You are on page 1of 31

ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW


PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang besar, dan dibesarkan oleh orang nomor satu dunia yaitu Nabi
Besar Muhammad SAW. Beliau telah mendedikasikan seluruh hidupnya demi kejayaan dan
penyebaran agama Islam. Beliau adalah sosok mulia yang menghabiskan hari-harinya dengan
berdakwah menyampaikan risalah Tuhan. Beliau tidak pernah lelah dan menyerah menghadapi
hinaan, caci maki serta perlawanan dari musuh-musuh Islam. Beliau adalah pribadi sempurna
yang telah memberikan cahaya kepada seluruh umat manusia. Beliau adalah panutan sepanjang
zaman, dan ajaran serta pengabdian beliau selalu menjadi prioritas utama bagi umat Islam yang
benar-benar talah mengislamkan dirinya, hatinya dan jiwanya. Sosok agung beliau yang telah
meninggalkan kita sekian abad yang lalu, menambah cinta dan rindu kita kepadanya. Shalawat
dan Salam semoga selalu tercurah kepadanya, pada keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang
selalu setia dalam perjuangan menegakkan Agama Islam, dan untuk seluruh pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman.

Rasulullah telah mengajarkan kepada seluruh umat Islam tentang betapa beratnya menegakkan
kalimah tauhid, dan Rasulullah selalu optimis terhadap janji Allah bahwa agama yang benar
adalah Islam, dan kebenaran itu yang membuat Rasulullah memiki kekuatan yang luar biasa.
Keyakinan akan Kebenaran Hakiki yang membuat beliau mampu merobohkan tembok-tembok
kemusyrikan, dan keyakinan itulah yang membawa Islam kepada kejayaan.

DAKWAH ISLAMIYAH
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa zaman kejayaan Islam adalah disaat Rasulullah masih
bersama umat Islam, beliau tidak hanya sebagai pemimipin spiritual tetapi juga sebagai panglima
perang tertinggi umat Islam pada saat itu. Nabi menjadi tauladan dan contoh yang paripurna bagi
insan Islam, dan beliau juga selalu berada pada barisan pertama jika terjadi perang antara Islam
dan para penentang kehadiran Islam serta umat yang menolak seruan kepada Islam.
Islam periode Mekkah di kenal dengan Islam Tauhid dan disebarkan dengan sembunyi-sembunyi
dan hanya diajarkan kepada kalangan kerabat dan sahabat Rasulullah saja. Penekanan terhadap
tauhid berlangsung selama kurang lebih 13 tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Dan
disanalah Islam berkembang dengan pesat, baik pengikut dan wilayah yang diislamkan semakin
meningkat.

Dan islam didakwahkan secara luas setelah Rasulullah menerima Ayat Allah surah Al
Muddatstsir ayat 1-7 yang berbunyi :
Artinya : 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. Dan
Tuhanmu agungkanlah! 4. Dan pakaianmu bersihkanlah, 5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6.
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7.
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Setelah mendengar Ayat tersebut, Rasulullah mulai berani menyebarkan Ajaran Agama Allah ini
kepada khalayak ramai, dengan mengadakan pertemuan yang lebih besar dan terbuka di Bukit
Shafa dekat Ka’bah. Di atas bukit itu Nabi Muhammad SAW berdiri dan berteriak memanggil
orang banyak. Mendengar teriakan Muhammad SAW, orang-orang berkumpul dan ingin tahu
apa yang disampaikan oleh Muhammad hingga ia rela berdiri di bukit itu dan berteriak-teriak.
Karena Nabi Muhammad SAW terkenal dengan kejujuran dan seluruh penduduk Mekkah tahu
akan hal itu dan beliau diberi gelar al-amin karena kejujuran yang disandangnya selama ini,
tidaklah sulit buat manusia jujur seperti Muhammad untuk mengumpulkan massa agar
mendengarkan apa yang akan disampaikannya. Untuk menarik perhatian mereka, Nabi
Muhammad berkata :”Saudara-saudaraku, jika aku berkata di belakang bukit ini ada musuh yang
akan menyerang kota Mekkah, apakah kalian percaya?” dengan suara yang serentak mereka
menjawab :”tentu saja kami percaya padamu Muhammad, karena engkau tidak pernah
berbohong dan engkau diberi gelar al-amin bukti bahwa engkau tidak pernah berbohong”.
Rasulullah melanjutkan “Kalau demikian, dengarkan apa yang akan aku sampaikan kepada
kalian semua, aku adalah seorang pemberi peringatan ( Nazir ). Allah telah memerintahkan
kepadaku agar aku memberi peringatan kepada saudara-saudara semua, hendaknya kalian hanya
menyembah Allah saja, Karena tidak ada Tuhan selain Allah dan apabila saudara ingkar maka
Allah akan menurunkan azabnya dan saudara semua akan menyesal”. Khotbah Nabi tersebut
spontan membuat orang marah. Sebagian ada yang berteriak-teriak sambil memaki Nabi dan
mengejeknya sebagai orang gila. Namun ada pula yang diam saja.

Pada kesempatan itu Abu Lahab berteriak :” Celakalah engkau hai Muhammad, untuk inikah
engkau mengumpulkan kami?” sebagai balasan terhadap apa yang dikatakan oleh Abu Lahab,
maka turunlah ayat yang membalas Abu Lahab, dan dinamakan surah al-Lahab 1-5 :

Artinya : “1. Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. 2. Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. 3. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. 4. Dan ...(begitu pula) istrinya, pembawa kayu baker. 5. Yang di
lehernya ada tali dari sabut.”

Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. isteri abu Lahab
disebut pembawa kayu bakar Karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-
burukkan Nabi Muhammad SAW dan kaum muslim.

Reaksi keras juga bermunculan menentang dakwah Nabi Muhammad SAW, tapi usaha-usaha
dalam meyebarkan dakwah Islam ini terus berlangsung dan tidak pernah mengenal kata lelah
sehingga hasil yang diraih mulai nyata. Jumlah pengikut Nabi yang pada awalnya hanya belasan
orang dan hanya dari kalangan kerabat dan sahabat semakin hari makin bertambah. Hampir
setiap hari ada yang menyatakan diri sebagai seorang Islam dan mengislamkan diri serta
keluarga mereka. Mereka kebanyakan adalah wanita, kaum budak, pekerja, kaum, miskin dan
lemah. Meskipun kebanyakan dari pemeluk agama Islam adalah dari kaum lemah namun
semangat Islam mereka sangat keras dan kuat, dan mereka berperan dalam perjuangan Islam dan
mensosialisasikan Islam kepada kerabat dan keluarga mereka masing-masing, sehingga
perkembangan Islam semakin tampak dan besar.

Tantangan terbesar dalam perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW adalah dari kaum
penguasa dan pengusaha Mekkah, kaum feodal dan kaum pemilik budak. Karena ajaran yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW bertentangan dengan tradisi lama mereka dan mereka
khawatir nilai tradisi yang telah mereka anggap sebagai Tuhan akan dinodai oleh ajaran yang
disampaikan oleh Rasulullah SAW. Disamping itu, mereka juga khawatir akan sistem dan
struktur masyarakat akan berubah dan kepentingan dagang mereka akan terancam dengan
kehadiran ajaran Nabi Muhammad SAW yang menitik beratkan terhadap keadilan sosial dan
persamaan derajat.

Usaha demi usaha terus dilakukan untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad tersebut, tapi
Rasulullah terus menyampaikan amanah ajaran agama Islam yang mulia ini. Rasulullah
menyampaikan agama dengan jalan hikmah (kebijaksanaan) dan membantah serta memberikan
pengajaran dengan cara yang baik kepada seluruh umat manusia, sesuai dengan Firman Allah
pada surah An Nahl ayat 125 yang berbunyi :

Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”.
Dan pada surah Al Mu’minun ayat 96 Allah juga memerintahkan kepada Nabi untuk sabar
terhadap apa yang dilakukan kaum kafir terhadap dirinya dan memperlakukan mereka dengan
hasanah (baik) : Artinya : “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. kami lebih
mengetahui apa yang mereka sifatkan”.
Maksudnya perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang tidak baik itu
hendaklah dihadapi oleh Nabi dengan yang baik seperti dengan memaafkannya, Asal tidak
membawa kepada Kelemahan dan kemunduran terhadap dakwah Islam.

Setelah gagal dalam usaha menghentikan dakwah Nabi Muhammad lewat media diplomatik,
kaum kafir quraisy mulai menempuh jalan kekerasan. Mereka mempergunakan kekerasan fisik
setelah mengetahui rumah tangga mereka sendiripun secara diam-diam telah mengikuti ajran
Nabi Muhammad SAW. Budak-budak yang mereka anggap sebagai harta kekayaan telah
mengikuti ajaran barunya Muhammad, pelampiasan terhadap kemarahannya kepada Muhammad
ditujukan kepada budak-budak tersebut. Mereka disiksa dengan cara yang tidak
berperikemanusiaan oleh tuan-tuan mereka yang notabene adalah penentang utama ajaran
Muhammad SAW. Dan bagi yang telah merdeka, mereka disiksa dengan cara kecaman dan
hinaan serta kekejaman dari keluarga mereka sendiri, sampai mereka mau kembali lagi kepada
agama nenek moyang mereka.

Penyiksaan demi penyiksaan ini yang mengakibatkan Nabi Muhammad SAW mengambil sebuah
keputusan untuk mengungsikan sahabat-sahabat beliau ke luar dari Mekkah untuk sementara
waktu ke daerah Abessinia (nama kuno dari Ethiopia) sebuah negara di Afrika Timur, Dan Nabi
Muhammad SAW memberikan instruksi kepada umat Islam untuk menyebar keseluruh negeri
untuk menyelamatkan diri sementara waktu, dan beliau memberi isyarat untuk pergi ke
Abessinia yang pada saat itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Najsyi, dan
masyarakat disana kebanyakan menganut agama monotheis (Nasrani) yang pada dasarnya sama
dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan dalam Al-Qur’anul Karim pun nama Isa
disebut sebagai salah satu nabi dari umat Islam.

Maka berangkatlah beberapa orang ke daerah tersebut, diantaranya yang berangkat adalah
Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah, Abu Salamah beserta isterinya, Abu Sabrah bin
Abi Rahm beserta isterinya, Ummu Kalsum dan lainnya, yang berjumlah 15 orang. Muhajirin
tersebut berangkat menuju Abessinia melewati Laut Merah.

Setelah berada disana untuk waktu kurang lebih tiga bulan para Muhajirin tersebut akhirnya
kembali lagi ke Mekkah. Sesampainya disana mereka masih saja mendapat perlakuan yang keras
dari kaum Quraisy dengan perlakuan dan ancaman akan dibunuh tetap mereka terima. Nabi
Muhammad SAW memerintahkan mereka untuk kembali ke daerah Abessinia untuk sementara
waktu, hingga keadaan di Mekkah stabil dan mereka aman untuk menetap kembali. Mereka
mendapat perlindungan dan penghormatan dari Raja Abessinia, karena dianggap ajaran
Muhammad sama dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa, dan Isa a.s. Beberapa orang ada
yang menetap dan kebanyakan kembali ke Madinah, setelah mendengar hijrahnya Nabi
Muhammad ke daerah Madinah untuk menghindari panganiyayaan dari kaum Quraisy.

HIJRAHNYA NABI KE YASTRIB (MADINAH)


Artinya : “Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang Telah diikat-Nya
dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu)”. (QS. Al Maidaah : 7)

Nabi SAW menggunakan delegasi dan jama’ah yang datang dari kota Yastrib (Madinah) untuk
menyebarkan Agama Islam, setelah banyak dari suku-suku Yastrib yang masuk dan menyatakan
kebenaran Agama Islam, maka Rasulullah memerintahkan beberapa sahabatnya untuk hijrah ke
Yastrib secara diam-diam. Dan dalam waktu dua bulan kurang lebih 150 jama’ah Muslim yang
dikenal dengan istilah al-Anshar berada di kota Yastrib. Yang masih menetap di kota Mekkah
untuk menjaga serta membela Nabi Muhammad SAW, adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan
Sayyidina Abu Bakar, menunggu Rasulullah mendapat perintah untuk hijrah ke Yastrib.

Artinya :“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisaa’ : 100)

Dengan banyaknya kaum muslimin yang hijrah ke Yastrib, maka kaum kafir Quraisy
merencanakan tindakan pembunuhan terhadap Rasulullah. Dan dikumpulkanlah dari setiap suku,
pemuda yang terkuat dari mereka dalam usaha merealisasikan rencana pembunuhan terhadap
Rasulullah SAW. Berita ini terdengar oleh Rasulullah SAW, sehingga ia merencanakan hijrah ke
Yastrib setelah mendapat izin dari Allah SWT dalam ayatNya al-Qur’an :

Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya bumi-Ku luas, Maka sembahlah
Aku saja”. Maka Rasulullah SAW menugaskan kepada Abu Bakar untuk mempersiapkan segala
urusan untuk keberangkatan menuju Yastrib, dan Sayyidina Ali ditugaskan untuk menggantikan
posisi Rasulullah SAW di tempat tidurnya agar kaum musyrikin mengira Nabi Muhammad SAW
masih ada di kota Mekkah. Setelah malam gulita Rasulullah bersama Abu Bakar menyelinap
keluar dari rumah menuju Yastrib dan menghindari pengepungan dari kaum kafir yang berniat
untuk membunuh Rasulullah SAW. Rasulullah keluar dari Mekkah menuju sebuah gua yang
berjarak sekitar 3 mil dari kota Mekkah dan beliau bersembunyi di gua tsur selama tiga hari tiga
malam sampai keadaan aman. Dan pertolongan Allah selalu bersama Nabi Muhammad SAW
seperti yang dilansir dalam Ayat Allah : Artinya : “Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir
(musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu
berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-
Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi.
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At Taubah : 40)

Usaha kafir quraisy untuk membunuh Rasulullah SAW tidak membuahkan hasil dan mereka
mengira Rasulullah telah sampai di kota Yastrib, pada malam keempat Rasulullah SAW keluar
dan berangkat menuju Yastrib menyusuri pantai Laut Merah, sebuah jalan yang tidak pernah
ditempuh oleh siapapun sebelumnya. Setelah tujuh hari dalam perjalanan, Rasulullah tiba di
sebuah kota yang bernama Quba. Di desa ini Rasulullah SAW beristirahat dan menginap untuk
beberapa hari, dan beliau menginap di rumah Kalsum Bin Hindun, dan di halaman rumah
tersebut, Rasulullah SAW mendirikan sebuah Masjid pertama yang diberi nama Masjid Quba.
Tak lama kemudia sayyidina Ali datang dan bergabung dengan rombongan Rasulullah SAW.

Sementara itu, penduduk kota Yastrib sudah menunggu kehadiran Rasulullah SAW, karena
menurut perhitungan mereka seharusnya Rasulullah sudah tiba di kota tersebut. Dan akhirnya
Rasulullah tiba di kota Yastrib, beliau mendapat sambutan yang luar biasa dari ...
...masyarakat kota Yastrib. Penduduk kota tersebut berdiri di jalan untuk menyambut kedatangan
Rasulullah dan menyanyikan lagu-lagu pujian untuk menyambut kedatangan Kekasih Allah tersebut.
Masyarakat kota tersebut berharap agar Nabi sudi menginap di rumah mereka, untuk menghormati
penduduk Nabi Muhammad berkata : “dimana unta ini berhenti, maka disanalah aku akan menginap”.
Dan unta itu ternyata berhenti di rumah anak yatim Sahal dan Suhail di depan rumah Abu Ayyub al-
Anshari. Dan Rasulullah memutuskan untuk menginap di rumah Abu Ayyub untuk sementara waktu.
Selama tujuh bulan Rasulullah tinggal di rumah tersebut, dan kaum Muslimin bergotong royong untuk
membangun sebuah rumah untuk kediaman Rasulullah SAW. Sejak saat itu kota Yastrib diubah menjadi
Madinah an-Nabi ( Kota Nabi ), dan kota tersebut juga sering disebut Madinah al-Munawwarah (Kota
yang Bercahaya), karena darisanalah cahaya Islam bersinar ke seluruh dunia, dalam sebutan sehari-hari
kota ini disebut Madinah.

ISLAM PERIODE MADINAH

Pada Periode Madinah, Rasulullah adalah pemimipin spiritual dan kepemerintahan kota tersebut, dan
Rasullullah meletakkan nilai-nilai dasar keagamaan pada penduduk Madinah. Pada masa periode
Madinah inilah Islam mengalami kejayaan dan memperluas territorial wilayah kekuasaannya.

Untuk lebih mengikat persaudaraan antara kaum Muhajirin (Muslim yang berhijrah dari Mekkah ke
Madinah) dan Anshar (Penduduk Asli Madinah), Rasulullah melakukan beberapa hal, yang diantaranya ;
(1) Persaudaraan Dalam Islam (Ukhuwah Islamiyah); (2) Sarana pertemuan (Masjid), maka dibangunlah
Masjid Nabawi untuk proses pengembangan Islam dan tempat Ibadah; (3) Menjalin persahabatan
dengan penduduk non-Muslim di Madinah.

Dengan berdirinya Negara Madinah, Islam bertambah kuat dan besar. Perkembangan Islam yang begitu
pesat di Madinah tentu saja membuat penduduk kota Mekkah menjadi risau dan takut, kalau-kalau saja
penduduk Madinah memperlakukan mereka seperti yang mereka lakukan terhadap kaum muslimin saat
masih berada di Mekkah, dan mereka juga khawatir khafilah dagang mereka yang menuju Suriah akan
diganggu oleh penduduk Madinah.

Penguasaan kembali kota Mekkah merupakan strategi berikutnya yang akan dilakukan Rasulullah,
karena Rasulullah sadar dan para Muhajirin sendiri pun selalu rindu akan tanah kelahirannya.
Periode berikutnya dari kepemimpinan Rasulullah adalah mendakwahkan Islam dengan memerangi
kaum kafir quraisy Mekkah, akibat dari pertikaian yang berkepanjangan dan tidak ditemukannya kata
damai di kedua belah pihak.

PERIODE PEPERANGAN

Artinya : “(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit.
dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi
gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah Telah
menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati”. (QS. Al-Anfaal : 43)
Rasulullah mendapatkan Wahyu dari Ilahi lewat mimpinya, yang menggambarkan kejadian yang akan
terjadi pada perang Badr. Dimana kalkulasi jumlah antara Mujahid Islam dan pasukan musuh sangatlah
jauh, tetapi jumlah pasukan dan senjata bukanlah suatu ukuran sebuah kemenangan, semua perihal dan
ketentuan tentang takdir kehidupan ada di tangan Allah SWT.

Perang Badr adalah puncak dari pertikaian yang telah lama terjadi antara Muslimin Madinah dan Kafir
Mekkah, perang ini akhirnya meletus sekitar tahun ke-2 Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Perang ini berkobar setelah berbagai upaya damai yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah gagal dan
menemukan jalan buntu.

Mujahid Islam pada perang badr berjumlah 313 orang, dengan berbekalkan senjata yang sederhana, dan
langsung di komandoi oleh Panglima Perang Pertama Islam Nabi Besar Muhammad SAW. Salah satu
keistimewaan Rasulullah, selalu berada di garis depan medan pertempuran. Menyemangati para
Mujahid dengan pekikan kemenangan Islam dan kejayaan Islam, untuk mencari Ridha Allah semata. Hal
itu terbukti, para Mujahid Madinah dapat memenangkan pertempuran tersebut atas pertolongan dari
Allah, seperti yang disebutkan dalam Ayat Suci Al-Qur’an surah al-Anfaal ayat 12 yang berbunyi :

Artinya : “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama
kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman". kelak akan Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka”.(QS. Al Anfaal : 12)

Dan Allah juga menurunkan beribu malaikat untuk membantu peperangan tersebut seperti yang
Firmankan Allah dalam surah Ali Imran ayat 124-125 yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya : “(ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi kamu
Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari ...

...langit)?"; Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu
dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda”.

Kemenangan Rasulullah dan Mujahid Madinah merupakan pertolongan dari Allah semata, karena
kekuatan Allah meliputi segala sesuatu dan tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki
sesuatu.
Setelah kemenagan kaum Muslimin terhadap kaum kafir quraisy Mekkah, orang Yahudi Madinah merasa
tidak senang dengan kemenangan tersebut. Mereka sebenarnya memang tidak dengan sepenuh hati
menerima perjanjian yang telah disepakati dengan Rasulullah SAW, setelah beberapa lama diketahui
bahwa Yahudi Madinah berkomplot dengan kafir quraisy dan Rasulullah menyerang Bani Qainuqa (Suku
Yahudi Madinah) dan mengusirnya dari Madinah.

Setelah peperangan Badr, kaum Muslimin dihadapkan dengan beberapa perang yang mengantar Islam
pada kejayaannya. Sebut saja perang Uhud, perang Khandaq, perang hunain, dan perjanjian Hudaibiah
dan berakhir dengan penaklukan kota Mekkah, Rasulullah dengan kekuatan yang besar berhasil merebut
kembali kota Mekkah dan menghancurkan semua berhala yang berada di kota tersebut.

Dan Islam berhasil memperluas kekuasaanya sampai ke Persia dan Romawi, ini membuktikan bahwa
Islam merupakan agama yang Haq dan selalu mendapatkan bantuan dan pertolongan dari Al-Haq.
Kemajuan Islam periode Penaklukan Mekkah menjadi tolak ukur keberhasilan Rasulullah SAW. Karena
dari awal Hijrah, tujuan utama dari Muhajirin dan Mujahid adalah menguasai kembali kota Mekkah dan
menghancurkan segala bentuk kemusyrikan yang berada di kota tersebut, serta menyelamatkan
keluarga dan sahabat-sahabat mereka yang belum hijrah pada Agama Islam.

Dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW, Islam mendapatkan tempat di hati penduduk Arab, dan
akhirnya Nabi Muhammad dapat mengislamkan sebagian besar dari penduduk Arab di semenanjung
Arab. Kebijaksanaan dan ketauladanan yang diberikan Rasulullahlah yang telah memikat hati para
penduduk Arab. Dengan Cinta dan Kasih Sayang lewat ajaran Haq, Rasulullah menyampaikan Risalah
Suci Islam kepada seluruh penjuru Negeri.

PENUTUP

Alhamdulillah, kita juga mendapatkan anugerah dan berkah Islam yang disampaikan Rasulullah tersebut,
semoga kita semua dapat istiqamah dalam Islam dan Iman hingga datang waktu yang telah ditentukan
bagi setiap Insan. Islam adalah agama hati, dan untuk menyampaikan agama ini haruslah dengan
segenap hati dan cinta, dan menyampaikannya harus dengan kaidah-kaidah cinta, seperti yang telah
dicontokan oleh Baginda Rasulullah SAW kepada kita semua.

Buah Islam yang kita dapatkan sesuai dengan apa yang kita lakukan dan kita kerjakan, jika kita
mengerjakan hukum Islam dengan sempurna maka Allah akan memberikan ganjaran berupa kenikmatan
dan sebaliknya jika kita melanggar dan mengabaikan perintah Allah dan mengerjakan apa yang
dilarangnya maka siksa Allah yang akan kita jumpai, baik saat di dunia dan kelak di akhirat. Allah hanya
membebani hambaNya sesuai dengan kemampuannya dalam menjalankan agama, tidak ada perintah
yang diturunkan kepada umat manusia yang berat bagi manusia itu, tetapi manusia itulah yang
memberat-beratkan perintah Alah karena malas dan ragu akan keagungan Allah SWT. Kepada Allah kita
meminta pertolongan dan rahmah untuk menjalani kehidpan dunia yang sementara ini. Hal ini sesuai
dengan Firman Allah pada Surah Al Baqarah Ayat 286 yang berbunyi :

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Diposting oleh Ismail Ahmad di 18:50

Label: ensiklopedi islam

http://peperonity.com/go/sites/mview/sejarahend/18186283(p5)

Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat
kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad
SAW ini terjadi pada 12 Rabi`ul Awwal tahun pertama Hijrah, yang bertepatan dengan 28 Juni 621 Masehi.
Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah,
untuk memperluas wilayah penyebaran Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.

SEJARAH

Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-
orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga
Kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu direncanakan
melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu
terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar
diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin
Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira
bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui
oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah.
Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.

Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di
Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu
jalan yang tidak pernah ditempuh orang.

Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari
Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun.
Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba.
Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.

Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-
nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang,
seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi,
memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan
kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang
isinya:

Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada
orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu
yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya.

Tetapi Nabi SAW hanya berkata,

"Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya."

Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu
Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap
sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin
bergotong-royong membangun rumah untuknya.

Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya
Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

Terbentuknya Negara Madinah

Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk
kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.

Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara
kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk
Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).

Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan
Anshar.

Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan
Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan
dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu
persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan
keturunan.

Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan.
Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah,
yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili
perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang.

Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum
muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar,
dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat,
sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi
SAW dan keluarganya.

Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di
Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-
orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.
Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam
Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam
menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa
Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.

Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan
sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya
Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang
Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang
pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai
oleh kaum muslimin.

Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi SAW
mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah
bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang
menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri
membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat
dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan
perjanjian dengan Bani Mudij.

EkspedEsi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan
calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru
dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan
Madinah.

Perang Badar

Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah
terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak
kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian
yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.

Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari
pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang
membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan
musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak
Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai
syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak
pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam
Piagam Madinah.

Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk
membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai
membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun
tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.

Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang
kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata
suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.

Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot
dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.

Perang Uhud

Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan
balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu
oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan
Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi.

Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-
prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur
dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.

Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di
puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa
akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum
diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera
melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan.
Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh.
Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah
meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.

Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.

Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan
masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena
itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).

Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW,
mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena
itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.

Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit
hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan
mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-
orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.

Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan
pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai
turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan
tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing
tanpa suatu hasil.

Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.

Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.

Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah
sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada
bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan
membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.

Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-
orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara
untuk berjaga-jaga.

Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah,

yang isinya antara lain:

1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila
ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus
mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.

3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak
Quraisy.

4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun
berikutnya.

5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.

6. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di
dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.

Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk
kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.

Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :

 Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab
dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
 Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena
orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.

Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah
menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh
masyarakat Islam Madinah.

Di Sisi Lain

Keberhasilan dakwah di madinah tak terlepas dari sosok sahabat nabi, yang bernama MUSH'AB BIN 'UMAIR.
Beliau adalah salah satu sahabat nabi. Sebelum masuk hidayah tertanam didadanya, beliau adalah seorang
pemuda tampan, anak seorang bangsawan dan hartawan. pemuda yang menjadi buah bibir warga mekah,
khususnya para wanita. Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Sampai
akhirnya hidayah Allah datang kepada beliau, dan beliau masuk islam dalam usia yang masih muda, sekira 24
tahun berbagai kesenangan dunia serta kekayaannya ia tinggalkan demi memilih islam sebagai agamanya.
Seorang Mush'ab yang memilih hidup miskin dan sengsara demi Islam sebagai tuntunan hidupnya Pemuda ganteng itu, kini telah menjadi
seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Sampai akhirnya Nabi
Muhammad mengutus beliau sebagai sebagai duta dakwah pertama ke madinah. Sejarah mengisahkan betapa Al-Amin mempercayakan
kepadanya. Mush'ab dipilih menjadi seorang utusan. Seorang duta pertama dalam Islam. Ada amanah indah yang harus segera ia tunaikan.
Tugasnya mengajarkan tentang Islam kepada kaum Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di Aqabah. Sebuah misi
yang tentu saja tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar yang beriman.

Tak lama berselang, Allah yang maha besar, memperlihatkan hasil usaha sungguh sungguh dari seorang
Mushaib. Berduyun-duyun manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah.
Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada musim haji selanjutnya umat
muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki-laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk
menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak dengan cahaya.

Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih islam tersemai dengan subur di madinah
kesungguhan Mus‘ab bin Umair dalam berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan
konstribusi baru bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai pertama dalam
Islam di kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil diislamkan. Dia adalah
peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah kontributor sesungguhnya bagi Islam dan jamaah
kaum Muslim.

STRATEGI DAKWAH DI MADINAH

Beberapa strategi dirangka khusus setibanya Rasulullah s.a.w di Madinah. Semua strategi berpandukan
kepada arahan dan tindakan Rasulullah s.a.w serta pengiktirafan baginda terhadap ide-ide daripada para
sahabat baginda.

A. PEMBINAAN MASJID

Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibina oleh Rasulullah s.a.w setibanya baginda di Madinah.
Ia menjadi nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama
manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka kepada Allah s.w.t.

Pembinaan masjid dimulakan dengan membersihkan persekitaran kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan
meratakannya sebelum menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas binaan. Malah, Rasulullah
s.a.w sendiri yang meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudiannya disimen dengan tanah liat
sehingga menjadi binaan konkrit.

Masjid pertama ini dibina dalam keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di
kalangan muhajirin dan ansar. Di dalamnya, dibina sebuah mimbar untuk Rasulullah s.a.w menyampaikan
khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang dipanggil ‘sirda’untuk pergerakan kaum
muslimin melakukan aktiviti kemasyarakatan.[2] Pembinaan masjid ini mengukuhkan lagi dakwah baginda bagi
menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat perbincangan di kalangan Rasulullah
s.a.w dan para sahabat tentang masalah ummah.

B. MENGUKUHKAN PERSAUDARAAN

Rasulullah SAW mengeratkan hubungan di antara Muhajirin dan Ansar sebagai platform mempersatukan
persaudaraan di dalam Islam. Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan
akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang
besar sesama mereka tanpa mengira pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api
persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz.[3]

C. PEMBENTUKAN PIAGAM MADINAH

Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai
bangsa memerlukan kepada satu perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak. Justeru,
Rasulullah s.a.w telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah bagi membentuk
sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.

Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak,
kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek
khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama
mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi
melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.

Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini
telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-
musuh Islam.

D. STRATEGI KETENTERAAN

Peperangan merupakan strategi dakwah Rasulullah di Madinah untuk melebarkan perjuangan Islam ke seluruh
pelusuk dunia. Strategi ketenteraan Rasulullah s.a.w digeruni oleh pihak lawan khususnya puak musyrikin di
Mekah dan Negara-negara lain. Antara tindakan strategik baginda menghadapi peperangan ialah persiapan
sebelum berlakunya peperangan seperti pengitipan dan maklumat musuh. Ini berlaku dalam peperangan
Badar, Rasulullah s.a.w telah mengutuskan pasukan berani mati seperti Ali bin Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash
dan Zubair Ibn Awwam bagi mendapatkan maklumat sulit musuh.[4] Maklumat penting musuh memudahkan
pasukan tentera Islam bersiap-sedia menghadapi mereka di medan perang.
RasUlullah s.a.w turut membacakan ayat-ayat al-Quran bagi menggerunkan hati-hati musuh serta menguatkan
jiwa kaum Muslimin. Antara firman Allah Taala bermaksud:

“Dan ingatlah ketika Allah menjajikan kepadamu bahawa salah satu dari dua golongan yang kamu hadapi
adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang
untukmy, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayatNya dan memusnahkan
orang-orang kafir.” (Surah al-Anfal: 7)

Rasulullah s.a.w turut mengambil pandangan daripada para sahabat baginda dalam merangka strategi
peperangan. Sebagai contoh, dalam peperangan Badar, baginda bersetuju dengan cadangan Hubab
mengenai tempat pertempuran. Hubab mencadangkan agar baginda menduduki tempat di tepi air yang paling
dekat dengan musuh agar air boleh diperolehi dengan mudah untuk tentera Islam dan haiwan tunggangan
mereka. Dalam perang Khandak, Rasulullah s.a.w bersetuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang
berketurunan Parsi berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam berjaya
dalam semua peperangan dengan pihak musuh.

E. PEMBERIAN COP MOHOR

Rasulullah s.a.w mengutuskan surat dan watikah kepada kerajaan – kerajaan luar seperti kerajaan Rom dan
Parsi bagi mengembangkan risalah dakwah. Semua surat dan watikah diletakkan cop yang tertulis kalimah la
ila ha illahlah wa ana Rasullah[5] Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan Rasulullah s.a.w sebagai
utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam watikahnya, baginda turut menyeru agar mereka menyembah
Allah dan bersama-sama berjuang untuk Islam sebagai agama yang diiktiraf oleh Allah. Kebanyakan watikah
baginda diterima baik oleh kerajaan-kerajaan luar.

Contoh surat Nabi kepada Raja Parsi :

Nabi mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin Saham yang membawa surat kepada Kaisar Humuz, Raja Parsi
yang bunyinya sebagai berikut :

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dari Nabi Muhammad Rasulullah kepada
Kaisar penguasa Parsi. Semoga sejahtera kepada sesiapa sahaja yang mengikut pimpinan Allah dan beriman
kepadaNya dan rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa tidak ada sekutu bagiNya dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya.

“Saya mengajak anda dengan ajakan Allah kepada umat manusia dan untuk memperingatkan manusia yang
masih hidup, bahawa siksaan akan ditimpakan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam dan hendaklah
menerimanya. Jika anda menolaknya, maka berdosalah bagi penyembah api.”[6]

F. HUBUNGAN LUAR
Hubungan luar merupakan orientasi penting bagi melabarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui tindakan
Rasulullah s.a.w menghantar para dutanya ke negara-negara luar bagi menjalinkan hubungan baik
berteraskan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu termasuklah Mesir, Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah
turut merakamkan bahawa Saad Ibn Waqqas pernah berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak
itu, Islam bertebaran di negeri Cina sehingga kini. Antara para sahabat yang menjadi duta Rasulullah ialah
Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom, Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz, Raja Parsi, Jaafar bin Abu
Talib kepada Raja Habsyah.[7]

Strategi hubungan luar ini diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam selepas kewafatan Rasulullah s.a.w. Sebagai
contoh, pasukan Salehuddin al-Ayubi di bawah pemerintahan Bani Uthmaniah telah berjaya menawan kota suci umat
Islam di Baitul Maqdis. Penjajahan dan penerokaan ke Negara-negara luar merupakan strategi dakwah paling berkesan di
seluruh dunia.

KESIMPULAN

Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam pertama
menjadi nadi pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak yang disediakan oleh Rasulullah s.a.w begitu
kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam sehingga kini. Strategi yang bersumberkan
kepada dua perundangan utama iaitu al-Quran dan Hadis menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam
menegakkan kalimah Tauhid.

Sukses hijrah Nabi Muhammad SAW ditandai, antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim
yang bodoh menjadi umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas
keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas. Pendeknya, Nabi
Muhammad SAW berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan
individual yang seiring dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang
seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.

Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan
berkembang pada periode Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah dan Umat
Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat
perkembangannya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam proses Hijrah :

A. Pengorbanan

o Nilai ini ditunjukan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu ketika beliau tanpa ragu menyanggupi untuk menggantikan
Nabi untuk tetap berada didalam rumah, bahkan beliau kemudian tidur dan mengenakan sorban Nabi.
Sungguh sebuah pengorbanan yang sangat heroik dimana Ali yang ketika itu masih seorang pemuda, rela
untuk menjadi tameng bagi kelangsungan hidup Rasulnya, yang berarti pula kelangsungan dakwah Islam
o Nilai ini juga ditunjukan oleh Abu Bakar as Shidiq, yakni ketika beliau berkata

“ Biar saya yang masuk kedalam gua (Tsur) dulu, kalau ada binatang buas atau binatang

berbisa didalam sana, saya rela mati, biar anda meneruskan perjuangan dan dakwah anda”.

Lagi sebuah epik kepahlawanan dan pengorbanan yang luar biasa. Kemudian dalamsebuah

cerita kemudian benar Abu Bakar digigit ular berbisa, namun ataskehendak Allah, beliau selamat
dalam peristiwa itu.

B. Keyakinan dan Tawakal

ketika berada dalam gua tsur yang gelap dan dalam keadaan yang sedemikian rupa, kemudian terucap kata-
kata yang hanya akan keluar dari lisan orang yang memiliki keyakinan dan sikap tawakal yang demikian
sempurna “ La Tahzan, innallah ma ana – jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”

C. Kebersamaan

Peristiwa Hijrah ini melibatkan Nabi Muhammad yang mewakili Pemimpin, Ali bin Abi Thalib yang mewakili
generasi muda, Abu Bakr, yang mewakili golongan tua, bahkan konon ada seorang perempuan yang bertugas
menyupalai makanan kepada Nabi dan Abu Bakar selama mereka berada dalam gua – yang menurut seorang
ulama, ini menggambarkan sebuah kesatuan, antara pemimpin, pemuda, orang tua dan perempuan, sebagai
salah satu syarat “keberhasilan”, seperti kemudian digambarkan bagaimana proses Hijrah ini adalah menjadi
tonggak sejarah dan momentum perkembangan Islam.

D. Kondisi yang Kondusif

Sebagaimana diketahui, ketika sampai ditempat yang baru, Nabi mengganti nama Yatsrib – Mengecam,
menjadi Madinah – Kota Peradaban. Ini mencerminkan bahwa sebuah proses keberhasilan tidak akan dicapai
ketika orang-orang yang berada didalamnya saling mengecam satu sama lain, kritik yang tidak konstruktif, asal
ganti dan lebih mementingkan kepentingan golongan dan pribadinya semata. Penggantian nama menjadi
Madinah menyimbolkan bahwa keberhasilan hanya akan dicapai dalam tata kehidupan yang beradab, ada
sopan santun dan etika ketika hendak menyampaikan pendapat, kritik dan masukan, ada tata aturan yang
mesti dipenuhi oleh orang-orang beradab, yang kemudian dibuktikan dalam Sejarah masa kini, bahwa
dimanapun, tidak akan pernah bisa mencapai keberhasilan, ketika individu-individu yang terlibat dalam proses
itu saling mengecam bahkan tak jarang menyebarkan fitnah-fitnah keji. Sebaliknya, sebuah kondisi yang
“beradab”, yang berdasarkan tata aturan dan norma kesusilaan-lah yang mengantar sebuah bangsa, sebuah
kelompok atau apapun untuk mencapai keberhasilannya.
http://belchunk.blogspot.com/2008/06/dakwah-rasulullah-saw-periode-madinah.html

BERCERMIN PADA LANGKAH POLITIK NABI MUHAMMAD SAW.

oleh : Z.A. Rahawarin.

Pendahuluan
Bagi umat Islam, Nabi Muhammad saw. adalah suri teladan dalam segala bidang kehidupan. Tidak hanya
dalam masalah-masalah agama yang terkait dengan hubungan dengan Tuhan, Sang Khalik, tetapi juga
dalam persoalan-persoalan yang terkait dengan hubungan dengan sesama Makhluk. Muhammad adalah
pribadi yang komplit. Ia adalah seorang Nabi, juru dakwah yang berhasil mengubah bangsa Arab yang
polyteis menjadi penganut agama Islam yang mentauhidkan Allah. Ia juga adalah seorang panglima
perang yang rela terjung langsung ke medan perang memimpin pasukan Muslim menghadapi musuh. Di
sisi lain, ia juga adalah seorang politikus yang mampu mempersatukan bangsa Arab dari berbagai suku
dan klan dalam satu komunitas baru, kaum muslimin. Sebuah prestasi yang belum pernah dicapai oleh
pemimpin Arab sebelumnya.

Keberhasilan Muhammad itu tidak diraih dengan mudah, tetapi melalui perjuangan yang sangat keras
dan dilakukan secara bertahap dan sistematis. Dari catatan sejarah yang dapat ditelusuri, perjuangan
Muhammad ditempuh dalam dua periode, Mekah dan Madinah. Jika pada periode Mekah, peran
Muhammad lebih ditekankan pada bagaimana mengajak orang-orang musyrik Mekah untuk mengenal
Allah dan mentauhidkannya, serta membentuk fondasi bagi terbentuknya komunitas baru, maka pada
periode Medinah, peran Nabi lebih pada bagaimana menata masyarakat yang baru, yaitu masyarakat
Madinah yang heterogen dan plural, baik dari segi suku, asal-usul, maupun agama.

Seruan dakwah Muhammad saat di Mekah tidak langsung membuahkan hasil positif. Sebaliknya respons
yang muncul dari masyarakat justru sangat menyakitkan. Kebanyakan warga dari masyarakat Quraisy
saat itu membalas ajakan Rasulullah dengan intimadasi, sabotase, isolasi, dan kekerasan untuk
menghalang-halangi meluasnya ajaran Islam. Namun Nabi tidak frustrasi, justru terpicu untuk berpikir
keras untuk mencari alternatif lain dalam mendakwahkan Islam. Hingga sampai pada keputusan untuk
memindahkan objek dakwah Islam kepada masyarakat di luar Makkah.
Oleh karena itulah Nabi bersama para sahabatnya melakukan Hijrah dari Mekah ke Madinah. Hijrah
merupakan babak awal kebangkitan Islam. Hijrah menandai lahirnya sebuah negara baru, nagara
Madinah di mana Muhammad menjadi pemimpinnya. Dari sini kemudian Islam berhasil dipancarkan ke
seantero jagad. Karena itu, model negara Madinah menjadi inspirasi dan ilham untuk mencari bentuk
pengelolaan kehidupan modern sekarang ini, tidak saja bagi umat Islam, tetapi juga umat-umat lainnya.
Maluku yang hingga kini masih dalam tahap menata kembali masyarakatnya menuju “Maluku Baru”
setelah dilanda kerusuhan sosial selama kurang lebih empat tahun terakhir, tidak salah jika mencoba
melihat, mempelajari dan mengambil hikmah dari sejarah hidup Nabi Muhammad saw. dan langkah-
langkah politik yang apa saja yang dilakukaknnya dalam menata masyarakatnya baik di Mekah maupun
di Medinah. Tentu saja tidak seluruh kebijakan Nabi di Madinah saat itu harus ditiru sepenuhnya pada
masa sekarang. Sebab bagaimanapun, contoh Nabi di Madinah sangat dikondisikan oleh konteks sosial
dan sejarah yang spesifik pada saat itu.

Langkah-langkah Politik Muhammad.

Hijrah merupakan momen yang paling menetukan dalam perjalanan karier Nabi Muhammad di masa-
masa selanjutnya. Bagi umat Islam, hijrah mengandung arti kelahiran kembali agama bebas dan baru,
Islam yang tak lama sesudah itu memulai derap kemajuannya yang tak tertahankan melintasi jazirah
Arab dan sebagian besar dunia. Seperti yang kita saksikan perubahan-perubahan besar yang dialami
Nabi dan sahabat-sahaabatnya justru terjadi setelah hijrah. Di Madinahlah Islam mulai menandai era
kebangkitan pertamanya.

Dari segi konsep, hijrah memiliki beberapa makna di antaranya. Pertama, meninggalkan segala apa yang
dilarang oleh Allah SWT. “Dan berbuat dosa tinggalkanlah.” Sebuah hadis Nabi menyebutkan, orang
yang hijrah itu ialah orang yang meninggalkan larangan Allah . Kedua, menjauhi hal-hal yang tidak baik
dan merusak termasuk pergaulan yang jelak. Tidak mempedulikan ocehan dan hinaan dari mereka yang
membenci Islam, harus berusaha menghindari benturan-benturan sosial tanpa melahirkan diri dan
mengucilkan diri dari komunitas soial, namun tetap melakukan dakwah dengan aktif dan persuasif.
Ketiga, berpindah tempat.

Tidak mungkin untuk menjelaskan keseluruhan nilai penting yang ada dalam peristiwa hijrahnya Nabi
saw. Namun begitu, patut dicamkan bahwa Islam mengemukakan persoalan hijrah dengan kesadaran
ilmiah yang mendalam tentang pengaruhnya yang sangat mengagumkan dalam membentuk tokoh-
tokoh dan peradaban-peradaban besar. Nabi Ibrahim, Musa, Budha dan sebagainya adalah sekian dari
tokoh-tokoh besar dalam sejarah umat manusia yang pernah melakukan hijrah. Hijrah juga tidak harus
selalu diartikan sebagai perpindahan seorang tokoh dari suatu tempat ke tempat lain, sebab pada
dasarnya apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. adalah sebuah strategi memindahkan pusat
perjuangan (ibukota)nya dari Mekah ke Medinah. Mekah saat itu adalah pusat perdagangan yang sangat
ramai dikunjungi oleh para saudagar dari luar Arabia, sedangkan Medinah (saat itu bernama Yatsrib)
adalah kota terpencil yang kurang begitu dikenal. Muhammad menganggap bahwa Mekah tidak lagi
kondusif bagi usaha dakwah yang dilaksanakannya, karena itu, setelah melalui pertimbangan yang
matang dan setelah melakukan percobaan pada beberapa daerah lainnya, seperti Thaif, akhirnya ia
memilih Medinah sebagai tempat hijrahnya.

Di masa modern, hijrah semacam itu sesungguhnya juga dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti Soekarno
yang pernah mempunyai istana kepresidenan di Bogor, juga negara Australia yang memindahkan
ibukota dari Sidney ke Camberra dan Jerman yang memindahkan ibukota dari Bonn ke Berlin.
Dengan demikian, perpindandahan sebuah ibukota negara atau provinsi adalah hal yang lumrah jika
didasari pada pehitungan yang matang, dan itu seharusnya juga dipahami sebagai sebuah bentuk hijrah.
Kepadatan penduduk dengan pemukiman yang sempit dan tidak ada lagi lahan bagi pengembangan ke
depan, penataan kota yang sembrawut dan tidak terencana dengan baik, sehingga pusat-pusat ekonomi
dan perdagangan atau pusat dan kantor-kantor pemerintahan hanya terpusat di suatu daerah tertentu,
adalah berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemindahan ibukota tersebut. Sebab,
faktor-faktor tersebut sangat rawan menimbulkan kecemburuan sosial yang akan berakibat pada
munculnya komflik horizontal di antara sesama penduduk.

Di Medinah, ada beberapa langkah politis yang ditempuh oleh Nabi pasca hijrah ke Medinah. Ada dua
langkah politis yang patut dicatat sebagai usaha spektakuler Nabi dalam rangka meletakkan dasar-dasar
syari’at Islam, yaitu :

1. Menjalin ikatan persaudaraan antara orang-orang yang berhijrah dari Mekah (disebut al-
Muhajirin) dengan orang-orang yang menolong dari Madinah (Anshar). Di satu sisi persaudaraan
ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah para pengungsi dan orang-orang terlantar
(Muhajirin), sedangkan di sisi lain untuk mempererat persaudaraan di antara mereka. Nabi
menganjurkan agar orang-orang Ansar sudi membagikan harta miliknya untuk mengurangi
beban saudaranya Muhajirin dan masing-masing kaum Muhajirin dianjurkan agar mengangkat
dan mengambil saudara dari kaum Ansar, dan sebaliknya.
Langkah Nabi ini merupakan strategi yang sangat jitu yang patut diteladani. Nabi menyadari
bahwa persoalan pengungsi dan penanganan orang-orang terlantar serta mempersaudarakan di
antara penduduk asli dengan “para pendatang” itu adalah masalah yang sangat krusial, karena
itu harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum persoalan lainnya.
2. Dibalik anjuran Nabi saw tentang persaudaraan Muhajirin dan Ansar tersimpan sebuah strategi
yang jitu. Beliau mengantisipasi propaganda “provokator”, dalam hal ini kaum Yahudi Medinah
yang berniat memporak porandakan persatuan umat Islam di Madinah khususnya antara kaum
Muhajirin dan Ansar, yang memang secara sosial dan suku memilki banyak perbedaan.
Adapun penamaan Muhajirin bagi orang-orang yang berhijrah bersama Nabi, dan Anshar (orang-
orang yang menolong dari Madinah) sama sekali bukan berarti dikotomi atau disklasifikasi
penduduk berdasarkan asal-usul mereka. Sebab dalam perkembangannya, ketika persaudaraan
di antara mereka telah terwujud, penamaan itu telah hilang dengan sendirinya. Terlebih tidak
ada satu aturan pun yang dibuat oleh Nabi saw. yang hanya dikhususkan kepada salah satu di
antara kedua kelompok tersebut, sehingga di dalam Islam tidak dikenal istilah “warga kelas dua”
ataupun “warga kelas satu”.
3. Piagam Madinah
Salah satu kebijakan politik yang sering dianggap sebagai ‘kejeniusan Muhammad’ (‘Abqariyyat
Muhammad), adalah ketika dia memprakarsai suatu ‘kontrak politik’ antara umat Islam dan
kelompok-kelompok sosial lain di Madinah saat itu. Dokumen kontrak ini, dalam sejarah Islam,
dikenal sebagai ‘Mitsaq al-Madinah’ atau Perjanjian Madinah, atau Piagam Madinah.
Piagam Madinah merupakan bukti legitimasi warga Madinah atas kepemimpinan Muhammad,
terutama dari orang-orang Yahudi di Medinah, setelah sebelumnya legitimasi serupa diperoleh
dari suku Aus dan Khazraj, penduduk asli Medinah yang telah masuk Islam melalui baiat al-
Aqabah.
Piagam itu sendiri merupakan dokumen politik yang menjamin kebebasan iman, kebebasan
pendapat, perlindungan atas negara, hak hidup, hak milik, dan pelarangan kejahatan. Prinsip-
prinsip yang tercantum dalam piagam itu sesungguhnya dapat dikatakan sangat modern untuk
ukuran zaman itu bahkan masih relevan untuk dewasa ini lantaran nilai-nilainya yang bersifat
universal.
Menurut Suyuthi Pulungan piagam Madinah mengandung beberapa prinsip yang meliputi
prinsip kesatuan umat manusia baik bagi muslim maupun nonmuslim, persatuan dan
persaudaraan, persamaan, kebebasan, tolong menolong dan membela yang teraniaya, hidup
bertetangga, keadilan, musyawarah, pelaksanaan hukum dan sanksi hukum, kebebasan
beragama dan hubungan antara pemeluk agama (hubungan antar bangsa/internasional),
pertahanan dan perdamaian, amar ma’ruf nahi mungkar, kepemimpinan, tanggung jawab
pribadi dan kelompok dan prinsip ketakwaan dan ketaatan (disiplin).
Sementara itu, Zubaedi mengatakan konstitusi itu termasuk salah satu bukti yang menunjukkan
kapabilitas Muhammad dilihat dari perspektif legislasi, di samping pengetahuannya yang
memadai tentang berbagai aspek kehidupan sosial. Penulisan konstitusi dalam waktu yang tidak
begitu lama setelah hijrah menunjukkan negara Islam sesungguhnya telah dirancang sebelum
hijrah. Lebih jauh ia menjelaskan Dalam konstitusi itu ditemukan kaidah-kaidah umum yang
mampu mengakomodasi berbagai hak dan kewajiban para warga.

Piagam itu memuat hak-hak golongan minoritas, di antaranya mengakui kebebasan beragama,
yakni sebuah kebebasan yang menghormati keanekaragaman agama dan menjamin para
pemeluknya untuk menjalankan agamanya. Konstitusi itu juga memandang segala bentuk
gangguan dan ancaman terhadap sekelompok orang Islam sebagai ancaman terhadap semua
orang Islam dan melarang orang-orang Islam untuk melindungi pembuat kekacauan yang akan
menciptakan instabilitas kehidupan sosial. Konstitusi Madinah itu juga mengatur kebebasan
berpendapat, perlindungan terhadap hak-hak sipil dan hak hidup, serta memperkenalkan ide
nasionalisme dan negara dalam arti luas, toleran, dan humanis. Prinsip itu menjamin persamaan
hak dan kewajiban setiap individu, tanpa membedakan ras, bahasa, ataupun kepercayaan.
Tidak mengherankan jika masyarakat Madinah yang dibangun Nabi itu mengundang decak
kagum Robert N Bellah, seorang ahli sosiologi agama terkemuka. Ia menyebut masyarakat
Madinah sebagai masyarakat yang sangat modern saat itu, bahkan terlalu modern sehingga
setelah Nabi wafat, sistem itu tak bertahan lama.

Legitimasi masyarakat terhadap seorang pemimpin merupakan suatu keniscayaan. Jika tidak,
maka dalam menjalankan kepemimpinannya, seorang pemimpin akan terus menerus mendapat
rongrongan dari masyarakatnya. Saat ini, masalah legitimasi seorang pemimpin boleh jadi tidak
lagi merupakan isu penting, terutama setelah diterapkannya undang-undang otonomi daerah. Di
mana para pemimpin seperti Gubernur, Bupati dan/atau Walikota telah dipilih secara langsung
oleh rakyat. Hanya saja, isu-isu money politic, pengerahan massa, penggunaan ijazah palsu dan
isu-isu negatif lainnya, masih saja mengiringi pemilihan langsung tersebut. Hal ini merupakan
kontraproduktif terhadap legitimasi yang diharapkan, sebab masyarakat bukannya akan
mendukung, melainkan akan terus merongrong kepemimpinan yang diraihnya.
Kelanggengan legitimasi rakyat terhadap seorang pemimpin juga sangat tergantung pada
legislasi yang dibuat pada masa pemerintahannya. Peraturan-peraturan yang dihasilkan harus
benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat secara keseluruhan, tidak hanya memihak
golongan, etnis atau agama tertentu saja.

Selama sepuluh tahun kehidupan Nabi Muhammad saw. sebagai kepala negara di Madinah,
Salah satu kebijakan utama yang diterapkan adalah pemantapan fondasi sosial ekonomi politik
warga Madinah. Saat itu, kaum Yahudilah yang menguasai roda perekonomiaan. Orang-orang
Yahudi tersebar di berbagai kantong daerah ekonomi di Madinah dan berprofesi sebagai pelaku
ekonomi. Bani Qainuqa, misalnya, adalah kelompok Yahudi yang paling terlibat aktif dalam
perdagangan di Madinah. Adapun Banu Nadhir dan Quraizha menguasai pertanian kurma yang
subur di selatan kota Madinah.

Setting sosial seperti ini tidak mendukung stabilitas politik negara Madinah pada saat itu. Karena
itu turunnya perintah mengeluarkan zakat dan sedekah sebagai bagian dari syariat Islam
merupakan solusi yang tepat bagi proses pemerataan ekonomi umat Islam. Di samping itu pada
periode Madinah ini al-Qur’an melarang secara tegas praktek riba. Larangan riba ini membawa
implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi
Atas dasar itu pula dapat dipahami mengapa kaum Yahudi Madinah lebih memihak kafir Quraisy
Mekah dan menghianati piagam Madinah. Pertama, karena Yahudi Madinah memandang bahwa
klehadiran Islam di Madinah dengan serangkaian ajaran moralnya mengancam posisi mereka
sebagai elit ekonomi Madinah. Kedua Yahudi Madinah melihat bahwa kehancuran ekonomi
Mekah akan menimbulkan ekses bagi perdagangan mereka di Hijaz, khususnya di Thaif, di mana
mereka memiliki pusat perdagangan Yahudi yang aktif di sana. Meski Nabi saw sendiri melihat
bahwa menghancurkan potensi perdagangan Mekah berarti malah memperkuat jaringan
ekonomi Yahudi.

Alasan terakhir ini tampak agak paradoks memang, akan tetapi kekhawatiran Muhammad saw
ternyata lebih beralasan. Setelah kekuatan kaum Quraisy beserta sekutunya telah
dipropagandakan pada perang Khandaq (tahun 5 H), mereka bukanlah lagi musuh yang tangguh
bagi kaum muslimin. Nabi saw amat menyadari bahwa penaklukan Mekah adalah soal waktu
saja. Akan tetapi beliau sendiri sadar betul akan potensi perdagangan Mekah berikut skill
warganya dalam berniaga. Sehingga tatkala Muhammad saw. beserta kaum Muslimin memasuki
Mekah (Fath Makkah) pada tahun ke 8 H, beliau tak ingin menaklukkannya dengan kekerasan
agar dapat memulihkan kembali kota perdagangan yang telah berantakan itu dan
memanfaatkan kemampuan warganya.

Penutup.
Sebagai catatan akhir, penulis perlu menyampaikan beberapa kesimpulan dari uraian di atas.
Pertama, Nabi Muhammad saw menjadi kepala negara di Madinah dengan memperoleh
legitimasi kekuasaan politik dari akumulasi beberapa peristiwa politik seperti bai’at Aqabah dan
kedudukan beliau sebagai abritrator dalam piagam Madinah. Di samping itu, fakta historis
menunjukan bahwa beliau selama sepuluh tahun di kota Madinah berada di posisi puncak
kepemimpinan politik negara Madinah, sebagai konsekuensi logis dari kemenangan diplomatis
maupun militer. Kedua starategi dan kebijakan pemerintahan yang beliau jalankan di Madinah
lebih beriorentasi pada poembangunan sosial ekonomi politik. Pembangunan di sektor tersebut
berhasil mempersiapkan Madinah sebagai pusat kekuasaan yang meluaskan ekspansi dakwah
Islam ke seluruh Jazirah Arab. Bahkan lebih dari itu menjadi embrio bagi lahirnya imperium dan
peradaban Islam pada beberapa abad mendatang.

http://jurnaltahkim.wordpress.com/2009/05/03/bercermin-pada-langkah-politik-nabi-muhammad-saw/

Secara ringkas kita melihat praktik Nabi saw. dalam membangun kekuatan Islam yaitu sebagai
berikut.

Nabi saw. ketika berada di Mekah membuat kader yg difokuskan di rumah-rumah dan terutama
di rumah Arqam bin Abi Arqam. Di antara kader yg matang ditugasi menyampaikan dakwah
seperti Mushab bin ‘Umair yg dikirim ke madinah.

Nabi saw. mencari tempat yg kondusif utk mengembangkan dakwah dan kekuatan Islam. Beliau
pergi ke Thaif tetapi tidak cocok. Kemudian beliau lbh memilih ke Madinah krn mendapat
sambutan di sana. Kemudian beliau membangunn masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dan
penempaan para kader.
Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama muslim dgn mempersaudarakan antara
Muhajirin dan Anshar .

Beliau membuat Piagam Madinah utk membentengi umat Islam dan memberikan hak-hak non-
muslim.

Nabi saw. mempersiapkan kekuatan utk menghadang segala upaya ofensif kaum kuffar sampai
27 kali belaiu berperang antara perang defensif dan ofensif {seperti Perang Tabuk}.

Di sini menjadi jelas bahwa kesatuan visi yaitu membangun akidah yg benar sampai kesatuan
langkah. Yaitu menuju tegaknya kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yg menyeluruh.
{Lihat DR. Robi’ bin Hadi al-Madkhal Minhajul Anbiya hlm. 87}.

Karena itu Ibnu Qayyim al-Jauziyah menggunakan istilah perjuangan menegakkan Islam dgn
cara Islam yaitu dgn ungkapan Jihad. Beliau membagi jihad ini menjadi 4 bagian.

1. Jihad menundukkan hawa nafsu .

Berjihad dgn mempelajari ajaran agama Islam demi kebahagiaan dunia dan akhirat.

Berjihad dgn melaksanakan ilmu yg telah diperolehnya krn ilmu tanpa amal adl tidak berarti dan
bahkan membahayakan.

Berjihad dgn menjalankan dakwah berdasarkan ilmu yg benar dan praktik nyata.

Berjihad dgn menekan diri agar sabar terhdap cobaan dakwah berupa gangguan manusia.

Empat hal inilah makna yg terkandung dalam surah Al-Ashr yg kata Imam Syafii seandainya
Allah tidak menurunkan ayat kecuali Al-’Ashr niscaya cukup bagi manusia.

2. Jihad melawan setan .

Berjihad melawan pemikiran setan berupa syubhat dan keragu-raguan yg dapat merusak
keimanan. Perlawanannya adl dgn keyakinan.

Berjihad melawan setan yg membisikan agar terjerumus kepada syahwat hawa nafsu. Caranya
dgn sabar dan menahan diri dgn berpuasa. {Lihat As-Sajdah 2}.

3. Jihad melawan kaum kufar dan munafikin .

Berjihad dgn qalbu.

Berjihad dgn lisan.

Berjihad dgn harta.


Berjihad dgn tangan.

4. Jihad melawan kaum kuffar lbh utama dgn tangan sementara terhadap kaum munafikin dgn
lisan.

Jihad melawan kezaliman kemungkaran dan bidah .

Berjihad dgn tangan kalau mampu.

Kalau tidak dgn lisan.

Kalau masih tidak mampu maka terakhir dgn hati. .

Demikian 13 tingkatan jihad yg telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasulullah saw. .

Sebagai penutup kami kutipkan ucapan Umar bin Khattab r.a. yg artinya Kami adl kaum yg
dimuliakan Allah dgn Islam seandainya kami mencari selainnya niscaya kami akan dihinakan
oleh Allah. Juga ucapan Imam Malik rhm. yg artinya Tidaklah urusan umat ini akan menjadi
baik kecuali dgn mengikuti hal-hal yg telah menjadikan umat terdahulu menjadi baik.

Wallahu a’lam. .

You might also like