You are on page 1of 19

TUGAS

HUKUM PIDANA EKONOMI


“Cyber Crime”

DI SUSUN OLEH :
Kelompok II
– NABILLAH SARIEKIDE (10040010075)
– HAJAR FARAH ILMA FADILLAH (10040007044)
– MASWARDI (10040008170)
– NADIA ERRINA (10040008178)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011
DAFTAR ISI

I. Latar Belakang 3

II. Identifikasi 5

III. Pembahasan 9

IV. Kesimpulan 19

Page | 1
I. LATAR BELAKANG

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) dalam kehidupan umat manusia abad ke 21 telah
menandai suatu kemajuan baru yang tidak kalah penting dari penemuan molekul untuk pembuatan
nuklir di masa Einstein. Banyak hal penting di abad 21 yang berkaitan dengan pemanfaatan TI dapat
dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan umat manusia. Keberhasilan penerbangan ulang – alik ke
ruang angkasa oleh Amerika Serikat, Uni Sovyet dan China merupakan beberapa contoh keberhasilan
TI dalam memfasilitasi teknologi ruang angkasa. Namun demikian keberhasilan dan sisi positif
penggunaan TI bagi kemajuan peradaban umat manusia, di sisi lain juga menimbulkan ekses
penyalah- gunaannya untuk tujuan memperoleh keuntungan material secara tidak sah dan melawan
hukum sehingga merugikan kepentintan individu, kelompok, dan Negara.

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media
penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan
terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini
kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga
cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend
perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun
tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat
banyak.

Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang


disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus
“CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap
transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah
yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer
dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang
memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang
menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas,
sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet.

Industri perbankan adalah salah satu bidang jasa yang secara ekstensif menyelenggarakan
layanan dengan memanfaatkan media elektronik (e-banking). Sebagian besar bank pada saat ini
bahkan menggunakan teknologi dan informasi elektronik sebagai basis pelayannanya. Sehingga
layanan perbankan yang diselenggarakan kini menawarkan berbagai kemudahan yang dapat
dimanfaatkan masyarakat di mana saja dan kapan saja. Kemudahan ini bukanlah semata-mata tanpa
resiko, karena akses internet saat ini sudah banyak digunakan oleh umum, maka bukan hal yang tidak
mungkin jika pihak lain yang dengan sengaja mengacau jaringan internet bank dengan maksud jahat
untuk merusak system transaksinya.

Begitu juga yang menjadi dasar pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Dikatakan bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi
informasi yang semakin pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum
baru; bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi memlaui infrastruktur

Page | 1
hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk
mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan social budaya
masyarakat Indonesia.

II. IDENTIFIKASI

Page | 2
Tindak Pidana Ekonomi adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan
lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai
posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya. Pengertian Kejahatan Ekonomi adalah setiap
perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang perekonomian dan
bidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana. Begitu juga yang menjadi bahasan pada
makalah ini. Kejahatan tindak pidana ekonomi dalam bidang teknologi informasi yang marak
terjadi belakangan ini. Berikut kategori kejahatan komersial;
6 Kategori Kejahatan Komersial
• Penyimpangan perbankan, yaitu penipuan uang muka, pemalsuan L/C, promes dan wesel,
pemalsuan uang, penyimpangan dalam pengiriman uang, dan lain-lain.
• Penyimpangan perdagangan, yaitu kepailitan, kejahatan perdagangan, perubahan aset
perusahaan dan pemalsuan kontrak.
• Penyimpangan pembayaran perdagangan eceran, cek palsu, kredit palsu, cek kosong.
• Penyimpangan yang berkaitan dengan investasi, surat-surat berharga, saham dan obligasi
palsu, masnipulasi pasar.
• Penyimpangan perusahaan.
• Penyimpangan lainnya seperti kejahatan komputer, kejahatan asuransi, penyimpangan
pajak dan sebagainya.
Pada bagian terakhir dikatakan bahwa kejahatan computer yang berimbas pada kerugian
secara komersial dikatakan sebagai kejahatan ekonomi atau yang sering dikenal dengan istilah
“cyber crime”. Tindak kejahatan cyber crime ini menjadi permasalahan besar di sebagian besar
Negara-negara di dunia, sehingga diadakanlah konfrensi internasional yang membahas tentang
kejahatan dalam dunia teknologi. Permasalahannya apakah Indonesia yang menjadi salah satu
anggota PBB telah menerapkan/meratifikasi peraturan internasional tersebut?
United Nations Conventions Againts Transnational Organized Crime, atau yang dikenal
dengan Palermo Convention, tahun 2000. Dalam Palermo Convention ini ditetapkan bahwa
kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam kejahatan transnasional di antaranya adalah
– Kejahatan Pornografi, Perdagangan Wanita dan Anak-Anak Internasional.
Berbagai kemajuan di bidang teknologi informasi, antara lain dengan digunakannya
internet dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini menimbulkan dampak
negatif yaitu munculnya pornografi anak di internet. Dalam perundang-undangan di
Indonesia, sampai saat ini belum ada undang-undang tentang pemanfaatan teknologi
informasi. Untuk menanggulangi masalah yang timbul di bidang kejahatan teknologi
informasi , digunakan hukum positif yang ada, meskipun sebetulnya hal tersebut
kurang tepat, antara lain karena rumusan jenis tindak pidana, unsur-unsur tindak
pidana, serta sanksi pidana yang kurang tepat.
Perkembangan kejahatan teknologi informasi yang cepat, seyogyanya juga
diikuti oleh perundang-undangan yang baik. Sebagai hukum yang berlaku untuk
masa yang akan datang (ius constituendum), perlu disusun hukum yang tepat, antara
lain dengan melakukan studi banding serta diambil dari norma-norma bangsa .Selain
Konvensi Palermo, pemerintah Indonesia juga telah menandatangani dua protokol,
yakni mengenai penyelundupan migran lewat darat, laut, dan udara dan mengenai
pencegahan dan hukuman penyelundupan manusia, terutama atas perempuan,

Page | 2
– Cyber Crime Cyber Crime merupakan bentuk perkembangan kejahatan transnasional
yang cukup menghawatirkan saat ini. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi
informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia
akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi
jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa
disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi
yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang
disebut jaringan internet. Sebagai media penyedia informasi internet juga merupakan
sarana kegiatan komunitas komersial terbesar dan terpesat pertumbuhannya.
Sebelumnya, dalam Deklarasi ASEAN pada tanggal 20 Desember 1997 di Manila, yang
termasuk sebagai kejahatan transnasional adalah :
1. Illicit Drug Trafficfiking;
2. Money laundering;
3. Terrorism;
4. Arm Smuggling;
5. Traffiking in Persons;
6. Sea Piracy;
7. Currency Counterfeiting;
8. Cyber Crime
Sementara itu, Ahmad M. Ramli, instrumen hukum internasional publik yang saat ini
mendapat perhatian adalah konvensi tentang kejahatan wasantara (convention on Cyber Crime)
2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh negara
regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diaksesi oleh
negara manapun di dunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan mayantara.1

Negara-negara yang tergantung dalam Uni Eropa pada tanggal 23 November 2001di Kota
Budapest, Hongaria telah membuat dan menyepakati Convention on Cyber Crime yang kemudian
di masukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara
efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 negara termasukdiratifikasi oleh 3 negara anggota
Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mencakup
kebijakan kriminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui
undang-undang maupun kerjasama internasional.
Adapun yang menjadi pertimbangan dari pembentukan konvensi ini antara lain sebagai
berikut :
1. Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar negara dan
industri dalam memerangi kejahatan mayantara dan adanya kebutuhan untuk
melindungi kepentingan yang sah di dalam suatu negara serta pengembangan
teknologi informasi.

1 http://dumadia.wordpress.com/2009/02/03/upaya-internasional-dalam-menghadapi-cyber-
crime/

Page | 1
2. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahnaan sistem, jaringan dan data
komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Dengan demikian, perlu adanya
kepastian hukum dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dicapai, dipercaya dan cepat.
3. Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian
antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dan konvenan
PBB 1996 tentang hak politik dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasasn
berpendapat seperti hal berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari,
menerima, dan menyabarkan informasi dan pendapat. Konvensi ini telah disepakati
oleh Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di
dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen hukum
internasional dalam mengatasi kejahatan may antara, tanpa mengurangi kesempatan
setiap individu untuk tetap mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan
teknologi informasi.
Di samping kedua instrumen tersebut, masih ada beberapa instrumen internasional yang
dapat dijadikan acuan dalam mengatur teknologi informasi. Di samping kedua instrumen tersebut,
masih ada beberapa instrumen internasional yang dapat dijadikan acuan dalam mengatur
teknologi informasi. Instrumen tersebut dibuat oleh berbagai organisasi internasional, misalnya
the United Nations Commisions on International Organizations (WTO), World Trade
Organizations (WTO), dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang
peraturan atau model law yang dikeluarkan oleh beberapa organisasi tersebut.
1. UNCITRAL
UNCITRAL merupakan salah satu organisasi internasional yang pertama kali mulai
membahas mengenai perkembangan teknologi informasi dan dampaknya terhadap
perniagaan elektronik. Hasil dari UNCITRAL berupa model law yang sifatnya tidak
mengikat, namun menjadi acuan atau model bagi negara-negara untuk mengadopsi
atau memberlakukannya dalam hukum nasional. Adapun beberapa model law yang
telah ditetapkan oleh UNCITRAL terkait dengan perkembangan teknologi informasi
adalah : UNCITRAL Model Law On E-Commerce, UNCITRAL Model law On E-
Commerce, UNCITRAL Model on Electronic Signature, UNCITRAL Model Law
On International Credit Transfer.
2. WTO
Peranan WTO adalah untuk membantu dalam regulasi perdagangan. WTO pertama
kali membahas persoalan e-commerce pada bulan mei 1998. Pada bulamn Juli 1999,
4 badan utama dari WTO telah mengeluarkan laporan pertama mengenai pengaruh
(initial impact assessments). WTO bermaksud membebaskan perdagangan teknologi
Informasi. Pada konferensi tingkat menteri WTO pertama di Singapura, pada
Desember 1999, para negosiator telah mengadopsikan Deklarasi Ministerial pada
perdagangan dan produk teknologi informasi ( Ministerial Declaration on Trade in
Information Technology Product atau ITA). ITA menyediakan untuk mereka yang
bersangkutan dalam menunda pembubaran pajak terhadap produk informasi
teknologi yang diliputi oleh perjanjian tanggal 1 Januari 2000.

Page | 1
Kami tertarik dengan salah satu artikel berita media cetak dalam negeri yang menyoroti
tentang pernyataan salah seorang pengamat dan ahli di bidang tindak pidana khususnya tindak
pidana ekonomi di bidang cyber crime ini, berikut kutipannya

“Jakarta (ANTARA News), Jumlah kasus "cyber crime" atau kejahatan di dunia maya
yang terjadi di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia antara lain karena banyaknya
aktivitas para "hacker" di Tanah Air. "Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor
satu di dunia," kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran
buku Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta, Rabu. Brigjen Anton Taba
memaparkan, tingginya kasus "cyber crime" dapat dilihat dari banyaknya kasus
pemalsuan kartu kredit dan pembobolan sejumlah bank. Menurut dia, para "hacker" lebih
sering membobol bank-bank internasional dibandingkan dengan bank-bank dalam negeri.
Setelah Indonesia, ujar Anton, negara lainnya yang memiliki jumlah kasus "cyber crime"
tertinggi adalah Uzbekistan. Karena tingginya kasus "cyber crime", ia juga mengkritik
buku PBHI yang tidak memiliki bagian khusus yang membahas tentang hal tersebut.(*)”2

Hal ini menjadi gambaran bahwa tindak pidana di bidang elektronik ini belum kuat penegakannya
di Indonesia, untuk itu kita akan cari di mana letak kelemahan penegakan hukumnya dan hubungannya
dengan tindak pidana ekonomi?

I. PEMBAHASAN

Tindak Pidana Ekonomi adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi
dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan
mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya.

Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Ekonomi


2 Aditia Maruli, http://www.antaranews.com/view/?i=1237977093&c=TEK&s=

Page | 1
• Pelanggaran penghindaran pajak ;
• Penipuan atau kecurangan dibidang perkreditan (credit fraud) ;
• Penggelapan dana-dana masyarakat (embezzlement of public founds) dan penyelewengan
dana-dana masyarakat (missappropriation of public founds) ;
• Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan keuangan (violation of currency regulations) ;
• Spekulasi dan penipuandalam transaksi tanah (speculation and swindling in land
transactions) serta penyelundupan (smuggling) ;
• Delik-delik lingkungan (Environmental offences) ;
• Menaikkan harga (over pricing) serta melebihi harga faktur (over invoicing), juga
mengekspor dan mengimpor barang-barang dibawah standar dan bahkan hasil-hasil
produksi yang membahayakan (export and import of substandard and even dangerously
unsafe products) ;
• Eksploitasi tenaga kerja (labour exploitation) ;
• Penipuan konsumen (consmer fraud) ;
Salah satu bentuk riil tindak pidana ekonomi adalah kejahatan komersial, yaitu kejahatan yang
berhubungan dengan ekonomi, perdagangan dan keuangan.

6 Kategori Kejahatan Komersial


• Penyimpangan perbankan, yaitu penipuan uang muka, pemalsuan L/C, promes
dan wesel, pemalsuan uang, penyimpangan dalam pengiriman uang, dan lain-lain.
• Penyimpangan perdagangan, yaitu kepailitan, kejahatan perdagangan, perubahan
aset perusahaan dan pemalsuan kontrak.
• Penyimpangan pembayaran perdagangan eceran, cek palsu, kredit palsu, cek
kosong.
• Penyimpangan yang berkaitan dengan investasi, surat-surat berharga, saham dan
obligasi palsu, masnipulasi pasar.
• Penyimpangan perusahaan.
• Penyimpangan lainnya seperti kejahatan komputer, kejahatan asuransi,
penyimpangan pajak dan sebagainya.
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi
internet. Tentunya pelaku tindak pidana jenis ini bukanlah orang biasa, karena butuh keahlian khusus dan
pengetahuan tinggi di bidang komputerisasi untuk melakukannya. Beberapa pendapat mengindentikkan
cybercrime dengan computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer
crime sebagai:
“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution”.
Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community
Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing
and/or the transmission of data”.

Page | 1
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”,
mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara illegal”.3
Berdasarkan konsep dari “The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes” di Havana, Cuba
pada tahun 1999 dan di Wina, Austria Tahun 2000 mengkategorikan cyber crime ke dalam 2 kelompok,
yaitu;
1. Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit), disebut cyber crime :
“any illegal behavior directed by means of electronic operation that target the security of
computer system and data processed by them”.
2. Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas), disebut cyber crime :
“Any illegal behavior committed by means on relation to a computer system offering or system or
network, including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by
means of computer system or network”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat
didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang
berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Karakteristik Cybercrime Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis
kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime) Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak
kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian,
pembunuhan dan lain-lain.
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime) Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok
kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis
sebagai berikut:
1. a. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam
suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari
pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
1. b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke
internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
1. c. Penyebaran virus secara sengaja

3 (www.usdoj.gov/criminal/cybercrimes)

Page | 1
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali
orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan
ke tempat lain melalui emailnya.
1. d. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga
yang memiliki situs berbasis web database.
1. e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer
pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan
membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau
sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
1. f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan
memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang.
Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan
media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat
tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.

1. g. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
1. h. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun
mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh
dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk
hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari
pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga
pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos
attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak
dapat memberikan layanan.
1. i. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama
perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan
harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain
plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan
nama domain saingan perusahaan.
1. j. Hijacking

Page | 1
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang
paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
1. k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau
warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber
Terorism sebagai berikut :
• Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan
detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
• Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
• Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk
melakukan hacking ke Pentagon.
• Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih
lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-
American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.
Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai
berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan
karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana
kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik
orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet
(webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi
promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet
sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan
pelanggaran privasi.
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit
menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya
terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah
sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang
digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
seperti berikut ini :
1. a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)

Page | 1
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang
memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh
kejahatan ini antara lain :
• Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan
menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak
pantas.

• Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan
memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara
berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau
seksual, religius, dan lain sebagainya.
• Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web
Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
1. b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain.
Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui
dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding,
cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik
orang lain.
1. c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap
pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam
pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

Dilihat dari penjelasan di atas, cyber crime memiliki karakteristik yang sama dengan tindak
pidana ekonomi. Cyber crime merupakan tindak pidana khusus dan dikategorikan sebagai white collar
crime. Mempunyai motif ekonomi, dilakukan tanpa kekerasan dan pelakunya pun mempunyai dasar
intelektual yang tinggi. Jadi, cyber crime yang bermotif ekonomi merupakan bagian dari tindak pidana
ekonomi.

Dalam hukum internasional dikenal 3 jenis yurisdiksi;


– The jurisdiction to prescribe (yuridis untuk menetapkan undang-undang)
– The jurisdicate to enforce (yuridis untuk menghukum)
– The jurisdiction to adjudicate (yuridis untuk menuntut)

Page | 1
Dalam dunia perbankan, transaksi elektronik sangat diminati oleh nasabah bank karena
kemudahannya. Transaksi elektronik sejenis atau yang lebih dikenal dengan internet banking.

Internet banking merupakan layanan perbankan yang memiliki banyak sekali manfaatnya bagi
pihak bank sebagai penyedia dan nasabah sebagai penggunanya. Transaksi melalui media layanan internet
banking dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Melalui internet banking, layanan konvensional
bank yang komplek dapat ditawarkan relatif lebih sederhana, efektif, efisien dan murah.

Internet banking menjadi salah satu kunci keberhasilan perkembangan dunia perbankan modern
dan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan (profits) dan
pembagian pasar (marketshare) akan semakin besar dan luas. Namun, meskipun dunia perbankan
memperoleh manfaat dari penggunaan internet banking, terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada
layanan internet banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko operasional termasuk resiko
keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko pasar dan resiko likuiditas. Oleh sebab itu, Bank
Indonesia sebagai lembaga pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi
Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi khususnya
internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan tersebut
sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet banking.

Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan pengelolaan atau manajemen risiko
penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP,
tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui
Internet (Internet Banking).

Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:


1. Bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko
pada aktivitas internet banking secara efektif.
2. Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan
pedoman tertulis dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas
Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam
Surat Edaran Bank Indonesia tersebut.
3. Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet
banking adalah
Upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk meminimalisir terjadinya kejahatan internet fraud di
perbankan adalah dengan dikeluarkannya serangkaian peraturan perundang-undangan, dalam bentuk
Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE), yang mewajibkan perbankan
untuk menerapkan manajemen risiko dalam aktivitas internet banking, menerapkan prinsip mengenal
nasabah/Know Your Customer Principles (KYC), mengamankan sistem teknologi informasinya dalam
rangka kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan menerapkan transparansi informasi
mengenai Produk Bank dan penggunan Data Pribadi Nasabah4

Dalam perkembangannya, kejahatan teknologi informatika ini menjadi permasalahan dalam


penjeratannya. Karena jenis tindak kejahatan ini masih baru dan belum dapat dijangkau oleh KUHP yang

4 http://retno-phutrie15.blogspot.com/2010/04/peraturan-bank-indonesia-tentang.html

Page | 2
jika dilihat dari pembuatannya belum ada system komputerisasi pada zaman itu. Dalam upaya menangani
kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap
pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal
karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada
cybercrime antara lain :

1) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan
menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank
ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.

2) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu
produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk
membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut
tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang
sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.

3) Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di
Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.

4) Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan
seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu
kreditnya merupakan curian.

Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan
milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan
tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Apabila seseorang melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

Page | 2
Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang ini merupakan
Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai
tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang
panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang
menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa
harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai
dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b
yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Khususnya untuk kejahatan komputer dalam kegiatan perbankan maka dokumen –dokumen yang
berhubungan dengan kegiatan operasional perbankan tersebut (Aplikasi transfer, Voucher, Nota Debet /
Kridit dan lain – lain ). Yang menjadi kendala adalah barang bukti berupa Sotwere yang dapat dengan
mudah dihilangkan atau dirusak, maka kecepatan dan ketepatan dalam bertindak hanya dapat dilakukan
oleh petugas itu sendiri dalam hal ini penyidik tidak dapat berbuat banyak, apalagi jika laporan atau kasus
berikutnya setelah berselang beberapa hari atau minggu.

Perlu diketahui, bahwa komputer dikenal sebagai “ THE UNSMOKING GUN “yaitu senjata
yang tidak meninggalkan bekas, tidak berhubungan langsung dengan korban, tidak menggunakan
kekerasan namun dapat menimbulkan kerugian dalam jumlah yang sangat besar dalam waktu yang sangat
singkat.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pasal 28 ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan
agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Tindakan penipuan oleh pelaku phising jelas dilakukan dengan cara menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan sehingga konsumen (nasabah bank) menderita kerugian dalam transaksi elektronik
perbankan. Dalam menjalankan aksinya, pelaku phising menciptakan informasi elektronik seperti
mengirim pesan dalam bentuk e-mail ke para nasabah yang seolah-olah asli (otentik) dari bank yang

Page | 3
resmi.

Bagi pelaku phising akan dikenai pidana penjara sesuai unsur pidana yang terpenuhi yang
tercantum dalam pasal 45 ayat 2 untuk pasal 28 ayat 1, pasal 51 ayat 1 untuk pasal 35. Berikut petikan isi
pasal tersebut.
Pasal 45 ayat 2
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 51 ayat 1
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).

Dilihat dari beberapa peraturan di atas, kejahatan tindak pidana di bidang teknologi informatika
yang berhubungan dengan tindak pidana ekonomi, dapat dikatakan bahwa cyber crime ini dapat dijerat
dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun dalam KUHP tidak diperbolehkan
melakukan analogi. Namun, berdasarkan peraturan hukum internasional yang bersifat mengikat global
tentang pemberantasan tindak kejahatan elektronik “ Convention on Cybercrime Budapest,
23 November tahun 2001 dan UN-Model Law on Electronic Commerce adopted
by the United Nations Commission on International Trade Law A/RES/51/162 30
January 1997”, dan kian banyaknya kasus cyber crime ini, maka pemerintah
Indonesia membentuk UU No. 11 Tahun 2008 atau UU ITE, dan banyak peraturan-
peraturan hukum lain yang terkait sehingga dasar hukum untuk menjerat para
pelaku tindak pidana jenis ini benar-benar dapat ditegakkan.

Page | 2
I. KESIMPULAN

Di Indonesia telah ada peraturan hukum yang mengatur tentang telekomunikasi


dan informatika. Seperti halnya dengan peraturan-peraturan hukum yang terkait
dengan tindak pidana ekonomi dalam bentuk cyber crime, yang dapat menjadi
dasar hukum untuk menuntut, mengadilio dan menghukum para pelaku tindak
pidana ekonomi cyber crime ini, antara lain ;

– Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


– Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
– Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang
– Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Dan peraturan-peraturan hukum lain yang terkait sesuai jenis kasusnya.

Cyber crime merupakan bagian dari tindak pidana ekonomi, karena cyber crime memiliki
banyak kesamaan dengan kategori tindak pidana ekonomi, khususnya cyber crime yang bermotif
komersial. Seperti pada kasus carding, hacking dan cyber squatting. Menurut OECD, beberapa
langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
1. melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2. meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
3. meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4. meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah
kejahatan tersebut terjadi.
5. meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan cybercrime.

Ada beberapa cara untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya cyber crime, yaitu;
1. Memperkuat hukum.
Kini dengan hukum dunia teknologi informasi diperkuat maka setiap
orang tidak seenaknya lagi melannggar hukum, karena bisa-bisa digiring
sampai ke kantor polisi. Organisasi industri seperti Software Publishers
Association (SPA) segera dibentuk setelah maraknya pembajakan perangakat
lunak dalam sekala besar maupun kecil. (Pembajakan perangkat lunak
komersial sekarang merupakan tindak pidana berat, bisa dienjara maksimal 5
tahun dan didenda hingga 250.000 dollar bagi siapa saja yang terbukti
memakai peragkat bajakan). Dengan memperkuat hukum ini minimal akan
mengurangi resiko kejahatan Teknologi informasi.

Page | 1
2. CERT : Computer Emergency respose Team.
Pada tahun 1988, setelah internet tersebar luas, Departemen
pertahanan AS membentuk CERT. Meskipun lembaga ini tidak mempunyai
wewenang untuk menahan atau mengadili, CERT menyediakan informasi
internasional dan layanan seputar keamanan bagi para pengguna internet.
CERT hadir sebagai pendamping pihak yang diserang, membantu mengatasi
penggangu, dan mengevaluasi sistem yang telah megalami serangan untuk
melindunginya dari gangguan dimasa yang akan datang.
3. Alat pendeteksi kecurangan perangkat lunak deteksi berbasis
aturan.
Dalam teknik ini pengguna, semisal pedagang membuat file negatif
yang memuat kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap transaksi. Kriteria ini
meliputi nomor kartu kredit yang dicuri dan juga batas harganya, kecocokan
alamat rekening pemegang kartu dan alamat pengiriman, dan peringatan jika
satu item dipesan dalam jumlah besar.
Perangkat Lunak Model Prediktif-Statistik :Dalam teknik ini
dilakukan pemeriksaan pada berton-ton data dari transaksi sebelumnya.
Tujuannya untuk membuat diskripsi matematis tentang kecurangan transaksi
yang biasa terjadi. Perangkat lunak ini menghitung pesanan yang masuk
menurut skala rasio yang didasarkan pada kemiripan profil kecurangan.
Semisal jika beberapa pencuri yang telah mendapatkan nomor telpon
perusahaan anda dengan cara menyadap pembicaraan - melakukan
pembicaraan kesuatu negara padahal anda tidak pernah melakukannya,
maka perangkat lunak AT&T akan melakukan aktivitas yang tidak biasa lalu
memanggil anda untuk mengetahui apakah anda yang melakukan panggilan
tersebut.
Perangkat Lunak Manajemen Internet Pegawai (EIM) :Program
yang dibuat oleh Websense, SurfControl, dan Smartfilter yang digunakan
untuk memantau berapa banyak waktu yang dihabiskan para manusia yg
diweb dan untuk memblokir akses ke situs judi atau porno perangkat lunak
penyaring Internet.

Page | 1

You might also like