Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di
dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi ummat manusia. Agama tidak
boleh hanya sekedar menjadi lambing kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan
dalam khutbah, melainkan secara konsepsual menunjukkan cara-cara paling efektif
dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat
dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan
pendekatan teologis normative dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan
jawaban terhadap masalah yang timbul.
1
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodelogi Penelitian Agama Sebuah Pengantar
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990), cet. 11, hal. 92.
1
BAB II
BERBAGAI PENDEKATAN DI DALAM MEMAHAMI AGAMA
Berbagai pendekatan di dalam memahami agama dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaa
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Cara-cara yang dilakukan dalam
disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk
memahami agama. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun
ke lapangan tanpa berpijak pada atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan
diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak yang
sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang
mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada
penelitian historis.2
2
M. Darman Raharjo, “Pendekatan Ilmiah Terhadap Fenomena Keagamaan” dalam M. Taufik
Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodelogi Penelitian Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990). Cet.
11.hlm.19.
2
beberapa kasus keberagaman tertentu yang lebih terkait dengan patologi social
maupun kejiwaan. Jika Freud oleh beberapa kalangan dilihat terlalu minor melihat
fenomena keberagamanan manusia, lain halnya dengan psikoanalisa yang
dikemikakan C.G.Jung.Jung malah menemukan hasil psikoanalisanya yang terbalik
arah dari apa yang dikemukakan oleh Freud. Menurutnya, ada korelasi yang sangat
positif antara agama dengan kesehatan mental.
Dalam Al-Quran Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran islam misalnya kita
memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunubg Arafat, kisah Ashabul
Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Di
mana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dan dimana kira-kira gua itu dan
bagimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu, ataukah hal yang demikian
merupakan kisah fiktif, dan tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat
dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.
2. PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat
dan meyelidiki ikatan-ikatan anatara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan
tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula
kepercayaannya keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama
itu dalam setiap persekutuan hidup manusia.4 Soerjono Soekanto mengartikan
sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan
penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kemana arah sesuatu yang seharusnya
berkembang dalam arti petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga
3
Mukti Ali, op. cit, hlm. 43.
4
Hassan Shadly,Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: BINA Aksara, 1983), cet. 1X,
HLM.1.
3
dibahas tentang proses-proses social, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur
masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai
kehidupan bersama dari manusia.5
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Cv Rajawali, 1982), cet. 1. hlm. 18 dan 53.
4
Keempat, dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya
(tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Dalam Hadits qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanbda orang yang diterima
shalatnya adalah orang yang menyantuni orang-orang yang lemah, menyayangi
oprang miskin, anak yati, janda yang mendapat musibah.6
Kelima, dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang
kemasyarakatn mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunah. Dalam
hubungan ini ada hadits yang artinya sabagai berikut:
“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah
seperti pejuang di jalan Allah SWT (atau kira-kira beliau berkata) dan seperti orang
yang terus-menerus shalat malam dan terus-menerus berpuasa.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Dalam Hadits yang lain, Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut:
“Maukah kamu beritahukan aku derajat apa yang lebih utama daripada shalat,
puasa dan sedekah (sahabat menjawab): Tentu. Yaitu mendamaikan dua pihak yan g
bertengkar.” (H.R. Abu Daud, Tarmidzi dan Ibn Hibban).
3. PENDEKATAN FENOMENOLOGIS
Kata fenomena dalam bahasa inggris ”phenomenon” bentuk pluralnya
“phenomene dari kata Yunani “phainaomen” dari kata phainasthai” yang berarti “to
show”. Dalam bahasa inggris secara istilah fenomena itu terbatas pada fisik dan
mental. Fenomena fisik merupakan objek persepsi sedangkan fenomena mental
menjadi bahan introspeksi.
6
Secara lengkap hadits tersebut artinya adalah: “Aku hanya akan menerima shalat dari orang yang
merendahkan diri karena kebesaran-Ku, yang tidak sombong pada makhluk-Ku, yang tidak
menghalangi maksiat kepada-Ku, yang mengisi siang dengan zikir kepada-Ku, yang menyayangi
orang miskin, ibn sabil, janda dan mengasihani orang yang mendapat musibah. Lihat Sayyid Sabiq,
Islamuna,(Beirut: Dar al-Kutub ai-Arabi, tanpa tahun).hlm. 119.
5
Dalam kamus “Dictionary of Philosophy” Dogobert D. Runnes menjelaskan
bahwa fenomenalisme mengasumsikan dua makna. Pertama, menolakn adanya
realitas dibalik fenomena. Kedua, menegaskan bahwa realitas adalah things in them
selves, namun menolak bahwa realitas semacam itu dapat diketahui.
4. PENDEKATAN INTERDISIPLINER
Pendekatan interdisipliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi
misalnya menggunakan pendekatan sosiologis, histories dan normative secara
bersamaaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan
dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu.
Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Quran dan Sunnah Nabi tidak
cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan
pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan
pendekatan hermeneutic misalnya.
7
Khozim Afandi “Hermenetika dan Fenomenologi Dari Teori Ke Praktek” (Pasca Sarjana IAIN
Sunan Ampel Surabaya, 2007),hal. 6.
8
Charles J. Adams, Islamic Religious Transition, dalam “ The Studyof The Middle East”(New York
Awiley Publication, 1976),hlm. 50-51.
6
Dari kupasan si atas melahirkan beberapa catatan. Pertama, perkembangan
pembidangan studi islam dan pendekatannya sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan terhadap bidang dan pendekatan
tertentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran islam lebih lengkap
(komprehensif) sesuai dengan kebutuhan tuntutan yang semakin lengkap dan
komplek. Ketiga, perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya
memang terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat
perhatian.
5. PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu dan hikmah, mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab
dan akibat serta menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.10 Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Poerwadinata mengartikan filsafat sebagai pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan
sebagainya terhadap segala yang ada di alam semestamaupun mengenai kebenaran
dan arti “adanya” sesuatu.11 Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah
yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berfikir secara
mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti,
hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.12
9
Buka Situs web “Pendekatan islam secara interdisliner”.
10
Omar Mohammad al-Tomy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam,(terj.) Hasan Langgulung dari
judul asli Falsafah al-tarbiyah al-islamiyah,(Jakarta: Bulan Bintang, 1979),cet. I. hal.25)
11
J.S. Poerwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, hal.
280.
12
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, jilid 1,(Jakarta: Bulan Bintang, 1967), cet. II, hal. 15.
7
Louis O. kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung.
Tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang
bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik,
dan universal.13 Pendekatan agama secara filosofis adalah untuk memahami ajaran
agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara seksama. Dalam sebuah buku yang berjudul Hikmah
al-Tasyri’ wa falsafatubu yang ditulis oleh Muhammad al-Jurjawi, ia
mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama islam.
13
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, (terj.), Soejono Soemargono dari judul asli Elements of
Philosophy, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989), cet. IV, hal..6.
14
Isma’il R. and Lois Lamnya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, New York: Macmillan
Publisher Company, 1986), hlm.65.
8
keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua studi agama
hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.15
6. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai
peristiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu, objek, latar belakang dan
pelaku dari peristiwa tersebut.16 Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak
dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.
Pendekatan kesejarahan ini sangat dibutuhkan dalam memahami agama,
karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan
kondisi social kemasyarakatan. Dalam hal ini Kuntowijoyo telah melakukan studi
yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam, menurut pendekatan
sejarah. Ketika ia mempelajari Al-Quran, ia sampai pada suatu kesimpulan yang
pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama,
berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi istilah-istilah sejarah dan
perumpamaan.
9
konsep-konsep yang otentik. Dalam bagian ini, kita mengenal konsep, baik abstrak
maupun konkret. Konsep tentang Allah, malikat, akhirat, ma’ruf dan munkar.
Sementara itu, konsep-konsep yang lebih baik menunjuk kepada fenomena konkret
dan dapat diamati (observable), misalnya konsep tentang fuqura (orang-orang kafir)
dhu’afa (orang-orang lemah), mustadl’afin (kelas tertindas), zhalimun (para tiran),
agbniya (orang kaya), mustakbirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor).
7. PENDEKATAN POLITIS
Dalam Kamus Bahsa Indonesia, karangan W.J.S. Poerwadinata, politik
diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata
cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya, dan dapat pula berarti
segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya mengenai
pemerintahan sesuatu Negara atau terhadap Negara lainnya.
17
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), cet. 1. hal. 328.
18
Manna’ al-Qaththan, Mababits fi Ulum al_Quran, (Mesir: Daral_ma’rif, 1997), hal. 79.
10
Selanjutnya suatu system, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara
lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara, siapa pelaksana
kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagimana cara untuk menetukan, serta kepada
siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksanaan
kekuasaan itu bertanggungjawab dan bangaimana bentuk tanggung jawabnya.
Keterkaitan agama islam dengan aspek politik selanjutnya dapat diikuti dari
uraian yang diberikan Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya Jilid II. Dalam buku tersebut Harun Nasution malah menegaskan bahwa
persoalan yang pertama-tama yang timbul dalam islam menurut sejarah bukanlah
persoalan tentang keyakinan melainkan persoalan politik. Ketika Nabi SAW berada
di Madinah, beliau tidak hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai
sifat kepala negara setelah beliau wafat mesti diganti oleh orang lain untuk
memimpin Negara yang beliau tinggalkan. Para peneliti sejarah politik ada yang
mengkategorikan bahwa corak politik yang dterapkan oleh Nabi Muhammad SAW
adalah bercorak teo-demokratis, yaitu suatu pola pemerintahan yang dalam
menyelesaikan setiap persoalan terlebih dahulu melakukan musyawarah baru
kemudian menunggu ketetapan dari Tuhan. Hal ini dimungkinkan karena pada masa
11
Nabi Muhammad SAW wahyu masih dalam proses turunnya. Maka dari itu
pendekatan agama secara politik sangat dibutuhkan.19
8. PENDEKATAN PSIKOLOGIS
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang
melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat,20 bahwa
perilaku seseorang yang nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan
yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan Zakiah Daradjat tidak
akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan
yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya
dalam perilaku penganutnya.
19
Buka situs web “Pendekatan Agama Secara Politis”.
20
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987 ), cet. 1 hlm. 76.
12
KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Pendekatan dibagi mejadi 8 macam:
1. Pendekatan Antropologis
13
2. Pendekatan Sosiologis
3. Pendekatan Fenomenologis
4. Pendekatan Interdisipliner
5. Pendekatan Filosofis
6. Pendekatan Historis
7. Pendekatan Politis
8. Pendekatan Psikologis
Dari uraian tersebut dapat kita lihat, ternyata agama harus dipahami melalui
berbagai pendekatan. Dengan pendekatan-pendekatan itu, semua orang akan sampai
pada agama yang sebenarnya, seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan , dan
ahli ilmu jiwa akan sampai pada pemahaman agama yang sebenar-benarnya. Hal
demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama
secara fungsional dapat diraswakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui
berbagai pendekatan- pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit
oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan
masalah kepada selain agama.
Disini kita dapat melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan
teolog dan normative belaka, melainkan agama dapat dipahami oleh setiap orang
sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yag dimilikinya. Dari keadaan demikian
seseorang akan memiliki pemahaman dan kepuasan dari pendekatan agama, karena
seluruh persoalan hidupnya akan mendapat bimbingan dan pencerahan dari agama.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodelogi Penelitian Agama Sebuah
Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990), cet. 11, hal. 92.
2
M. Darman Raharjo, “Pendekatan Ilmiah Terhadap Fenomena Keagamaan” dalam
M. Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodelogi Penelitian Agama
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990). Cet. 11.hlm.19.
14
3
Mukti Ali, op. cit, hlm. 43.
4
Hassan Shadly,Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: BINA Aksara,
1983), cet. 1X, HLM.1.
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Cv Rajawali, 1982), cet. 1.
hlm. 18 dan 53.
6
Sayyid Sabiq, Islamuna,(Beirut: Dar al-Kutub ai-Arabi, tanpa tahun).hlm. 119.
7
Khozim Afandi “Hermenetika dan Fenomenologi Dari Teori Ke Praktek” (Pasca
Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007),hal. 6.
8
Charles J. Adams, Islamic Religious Transition, dalam “ The Studyof The Middle
East”(New York Awiley Publication, 1976),hlm. 50-51.
9
Buka Situs web “Pendekatan islam secara interdisliner”.
10
Omar Mohammad al-Tomy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam,(terj.) Hasan
Langgulung dari judul asli Falsafah al-tarbiyah al-islamiyah,(Jakarta: Bulan
Bintang, 1979),cet. I. hal.25)
11
J.S. Poerwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet. XII, hal. 280.
12
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, jilid 1,(Jakarta: Bulan Bintang, 1967), cet. II,
hal. 15.
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, (terj.), Soejono Soemargono dari judul asli
13
Elements of Philosophy, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989), cet. IV, hal..6.
Isma’il R. and Lois Lamnya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, New York:
14
Macmillan Publisher Company, 1986), hlm.65.
15
Komaruddin Hidayat and Mohammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan
Perspekti Filsafat Perennial, (Jakarta: Paramadina, 1995), cet. I, hal. 12.
16
Lihat Taufik Abdullah (Ed), Sejarah dan Masyarakat, ( Jakarta: Pustaka Firdaus,
1987), hal. 105.
17
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991),
cet. 1. hal. 328.
18
15
19
Buka situs web “Pendekatan Agama Secara Politis”.
20 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987 ), cet. 1 hlm. 76.
16