You are on page 1of 85

Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah

Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah


Tahun 2010
HAK-HAK ATAS TANAH
Pasal 16 UUPA, atas dasar hak menguasai dari Negara
ditentukan macam-macam hak atas tanah :
- Hak Milik
- Hak Guna Usaha
- Hak Guna Bangunan
- Hak Pakai
- Hak Sewa
- Hak membuka tanah
- Hak memungut hasil
- Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak di
atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
disebutkan dalam Pasal 53

2
HAK MILIK
1. PENGERTIAN
a. Hak turun temurun;
b. Terkuat dan terpenuh;
c. Dapat beralih dan dialihkan

2. SUBYEK HAK MILIK


a. Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah.

3. TERJADINYA HAK MILIK


a. Penetapan pemerintah
b. Ketentuan undang-undang

3
LANJUTAN HAK MILIK …..
4. HAPUSNYA HAK MILIK
a. Tanahnya jatuh kepada Negara karena :
● Pencabutan hak
● Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
● Ditelantarkan
● Terkena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26
ayat (2)
b. Tanahnya musnah

5. CIRI-CIRI HAK MILIK


a. Jangka waktu tidak terbatas
b. Dapat beralih dan dialihkan

4
LANJUTAN HAK MILIK …..
c. Dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani Hak
Tanggungan)
d. Penggunaan tanah :
● Pertanian dan non pertanian
● Mendirikan bangunan (rumah tinggal, kantor, toko
dll)
6. DASAR HUKUM
a. UU No. 5 Tahun 1960;
b. PP No. 24 Tahun 1997;
c. PP. No. 46 Tahun 2002;
d. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997;
e. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999;
f. PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999.

5
HAK GUNA BANGUNAN
1. PENGERTIAN
a. Hak mendirikan bangunan;
b. Hak untuk mempunyai bangunan;
c. Di atas tanah yang bukan miliknya sendiri

2. SUBYEK HAK GUNA BANGUNAN


a. Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

3. TERJADINYA HAK GUNA BANGUNAN


a. Di atas tanah Negara berdasarkan penepatan
pemerintah

6
Lanjutan…….

a. Di atas tanah Hak Milik/HPL berdasarkan


penetapan pemerintah atas usul pemegang Hak
Milik/HPL
4. HAPUSNYA HAK GUNA BANGUNAN
a. Jangka waktu berakhir
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang hak
sebeluma jangka waktunya berakhir
d. Dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Pemegang hak tidak memenuhi syarat lagi

7
Lanjutan Hak Guna Bangunan

5. CIRI-CIRI HAK GUNA BANGUNAN


a. Jangka waktu terbatas
b. Dapat beralih dan dialihkan
c. Dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani Hak
Tanggungan)
d. Penggunaan tanah mendirikan bangunan

6. DASAR HUKUM
a. UU No. 5 Tahun 1960;
b. PP No. 40 Tahun 1996;
c. PP No. 24 Tahun 1997;
d. PP. No. 46 Tahun 2002;

8
Lanjutan Hak Guna Bangunan

e. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997;


f. PMNA No. 2 Tahun 1999;
g. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999;
h. PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999.

9
HAK PAKAI (JANGKA WAKTU)
1. PENGERTIAN
a. Hak untuk menggunakan;
b. Hak untuk memungut hasil;
c. Di atas tanah yg dikuasai oleh negara atau orang
lain

2. SUBYEK HAK PAKAI


a. Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
3. TERJADINYA HAK PAKAI
a. Di atas tanah Negara berdasarkan penepatan
pemerintah

10
Lanjutan Hak Pakai

3. TERJADINYA HAK PAKAI


Di atas tanah Hak Milik/HPL berdasarkan
penetapan pemerintah atas usul pemegang
Hak Milik/HPL

4. HAPUSNYA HAK PAKAI


a. Jangka waktu berakhir
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang hak sebeluma
jangka waktunya berakhir
d. Dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 161
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Subyek tidak memenuhi syarat lagi

11
Lanjutan…….
5. CIRI-CIRI HAK PAKAI
a. Jangka waktu terbatas
b. Dapat beralih dan dialihkan
c. Dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani Hak
Tanggungan)
d. Penggunaan tanah pertanian dan non pertanian
6. DASAR HUKUM
a. UU No. 5 Tahun 1960;
b. PP No. 40 Tahun 1996;
c. PP No. 24 Tahun 1997;
d. PP. No. 46 Tahun 2002;
e. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997;

12
Lanjutan Hak Pakai

f. PMNA No. 2 Tahun 1999;


g. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999;
h. PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999.

13
KEWENANGAN PEMBERIAN HM, HGB & HP
(PMNA/KBPN NO. 3 TAHUN 1999)

A. KANTOR PERTANAHAN
1. Hak Milik
a. Tanah pertanian ≤ 2 ha
b. Non pertanian ≤ 2000 m2
c. HM dlm rangka :
 Transmigrasi
 Redistribusi tanah
 Konsolidasi tanah
 Pendaftaran secara masal
(sistematik/sporadik)
14
Lanjutan Kewenangan Pemberian HM, HGB, & HP

2. Hak Guna Bangunan


a. Tanah ≤ 2000 m2
b. Seluruh pemberian HGB di atas HPL

3. Hak Pakai
a. Tanah pertanian ≤ 2 ha
b. Non pertanian ≤ 2000 m2
c. Seluruh pemberian HP di atas HPL
d. Seluruh perubahan hak atas tanah kecuali HGU menjadi hak
lain

B. KANWIL BPN
1. Hak Milik
a. Tanah pertanian > 2 ha
b. Non pertanian ≤ 5000 m2

15
Lanjutan Kewenangan Pemberian HM, HGB, & HP
2. Hak Guna Bangunan
Tidak lebih dari 150.000 m2
3. Hak Pakai
a. Tanah pertanian > 2 ha
b. Non pertanian tidak lebih dari 150.000 m2

C. KEPALA BPN RI
1. Pemberian hak yang tidak dilimpahkan kpd
kanwil/kantah
2. Pemberian hak yang telah dilimpahkan kpd
kanwil/kantah, apabila diperlukan berdasarkan
pertimbangan di lapangan

16
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HM,
HGB & HP
A. MENGENAI PEMOHON
1. Perorangan : KTP, surat keterangan domisili, SIM.
2. Badan Hukum :
a. Akta pendirian badan hukum
b. Pengesahan Menteri Hukum dan HAM RI
c. Tanda daftar perusahaan
d. Tanda pendaftaran badan hukum
keagamaan/sosial dari instansi berwenang
(dinas sosial, kantor agama)
e. SK penunjukan badan hukum

17
LANJUTAN SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HM,
HGB & HP

B. MENGENAI TANAHNYA
1. Data fisik : surat ukur/peta bidang tanah/gambar
situasi (yang telah diberi NIB)
2. Data yuridis :
a. Sertipikat/Petok D/girik/kikitir/kanomeran/letter
c/ keterangan riwayat tanah dari kepala
desa/lurah setempat dll
b. Bukti perolehan tanah (jual beli, pelepasan
hak, hibah, tukar menukar, surat keterangan
waris, akta pembagian harta bersama, lelang,
wasiat, putusan pengadilan dll)

18
LANJUTAN SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HM, HGB
& HP
c. Tanah Kas Desa (TKD)
 Surat persetujuan bupati
 Peraturan desa mengenai pelepasan TKD
 SK BPD mengenai pelepasan TKD
 Berita acara serah terima
 Akta/surat pelepasan TKD
 Sertipikat tanah pengganti

d. Tanah aset PEMDA (provinsi/kabupaten/kota


 Surat persetujuan DPRD
 SK kepala daerah ttg. Penghapusan aset
 Berita acara pelepasan aset
 Sertipikat tanah pengganti

19
LANJUTAN SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HM,
HGB & HP

c. Tanah aset pemerintah pusat (departemen/ LPND)


 Surat persetujuan DPR
 SK menteri/kepala LPND ttg. Penghapusan
aset
 Berita acara serah terima
 Sertipikat tanah pengganti

d. Tanah aset BUMN


 Surat persetujuan Menteri BUMN
 Berita acara pelepasan aset
 Sertipikat tanah pengganti
 Akta/surat pelepasan

20
LANJUTAN SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HM, HGB
& HP
c. Tanah aset BUMD
 Surat persetujuan DPRD
 Surat persetujuan gubernur/bupati/walikota
 Berita acara serah terima
 Akta/surat pelepasan
 Sertipikat tanah pengganti
d. Tanah bekas milik asing (BKMC)
 Pelepasan aset BKMC dari Menteri Keuangan
 Bukti pelunasan tanah dan bangunan

 UANG PEMASUKAN KEPADA NEGARA


(PP. NO. 46 TAHUN 2002) HAPUS DENGAN PP 13
TAHUN 2010
21
WAKAF

1. Memisahkan/menyerahkan sebagian harta benda


miliknya
2. Tanah atau benda-benda yg berkaitan dg tanah
3. Melembagakan utk selama-lamanya
4. Keperluan ibadah/umum bdsk syariah
5. Dalam UU No.41 angka 3 diperluas : dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum.

22
LANJUTAN WAKAF
6. Wakif : pihak yang mewakafkan harta benda miliknya

7. Ikrar wakaf : pernyataan kehendak wakif baik lisan dan/atau


tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan hartanya.

8. Nazhir : pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif


untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukan

9. Mauquf alaih : pihak yang di tunjuk untuk memperoleh


mamfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai kehendak
wakif dituangkan dalam akta ikrar wakaf

10. Akta ikrar wakaf : bukti pernyataan kehendak wakif untuk


mewakafkan harta bendanya untuk dikelola nazhir
dituangkan dalam bentuk akta.

23
NAZHIR MELIPUTI
1. perorangan ;
2. organisasi; atau
3. badan hukum
di PP.28 tahun 1977 hanya angka1 & 3

Persyaratan nazhir perorangan:


1. Warga Negera Indonesia ;
2. beragama Islam ;
3. dewasa ;
4. amanah ;
5. mampu secara jasmani dan rohani ;
6. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

24
NAZHIR MELIPUTI

Nazhir organisasi dan Badan hukum merupakan


organisasi yang bergerak di
bidangsosial,pendidikan,kemasyarakatan dan/atau
keagamaan islam :
1. pengurus organisasi hrs memenuhi persyaratan
nazhir perorangan
2. Salah seorang pengurus organisasi harus
berdomisili di Kab/Kota letak benda wakaf.

25
DASAR HUKUM
1. UU No. 5 Tahun 1960
2. UU No. 41 Tahun 2004
3. PP No. 42 Tahun 2006

OBYEK WAKAF
1. HM sudah terdaftar
2. HGB, HP, HGU atas tanah Negara
3. HGB/HP atas tanah HPL/HM hrs izin pemegang
HPL/HM ( jangka waktu tertentu)
4. HM sarusun diatas tanah bersama berstatus HM

26
PENDAFTARAN WAKAF
1. Telah bersertipikat dilampiri dengan :
a. Surat permohonan pendaftaran
b. Sertipikat hak atas tanah ybs
c. Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
d. Surat pengesahan Nazhir dari KUA
e. Surat pernyataan tidak sengketa dan tidak
dijaminkan diketahui kepala desa/lurah dan camat

2. Tanah Milik Adat


a. Permohonan konversi/penegasan
b. Bukti-bukti kepemilikan tanah

27
LANJUTAN PENDAFTARAN WAKAF

c. Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf


d. Surat pengesahan Nazhir dari KUA
e. Surat pernyataan tidak sengketa dan tidak
dijaminkan diketahui kepala desa/lurah dan camat

3. Tanah HGU, HGB & HP


permohonan dilampiri dg :
a. Surat permohonan pendaftaran
b. Sertipikat hak atas tanah ybs
c. Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf

28
LANJUTAN PENDAFTARAN WAKAF

d. Surat pengesahan Nazhir dari KUA


e. Surat pernyataan tidak sengketa dan tidak
dijaminkan diketahui kepala desa/lurah dan camat

4. Tanah Negara
Telah ada bangunan mesjid, mushala atau makam
melampirkan :
a. Surat permohonan pendaftaran
b. Dasar penguasaan tanahnya
c. Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
d. Surat pengesahan Nazhir dari KUA
e. Surat pernyataan tidak sengketa dan tidak
dijaminkan diketahui kepala desa/lurah dan camat

29
SE.KBPN 500 – 049 Tgl.6-1-2005
1. Apabila akan diwakafkan tanah negara belum ada hak
atas tanahnya dan belum ada ikrar wakaf yang di
tuangkan dlm AIW oleh PPAIW, diberi hak kepada
calon wakif dan dikenakan uang pemasukan.

2. Jika sudah ada ikrar wakaf yang dituangkan dlm AIW


oleh PPAIW ditetapkan sebagai tanah wakaf dan
penerbitan sertipikat wakaf sesuai ketentuan barlaku
tidak dikenakan uang pemasukan.

30
PENDAFTARAN SERTIPIKAT TANAH WAKAF
BERDASARKAN AIW ATAU APAIW
1. Status HM didaftar menjadi tanah wakaf a/n nazhir.
2. Jika di wakafkan sebagian di pecah dulu.
3. Tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah
wakaf a/n nazhir.
4. HGU,HGB,HP di atas tanah negara didaftarkan
menjadi tanah wakaf a/n nazhir.
5. Tanah negara ditetapkan sebagai tanah wakaf

31
PENUNJUKAN BADAN HUKUM YANG DAPAT
MEMPUNYAI HM ATAS TANAH

PENGERTIAN
1. Badan hukum keagamaan/sosial
2. Penggunaan tanah untuk usaha keagamaan/ sosial
3. Rekomendasi Menteri Agama/Sosial

DASAR HUKUM
1. UU No. 5 Tahun 1960
2. PP No. 38 Tahun 1963

32
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN
1. Permohonan diajukan kepada Kepala BPN RI
2. Akta pendirian badan hukum yg disahkan pejabat yang
berwenang
3. Rekomendasi Menteri Agama/Sosial
4. Tanda daftar badan keagamaan/sosial
 Setelah terbit Keputusan KBPNRI tentang
penunjukan badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik atas tanah.
 Ada kewajiban – kewajiban ybs minta izin ke BPN,
antara lain apabila akan memperoleh dan/atau
mengalihkan tanah dengan hak milik.

33
HAK GUNA USAHA
1. PENGERTIAN
a. Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara;
b. dalam jangka waktu paling lama 35 tahun;
c. guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan;
d. Dapat beralih dan dialihkan

2. SUBYEK HAK GUNA USAHA


a. Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Badan hukum.

2. OBYEK HAK GUNA USAHA


a. Tanah Negara
b. Pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan (apabila
kawasan hutan).
c. Pelepasan Hak (apabila telah bersertipikat)
d. Bukti pembebasan (apabila ada pengusaaan pihak ketiga)

34
LANJUTAN HAK GUNA USAHA

4. TERJADINYA HAK GUNA USAHA


a. Penetapan pemerintah
b. Lahir sejak ditetapkan
c. Berlaku sejak didaftar

5. HAPUSNYA HAK GUNA USAHA


a. Jangka waktu berakhir
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang hak
sebeluma jangka waktunya berakhir
d. Dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 161
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Pemegang hak tidak memenuhi syarat lagi

35
LANJUTAN HAK GUNA USAHA

5. CIRI-CIRI HAK GUNA USAHA


a. Jangka waktu terbatas
b. Dapat beralih dan dialihkan
c. Dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani Hak Tanggungan)
d. Penggunaan tanah untuk Perkebunan, Peternakan dan Perikanan

6. DASAR HUKUM
a. UU No. 28 Tahun 1956;
b. UU No. 29 Tahun 1956;
c. UU No. 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000;
d. UU No. 18 Tahun 2004;
e. UU No. 40 Tahun 2007;
f. PP No. 24 Tahun 1997;
g. PP. No. 46 Tahun 2002;
h. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997;
i. PMNA No. 2 Tahun 1999;
j. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999;
k. PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999.

36
KEWENANGAN PEMBERIAN
HAK GUNA USAHA
(PMNA/KBPN NO. 3 TAHUN 1999

A. KANWIL BPN
Luas tanah 5 – 200 ha

B. KEPALA BPN RI
Pemberian hak yang tidak dilimpahkan kepada Kanwil

37
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HAK GUNA
USAHA

A. MENGENAI PEMOHON
1. Perorangan : KTP, surat keterangan domisili, SIM.

2. Badan Hukum :
a. Akta pendirian badan hukum
b. Pengesahan Menteri Hukum dan HAM RI
c. Tanda daftar perusahaan

38
LANJUTAN SYARAT-SYARAT PERMOHONAN HAK GUNA USAHA

B. MENGENAI TANAHNYA
1. Data fisik : surat ukur/peta bidang tanah/gambar
situasi (yang telah diberi NIB)
2. Data yuridis :
a. Izin lokasi
b. IUP
c. SPPT PBB
d. Bukti perolehan tanah (pembebasan, jual beli,
pelepasan hak, hibah, tukar menukar, surat
keterangan waris, akta pembagian harta
bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan
dll)

39
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 PRP TAHUN 1960
TENTANG PENGUASAAN BENDA-BENDA TETAP MILIK
PERSEORANGAN WARGA NEGARA BELANDA
Tujuan :
 pemindahan hak dapat diselenggarakan secara tertib dan teratur
 mencegah jatuhnya tanah-tanah dan rumah-rumah ke golongan yang terbatas saja

Untuk itu ditertibkan soal penguasaannya atas tanah


 yang sudah ada perjanjian jual belinya,
 yang sudah ada kuasanya
 yang ditinggalkan begitu saja,
dibawah penguasaan Pemerintah, dalam hal ini Menteri (Muda) Agraria (pasal 1, 2 dan
3).

Adapun penguasaan tersebut bukan berarti pengambilan alih ataupun nasionalisasi


sebagai yang dimaksud dalam UU No.86 tahun 1958, jadi tidak menghilangkan atau
mengganggu gugat hak milik dari pada pemiliknya. Penguasaan itu berarti pengelolaan
("beheer") yang bermaksud memberi wewenang kepada Pemerintah untuk secara aktif
bercampur tangan di dalam soal pemindahan haknya, khususnya di dalam memberi keputusan
mengenai siapa yang akan diperkenankan mengoper hak milik atas benda-benda tersebut
(pasal 4)

Diatur juga cara pembayaran kepada pemilik yang bersangkutan [pasal 5 ayat (1)].
Pasal 4 ayat (2) disebutkan syarat-syarat bagi pemilik yang baru itu, yaitu : WNI yang belum
mempunyai lebih dari 3 bidang tanah dan yang memerlukan tanah atau rumah yang
bersangkutan untuk dipakainya sendiri
(TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1940)
Pasal 1
Semua benda tetap milik perseorangan warga negara Belanda, yang
tidak terkena oleh UU No. 86 tahun 1958 tentang "Nasionalisasi
Perusahaan-perusahaan Belanda“ yang pemiliknya telah meninggalkan
wilayah Republik Indonesia, sejak mulai berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dikuasai oleh Pemerintah,
dalam hal ini Menteri (Muda) Agraria.

Dibentuk suatu Panitia, yang terdiri atas seorang pejabat dari Jawatan
Agraria, sebagai Ketua merangkap anggota dan seorang Pamongpraja
yang ditunjuk oleh Gubernur/Kepala Daerah Swatantra tingkat I serta
Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan masing-masing
sebagai anggota.

Pasal 5
Di dalam keputusan Menteri Muda Agraria yang memberi izin untuk
melakukan jual-beli dan melaksanakan pemindahan hak atas benda
yang bersangkutan, dicantumkan pula ketentuan mengenai cara
pembayaran harga benda itu kepada pemiliknya ...
PP NO 223 TAHUN 1961
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 4
DAN 5 UU NOMOR 3 PRP TAHUN 1960
PP ini mengatur :
a. Pengutamaan (“prooritet”) di dalam pemberian izin membeli rumah-
rumah/tanah-tanah yang dimaksudkan itu (Bab I);
yang dijadikan kriterium ialah :
○ status pemohon sebagai pegawai negeri;
○ penghuni,
○ belum mempunyai rumah/tanah sendiri.
b. penetapan harga pembelian rumah/tanahnya dan cara pembayarannya (Bab
II) Pasal 4 (1)
○ Harga pembelian rumah/tanah ditetapkan oleh Menteri Agraria
atas usul Panitya Ahli yang dibentuknya
○ Panitya tersebut terdiri atas pejabat-pejabat dari Jawatan Inspeksi
Keuangan dan Pamongpraja

Ketentuan-ketentuan ini bermaksud supaya penetapan harga rumah/tanah


itu dilakukan secara obyektif. UU No. 3 Prp tahun 1960 tidak mensita atau
menasionalisasi rumah-rumah dan tanah-tanah yang dimaksudkan. Oleh
karenanya, maka harga rumah/tanah tersebut adalah hak sepenuhnya dari
pemiliknya [pasal 5 ayat (2)] (Baca Penjelasan Umum)
PERATURAN PRESIDIUM KABINET DWIKORA
NO 5/Prk/TAHUN 1965 TENTANG PENEGASAN
STATUS RUMAH/TANAH KEPUNYAAN BADAN-
BADAN HUKUM YANG DITINGGALKAN
DIREKSI/PENGURUSNYA
Pasal 1
(1) Semua rumah dan tanah bangunan kepunyaan Badan-
badan Hukum Yang Direksi/Pengurusnya sudah
meninggalkan Indonesia dan menurut kenyataannya
tidak lagi menyelenggarakan ketatalaksanaan dan
usahanya, dinyatakan jatuh kepada Negara dan
dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia.
(2) Penguasaan tersebut pada ayat 1 pasal ini
dilaksanakan oleh Menteri Agraria.
Pasal 2
(1) Rumah/Tanah sebagai dimaksud dalam pasal 1, oleh Menteri
Agraria dapat dijual kepada Mereka yang memenuhi syarat-syarat
tertentu, sepanjang tidak akan dipergunakan sendiri oleh
Pemerintah.
(2) a. Penjualan rumah/tanah tersebut dalam ayat (1) pasal ini hanya
akan dilakukan kepada Warga Negara Republik Indonesia.
b. Prioritas diberikan kepada penghuni rumah/tanah itu yang
mempunyai surat-surat penghunian yang sah dari instansi yang
berwenang, baik sebagai pegawai negeri ataupun bukan.
c. Apabila suatu rumah/tanah tersebut didiami oleh beberapa
penghuni/keluarga, maka prioritas diberikan kepada penghuni sah
yang terlama, sepanjang rumah/tanah itu tidak dapat/layak untuk
dibagi-bagi.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL AGRARIA
NOMOR 3 TAHUN 1968
TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN
PRESIDIUM KABINET NOMOR 5/PRK/1965
Telah diratifikasir Persetujuan antara Pemerintah Belanda dan
Pemerintah Republik Indonesia tertanggal 7 September 1966 tentang
soal-soal keuangan yang belum terselesaikan antara dua Negara
Undang-undang No. 7 Tahun 1966 (L.N. 1966 No. 34). Pemerintah
Republik Indonesia diwajibkan untuk menyelesaikan “Outstanding
financial problems” yang meliputi jumlah lumpsum Nf.600 juta atas
semua bekas milik Belanda, termasuk kekayaan Badan-badan Hukum
ex. Belanda.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, baik dalam rangka usaha untuk
menambah pemasukan keuangan Negara, maupun untuk menuju ke
arah langkah-langkah penertiban terhadap penguasaan/pemilikan
bangunan/rumah-rumah dimaksud, perlu segera melaksanakan
penjualan atas bangunan/rumah-rumah tersebut.
Pasal 3
(1) Semua permohonan untuk membeli rumah/bangunan sebagai
dimaksud dalam Peraturan Presidium Kabinet No. 5/Prk/1965,
diajukan kepada Direktur Jenderal Agraria dengan perantaraan
Panitia Prk. 5 Daerah setempat.
(2) Setelah menerima permohonan sebagai dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini, terhadap pemohon dan rumah/bangunan itu, oleh
Panitia Prk.5 Daerah setempat dilakukan pemeriksaan sebagai
dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan b di atas.
Pasal 4
(1) Yang dapat membeli rumah/bangunan yang dimaksud dalam
pasal 2 ialah :
a. penghuni tunggal yang sah, atau
b. penghuni bersama yang telah mendapat persetujuan tertulis
dari (para) penghuni lainnya, yang dibuat di hadapan Ketua
Panitia Prk.5 Daerah
PMDN No. 1 Tahun 1975
Edaran Dirjen Agraria No. Ba.2/384/2/75 tgl 24 Februari
1975

Untuk meringankan beban pemohon, Harga Dasar yang


digunakan untuk pemberian hak :
a. Bila TN diperoleh pemohon dengan cara membebaskan
dari penggarap : 15 % dari harga setempat
b. Bila TN berstatus TN bebas : 25 % x harga setempat

Dari hasil potongan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan b, barulah dihitung uang pemasukan
PP 46 tahun 2006
Pasal 20
Kepada Penerima hak atas tanah obyek Panitia Pelaksanaan Penguasaan Milik Belanda
(P3MB) dan Presidium Kabinet Dwikora Tahun 1965 (Prk. 5) sepanjang bukan Instansi
Pemerintah, wajib membayar sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari Nilai Perolehan
Tanah kepada Pemerintah

Pasal 21 ayat 3
Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Penetapan Hak Atas Tanah dapat
dikenakan sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah) terhadap :
Pemberian HM/HGB/HP atas tanah :
4) Obyek P3MB dan Prk. 5.

PP 13 tahun 2010
Pasal 18
Tarif Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap
Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/Peraturan Presidium
Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf i adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari nilai tanah.
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NO 188/PMK.06/2008
Aset Bekas Milik Asing dan Bekas Milik Cina adalah
aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
a. Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor
Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan
Penguasa Perang Pusat Nomor
Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang
Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
b. Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;   
c. Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo.
Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi
ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor
52/KOTI/1964;   d.Instruksi Radiogram
Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.
Pasal 4 
 Lingkup Aset Bekas Milik Asing/Cina merupakan tanah dan/atau
bangunan bekas milik :  
a. perkumpulan-perkumpulan Cina yang dinyatakan terlarang dan
dibubarkan dengan peraturan Penguasa Perang Pusat;  
b. perkumpulan/aliran kepercayaan asing yang tidak sesuai dengan
kepribadian Bangsa Indonesia yang dinyatakan terlarang dan
dibubarkan;  
c. perkumpulan-perkumpulan yang menjadi sasaran aksi
massa/kesatuan-kesatuan aksi tahun 1965/1966 sebagai akibat
keterlibatan Republik Rakyat Tjina (RRT) dalam pemberontakan
G.30.S/PKI yang ditertibkan dan dikuasai oleh Penguasa Pelaksana
Dwikora Daerah; atau  
d. organisasi yang didirikan oleh dan/atau untuk orang Tionghoa
perantauan (Hoa Kiauw) yang bukan Warga Negara Asing yang
telah mempunyai hubungan diplomatik dengan Negara Republik
Indonesia dan/atau memperoleh pengakuan dari Negara Republik
Indonesia, beserta cabang-cabang dan bagian-bagiannya.
Pasal 7
1. Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Cina diutamakan untuk tempat
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan.  
2. Selain untuk tempat penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri
dapat memberikan hak prioritas kepada pihak ketiga untuk memperoleh
Aset Bekas Milik Asing/Cina berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial,
lingkungan, dan/atau budaya.  
3. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pihak yang
secara terus menerus menempati/menghuni Aset Bekas Milik Asing/Cina
dan bukan merupakan reinkarnasi/penerus/onderbouw dari
organisasi/perkumpulan/yayasan  terlarang/eksklusif rasial yang dahulu
menguasai dan/atau memiliki aset dimaksud.  
4. Dalam hal pihak ketiga merupakan badan hukum, status badan hukum
tersebut harus merupakan badan hukum Indonesia yang tidak memiliki
kaitan kepemilikan dengan badan hukum asing.  
5. Hak prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan
kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal atas
nama Menteri.
Pasal 8
 Penyelesaian status kepemilikan Aset Bekas Milik
Asing/Cina dilakukan dengan cara :   
a. disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia;   
b. disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah;   
c. dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada pihak
ketiga dengan cara pembayaran kompensasi kepada
Pemerintah dengan menyetorkannya ke Kas Negara;   
d. dipertukarkan dengan aset yang dimiliki oleh pihak ketiga;   
e. dihibahkan;   
f. dikembalikan kepada pemilik perorangan yang sah; atau   
g. dikeluarkan dari daftar Aset Bekas Milik Asing/Cina.
Pasal 10 (1)
 Dalam hal penyelesaian dilakukan dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, pelaksanaannya diatur
sebagai berikut.   
a. Bagi aset yang selama ini dipergunakan oleh swasta untuk kegiatan
komersial dan rumah tinggal, besarnya kompensasi ditetapkan
sebesar 100% (seratus perseratus) dari nilai aset.   
b. Bagi aset yang selama ini dipergunakan oleh swasta untuk kegiatan
pendidikan dan/atau kegiatan sosial, besarnya kompensasi
ditetapkan dengan keringanan sebesar 50% (lima puluh perseratus)
dari nilai aset.   
c. Bagi aset yang selama ini dipergunakan oleh pegawai negeri sipil/
anggota TNI dan POLRI untuk rumah tinggal, besarnya kompensasi
ditetapkan dengan keringanan sebesar 50% (lima puluh perseratus)
dari nilai aset.   
d. Bagi aset yang selama ini dipergunakan untuk kegiatan peribadatan
yang diakui pemerintah, besarnya kompensasi ditetapkan sebesar
0% (nol perseratus) dari nilai aset.
 Dalam hal aset yang telah dilepaskan penguasaannya dari negara
kepada pihak ketiga dengan cara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dialihkan/
dipindahtangankan/diubah peruntukannya maka pelaksanaannya
harus mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal atas
nama Menteri.  
 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dengan kewajiban bagi pihak ketiga untuk mengembalikan
keringanan yang telah diberikan sebesar :   
 50% (lima puluh perseratus) dari nilai aset pada saat pihak
ketiga mengalihkan/memindahtangankan kepada pihak lain atau
mengubah peruntukannya dalam hal pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
mengalihkan/memindahtangankan/mengubah peruntukannya;   
 100% (seratus perseratus) dari nilai aset pada saat pihak ketiga
mengalihkan/ memindahtangankan kepada pihak lain atau
mengubah peruntukannya dalam hal pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d mengalihkan/
memindahtangankan/mengubah peruntukannya.
 Keanggotaan Tim Penyelesaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur instansi
tingkat pusat, antara lain :   
a. Departemen Keuangan;   
b. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;   
c. Departemen Pertahanan;   
d. Departemen Pendidikan Nasional;   
e. Badan Intelijen Negara;   
f. Badan Pertanahan Nasional;   
g. Kejaksaan Agung; dan   
h. Kepolisian RI.
PMNA/KBPN NO 9 TAHUN 1999
TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN
HAK ATAS
TANAH NEGARA DAN HAK PENGELOLAAN

 Panitia Pemeriksa Tanah adalah Panitia


yang bertugas melaksanakan pemeriksa
tanah dalam rangka penyelesaian
permohonan untuk memperoleh Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai atas tanah
Negara termasuk Hak Pengelolaan.

58
PMNA/KBPN NO 9 TAHUN 1999
TATA CARA
 Kakan meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan Hak
dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kakan memerintahkan kepada
Kepala SPP untuk melakukan pengukuran.
 Selanjutnya Kakan memerintahkan kepada:
1. Kasie HTPT atau petugas yang ditunjuk untuk memeriksa permohonan hak terhadap
tanah yang sudah terdaftar dan tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup
untuk mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah
(konstatering Rapport)
2. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang belum
terdaftar yang dituangkan dalam berita acara,; atau
3. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan hak selain yang diperiksa
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, yang dituangkan dalam Risalah
Pemeriksaan Tanah
 Setelah mendengar pendapat Kasie HTPT atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian
Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A Kakantah menerbitkan keputusan pemberian hak
atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan
penolakannya.

59
TATA CARA
KONSTATER
ING
RAPPORT

BERKAS TIM SK
SU ? PENELITI PEMBERIAN
LENGKAP
SUDAH DITERIMA

BELUM

PANITIA A
KASIE SPP
UKUR

DITOLAK

SK
PENOLAKAN

60
PerKaBPN NO : 7 TAHUN 2007
TENTANG PANITIA PEMERIKSAAN
TANAH
1. Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya disebut “Panitia A” adalah panitia
yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik
maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka
penyelesaian permohonan pemberian HM, HGB, HP atas tanah Negara, Hak
Pengelolaan dan permohonan pengakuan hak atas tanah.
2. Panitia Pemeriksaan Tanah B yang selanjutnya disebut “Panitia B” adalah panitia
yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik
dan data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian
permohonan pemberian, perpanjangan dan pembaharuan HGU.
3. Tim Peneliti Tanah yang selanjutnya disebut “Tim Peneliti” adalah tim yang
bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik dan
data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian
permohonan pemberian hak atas tanah-tanah Instansi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
4. Petugas Pemeriksaan Tanah yang selanjutnya disebut “Petugas Konstatasi”
adalah petugas yang melaksanakan pemeriksaan data fisik maupun data yuridis
baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka pemberian hak atas tanah yang
berasal dari tanah yang sudah pernah terdaftar dan perpanjangan serta
pembaharuan hak atas tanah, kecuali HGU.

61
PANITIA PEMERIKSAAN
TANAH A
Pasal 2
(1) Pemeriksaan, penelitian dan pengkajian
oleh Panitia A dilaksanakan untuk
memperoleh kebenaran formal atas data
fisik dan data yuridis dalam rangka
pemberian HM, HGB, HP atas tanah
Negara, Hak Pengelolaan dan
permohonan pengakuan hak atas tanah.
(2) Mengenai kebenaran materiil dari
warkah/berkas yang diajukan dalam
rangka permohonan/pengakuan hak
sepenuhnya merupakan tanggung jawab
pemohon.

62
LANJUTAN PANITIA PEMERIKSAAN
TANAH A
Susunan keanggotaan Panitia A terdiri dari :
(1) Ketua merangkap Anggota,
(2) Wakil Ketua merangkap Anggota,
(3) Anggota, dan
(4) Sekretaris bukan Anggota.

 Penunjukkan pejabat dan/atau staf sebagai Panitia A ditetapkan dengan


Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
 Penunjukan Kepala Kantor Pertanahan atas pejabat dan/atau staf
didasarkan pada tugas pokok dan fungsi, keahlian, pengalaman dan/atau
kemampuan dari yang bersangkutan.
 Ketua Panitia A menunjuk sebanyak 3(tiga) orang anggota yang bertugas
ke lapangan sedangkan anggota yang lainnya bertugas di kantor.
 Kepala Desa/Lurah atau perangkat Desa/Kelurahan yang menjadi anggota
Panitia A ikut serta secara langsung ke lapangan.

63
TUGAS PANITIA A (PSL 6)
a. mengadakan pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas permohonan pemberian HM,
HGB, HP atas tanah Negara, Hak Pengelolaan, dan permohonan pengakuan hak atas
tanah;
b. mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah, riwayat tanah dan
hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan
lainnya;
c. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai
penguasaan, penggunaan/keadaan tanah serta batas-batas bidang tanah yang dimohon;
d. mengumpulkan keterangan/penjelasan dari para pemilik tanah yang berbatasan;
e. meneliti kesesuaian penggunaan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah setempat;
f. membuat hasil laporan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Lapang;
g. melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil pemeriksaan lapang
termasuk data pendukung lainnya; dan
h. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan hak atas tanah, yang
dituangkan dalam Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah yang ditandatangani oleh semua
Anggota Panitia A.

64
 Dalam hal terdapat anggota yang tidak
bersedia menandatangani Risalah Panitia
Pemeriksaan Tanah A, Panitia A membuat
catatan pada Risalah Panitia Pemeriksaan
Tanah A mengenai penolakan/keberatan
dimaksud.
 Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah A yang
tidak ditandatangani oleh salah satu
anggota, tidak mengurangi keabsahan
Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah A.

65
Isi Risalah Panitia A
a. uraian atas hak yang akan ditetapkan;
b. uraian atas data pendukung berkas permohonan;
c. dasar hukum atas penetapan hak;
d. uraian dan telaahan atas subyek hak;
e. uraian dan telaahan atas obyek hak;
f. analisa hak atas tanah yang akan ditetapkan; dan
g. kesimpulan.

 Panitia A bertanggung jawab secara yuridis


administratif atas isi dari Risalah Panitia
Pemeriksaan Tanah A.

66
PANITIA B
 Pemeriksaan, penelitian dan pengkajian
oleh Panitia B dilaksanakan untuk
memperoleh kebenaran formal atas data
fisik dan data yuridis dalam rangka
penyelesaian permohonan pemberian,
perpanjangan dan pembaharuan HGU
 Mengenai kebenaran materiil dari
warkah/berkas yang diajukan dalam
rangka permohonan hak sepenuhnya
merupakan tanggungjawab pemohon.

67
Susunan keanggotaan Panitia B
terdiri dari : (PSL 12)
a. Kakanwil, sebagai Ketua merangkap Anggota;
b. Kabid SPP pada Kantor Wilayah, sebagai Anggota;
c. Kabid HTPT pada Kantor Wilayah, sebagai Anggota;
d. Kabid Pengaturan dan Penataan Pertanahan pada Kantor Wilayah, sebagai
Anggota;
e. Kabid Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Kantor
Wilayah, sebagai Anggota;
f. Pejabat Kabupaten/Kota yang terkait dan yang bersangkutan, sebagai Anggota;
g. Kakantah yang bersangkutan, sebagai Anggota;
h. Kepala Dinas/Badan/Kantor Instansi Teknis Provinsi terkait, sebagai Anggota;
i. Kepala Dinas/Badan/Kantor Kehutanan Provinsi, sebagai (apabila tanah yang
dimohon berasal dari pelepasan kawasan hutan atau berbatasan dengan
kawasan hutan); dan
j. Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Perorangan atau Kepala Seksi Penetapan
Hak Tanah Badan Hukum atau Kepala Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah pada
Kantor Wilayah, sebagai Sekretaris bukan Anggota.

68
Tugas Panitia B (psl 14)
a. mengadakan pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas
permohonan pemberian, perpanjangandan pembaharuan Hak
Guna Usaha;
b. mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah,
riwayat tanah dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon
dengan pemohon serta kepentingan lainnya;
c. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang
dimohon mengenai penguasaan, penggunaan/keadaan tanah
serta batas-batas bidang tanah yang dimohon;
d. menentukan sesuai atau tidaknya penggunaan tanah tersebut
dengan rencana pembangunan daerah;
e. melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil
pemeriksaan lapangan termasuk data pendukung lainnya; dan
f. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan
tersebut, yang dituangkan dalam Risalah Panitia Pemeriksaan
Tanah B yang ditandatangani oleh semua Anggota Panitia B.

69
 Dalam hal terdapat anggota yang tidak
bersedia menandatangani Risalah Panitia
Pemeriksaan Tanah B, Panitia B membuat
catatan pada Risalah Panitia Pemeriksaan
Tanah B mengenai penolakan/keberatan
dimaksud.
 Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah B yang
tidak ditandatangani oleh salah satu anggota,
tidak mengurangi keabsahan Risalah Panitia
Pemeriksaan Tanah B.
 Panitia B bertanggung jawab secara yuridis
administratif atas isi dari Risalah Panitia
Pemeriksaan Tanah B.

70
TIM PENELITI TANAH (Pasal
19)
 Pemeriksaan, penelitian dan pengkajian
oleh Tim Peneliti dilaksanakan untuk
memperoleh kebenaran formal atas data
fisik dan data yuridis dalam rangka
penyelesaian permohonan pemberian hak
atas tanah-tanah Instansi Pemerintah.
 Mengenai kebenaran materiil dari
warkah/berkas yang diajukan dalam
rangka permohonan hak sepenuhnya
merupakan tanggung jawab pemohon.

71
Lanjutan Tim Peneliti
Susunan keanggotaan Tim Peneliti :
1. Ketua merangkap Anggota,
2. Wakil Ketua merangkap Anggota,
3. Anggota dan
4. Sekretaris bukan Anggota.

 Penunjukan pejabat dan/atau staf Tim Peneliti ditetapkan


dengan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
 Penetapan Kepala Kantor Pertanahan atas pejabat
dan/atau staf didasarkan pada tugas pokok dan fungsi,
keahlian, pengalaman dan/atau kemampuan dari yang
bersangkutan.
 Ketua Tim Peneliti menunjuk sebanyak 2 (dua) orang
anggota yang bertugas ke lapangan sedangkan anggota
yang lainnya bertugas di kantor.

72
Tugas Tim Peneliti (Pasal 21)
 mengadakan pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas permohonan pemberian HP
 dan Hak Pengelolaan dari Instansi Pemerintah;
 mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah, riwayat tanah dan
hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan
lainnya;
 mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai
penguasaan, penggunaan/keadaan tanah serta batas-batas bidang tanah yang
dimohon;
 mengumpulkan keterangan/penjelasan dari para pemilik tanah yang berbatasan;
 meneliti kesesuaian penggunaaan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah setempat;
 membuat laporan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Lapang;
 melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil pemeriksaan
lapangan termasuk data pendukung lainnya; dan
 memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan
dalam Risalah Pemeriksaan Tim Peneliti Tanah yang ditandatangani oleh senua
anggota.

73
PETUGAS KONSTATASI
(Pasal 26)
 Petugas Konstatasi adalah Kepala Kantor
Pertanahan.
 Kakantah dapat menunjuk pejabat eselon IV,
eselon V dan staf senior sesuai tugas pokok
dan fungsi, keahlian, pengalaman dan/atau
kemampuan dari yang bersangkutan sebagai
Petugas Konstatasi.
 Petugas Konstatasi dapat ditambah paling
banyak 2 (dua) anggota.
 Dalam keadaan tertentu Kepala Kantor
Pertanahan dapat membentuk 1 (satu) atau
lebih Petugas Konstatasi.

74
Isi Risalah Pemeriksaan Tanah
(Konstatering Rapport)
a. uraian atas hak yang akan ditetapkan;
b. uraian atas data pendukung berkas permohonan;
c. dasar hukum atas penetapan hak;
d. uraian dan telaahan atas subyek hak;
e. uraian dan telaahan atas obyek hak;
f. analisa hak atas tanah yang akan ditetapkan; dan
g. Kesimpulan
h. Petugas Konstatasi bertanggung jawab secara
yuridis administratif atas isi dari Risalah

 Pemeriksaan Tanah (Konstatering Rapport).

75
JANGKA WAKTU PENYELESAIAN
 PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG
STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN
LAMPIRAN II
 Pemberian Hak:
 38 (tiga puluh delapan) hari untuk:
 Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha
 Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2
 57 (lima puluh tujuh) hari untuk:
 Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha
 Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m2 s.d.
5.000 m2
 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk:
Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000 m2

76
TARIF PELAYANAN PEMERIKSAAN
TANAH
(PP
a.
13 TAHUN
Panitia A
2010) :
Tpa = ( L x HSBKpa) + Rp. 350.000
500
Tpa = Tarif Panitia A
L = luas tanah yang dimohon (m2)
HSBKpa = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan
Tanah oleh Panitia A

b. Panitia A secara massal


Tpm = 1/5 x ( L x HSBKpa) + Rp. 350.000
500
c. Tim Peneliti Tanah
Tpp = ( L x HSBKpp) + Rp. 350.000
500
d. Tim Peneliti Secara Masal
Tpm = 1/5 x (L x HSBKpp) + Rp. 350.000
500
e. Petugas Konstatasi sebesar 50 % dari tarif Panitia A

77
TARIF PELAYANAN PEMERIKSAAN TANAH B :

Tpb = ( L x HSBKpb) + Rp. 5.000.000


100.000
Tpb = Tarif Panitia B
L = luas tanah yang dimohon (m2)
HSBKpb = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan
Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B

TARIF PELAYANAN P3MB/PRK5 :


Pasal 18 : 25% DARI NILAI TANAH

Nilai Tanah akan ditentukan oleh Panitia Penaksir Harga Tanah dan Rumah
pada Panitia Pelaksana Penguasaan Milik Belanda (P3MB/Prk5)

78
PENJELASAN UMUM UU NOMOR 21 TAHUN 1997
TENTANG BPHTB

 Dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1960, hak-hak


kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya
dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang
diatur dalam Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834
Nomor 27 tidak berlaku lagi,. Dengan demikian, sejak
diundangkannya UUPA, Bea Balik Nama atas hak harta
tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi,maka
perlu diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan dengan nama Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
 Tarif yang ditetapkan menurut Undang-undang ini adalah
sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek
Pajak Kena Pajak. Dengan demikian, semua pungutan
atas perolehan hak atas tanah dan atau Bangunan di luar
ketentuan Undang-undang ini tidak diperkenankan.

79
UU NO 20 TAHUN 2000
TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 21 TAHUN 1997
TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN
Pasal 2
(1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
b. pemberian hak baru karena;
1. kelanjutan pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak

80
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah
(Pasal 3) :
 perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
 negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan
umum;
 badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; ;
 orang pribadi atau badan karena konversi hak dan
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan
nama;
 orang pribadi atau badan karena wakaf;
 orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah

81
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan untuk: (Pasal 9)
 jual beli :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 tukar-menukar :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 hibah :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 waris :sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantah;
 pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 lelang :sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
 putusan hakim :sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
 hibah wasiat :sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
 pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani
dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
 pemberian hak baru di luar pelepasan hak :sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
 penggabungan usaha :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 peleburan usaha :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 pemekaran usaha :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 hadiah :sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

 Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).

82
Pasal 24
(2a) Pejabat yang berwenang menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan pemberian hak
atas tanah hanya dapat menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan dimaksud pada
saat Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
(3) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah
karena waris atau hibah wasiat hanya dapat
dilakukan oleh Pejabat Pertanahan
Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan.”
83
(3) Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota
yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.”

84
SEKIAN

85

You might also like