kemajuan teknologi
ternyata menjadi salah satu factor yang menyebabkan ditinggalkannya budaya lokal.
Misalnya, sistem sasi (sistem asli masyarakat dalam mengelola sumber daya
kelautan/daratan) dikawasan Lela (Kab.Sika)dan Larantuka (Kab.Flotim). Sistem sasi
mengatur tata cara sertamusim penangkapan ikan di wilayah adatnya, namun hal ini
mulai tidak di lupakan oleh masyarakatnya.

Kurangnya biaya untuk mengelola

Lemahnya sumber daya manusia pada masyarakat kita

Kurangnya pemahaman masyarakat akan arti pentingnya kebudayaan

Banyak muncul budaya baru yang bisa dimanfaatin karena pengaruh globalisasi.

• Masuknya Budaya Asing


Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya lokal tetap terjaga.
Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagai penyeimbang di tengah
perkembangan zaman.

2.3. Perubahan budaya dan arus globalisasi mengakibatkan beberapa budaya


tersingkirkan
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari
masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat
homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya
globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya
setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja
khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu
sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv
yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui
stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui
parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-
kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara
pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan
bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang
kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti
itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian
tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga
kelestariannya.
Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita
disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang
mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola
masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang
berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin
tersisihnya kesenian tradisional NTT dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan
pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian
etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual
masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun
mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat
ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua
kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan
eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses
modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi
sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih
beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai
seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja
kesenian tradisional Tinju adat , yang terdapat di So’a Kab.ngada kini tampak sepi seolah-

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat Tinju adat ini merupakan
salah satu bentuk kesenian tradisional NTT yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan
merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh
lainnya adalah Budaya Tenun Ikat yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di NTT
sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Budaya Tenun Ikat merupakan contoh kecil dari
mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak
hanya dialami oleh kesenian NTT, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian
tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua
kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.
Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan
fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan
teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja
kesenian tradisional yaitu seni tari “Ja’i” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok
orang Bajawa (Ngada). Kenyataan di atas menunjukkan kesenian menari Ja’i sesungguhnya
memiliki penggemar tersendiri, terutama Ja’i yang disajikan dalam bentuk lagu pop daerah
maupun siaran TVRI Kupang, bukan Ja’i panggung. Dari segi bentuk pementasan atau
penyajian,Ja;i termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan
perubahan zaman. Selain Ja;i masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu Gawi (Ende) maupun Dolo-dolo(Larantuka)
maupun kerajinan tangan yaitu Sasando (Rote-ndao),perjuangan masyarakat NTT dalam
acara di pusat ibu kota negara (Jakarta) maupun di stasiun TV merupakan wujud dan niat
baik dalam mempromosikan kekhasan dari daerah asal NTT dengan kata lain yaitu
melestarikan.
2.4. Peran mahasiswa dalam kebudayaan
Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita
menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki
kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda
yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu
kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan.
Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan
pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan
melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan
dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur
ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM)
kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang
diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
a. Jalur Intrakurikuler
Untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah
diperlukan adanya pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah. Tanpa adanya
pemahaman yang baik terhadap hal itu, mustahil mahasiswa dapat menjalankan peran itu
dengan baik. Peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah dapat
dilakukan melalui jalur intrakurikuler; artinya seni dan budaya daerah dijadikan sebagai salah
satu substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah atau dijadikan sebagai mata
kuliah. Kemungkinan yang pertama dapat dilakukan melalui mata kuliah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar (ISBD) bagi mahasiswa program studi eksakta, dan Ilmu Budaya Dasar dan
Antropologi Budaya bagi mahasiswa program studi ilmu sosial. Dalam dua mata kuliah itu
terdapat beberapa pokok bahasan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah yaitu tentang manusia dan kebudayaan, manusia
dan peradaban, dan manusia, sains teknologi, dan seni.Kemungkinan yang kedua tampaknya
telah diakomodasi dalam kurikulum program studi-program studi yang termasuk dalam
rumpun ilmu budaya seperti program studi di lingkungan Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu
Budaya. Beberapa mata kuliah yang secara khusus dapat digunakan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap seni dan budaya daerah adalah Masyarakat dan Kesenian, Manusia dan
Kebudayaan , dan Masyarakat dan Kebudayaan Pesisir. Melalui mata kuliah-mata kuliah itu,
mahasiswa dapat diberi penugasan untuk melihat, memahami, mengapresiasi, endokumentasi,
dan membahas seni dan budaya daerah. Dengan kegiatan-kegiatan semacam itu pemahaman
mahasiswa terhadap seni dan budaya daearah akan meningkat yang juga telah melakukan
pelestarian.
Jalur intrakurikuler lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman bahkan
mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah adalah Kuliah
Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa-mahasiswa yang telah mendapatkan pemahaman yang
mencukupi terhadap seni dan budaya daerah dapat berkiprah langsung dalam pelestarian dan
pengembangan seni dan budaya daerah. Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang merupakan bentuk

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


lain dari KKN setiap Universitas telah digunakan untuk berperan serta dalam pelestarian dan
pengembangan seni dan budaya daerah.
b. Jalur Ekstrakurikuler
Pembentukan dan pemanfaatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian NTT (Daerah
Lainnya) merupakan langkah lain yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan peran
mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Sehubungan dengan hal itu, pimpinan
perguruan tinggi perlu mendorong pembentukan UKM Kesenian Daerah. Lembaga
kemahasiswaan itu merupakan wahana yang sangat strategis untuk upaya-upaya tersebut,
karena mereka adalah mahasiswa yang benar-benar berminat dan berbakat dalam bidang seni
tradisi. Latihan-latihan secara rutin sebagai salah satu bentuk kegiatan UKM kesenian daerah
(Bajawa misalnya) yang pada gilirannya akan berujung pada pementasan atau pergelaran
merupakan bentuk nyata dari pelestarian seni dan budaya daerah.
Forum-forum festival seni mahasiswa semacam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional
(Peksiminas) merupakan wahana yang lain untuk pengoptimalan peran mahasiswa dalam
pelestarian seni dan budaya daerah.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


BAB 111
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan Masyarakat kita sebagai
bangsa indonesia yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran
akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya
Bangsa. Padahal sesungguhnya Budaya Lokal yang kita miliki ini dapat menjadikan kita
lebih bernilai dibandingkan bangsa lain karena betapa berharganya nilai–nilai budaya lokal
yang ada di negara ini. Untuk itu seharusnya kita bisa lebih tanggap dan peduli lagi terhadap
semua kebudayaan yang ada di indonesia ini. Selain itu kita harus memahami arti kebudayaan
serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan
untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa
lain. Karena kekayaan budaya daerah (bangsa Indonesia) yang tidak ternilai harganya itu dan
tidak pula dimiliki oleh bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang
merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa
depan anak cucu.
3.2 Saran

Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya
pergeseran kebudayaan yaitu :

1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran


Budaya bangsa

2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing


khususnya dan budaya bangsa pada umumnya

3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita,
hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya

4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya


yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.

5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga
pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


Daftar pustaka

Fernandez, Stephanus Osias, 1990. Kebijakan Manusia Nusa Tenggara Timur Dulu dan
Kini. Ledalero: Sekolah Tinggi Filsafat Katolik.
Ghono, John, 1992. “Nilai Religius Budaya NTT Sebelum dan Sesudah Masuknya
Pengaruh Kristianitas” Makalah Diskusi Panel Sehari Pelestarian Budaya Lokal.
Yogyakarta: Forum Studi Eureka.
Mubyarto, dkk., 1991. Etos kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu dan
Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: P3PK UGM.
Orinbao, Sareng, 1969. Nusa Nipa: Nama Pribumi Nusa Flores Warisan Purba. Ende:
Pertjetakan Arnoldus/Penerbitan Nusa Indah.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depdikbud.
Vatter, Ernst, 1984. Ata Kiwan. Diterjemahkan dari Ata Kiwan Unbekannte Bergvolker
im Tropishen Holland oleh S.D. Sjah. Ende: Nusa Indah.
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)


KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

You might also like