You are on page 1of 13

Makalah

HUKUM HAM INTERNASIONAL


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hukum Internasional

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
ZAINI YAZID HARAHAP
220708417

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


PERBANDINGAN HUKUM DAN MAZHAB
SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

PENDAHULUAN

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelu
m
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri
dan
kita hidup bersosialisasi dengan oranglain. Jangan sampai kita melakukan pelangg
aran HAM terhadap orang lain dalam usahaperolehan atau pemenuhan HAM pada diri k
ita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang
HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

HAK ASASI MANUSIA (HAM)


1. PENGERTIAN
• HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
• Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights
, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia.
• John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuha
n Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
• Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia
2. CIRI DAN POKOK HAKIKAT HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beber
apa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
• HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manus
ia secara otomatis.
• HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
• HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau me
langgar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat
hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM .
3. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM
Perkembangan pemikiran HAM di bagi kepada 4 generasi yaitu :
• Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat
pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama
pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi
perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang
baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
• Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis
melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi
pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep
dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridiskurang menda
pat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak e
konomi dan hak politik.
• Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi
ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,
politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak
melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran
HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi
penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi
menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan b
anyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
• Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant
dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi
dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan
tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan
memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan de
klarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia P
eople and Government .
4. PERKEMBANGAN HAM DI DUNIA
Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
• Magna Charta Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dik
awasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandan
gan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan h
ukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hokum yang dibuatnya), menjadi diba
tasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum.
• The American declaration Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya
The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Mont
esquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut
ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus
dibelenggu.
• The French declaration Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declarat
ion (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebaga
imana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada pen
angkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of
innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berh
ak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan h
ukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
• The four freedom Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak
kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap
bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi
penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha,
pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi
berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain .
5. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM DI INDONESIA
• Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Par
tij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang s
ama hak kemerdekaan.
• Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah
berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Ind
onesia Serikat
Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945 .

6. HAM DALAM TINJAUAN ISLAM


Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah
menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh
karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan
ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia
tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan
abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam
Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak
Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manus
ia
dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari
kedua hak tersebut, misalnya sholat.Sementara dalam hal al insan seperti hak kep
emilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan
teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatn
ya
sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian
konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung
ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaa
n dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi diseb
ut dengan ide perikemakhlukan.
Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM
dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang
merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam.
Pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut
dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahk
an hilang harkatkemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka ber
arti orang itu mati.
Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat
hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang
pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup.
Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak p
rimer dan sekunder .
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan
bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama- sama dengan jaminan bahwa h
ak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecu
ali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan
memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta
atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya unt
uk memenuhi kebutuhan pokok warga negara .
7. HAM DALAM PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis
yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua,
dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam
peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan
presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang
sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi
seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan
panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya
karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global sepert
i ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementar
a
itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya
kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
8. PELANGGARAN HAM DAN PENGADILAN HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yan
g
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak
didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran
HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara
membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk
sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan
penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap sua
tu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diak
ui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara
maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena
itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap
aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur nega
ra.
Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan
persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif d
an
berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan pengadilan umum.
๑. Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion),
perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja
dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya
negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya
tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat
kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.
- Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan y
ang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata ku
liah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan s
ehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran
HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa meni
kmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tert
entu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang a
nak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
9. HAM dan HUKUM INTERNASIONAL TRADISIONAL
Secara tradisional, hukum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya menga
tur hubungan antar negara. Oleh karena itu, negara merupakan satu-satunya subyek
hokum internasional dan memiliki hak-hak hukum menurut hokum internasional.
Definisi tradisional ini kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas
hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hokum internasional yan
g memiliki hak-hak tertentu berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai ind
ividu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hokum internasional, sehingga manu
sia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasion
al.
Teori-teori mengenai sifat hokum internasional ini kemudian membentuk kesimpulan
bahwa perlakuan Negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum interna
sional, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karen
a hukum internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu nega
ra terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif bera
da di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM mer
upakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahka
n dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu neg
ara. Namun demikian, masih terdapat pengecualian terhadap aturan ini dalam bentu
k intervensi humaniter.
10. HUKUM HAM TRADISIONAL Dan MODERN
Hukum internasional tradisional telah mengembangkan berbagai doktrin dan institu
si untuk melindungi berbagai kelompok manusia, seperti budak belian, kelompok mi
noritas, penduduk asli, warga negara asing, korban pelanggaran berat HAM, dan ko
mbatan. Hukum dan praktek negara-negara telah melahirkan dukungan konsepsual dan
kelembagaan bagi perkembangan hukum HAM internasional kontemporer. Terlebih-leb
ih banyak institusi dan doktrin lama yang hidup terus secara berdampingan yang k
emudian sekarang telah membentuk bagian yang tak terpisahkan dari hukum HAM mode
rn. Dalam berbagai bidang tertentu, cabang hukum ini telah terpengaruh secara ke
seluruhan oleh pendahulunya.
Perhatian terhadap akar sejarah hukum HAM internasional akan memberikan pemahama
n yang mendalam terhadap bidang hukum ini. Sebagaimana yang akan diuraikan pada
bagian berikutnya, hukum HAM internasional modern sangatlah berbeda dari yang di
kenal di dalam sejarah yang mendahuluinya, di mana manusia sebagai individu dian
ggap memiliki jaminan secara internasional atas hak-haknya, dan tidak sebagai wa
rga negara dari suatu negara tertentu. Saat ini telah lahir berbagai lembaga int
ernasional yang memiliki yurisdiksi untuk melindungi individu dari pelanggaran H
AM yang dilakukan oleh negaranya maupun oleh negara lain. Walaupun mekanisme ini
masih dirasakan kurang memadai dan kurang efektif, namun kecenderungan menunjuk
kan bahwa instrumen dan institusi HAM internasional yang tumbuh menjamur dibentu
k untuk mengimplementasikan hukum tersebut, sehingga internasionalisasi HAM meng
atasi harapan-harapan lain.
Perkembangan ini pada gilirannya telah menimbulkan iklim politik yang menempatka
n perlindungan HAM sebagai hal yang terpenting di dalam agenda panggung politik
internasional kontemporer yang melibatkan pemerintah, organisasi pemerintah, ter
masuk pula LSM yang memiliki jaringan internasional. Akibatnya adalah, manusia d
i seluruh muka bumi ini semakin menyadari bahwa negara dan masyarakat internasio
nal memiliki kewajiban untuk melindungi HAM.
Harapan dari fenomena ini menimbulkan kesulitan politis ketika banyak negara yan
g menolak bahwa mereka memiliki kewajiban, yang tentu saja dapat memberikan kemu
dahan di dalam mendorong perlindungan HAM secara internasional. Dengan kata lain
, apa yang kita saksikan saat ini adalah tengah berlangsungnya revolusi HAM, dim
ana banyak yang telah dihasilkan tetapi masih banyak pula yang harus dilakukan.
Kebanyakan dari hukum ini telah tercantum di dalam berbagai instrumen hukum(inte
rnasional dan nasional) dan literatur tetapi penegakkan hukumnya masih lemah.
Dengan demikian tugas kita adalah memberikan “gigi” kepada hukum yang antara lain de
ngan memperkuat mekanisme internasional untuk melindungi HAM dan memperluas yuri
sdiksinya agar dapat menjangkau seluruh pelosok dunia.
11. HAM INTERNASIONAL DALAM BERAGAMA
Jika ingin mendefinisikan apa yang di maksud dengan HAM dari jejak sejarah, mak
a niscaya kita akan kesulitan untuk mendapatkan sebuah definisi yang komprehensi
f, hal ini disebabkan adanya beberapa perbedaan keyakinan, ideologi, kebudayaan
dan lainnya yang melatar belakanginya. Hak Asasi Manusia adalah Hak hukum yang d
imiliki setiap orang sebagai manusia, hak-hak tersebut bersifat universal dan di
miliki setiap orang sebagai manusia. Meskipun begitu sangat menarik apa yang di
sampaikan oleh Scoot Davidson dalam bukunya mengenai HAM, “Untuk memahami hukum in
ternasional mengenai HAM, ada aspek-aspek tertentu dari subjek ini yang tidak da
pat di tinggalkan begitu saja. Aspek-aspek ini merupakan komponen histories,poli
tis dan filosofis dari HAM. Adalah mustahil memberi makna HAM tanpa mempelajari
berbagai kekuatan yang membentuk aspek itu. Sejarah dan politik memberi dimensi
kontekstual pada HAM, filsafat memberinya makna dan ilmu hukum membahas mekanism
e penerapanya.”
Komisi Nasional HAM Indonesia (Komnas HAM) mendefinisikan HAM sebagai hak yang m
elekat pada setiap manusia untuk dapat mempertahankan hidup, harkat dan martabat
nya. Dalam mengemban hak tersebut dilakukan secara seimbang antara hak dan kewaj
iban dan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum.
Abdul A’la Maududi memberikan pengertian hak asasi manusia dalam sudut pandang Isl
am, menurut beliau Hak- hak tersebut bukan pemberian siapa-siapa tapi adalah pem
berian Allah SWT (Tuhan) kepada seseorang sejak ia lahir ke dunia ini. Sebab jik
a hak itu dianggap pemberian manusia, misal dari negara atau parlemen, maka ia d
apat di tarik kembali dengan cara yang sama pada saat hak itu diberikan . Majid
Khaduri menambahkan bahwa HAM dalam Islam mengandung prinsip Keadilan, yang meru
pakan tujuan tertinggi dari syariat (hukum islam).
Adanya beberapa aspek yang turut membentuk definisi HAM, mengisyaratkan bahwa HA
M mempunyai beragam varian. Akan tetapi perbedaan tersebut pada prinsipnya memil
iki fokus utama yang sama yaitu perlindungan terhadap manusia. Perbedaan definis
i terjadi karena pengambilan sumber hak asasi manusia yang berlainan.
Selanjutnya hak asasi manusia juga memiliki beragam dimensi yang tidak hanya mel
iputi ilmu hukum, oleh karena itu penegakkan HAM harus didukung oleh semua bidan
g ilmu. Aspek hukum hanyalah sebagai sebuah alat untuk penerapan HAM itu sendiri
, jadi sangat sulit jika hanya menyandarkan masalah HAM pada ilmu hukum saja.
Ali Syariati dalam bukunya Agama Vs Agama, menyatakan bahwa dalam sejarah perada
ban manusia tidak ada satu pun peradaban yang terlepas dari kepercayaan atau key
akinan terhadap sesuatu yang sakral. Contoh sederhananya adalah dengan melihat b
enda-benda peninggalan sejarah dari setiap peradaban. Spinx di Mesir yang dibang
un untuk menghormati para dewa Mesir, atau Candi Borobudur yang di pergunakan un
tuk ibadah umat Budha. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rasa
keberagamaan merupakan sesuatu yang dimiliki oleh umat manusia secara alamiah.
Komisi Hak Asasi Manusia PBB bersama special rappourter dari Sub Commission on P
revention of Discrimination and Protection of Minorities, mengusulkan sebuah def
inisi agama yang bersifat teknis, yaitu:
“Religion is an explanation of the meaning of life and how to live accordingly. Ev
ery religion has at least a creed, a code of action and cult”.
Agama adalah penejalasan tentang makna hidup dan bagaimana kita menjalaninya. Se
tiap agama memiliki setidaknya peribadatan, aturan tingkah laku dan pengorbanan.
Definisi atas agama yang dikeluarkan tersebut masih sangat terbatas. Akan tetap
i definisi tersebut setidaknya dapat digunakan sebagai ukuran pada saat hukum in
ternasional berbicara tentang agama.
Hak kebebasan beragama meliputi kebebasan untuk mengubah agama atau keyakinanya,
serta kebebasan secara pribadi atau bersama-sama dengan orang lain dan secara t
erbuka atau pribadi, untuk menjalankan agama atau keyakinannya dalam pengajaran,
praktek, ibadah dan ketaatan.
Definisi tersebut dapat dipahami apabila melihat konteks perjalanan peradaban ma
nusia. Jika hak asasi manusia yang terdapat dalam UDHR dapat diartikan sebagai s
ebuah konsep yang datang dari Barat, maka definisi tersebut menjadi sesuatu yang
memiliki dasar sama sekali. Sejarah peradaban barat memang dipenuhi dengan pela
nggaran hak kebebasan beragama. Pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang Katol
ik terhadap orang-orang Protestan dapat dijadikan salah satu bukti. Selain darip
ada itu, kekuasaan gereja pada zaman kegelapan telah membuat orang-orang Barat m
enjadi sangat frustasi.
Definisi Hak Kebebasan beragama dalam Islam memiliki perbedaan. Sejak awal Islam
telah menyebutkan bahwa menganut suatu agama atau kepercayaan sepenuhnya disera
hkan kepada manusia itu sendiri untuk memilihnya. Menganut suatu agama atau kepe
rcayaan tidak boleh ada pemaksaan-pemaksaan dari pihak manapun karena antara jal
an yang benar dan yang salah sudah sedemikian jelas. Islam hanya melarang seseor
ang keluar dari Islam (murtad) apabila telah menjadi muslim dan menjadi Atheis.
A . Sejarah Kelahiran UDHR 1948
Universal Declaration of Human Rights (1948) adalah sebuah pernyataan dari selur
uh umat manusia mengenai HAM. Meskipun dalam sejarahnya terdapat banyak perdebat
an dalam pembentukanya, namun akhirnya deklarasi tersebut dapat diterima oleh Ma
jelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sebelum pembentukannya oleh PBB, s
ejarah mencatat ada beberapa instrumen HAM yang dianggap sebagai pendahulu UDHR.
Istrumen-instrumen tersebut adalah :
1) Piagam PBB
2) Magna Charta (1215)
3) Bill of Rights (1689)
4) Declaration of Independence, USA (1776)
5) Bill of Rights, USA (1791)
6) Declaration of The Rights of Man and The Citizen, Prancis, (1789)
Beragam instrumen tersebut menjadi inspirasi dan sumber dalam pembentukan UDHR 1
948. Ide pengaturan hak asasi manusia pada awalnya timbul bersamaan dengan kelah
iran Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan tetapi belum mencapai kesepakatan antarneg
ara. Ide itu tercetus karena dipengaruhi oleh kekejaman yang terjadi selama Pera
ng Dunia Kedua, dimana Adolf Hitler dengan sadisnya melakukan pembantain terhada
p jutaan kaum Yahudi dengan cara-cara yang sangat tidak berperikemanusiaan.
Setelah Perang Dunia II usai, masyarakat dunia memiliki niat untuk membuat suatu
kaidah atau aturan yang dapat melindungi hak-hak asasi manusia. Perlindungan te
rsebut sangat ingin memfokuskan perlindungan terhadap HAM, baik yang mengatur me
ngenai hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya.
Presiden Amerika pada saat itu, yakni Roosevelt, mengeluarkan sebuah pernyataan
tentang kebebasan yang menjadi salah satu pemicu pembentukan perlindungan HAM, k
ebebasan menurut Roosevelt itu dikenal dengan The Four Freedoms, yaitu, Freedom
of Speech, Freedom of Worship, Freedom from Want, Freedom from Fear. Pernyataan
itu merupakan simbol sebuah dukungan yang sangat besar terhadap masalah HAM, seb
ab Amerika dan sekutu adalah pihak yang menang perang.
Usainya Perang Dunia II dibarengi juga dengan lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangs
a. Dalam Piagam PBB sudah jelas di sebutkan bahwa salah satu tujuannya adalah pe
nghormatan terhadap hak fundamental dan kebebasan. Menjelang hari penutupan Konf
erensi PBB di San Fransisco 1945, para editor The Annals of The American Academy
of Sosial and Political Science, mengumpulkan makalah-makalah untuk suatu pener
bitan khusus tentang HAM dari sejumlah pakar baik delegasi Amerika maupun delega
si asing, dengan maksud untuk menarik perhatian publik pada HAM yang acuanya tel
ah di buat dalam piagam PBB.
Selain terdapat dalam tujuan PBB, perlindungan terhadapat hak asasi manusia juga
banyak tersebar dalam bagian isi piagam PBB. Salah satu isi Piagam PBB tersebut
adalah Pasal 68, tentang tugas-tugas ECOSOC, yang berbunyi :
“Dewan ekonomi dan sosial akan membentuk panitia-panitia di lapangan ekonomi dan s
osial dan untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan panitia-panitia demikian lai
nnya jika diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya.”
Kemudian pada sidang pertama ECOSOC tahun 1946, yang mendapatkan mandat untuk me
mbuat suatu instrumen HAM, membentuk sebuah komisi yang disebut dengan Komisi Ha
k Asasi Manusia (CHR), dengan tugas untuk menangani isu-isu hak asasi manusia ya
ng belum diselesaikan. Ketentuan mengenai batas- batas permasalahan yang di tang
ani CHR, ditetapkan oleh ECOSOC juga pada tahun 1946. Ketentuan- ketentuan ini m
enyatakan bahwa komisi harus menyampaikan kepada ECOSOC, proposal, rekomendasi d
an laporan mengenai:
1. Suatu Bill of Right (Pernyataan tertulis mengenai hak-hak terpenting) Interna
sional
2. Deklarasi atau konvensi internasional mengenai kebebasan sipil (civil liberta
rian), status wanita, kebebasan informasi, dan hal-hal serupa.
3. Perlindungan bagi minoritas
4. Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama
5. Hal-hal lain mengenai hak asasi manusia yang tidak tercakup dalam butir- buti
r di atas.
Selain tugas-tugas yang telah disusun di atas untuk komisi hak asasi manusia, EC
OSOC juga menambahkan misi dengan ketentuan sebagai berikut: “Komisi harus membant
u (ECOSOC) dalam pengkoordinasian kegiatan-kegiatan mengenai hak asasi manusia d
alam sistem PBB.” Tambahan ini akan semakin mempertegas sikap dari PBB menuju suat
u pendekatan yang terpadu dan menyeluruh terhadap permasalahan hak asasi manusia
.
Hal yang paling utama dilaksanakan oleh komisi hak asasi manusia itu adalah memb
uat rumusan mengenai Bill of Rights yang berlaku bagi dunia. Agar dapat terbentu
k suatu rumusan yang cepat dan menyeluruh, maka komisi ini melaksanakan sidang u
ntuk pertama kali pada bulan Februari 1947, komisi ini diketuai oleh Eleanor Roo
sevelt dan beberapa anggota yang terdiri dari beberapa negara-negara.
Dalam pembahasan Bill of Rights tersebut, di dalam komisi terdapat dua pandangan
yang berbeda, yaitu:
1. Pendapat pertama dipelopori oleh Amerika Serikat yang beranggapan bahwa Bill
of Rights tersebut akan berbentuk deklarasi, tanpa mempunyai kekuatan mengikat s
ecara hukum.
2. Pendapat kedua yang didukung oleh negara-negara barat, berpendapat bahwa Bill
of Rights itu harus berbentuk sebuah perjanjian yang mempunyai kekuatan secara
hukum.
Setelah mengalami beberapa perdebatan, akhirnya disepakati sebuah jalan alternat
if untuk menyelesaikan perbedaan pandangan tersebut. Komisi berhasil menemukan s
ebuah rumusan yang memuaskan kedua belah pihak, rumusan yang dihasilkan oleh kom
isi adalah bahwa Bill of Rights tersebut akan terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Suatu Deklarasi
2. Suatu Perjanjian
3. Sistem Pengawasan Internasional.
Keputusan yang telah diambil oleh komisi tersebut bukanlah tanpa konsekuensi sam
a sekali, melainkan sebuah usaha dalam mencari format ideal perlindungan hak asa
si manusia yang mampu diterima oleh seluruh masyarakat dunia. Keputusan akhir, y
akni dengan membentuk suatu “deklarasi”, tentu akan memberikan sebuah keuntungan dan
juga kerugian.
Keuntunganya adalah deklarasi tersebut dapat diterima secara umum, ketua komisi
yaitu Eleanor Roosevelt menyatakan bahwa “deklarasi tersebut merupakan suatu stand
ar prestasi bersama bagi semua orang dan semua bangsa.”
Diperkirakan apabila hasil komisi di beri judul “perjanjian”, maka akan kecil kemung
kinan dapat di terima oleh majelis umum. Kerugianya adalah, sebagai suatu deklar
asi atau resolusi, maka produk tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum. Salah satu kelemahan lain dari deklarasi tersebut yaitu tidak dimuatnya
sama sekali lembaga atau mekanisme yang akan menjamin diindahkanya hak-hak terse
but.
Komisi tersebut telah mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan efisien, sehi
ngga pada tanggal 10 Desember 1948, deklarasi tersebut dapat diterima dalam Reso
lusi Majelis Umum PBB no. 27(III) dengan komposisi pemungutan suara sebagai beri
kut:
1. 48 negara setuju
2. 8 negara abstain
3. Tidak ada negara yang menolak.
Delapan negara yang abstain adalah: Belarusia, Cekoslavakia, Ukraina, Polandia,
Uni Soviet, Yugoslavia, Afrika Selatan dan Arab Saudi. Delapan negara yang absta
in tersebut secara keseluruhan menerima prinsip-prinsip tentang pengaturan HAM d
alam UDHR. Namun mereka keberatan terhadap beberapa pasal dalam UDHR yang mereka
anggap bertentangan dengan latar belakang politik, ekonomi, budaya, agama dan i
deologi negaranya.
Negara-negara sosialis yang abstain merasa keberatan mengenai beberapa pasal dal
am UDHR yang cenderung terpengaruh dari ideologi liberal yang merupakan lawan ab
adi negara-negara sosialis semasa perang dingin. Pasa-pasal yang mereka tolak mi
salnya seperti Pasal 17 yang mengatur perlindungan tentang hak pribadi.
Sedangkan Arab Saudi yang melakukan abstain dalam pemungutan suara tersebut memi
liki alasan yang berbeda dengan negara-negara sosialis. Arab Saudi keberatan ter
hadap Pasal 16 UDHR yang mengatur mengenai perkawinan, sebab dalam pasal tersebu
t memperbolehkan perkawinan antaragama, sedangkan dalam Islam perkawinan antarag
ama tidak diperbolehkan. Arab Saudi juga keberatan terhadap Pasal 18 yang mengat
ur mengenai hak kebebasan beragama sebab dalam pasal tersebut disebutkan hak unt
uk berpindah agama serta hak untuk tidak beragama. Padahal dalam Islam seseorang
yang telah memeluk Islam dilarang untuk berpindah agama apalagi menjadi tidak b
eragama.
Lepas dari abstainya delapan negara tersebut, UDHR tetap diterima sebagai suatu
standar prestasi bersama semua orang dan bangsa. Resolusi Majelis Umum PBB no. 2
7(III) tersebut terbagi dalam lima bagian,yaitu:
1. Part A consisted of UDHR
2. Part B The Right to Petition
3. Part C General Assembly called upon the UN Sub Commission “to make through stud
y of the problem of minorities, in order that UN may be able take measures for t
he protection of racial, religious or linguistic minorities.”
4. Part D Publicity of UDHR
5. Part E “Preparation of a Draft Convenant on Human Rights and Draft Measures of
Implementation.”
UDHR memiliki 30 pasal yang mengatur perlindungan hak-hak fundamental yang palin
g penting. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan terhadap hak-hak
sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan kesepa
katan pembentukan UDHR, maka selanjutnya disusun sebuah perjanjian internasional
yang lebih mengikat secara hukum. Perjanjian tersebut adalah International Conv
enant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Convenant on Econo
mic, Sosial and Cultural Rights ( ICESCR) yang terbentuk pada tahun 1966.
B . Hak Kebebasan Beragama Dalam UDHR (1948)
Pengaturan mengenai perlindungan hak kebebasan beragama juga diatur dalam UDHR y
ang terdapat dalam pasal tersendiri. Dengan masuknya hak kebebasan beragama dala
m UDHR, berarti menunjukkan betapa serius dan pentingnya hak kebebasan beragama
tersebut. Dengan demikian hak kebebasan beragama dapat diasumsikan sebagai salah
satu hak yang paling fundamental.
Pengaturan mengenai hak kebebasan beragama dalam UDHR diatur dalam Pasal 18. Pas
al tersebut mengatur sebagai berikut:
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan, batin dan agama, dalam hal
ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk men
yatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beri
badah dan menepatinya baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan ba
ik di tempat umum maupun tersendiri.”
Pasal ini merupakan pasal utama dalam pengaturan mengenai hak kebebasan beragama
. Pasal ini memberikan pengertian mengenai hak kebebasan beragama. Hak kebebasan
beragama dalam pasal tersebut meliputi hak untuk beragama, hak untuk berpindah
agama, hak untuk beribadah sesuai dengan keyakinan, hak untuk mengajarkan agaman
ya. Hak- hak tersebut dapat dilaksanakan baik secara individu ataupun kelompok d
an pelaksanaan hak tersebut dapat dilakukan baik di tempat umum maupun tempat pr
ibadi.
Pada awalnya ide dimasukkanya pasal mengenai hak kebebasan beragama adalah untuk
melindungi hak agama minoritas, seperti Sikh. Sejarah menceritakan bahwa sering
terjadi pelanggaran atas hak kebebasan beragama seseorang dikarenakan agama yan
g dianutnya bukanlah agama mayoritas yang dianut oleh penduduk suatu negara.
Kesulitan pengaturan hak kebebasan beragama disebabkan adanya perbedaan politik,
ekonomi, sosial, budaya dan agama dari tiap-tiap negara. Perbedaan tersebut dap
at memberikan penilaian yang berbeda atas hak kebebasan beragama. Hal inilah yan
g disampaikan oleh Karl Josef Partsch, beliau menyatakan:
“Atheist may have been satisfied to see “thought” and “conscience” precede “religion”. Libe
s may have been pleased to see all three freedoms on an equal level without pref
erence to any one of them. Strongly religious people may have regarde “thought and
conscience” as corresponding not only to religion religion generally but even to
the only true religion, the one to which they adhere.”
Penjelasan dari Partsch dengan jelas menyatakan kesulitan-kesulitan dalam pengat
uran mengenai hak kebebasan beragama. Maka dari itu harus dicari sebuah landasan
yang sama sehingga hak kebebasan beragama dapat berjalan tanpa merugikan pihak
manapun.
Perbedaan politik, ekonomi, sosial, ideologi dan agama tiap-tiap negara merupaka
n faktor yang menjadi hambatan dalam pembentukan Pasal 18 UDHR. Pembentukan draf
t UDHR 1948 dibuat oleh The United Nation Human Rights Commission (UNHRC). Pada
sesi kedua UNHRC telah membuat sebuah draft Pasal 18 mengenai hak kebebasan bera
gama. Namun pada tahap itu perwakilan dari Uni Soviet menolak draft tersebut den
gan membuat draft amandemen yang menambahkan bahwa pelaksanaan hak kebebasan ber
agama merupakan subjek dari hukum nasional bukan hukum internasional.
Usulan draft dari perwakilan Uni Soviet tersebut akhirnya ditolak pada pertemuan
sesi ketiga UNHRC. Setelah adanya draft usulan dari Uni Soviet, maka terjadi se
buah perdebatan yang seru, pada akhirnya UNHRC membentuk sebuah sub komite yang
bertugas membuat rancangan pasal mengenai hak kebebasan beragama. Sub komite ter
sebut terdiri dari perwakilan negara Prancis, Libanon, Inggris dan Uruguay.
Sub komite tersebut akhirnya berhasil membuat rancangan mengenai pasal hak kebeb
asan beragama. Ketika dilakukan pemungutan suara di dalam komisi untuk pengesaha
n draft pasal tersebut, negara-negara sosialis melakukan abstain. Negara-negara
sosialis yang abstain adalah Uni Soviet, Belarusia, Ukraina, dan Yugoslavia. Mer
eka lebih sepakat pada draft amandemen yang dibuat oleh Uni Soviet. Hal ini dapa
t dipahami sebab negara-negara sosialis tersebut tidak mengakui keberadaan Tuhan
, apalagi agama. Bagi mereka agama adalah sesuatu yang dapat merusak manusia.
Selain penolakan dari negara-negara sosialis, sikap yang sama juga dilakukan ole
h sebagian negara-negara Islam, khususnya Arab Saudi. Negara-negara Islam juga m
embuat suatu draft alternatif dengan menghapuskan kata-kata “freedom to change his
religion or belief” pada Pasal 18. Alasan yang dikemukakan oleh perwakilan Arab S
audi adalah untuk mencegah penyalahgunaan pasal tersebut oleh para misionaris da
lam penyebaran agama di negara-negara Islam. Negara-negara Islam memang sangat m
emperhatikan mengenai hak kebebasan berpindah agama sebab keadaan negara Islam a
tau yang berpenduduk mayoritas Islam pada saat itu sebagian besar adalah negara
miskin sehingga sangat rentan terjadi perpindahan agama.
Draft alternatif dari Arab Saudi juga ditolak oleh komisi. Pada pemungutan suara
terakhir, akhirnya Uni Soviet menerima bunyi Pasal 18 tersebut dimasukkan dalam
bagian UDHR.
Hak kebebasan beragama merupakan karakter utama dalam prinsip kebebasan, selain
itu pada saat membuat draft UDHR, hak kebebasan beragama juga dikategorikan seba
gai “an absolute and sacred right”. Walaupun hal tersebut tidak tertulis didalam pas
al, namun harus tetap diingat bahwa dalam menafsirkan hak kebebasan beragama, ni
lai-nilai absolut dan hak yang suci harus tetap menjadi acuan utama.
D. Hak Kebebasan Beragama Dalam Deklarasi Kairo (1990)
Deklarasi Kairo (DK) 1990 merupakan istrumen pengaturan HAM yang berlandaskan hu
kum Islam. Deklarasi tersebut terdiri dari 30 pasal yang mengatur mengenai hak d
an kebebasan sipil dan politik serta hak dan kebebasan ekonomi, sosial dan buday
a.
Pengaturan mengenai hak kebebasan beragama dalam DK diatur dalam pasal khusus. N
amun untuk memahami pengertian mengenai hak kebebasan beragama dalam DK kita har
us melihat bagian-bagian lain dari deklarasi yang akan membantu pemahaman tentan
g hak kebebasan beragama.
Pembukaan DK mengatur sebagai berikut:
“Berkeinginan untuk memberikan sumbangan terhadap usaha-usaha umat manusia dalam r
angka menegakkan hak-hak asasi manusia, melindungi manusia dari pemerasan dan pe
nindasan, serta menyatakan kemerdekaan dan haknya untuk mendapatkan kehidupan ya
ng layak sesuai dengan syariat Islam.
Bahwa hak-hak asasi dan kemerdekaan universal dalam Islam merupakan bagian integ
ral agama Islam dan bahwa tak seorang pun pada dasarnya berhak untuk menggoyahka
n baik keseluruhan maupun sebagian atau melanggar atau mengabaikanya karena hak-
hak asasi dan kemerdekaan itu merupakan perintah suci mengikat yang termaktub da
lam wahyu Allah SWT. yang diturunkan melalui nabi-Nya yang terakhir.”
Pembukaan DK menjelaskan bahwa tujuan dibentuknya DK adalah untuk memberikan sum
bangan terhadap perlindungan HAM yang sesuai dengan syariat Islam. Hal ini dapat
dipahami sebab DK dikeluarkan oleh OKI, yang merupakan organisasi internasional
antarnegara yang beranggotakan negara Islam atau penduduknya mayoritas beragama
Islam.
HAM dalam Islam merupakan satu kesatuan dari agama, sehingga perlu kiranya umat
Islam membuat aturan HAM yang berdasarkan hukum Islam. Salah satu hak yang dijam
in dalam DK adalah hak kebebasan beragama, hak tersebut merupakan salah satu hak
fundamental yang menjadi perhatian bagi umat Islam.
Pasal 10 DK mengatur sebagai berikut:
“Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah SWT). Islam melarang melakukan
paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau ketidakta
huan seseorang untuk mengubah agamanya atau menjadi atheis.”
Pasal 10 DK merupakan pasal utama yang mengatur mengenai hak kebebasan beragama.
Isi pasal tersebut diawali dengan pernyataan bahwa Islam adalah agama yang murn
i ciptaan Allah SWT. Dengan demikian Islam memiliki perangkat aturan tersendiri
yang bersumber dari wahyu Tuhan (Al Quran).
Hak kebebasan beragama dalam pasal tersebut menyatakan larangan untuk memaksakan
suatu agama atau kepercayaan tertentu kepada orang lain. Hal ini didasari dari
Al Quran, yaitu Surat AlBaqarah ayat 256 yang menyatakan tidak ada pemaksaan dal
am beragama. Islam melarang seseorang untuk memaksakan agama atau kepercayaan te
rhadap orang lain, yang diperbolehkan dalam Islam adalah dakwah atau mengajak. I
tu pun harus dilakukan dengan cara yang baik, tidak dengan berbohong atau member
ikan imbalan dalam bentuk apapun.
Pasal tersebut menjelaskan larangan agar tidak mengeksploitasi kemiskinan dan k
ebodohan sebagai alat untuk mengajak seseorang menyakini suatu agama atau keperc
ayaan tertentu. Secara tersurat pasal di atas melarang seseorang untuk menjadi a
theis, karena dalam Islam mensyaratkan bahwa rasa berketuhanan itu merupakan sif
at alamiah manusia. Sehingga apabila manusia sudah tidak mengakui keberadaan Tuh
an maka eksistensi dirinya patut dipertanyakan.

KESIMPULAN
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu
hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang
lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam
sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai
dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan
sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-
undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili da
lam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui huk
um acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Dari pembahasan di atas mengenai hak kebebasan beragama yang diatur dalam UDHR d
an DK, maka dapat diambil beberapa simpulan:
1) Sangat sulit untuk mencari pengertian hak asasi manusia yang komprehensif. Ha
l ini dikarenakan bahwa hak asasi manusia itu memiliki beragam dimensi dan fakto
r. Secara normatif belum ada sebuah instrumen hukum internasional yang memberika
n sebuah definisi tentang agama. Menurut Commission on Human Rights PBB, definis
i agama adalah: sebuah penjelasan tentang makna hidup dan bagaimana menjalankan
hidup tersebut. Sebuah agama sekurang-kurangnya harus memiliki sebuah keyakinan,
cara beribadah dan pemujaan. Definisi hak kebebasan beragama secara normatif te
rdapat dalam Deklarasi Universal HAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights
/ UDHR) dan Deklarasi Kairo 1990. Definisi hak kebebasan beragama dalam UDHR men
gatur tentang hak untuk beragama, hak untuk berpindah agama, hak untuk menjalank
an perintah agamanya secara sendiri maupun berkelompok baik di tempat umum atau
pribadi sedangkan dalam Deklarasi Kairo juga mengakui kebebasan memilih dan meme
luk suatu agama apapun dengan larangan tidak boleh keluar dari Islam dan menjadi
Atheis bagi seorang muslim.
2) Kebebasan beragama dalam UDHR diatur di dalam Pasal 18 UDHR. Menurut Pasal 18
UDHR kebebasan beragama adalah: hak untuk beragama, hak untuk berpindah agama,
hak untuk menjalankan perintah agamanya secara sendiri maupun berkelompok baik d
i tempat umum atau pribadi. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang dia
tur dalam DK. Pengaturan kebebasan beragama terdapat dalam Pasal 10 DK. Pasal te
rsebut menjelaskan tentang larangan Islam terhadap pemaksaan dalam beragama, lar
angan untuk berpindah agama dan larangan untuk menjadi atheis. Pengaturan hak ke
bebasan beragama yang terdapat dalam UDHR dan DK memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah kedua instrumen tersebut mengatur tentang hak ke
bebasan beragama. Selain itu kedua instrumen tersebut juga memberikan definisi t
entang hak kebebasan beragama. Perbedaannya adalah pengaturan hak kebebasan bera
gama dalam UDHR tidak berdasarkan pada agama, kebudayaan dan ideologi tertentu,
melainkan berdasarkan prinsip-prinsip umum yang diakui oleh masyarakat internasi
onal. Sedangkan pengaturan hak kebebasan beragama dalam DK hanya berdasarkan pad
a sebuah agama tertentu yaitu: Islam. Perbedaan yang lain adalah definisi hak ke
bebasan beragama, dalam UDHR hak kebebasan beragama mengatur tentang hak untuk m
emilih agama atau keyakinan tertentu, hak untuk berpindah agama, hak untuk menja
lankan perintah agama secara sendiri maupun berkelompok dan di tempat umum atau
pribadi. Sedangkan dalam DK hak kebebasan beragama mengatur tentang larangan unt
uk memaksakan seseorang untuk memilih agama dan kepercayaan tertentu, larangan u
ntuk berpindah agama, larangan menjadi atheis.

You might also like