You are on page 1of 28

DAFTAR ISI

Daftar isi...........................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................3

1.2. Perumusan Masalah..................................................................................3

1.3. Tujuan.......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lembaga Sosial........................................................................4

2.2 Hakekat Lembaga Sosial............................................................................5

2.3 Proses Terbentuknya Lembaga Sosial........................................................5

2.4 Alasan Berlembaga....................................................................................7

2.5 Lembaga dan Asosiasi................................................................................8

2.6 Beberapa Unsur Lembaga Sosial................................................................9

2.7. Institusionalisasi dan Reinstitusionalisasi..................................................9

2.8. Lembaga dan Kebutuhan Manusia yang Terpenting...............................10

2.9. Syarat Norma Terlembaga......................................................................11

2.10. Ciri dan Karakter...................................................................................12

2.11. Syarat Lembaga Sosial..........................................................................14

2.12. Jenis Lembaga.......................................................................................15

2.13. Lembaga Berdasarkan Sasaran Pokok..................................................16

2.14. Bentuk Lembaga Sosial.........................................................................16

2.15. Tipe Lembaga Sosial ............................................................................26

BAB III PENUTUP

1
3.1 Kesimpulan...............................................................................................28

3.2 Saran........................................................................................................28

Daftar Referensi.............................................................................................29

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari
hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara
individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social
group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun
bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk
dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam
kelompok social yang telah tersusun terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi
bersama demi terciptanya kelancaran dan kesejahteraan.

Dalam hubungannya dengan manusia lain, manusia saling membentuk


organisasi atau lembaga yang dapat mempersatukan aspirasi mereka dalam
memenuhi suatu tujuan dan cita-cita bersama.

Cara yang paling sederhana untuk mengerti organisasi sosial (masyarakat)


adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas
lagi mengenai organisasi mayarakat maka suatu hal yang paling baik dilakukan
adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-
tengah masyarakat itu sendiri.

Kenyataan mengenai organisasi-organisasi (lembaga) sosial masyarakat


dapat dianalisa dari berbagai segi diantaranya: ke “arah” mana lembaga masyarakat
itu “bergerak”, yang jelas adalah bahwa lembaga itu bergerak meninggalkan faktor
yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu mungkin lembaga itu
bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula
bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.

1.2. Perumusan Masalah


Beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas
antara lain:
• Apa definisi dari lembaga sosial dalam masyarakat dan bagaimana pendapat
para ahli tentang lembaga sosial?
• Sebutkan tipe-tipe dari lembaga sosial?

1.3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
• Untuk mengetahui macam-macam definisi dari lembaga sosial dari
masyarakat.
• Untuk mengetahui tipe-tipe deri lembaga sosial dari masyarakat.

BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN LEMBAGA SOSIAL


Pengertian istilah lembaga sosial dalam bahasa Inggris adalah social
institution, namun social institution juga diterjemahkan sebagai pranata social. Hal ini
dsocial institution merujuk pada perlakuan mengatur perilaku para anggota
masyarakat.

Ada pendapat lain mengemukakan bahwa pranata


sosial merupakan sistem tata kelakukan dan hubungan yang berpusat
pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan khusus
dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Hoarton dan Hunt, lembaga social (institutation) bukanlah sebuah


bangunan, bukan kumpulan dari sekelompok orang, dan bukan sebuah lembaga.
Lembaga (institutations) adalah suatu system norma untuk mencapai suatu tujuan
atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting atau secara formal,
sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok
manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah proses yang terstruktur (tersusun}
untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat, lembaga sosial merupakan satuan


norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan
khusus manusia dalamkehidupan bermasyarakat.

Menurut Leopold Von Weise dan Becker, lembaga social adalah jaringan
proses hubungan antar manusia dan antar kelompok yang berfungsi memelihara
hubungan itu beserta pola-polanya yang sesuai dengan minat kepentingan individu
dan kelompoknya.

Menurut Robert Mac Iver dan C.H. Pag, lembaga social adalah prosedur atau
tatacara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang
tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, lembaga sosial adalah himpunana norma-norma


dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehiduppan
masyarakat.

Istilah lain yang digunakan adalah bangunan sosial yang diambil dari
bahasa Jerman sozialegebilde dimana menggambarkan
dan susunan institusi tersebut.

Lembaga Sosial adalah keseluruhan dari sistem norma yang terbentuk


berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu dalam masyarakat. Lembaga Sosial berbeda
dengan asosiasi. lembaga sosial bukanlah kumpulan orang-orang atau bangunan
besar, melainkan kumpulan norma. sementara itu, realisasi dari norma yang dianut
dalam lembaga sosial tersebut terjadi dengan adanya asosiasi.

4
Terbentuknya lembaga sosial bermula dari
kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Sebagaimana
diungkapkan oleh Soerjono Soekanto lembaga sosial tumbuh karena manusiadalam
hidupnya memerlukan keteraturan. Untuk mendapatkan keteraturan hidup bersama
dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan bertingkah laku.

Mula-mula sejumlah norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja.


Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar.

Contoh: Dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak


harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi, lama-
kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara tersebut harus
mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa
yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual.

Sejumlah norma-norma ini kemudian disebut sebagai lembaga


sosial. Namun, tidak semua norma-norma yang ada dalam masyarakat merupakan
lembaga sosial karena untuk menjadi sebuah lembaga sosial sekumpulan norma
mengalami proses yang panjang.

Menurut Robert M.Z. Lawang proses tersebut dinamakan pelembagaan


atau institutionalized, yaitu proses bagaimana suatu perilaku menjadi berpola atau
bagaimana suatu pola perilaku yang mapan itu terjadi. Dengan kata
lain, pelembagaan adalah suatu proses berjalan dan terujinya sebuah kebiasaan
dalam masyarakat menjadi institusi/ lembaga yang akhirnya harus menjadi paduan
dalamkehidupan bersama.

2.2. HAKEKAT LEMBAGA SOSIAL


Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam
masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan
dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial,
masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai
dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan
bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya
lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami
proses institutionalizationmenghasilkan lembaga sosial.

2.3. PROSES TERBENTUKNYA LEMBAGA SOSIAL


Para ilmuan sosial hingga saat ini masih berdiskusi tentang penggunaan
istilah yang berhubugnan dengan ”seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk
anggota masyarakatnya”. Istilah untuk menyebutkan seperangkat aturan/ norma
yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya itu, terdapat dua istilah yang
digunakan, yaitu ”social institution” dan ”lembaga kemasyarakatan”. Mana yang
benar? Tentu semunya tidak ada yang salah, semuanya benar. Hanya saja ada
perbedaan penekanannya. Mereka yang menggunakan istilah ”social institution”
pada umumnya adalah para antropolog, dengan menekankan sistem nilai-nya.

5
Sedangkan pada sosiolog, pada umumnya menggunakan istilah lembaga
kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah lembaga sosial, dengan
menekankan sistem norma yang memiliki bentuk dan sekaligus abstrak. Pada
tulisan ini, akan digunakan istilah lembaga sosial dengan tujuan untuk
mempermudah tingkat pemahaman dan sekaligus merujuk pada kurikulum sosiologi
yang berlaku saat ini.

Pada awalnya lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap


penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari
individu yang saling membutuhkan , kemudian timbul aturan-aturan yang disebut
dengan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai
sebagai Pranata sosial.

Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut :

• Diketahui

• Dipahami dan dimengerti

• Ditaati

• Dihargai

Lembaga sosial merupakan tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur
hubungan antar manusia dalam sebuah wadah yang disebut dengan Asosiasi.
Lembaga dengan Asosiasi memiliki hubungan yang sangat erat. Namun memiliki
pengartian yang berbeda. Lembaga yangg tidak mempunyai anggota tetap
mempunyai pengikut dalam suatu kelompok yang disebut asosiasi. Asosiasi
merupakan perwujudan dari lembaga sosial. Asosiasi memiliki seperangkat aturan,
tatatertib, anggota dan tujuan yang jelas.

Dengan kata lain Asosiasi memiliki wujud kongkret, sementara Lembaga


berwujud abstrak. Istilah lembaga sosial oleh Soerjono Soekanto disebut juga
lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan istilah asing
social institution. Akan tetapi, ada yang mempergunakan istilah pranata sosial untuk
menerjemahkan social institution. Hal ini dikarenakan social institution menunjuk
pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku para anggota masyarakat.
Sebagaimana Koentjaraningrat mengemukakan bahwa pranata sosial adalah suatu
sistem tata kelakukan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas- aktivitas untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Istilah lain adalah bangunan sosial, terjemahan dari kata sozialegebilde (bahasa
Jerman) yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi tersebut. Namun,
pembahasan ini tidak mem- persoalkan makna dan arti istilah-istilah tersebut.

Dalam hal ini lebih mengarah pada lembaga kemasyarakatan atau lembaga
sosial, karena pengertian lembaga lebih menunjuk pada suatu bentuk sekaligus juga
mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya norma-norma dalam lembaga
tersebut. Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, mengartikan lembaga
kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk
mengatur hubungan antarmanusia dalam suatu kelompok masyarakat. Sedangkan
Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga dari sudut fungsinya.
6
Menurut mereka, lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan dari
proses- proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia yang berfungsi
untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola- polanya, sesuai dengan
kepentingan-kepentingan manusia dan sekelompoknya.

Selain itu, seorang sosiolog yang bernama Summer melihat lembaga


kemasyarakatan dari sudut kebudayaan. Summer meng- artikan lembaga
kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, dan sikap perlengkapan kebudayaan,
yang mempunyai sifat kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, keberadaan lembaga sosial mempunyai
fungsi bagi kehidupan sosial. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:

a. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap


dalam menghadapi masalah di masyarakat, terutama yang menyangkut
kebutuhan pokok.

b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.

c. Memberi pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan


pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya.

Dengan demikian, lembaga sosial merupakan serangkaian tata cara dan


prosedur yang dibuat untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, lembaga sosial terdapat dalam setiap masyarakat
baik masyarakat sederhana maupun masyarakat modern. Hal ini disebabkan setiap
masyarakat menginginkan keteraturan hidup.

2.4. ALASAN BERLEMBAGA


Lembaga didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan. Seorang
pakar bernama Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan mengapa orang
memilih untuk berlembaga:

a. Alasan Sosial (social reason), sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk


yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berlembaga
demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada
lembaga-lembaga yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi.

b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan lembaga manusia dapat


melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu:

1) Dapat memperbesar kemampuannya

2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu


sasaran, melalui bantuan sebuah lembaga.

3) Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi


sebelumnya yang telah dihimpun

7
2.5. LEMBAGA DAN ASOSIASI
Dalam buku beberapa ahli atau pengarang dapat dijumpai berbagai definisi
tentang lembaga sosial,di antaranya:

• Hertzler di dalam bukanya “social institution”

• Broom dan Selznick.

Mereka tidak memberikan sebuah definisi tentang institution,melainkan


hanya proses terjadinya sebuah instiution(lembaga) yang dinamakan
“Instutionalization atau institusionalisasi adalah ”perkembangan susunan- susunan
yang tertib,tapi mengintegrasikan dari aksi-aksi yang tidak stabil, berpola tidak
tertentu.jadi walaupun tidak terikat secara eksplisit, namun mereka terikat secara
implicit :

• Ogburn dan nimkoff


Mereka berpendapat yang pada hakekatnya sama dengan Broom dan
selznick,mereka berpendapat baha tiad garis perpisahan yang jelas di
antara lembaga dan asosialisasi,kecuali bahwa pada umumnya
lembaga-lembaga bersifat lebih penting.

• Acuff,allen dan taylor


Mereka berpendapat berkebalikan dengan kedua tokoh diatas,mereka
mengatakan dengan jelas dan tegas”bahwa lembaga-lembaga
merupakan norma-norma yang berintegrasi disekitar suatu fungsi
masyarakat yang penting”.

Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat kita simpulkan lembaga adalah
suatu kelompok,nilai-nilai,norma-norma,peraturan-peraturandan peranan-peranan
sosial. Jadi lembaga ada seginya yang kulturil yang berupa norma-norma dan nilai-
nilai yang ada segi kulturilnya yang berupa bebagai peranan sosial.Kedua segi itu
berantar hubungan erat satu dengan yang lainnya.

Dengan adanya asosiasi yang dimaksudkan lembaga-lembaga sosial dengan


tujuan-tujuan spesifik, dalam masyarakat modern seperti sekarang ini banyak sekali
mengenal kelompok-kelompok yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu.Dengan
demikian asosiasi dihubungkan dengan adanya banyak dan berbagai publik-publik
dalam masyarakat modern yang berbelit-belit.

Bahwa sahnya bentuk-bentuk lembaga yang lebih universal yang didasarkan


pada lembaga-lembaga diberikan sama sebagai lembaga-lembaga itu,misalnya
keluarga dan negara.Hal ini tidak menyesatkan asalkan kita tidak yakin dan tidak
melupakan perbedaan secara teoritis, ialah sebagai komplek-komplek peraturan dan
rol-rol sosial secara abstrak dan pada umumya sebagai bentuk-bentuk lembaga
yang didasarka pada lembaga-lembaga itu secara konkret dan pada khususnya.

2.6. BEBERAPA UNSUR LEMBAGA SOSIAL


8
Persamaan diantara berbagai lembaga tersebut karena fungsinya yang agak
sama yaitu mengkonsolidasikan dan menstabilisasikan. Untuk melaksanakan fungsi
ini dipergunakan teknik-teknik yag agak sama. Teknik-teknik tersebut antara lain:

1. Tiap-tiap lembaga mempunyai lambing-lambangnya. Negara mempunyai


bendera, Agama mempunyai lambing bulan sabit berbintang, salib, swastika dan
sebagainya. Selain itu gedung-gedung sering menjadi semacam lambing pula,
seperti Gedung Putih di Washington, Kremlin di Mokswa Downing street di London,
dan lain-lain.

2. Lembaga-lembaga kebanyakan mengenal pula upacara-upacara dank ode-


kode kelakuan formil, berupa sumpah-sumpah, ikrar-ikrar, penbacaan kewajiban-
kewajiban dan sebagainya. Maksud dari kode-kode formil dan upacara-upacara
demikian itu adalah untuk menginsafkan peranan-peranan sosial yang dibebankan
oleh lembaga-lembaga itu kepada para anggota masyarakat. Kode formil tersebut
hanya merupakan suatu pedoman bagi segenap tindak-tanduk yang diperlukan
dalam berbagai situasi untuk menjalankan suatu peranan sosial sebagaimana
dikehendakinya oleh suatu lembaga.

3. Tiap-tiap lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta rasionalisasi-


rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan atau mengagungkan
peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh lembaga-lembaga itu.

2.7. INSTITUSIONALISASI DAN RE-INSTITUSIONALISASI


Proses perkembangan lembaga – lembaga dinamakan “ institusionalisasi “
dan proses ini meliputi sesuai apa yang dikatakan diatas lahirnya peraturan –
peraturan dan anggapan – anggapan umum yang mengatur antar – hubungan dan
antar- aksi, yaitu suatu proses strukturasi antar hubungan melalui inkulturasi konsep
– konsep kebudayaan baru, ialah misalnya nilai – nilai dan norma – norma baru.

Fungsi institusionalissasi dan lahirnya lembaga – lembaga adalah terutama


untuk integrasi dan stabilisasi. Srbagaimana dikatakan olrh von wiese dan becker : “
bahwa formalisi dan persepsi ( penyalahgunaan ) selalu ada. Suatu kelaziman hidup
yang lemas bisa menjadi kakudan beku sesudah institusionalisasinya ( sesudah
menjadi lembaga yang tertera) dsb.

Pada umumnya, dapatlah dinyatakan bahwa institusionalisasi terjadi apabila


sekelompok manusia dengan antar hubungan cukup luas dan erat menghadapi
pekerjaan untuk mengkoordinasikan aktifitas-aktifitas guna mencapai tujuan-tujuan
tertentu ataupun mengatasi kesulitan-kesulitan bersama. Apabila tadi dikatakan
bahwa institusionalisasi adalah stabilisasi, maka telah ditekankan pula beberapa kali
terlebih dahulu bahwa stabil tidak sama artinya dengan statis. Sebaliknya, stabilitas
dalam bidang sosial selalu bersifat kurang atau lebih dinamis.

Demikianlah “institusionalisasi” merupakan suatu proses yang meliputi pula


“de-institusionalisasi” dan “re-institusionalisasi”. Lembaga-lembaga lama runtuh dan
diganti dengan lembaga-lembaga baru ataupun symbol-simnol lahirnya

9
dipertahankan dan diteruskan terapi dengan isi baru. Pembentukan undang-undang
merupakan sebagian dari proses institusionalisasi,de-institusionalisasi dan re-
institusionalisasi.

2.8. LEMBAGA-LEMBAGA DAN KEBUTUHAN-KEBUTUHAN


MANUSIA YANG TERPENTING
Dalam kehidupan manusia terdapat 4 kebutuhan terpenting. Kebutuhan
tersebut antara lain yaitu:

1. Kebutuhan pertama : Kebutuhan mencari rezeki

Dengan sendirinya corak lembaga ekonomis berubah sesuai dengan


berubahnya cara produksi yaitu berubah sesuai dengan berubahnya cara mencari
rezeki. Pada tingkatan permulaan, kita melihat manusia sebagai makhluk yang
mencari makanan dengan jalan mencari tumbuhan yang dapat dimakan (food-
gathering). Setelah itu berkembanglah kepandaian memburu binatang, menangkap
ikan, beternak kemudian munculah pertanian dengan menggunakan bajak.
Selanjutnya diikuti bertambahnya produksi bahan makanan, memajukan
pertukangan, pertambangan dan perdagangan sebagai beberapa mata pencaharian.
Akhirnya lahir industri raksasa dengan mekanisasi, yang pada saat ini sedang
membuat revolusi pertanioan pula. Namun dalam perkembangan yang terus
menerus ini diperlukan berbagai lembaga dan peraturan yang berubah secara terus
menerus pula.

2. Kebutuhan kedua : Kebutuhan sexual

Freud menegaskan pentingnya faktor ini di lapangan jiwa-tidak-sadar, dan


pada saat itu ajarannya menimbulkan banyak sekali protes. Di lapangan faktor
sexual ini, kita jumpai keluarga sebagai lembaga yang terpenting. Selain itu ada pula
lembaga mengenai peranan kedua jenis kelamin diberbagai kalangan masyarakat

3. Kebutuhan ketiga : Kebutuhan agama

Manusia dalam hidupnya memerlukan pula santapan rohani untuk memenuhi


hasrat untuk melayani intisari rahasia hidupnya. Hasrat ini tidak dapat dipenuhi
dengan pengetahuan ilmiah, dan manusia mencari inspirasinya dalam sumber
ghaib.

4. Kebutuhan keempat : Kebutuhan pemerintah

Kebutuhan lain yang amat penting ialah utuk mengatur, menjaga, melindungi
dan memajukan kesejahteraan dan ketertiban kehidupan. Yaitu kebutuhanuntuk
diadakannya suatu pemerintahan / kebutuhan pemerintah. Dalam proses
perkembangan negara, peranan penting dipegang oleh fungsi melakukan perang
dan menaklukan pihak yang kalah.

Keempat jenis lembaga yang disebut diatas tadi terdapat dalam tiap-tiap
kebudayaan. Semua kebudayaan mengenal keluarga, mengenal suatu jenis
10
kepercayaan tertentu kepad tuhan, memerlukan lembaga ekonomi dan
membutuhkan suatu pemerintahan.

2.9. SYARAT NORMA TERLEMBAGA


Menurut H.M. Johnson suatu norma terlembaga (institutionalized) apabila
memenuhi tiga syarat sebagai berikut:

• Sebagian besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima


norma tersebut.

• Norma tersebut menjiwai seluruh warga dalam sistem sosial tersebut.

• Norma tersebut mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota


masyarakat.

Dikenal empat tingkatan norma dalam proses pelembagaan:

• Pertama cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan

• Kedua, kemudian cara bertingkah laku berlanjut dilakukan sehingga


menjadi suatu kebiasaan (folkways), yaitu perbuatan yang selalu
diulang dalam setiap usaha mencapai tujuan tertentu

• Ketiga, apabila kebiasaan itu kemudian diterima sebagai patokan atau


norma pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat
unsur pengawasan dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan
dikenakan sanksi.

• Keempat, tata kelakuan yang semakin kuat mencerminkan kekuatan


pola kelakuan masyarakat yang mengikat para anggotanya. Tata
kelakuan semacam ini disebut adat istiadat (custom). Bagi anggota
masyarakat yang melanggar adat istiadat, maka ia akan mendapat
sanksi yang lebih keras. Contoh, di Lampung suatu keaiban atau
pantangan, apabila seorang gadis sengaja mendatangi pria idamannya
karena rindu yang tidak tertahan, akibatnya ia dapat dikucilkan dari
hubungan bujang-gadis karena dianggap tidak suci.

Keberhasilan proses institusinalisasi dalam masyarakat dilihat jika norma-


norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi terlembaga dalam masyarakat, akan
tetapi menjadi terpatri dalam diri secara sukarela (internalized) dimana masyarakat
dengan sendirinya ingin berkelakuan sejalan dengan pemenuhan kebutuhan
masyarakat..

Lembaga sosial umumnya didirikan berdasarkan nilai dan norma dalam


masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan
yang disebut norma sosial yang membatasi perilaku manusia dalam kehidupan
11
bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya
lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami
proses penerapan ke dalam institusi atau institutionalization menghasilkan lembaga
sosial.

2.10. CIRI DAN KARAKTER


Meskipun lembaga sosial merupakan suatu konsep yang abstrak, ia memiliki
sejumlah ciri dan karakter yang dapat dikenali.

Menurut J.P Gillin di dalam karyanya yang berjudul "Ciri-ciri Umum Lembaga
Sosial" (General Features of Social Institution) menguraikan sebagai berikut:

• Lembaga sosial adalah lembaga pola-pola pemikiran dan perilaku yang


terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri
atas kebiasaan-kebiasaan, tata kelakukan, dan unsur-unsur kebudayaan lain
yang tergabung dalam suatu unit yang fungsional.

• Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan tertentu. Oleh
karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang berkisar
pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus dipelihara dan
dibakukan.

• Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Lembaga


pendidikan sudah pasti memiliki beberapa tujuan, demikian juga
lembaga perkawinan, perbankan, agama, dan lain- lain.

• Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan


lembaga sosial. Misalnya, rumah untuk
lembaga keluarga serta masjid, gereja, pura, dan wihara untuk lembaga
agama.

• Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau simbol-


simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambar
tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Misalnya, cincin kawin untuk
lembaga perkawinan, bendera dan lagu kebangsaan untuk negara, serta
seragam sekolah dan badge (lencana) untuk sekolah.

• Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan
tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Sebagai contoh, izin kawin dan hukum
perkawinan untuk lembaga perkawinan.

Sedangkan seorang ahli sosial yang bernama John Conen ikut pula
mengemukakan karakteristik dari lembaga sosial. Menurutnya terdapat sembilan ciri
khas (karakteristik) lembaga sosial sebagai berikut:

• Setiap lembaga sosial bertujuan memenuhi kebutuhan khusus


masyarakat.

12
• Setiap lembaga sosial mempunyai nilai pokok yang bersumber dari
anggotanya.

• Dalam lembaga sosial ada pola-pola perilaku permanen menjadi bagian


tradisi kebudayaan yang ada dan ini disadari anggotanya.

• Ada saling ketergantungan antarlembaga sosial di masyarakat, perubahan


lembaga sosial satu berakibat pada perubahan lembaga sosial yang lain.

• Meskipun antarlembaga sosial saling bergantung, masing-masing


lembaga sosial disusun dan di- lembaga secara sempurna di sekitar
rangkaian pola, norma, nilai, dan perilaku yang diharapkan.

• Ide-ide lembaga sosial pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota


masyarakat, terlepas dari turut tidaknya mereka berpartisipasi.

• Suatu lembaga sosial mempunyai bentuk tata krama perilaku.

• Setiap lembaga sosial mempunyai simbol-simbol kebudayaan tertentu.

• Suatu lembaga sosial mempunyai ideologi sebagai dasar atau orientasi


kelompoknya.

Menurut Berelson dan Steiner (1964:55) sebuah lembaga memiliki ciri-ciri


sebagai berikut :

• Formalitas, merupakan ciri lembaga sosial yang menunjuk kepada


adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-
ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.

• Hierarkhi, merupakan ciri lembaga yang menunjuk pada adanya suatu


pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada
orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta
wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada lembaga
tersebut.

• Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya lembaga


sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar
anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya
dikenal dengan gejala “birokrasi”.

• Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu


lembaga lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam
lembaga itu.

Ada juga yang menyatakan bahwa lembaga sosial, memiliki beberapa ciri lain
yang behubungan dengan keberadaan lembaga itu. Diantaranya ádalah:

13
• Rumusan batas-batas operasionalnya (lembaga) jelas. Seperti yang telah
dibicarakan diatas, lembaga akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan
berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini,
kegiatan operasional sebuah lembaga dibatasi oleh ketetapan yang mengikat
berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi
anggotanya.

• Memiliki identitas yang jelas. Lembaga akan cepat diakui oleh masyarakat
sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan
informasi mengenai lembaga, tujuan pembentukan lembaga, maupun tempat
lembaga itu berdiri, dan lain sebagainya.

• Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki


peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah
disepakati bersama.

2.11. SYARAT LEMBAGA SOSIAL


Menurut Koentjaraningrat aktivitas manusia atau aktivitas kemasyarakatan
untuk menjadi lembaga sosial harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Persyaratan
tersebut antara lain :

• Suatu tata kelakuan yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat
istiadat yang hidup dalam ingatan maupun tertulis.

• Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan aktivitas bersama dan saling


berhubungan menurut sistem norma-norma tersebut.

• Suatu pusat aktivitas yang bertujuan memenuhi kompleks- kompleks


kebutuhan tertentu, yang disadari dan dipahami oleh kelompok-kelompok
yang bersangkutan.

• Mempunyai perlengkapan dan peralatan.

• Sistem aktivitas itu dibiasakan atau disadarkan kepada kelompok- kelompok


yang bersangkutan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu yang lama.

2.12. JENIS LEMBAGA


Secara garis besar lembaga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
lembaga formal dan lembaga informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat
atau derajat mereka terstruktur. Namur dalam kenyataannya tidak ada sebuah
lembaga formal maupun informal yang sempurna.

• Lembaga Formal

Lembaga formal memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang
menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan

14
tanggung jawabnya. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk
saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan
tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran
lembaga formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan
jabatan, serta prasarat lainya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu
lembaga formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa
ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh
lembaga formal ádalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan
universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).

• Lembaga informal

Keanggotaan pada lembaga-lembaga informal dapat dicapai baik secara


sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak
seseorang menjadi anggota lembaga tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota
dan bahkan tujuan lembaga yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh lembaga
informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Lembaga
informal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila hubungan didalamnya dan
kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan.

Selain itu, lembaga juga dibedakan menjadi lembaga primer dan lembaga
sekunder menurut Hicks:

• Lembaga Primer, lembaga semacam ini menuntut keterlibatan secara


lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan
ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan
dengan eksak. Contoh dari lembaga semacam ini adalah keluarga-
keluarga tertentu.

• Lembaga Sekunder, lembaga sekunder memuat hubungan yang


bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Lembaga seperti ini tidak
bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki
anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun
imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh lembaga ini adalah
kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana
harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.

2.13. LEMBAGA BERDASARKAN SASARAN POKOK


MEREKA
Lembaga yang didirikan tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai secara
maksimal. Oleh karenanya suatu lembaga menentukan sasaran pokok mereka
berdasarka kriteria-kriteria lembaga tertentu. Adapun sasaran yang ingin dicapai
umumnya menurut J Winardi adalah:

• Lembaga berorientasi pada pelayanan (service organizations), yaitu lembaga


yang berupaya memberikan pelayanan yang profesional kepada anggotanya

15
maupun pada kliennya. Selain itu siap membantu orang tanpa menuntut
pembayaran penuh dari penerima servis.

• Lembaga yang berorientasi pada aspek ekonomi (economic organizations),


yaitu lembaga yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan dalam
pembayaran dalam bentuk tertentu.

• Lembaga yang berorientasi pada aspek religius (religious organizations)

• Lembaga-lembaga perlindungan (protective organizations)

• Lembaga-lembaga pemerintah (government organizations)

• Lembaga-lembaga sosial (social organizations)

2.14. BENTUK LEMBAGA SOSIAL


Bentuk-bentuk lembaga sosial terdiri dari beberapa macam. Dalam
kesempatan ini akan dibahas lima bentuk lembaga sosial, yakni: (1) keluarga, (2)
agama, (3) pendidikan, (4) ekonomi, dan (5) politik. Masing-masing bentuk lembaga
sosial tersebut mengemban fungsi yang khas dalam kehidupan masyarakat.

1. Lembaga Keluarga

Keluarga merupakan kesatuan terkecil dan sekaligus paling mendasar dalam


kehidupan masyarakat yang terbentuk melalui proses perkawinan. Dalam
pandangan sosiologi, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara dua orang
atau lebih yang berlainan jenis kelamin dalam hubungan suami istri. Secara umum,
masyarakat akan memandang sah terhadap keberadaan sebuah keluarga jika
keluarga tersebut telah sesuai dengan sistem nilai dan sistem norma yang ada, di
antaranya adalah :

a. Hukum Agama
Pada dasarnya agama menganjurkan dan sekaligus mengatur
pembentukan keluarga melalui proses perkawinan. Dengan demikian,
agama memiliki norma-norma dan aturanaturan tentang tata cara
perkawinan dan sekaligus tata cara membina keluarga yang bahagia
dan sejahtera. Sebuah keluarga dianggap sah jika telah melalui proses
perkawinan sesuai dengan syarat-syarat dan tata tertib yang diatur
berdasarkan ajaran agama.

b. Hukum Negara
Untuk menjaga ketertiban dalam sendi-sendi kehidupan
masyarakat, negara membentuk undang-undang perkawinan yang
harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Kehidupan bersama yang
dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis belum dapat disebut
sebagai sebuah keluarga sebelum memenuhi undang-undang
perkawinan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh negara.
Dibentuknya undang-undang perkawinan tersebut sekaligus

16
menandakan bahwa masalah perkawinan merupakan suatu jenjang
yang sangat penting dalam peri kehidupan masyarakat. Pernyataan
seperti bisa dimengerti karena melalui perkawinanlah sebuah keluarga
dapat dibentuk, sedangkan keluarga yang telah terbentuk sangat
berperan dalam memelihara dan mempertahankan ketertiban dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.

c. Hukum Adat
Pada dasarnya proses perkawinan memerlukan keterlibatan
orang lain yang akan bertindak sebagai saksi. Beberapa masyarakat
tertentu memiliki caranya masing-masing dalam menganggap bahwa
sebuah perkawinan dianggap absah atau tidak. Di sinilah letak arti
penting hukum adat dalam sebuah perkawinan. Adat istiadat telah
memiliki tata cara dalam penyelenggaraan perkawinan, seperti ada
perkawinan Jawa, adat perkawinan Sunda, adat perkawinan Minang,
adat perkawinan Bali, dan sebagainya. Keanggotaan keluarga pada
awalnya hanya terdiri dari bapak dan ibu saja. Akan tetapi lambat laun
keanggotaan sebuah keluarga terdiri dari bapak, ibu, anak yang
dikenal dengan istilah keluarga inti (nuclear family). Keluarga inti
tersebut akan terus mengalami perkembangan menjadi keluarga luas
(extended family), setelah anak-anak telah mencapai jenjang
kedewasaan dan melakukan perkawinan. Akhirnya terbentuklah suatu
jaringan keluarga besar yang terdiri dari kakek, nenek, para menantu,
anak, cucu, kemenakan, paman, bibi, dan lain sebagainya.

Karena keluarga merupakan sebuah lembaga sosial yang bersifat langgeng,


maka kebanyakan keluarga, kecuali keluarga yang berantakan di tengah jalan, akan
mengalami tahap-tahap perkembangan tertentu. Secara sosiologis tahap-tahap
perkembangan yang dilewati oleh suatu keluarga terdiri dari: tahap persiapan (pre-
nuptual), tahap perkawinan (nuptual stage), tahap pemeliharaan anak (child rearing
stage), dan tahap keluarga dewasa (maturity stage).

1. Tahap Persiapan (Pre-Nuptual)


Tahap ini ditandai dengan proses pengenalan secara terencana dan intensif antara
seorang pria dengan seorang wanita, yang kemudian disusul dengan kesepakatan
antara kedua belah pihak untuk membangun sebuah keluarga dalam ikatan
perkawinan. Tahap ini ditandai juga dengan proses peminangan dan pertunangan.
2. Tahap Perkawinan (Nuptual Stage)
Tahap perkawinan merupakan awal perjalanan dari sebuah keluarga yang ditandai
dengan peristiwa akad nikah yang dilaksanakan berdasarkan atas hukum agama
dan hukum negara yang dilanjutkan pesta perkawinan yang biasanya
diselenggarakan berdasarkan adat istiadat tertentu. Pada tahap ini, keluarga baru
mulai meneguhkan pendirian dan sikap sebuah keluarga yang akan diarungi
bersama.

3. Tahap Pemeliharaan Anak (Child Rearing Stage)


Tahap ini terjadi setelah beberapa tahun dari usia perkawinan dan keluarga tersebut
telah dikaruniai anak. Anak merupakan hasil cinta kasih yang dikembangkan dalam
kehidupan keluarga. Selanjutnya sebuah keluarga bertanggung jawab untuk
memelihara, membesarkan, dan mendidik anak-anak yang dilahirkan hingga
mencapai jenjang kedewasaan.
17
4. Tahap Keluarga Dewasa (Maturity Stage)
Tahap ini ditandai dengan pencapaian kedewasaan oleh anak-anak yang dilahirkan
dalam sebuah keluarga, dalam arti anak-anak tersebut telah mampu berdiri sendiri,
terlepas dari ketergantungan dengan orang tua mereka.

Dengan menyimak uraian di atas, maka dapat digarisbawahi bahwa


pembentukan keluarga bertujuan untuk mencapai beberapa hal, di antaranya adalah
:
1. Mengatur hubungan seksual secara sah, yakni melalui ikatan perkawinan,
dalam rangka melanjutkan keturunan. Dalam kehidupan sosial dapat diperhatikan,
betapa banyaknya akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku seksual bebas,
yakni perilaku seksual di luar ikatan perkawinan.

2. Mengatur pola-pola pemeliharaan, pengawasan, pengayoman,


membesarkan, dan mendidik anak menuju jenjang kedewasaan sebagai wujud dari
rasa tanggung jawab dari pembentukan keluarga.

3. Memelihara dan mengembangkan rasa kasih sayang, semangat hidup, dan


kebutuhankebutuhan afeksi lainnya antara seluruh anggota keluarga.

Dilihat dari jumlah suami dan jumlah istri yang terikat dalam sebuah tali
perkawinan dan membentuk sebuah keluarga, maka dalam sosiologi dibedakan dua
bentuk perkawinan, yaitu: monogami dan poligami. Poligami itu sendiri terdiri dari
tiga bentuk, yaitu: piliandri, poligini, dan group marriage. Dari keempat bentuk
perkawinan tersebut monogami merupakan bentuk perkawinan yang paling populer
dalam kehidupan masyarakat. Monogami merupakan perkawinan yang dilakukan
oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Bentuk perkawinan seperti inilah
yang lebih banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat.

Poligami merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki


dengan beberapa orang wanita. Beberapa wanita tersebut bisa merupakan orang-
orang yang masih terikat dalam hubungan saudara ataupun tidak terikat dalam
hubungan saudara. Jika perkawinan tersebut dilakukan oleh seseorang terhadap
beberapa wanita yang terikat oleh hubungan saudara, maka perkawinan tersebut
disebut dengan poligini soronal. Jika perkawinan tersebut dilakukan oleh seorang
laki-laki dengan beberapa orang wanita yang tidak terikat oleh hubungan saudara
disebut dengan poligini nonsoronal. Poligini soronal dapat ditemui dalam peri
kehidupan suku Indian di mana para wanita sering memberikan saran kepada
suaminya untuk mengambil beberapa keluarga dekatnya sebagai istri. Dalam
kehidupan raja-raja Hindu Jawa pun mengenal poligini soronal, seperti yang
dilakukan oleh Raden Wijaya (raja pertama kerajaan Majapahit) yang mengawini
keempat puteri Raja Kertanegara (raja terakhir kerajaan Singasari) sekaligus.
Poliandri merupakan suatu perkawinan yang terjadi. antara seorang wanita dengan
beberapa orang laki-laki. Terdapat dua macam poliandri, yaitu: (1) poliandri fraternal,
yakni para suami terikat oleh hubungan persaudaraan. dan (2) poliandri nonfraternal,
yakni para suami tidak terikat oleh hubungan persaudaraan. Jika para suami terikat
dalam hubungan persaudaraan. Bentuk perkawinan ini sangat jarang ditemui,
kecuali hanya terjadi pada lima kelompok masyarakat di dunia, yaitu tradisi
perkawinan beberapa suku di Tibet Tengah, tradisi perkawinan pada suku bangsa
18
Netsilik Eskimo (di Teluk Hudson), tradisi perkawinan Kasta Nayar di Chochin (India
Selatan), tradisi perkawinan penduduk Marquesas (Polinesia), dan tradisi
perkawinan bangsa Toda di Mysore (India Selatan).

2. Lembaga Agama

Sosiolog Emile Durkheim mengatakan bahwa agama merupakan suatu


sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan
dengan hal-hal yang suci dan mempersatukan semua penganutnya dalam suatu
komunitas moral yang disebut umat. Ajaran agama sangat berperan dalam
memperbaiki moral manusia, terutama yang tekait dengan hubungan antara sesama
manusia, hubungan antara manusia dengan makhluk lain, dan hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pesan-pesan moral yang diajarkan dalam agama
dan juga kuatnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia telah membuat
agama memiliki hubungan yang sangat erat dengan lembaga-lembaga sosial
lainnya.

Ajaran-ajaran agama telah memberikan landasan yang kuat dalam tata


kehidupan keluarga, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan kehidupan sosial
lainnya. Dalam hubungan dengan uraian tersebut, Borton dan Hunt menjelaskan
tentang dua fungsi agama, yakni fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest
agama meliputi tiga hal, yaitu: (1) adanya pola-pola keyakinan (doktrin) yang
menentukan sifat hubungan, baik antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
maupun hubungan antara sesama manusia, (2) adanya upacara ritual yang
melambangkan suatu pola keyakinan (doktrin) dan mengingatkan manusia terhadap
keberadaan pola keyakinan (doktrin) tersebut., dan (3) adanya pola perilaku umat
yang konsisten dengan ajaran-ajaran yang diyakini.

Selain fungsi manifest (fungsi yang tampak secara nyata) agama juga
menyimpan fungsi laten, yakni fungsi yang bersifat tersembunyi. Fungsi laten atau
fungsi tersembunyi dari agama dapat diperhatikan pada beberapa hal sebagai
berikut :

○ Tempat peribadatan, selain berfungsi sebagai tempat untuk


melakukan kegiatan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, juga berfungsi sebagai tempat untuk saling bertemu dan
saling berkomunikasi antara sesama umat beragama. Masjid,
misalnya, selain digunakan sebagai tempat shalat bagi umat
Islam, juga digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan
pengajian umum, musyawarah, berdiskusi, dan lain sebagainya.

○ Semangat manusia untuk dapat melaksanakan ajaran agama


secara baik telah menumbuhkembangkan semangat lain dalam
berbagai bidang kehidupan. Misalnya: semangat untuk dapat
melakukan ibadah haji bagi umat Islam telah menumbuhkan
semangat kerja yang tinggi sehingga dicapai pula prestasi
ekonomi yang tinggi.

19
○ Semangat untuk mengembangkan ajaran agama telah memacu
pula semangat untuk mengembangkan strategi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti:
melakukan kegiatan dakwah melalui internet, radio, televisi, dan
lain sebagainya.

3. Lembaga Pendidikan

Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak
berdaya sehingga membutuhkan bantuan orang lain yang lebih dewasa agar dapat
menjalani proses kehidupannya. Bantuan utama yang perlu diberikan kepada setiap
anak adalah berupa pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha
sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang
atau sekelompok orang agar mencapai taraf kedewasaan sebagaimana yang
diinginkan. Tolak ukur kedewasaan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah
keadaan dimana seseorang telah mampu berdiri sendiri, terlepas dari
ketergantungan terhadap orang lain.

Ditinjau lingkungannya, pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga macam,


yaitu: (1) pendidikan informal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga,
(2) pendidikan formal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah, dan (3)
pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Pendidikan informal atau pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga


merupakan sejumlah pengalaman berharga yang ditimba oleh seseorang atau
sekelompok orang, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, di tengah-tengah
kehidupan keluarga. Adapun beberapa ciri dari pendidikan formal (pendidikan di
lingkungan keluarga) tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

• Proses pendidikan tidak diselenggarakan secara teratur,


terencana, dan sistematis, bahkan sering terjadi proses
peniruan secara tidak sadar dan tidak disengaja, sehingga tidak
mengenal penyusunan tujuan tertentu, penyiapan materi
pelajaran, penggunaan teknik dan metode pembelajaran, dan
tidak mengenal adanya evaluasi seperti yang sering dijumpai
pada lembaga-lembaga sekolah.

• Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu, tempat, dan


sekaligus tidak mengenal batasan usia.

• Proses pendidikan terjadi secara otomatis di antara seluruh


anggota keluarga sehingga tidak mengenal istilah guru dan
murid, melainkan antara orang tua atau orang yang dianggap
tua dengan anak-anak.

Pendidikan formal merupakan proses pendidikan yang terjadi di lingkungan


sekolah. Dengan demikian, pendidikan formal merupakan lembaga pendidikan resmi
yang diselenggarakan pemerintah, yakni berupa sekolah-sekolah. Beberapa ciri dari
pendidikan formal antara lain adalah sebagai berikut :

20
1. Diselenggarakan secara rapi, terencana, teratur, dan sistematis dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Materi pelajaran disiapkan sesuai dengan kurikulum atau silabus yang ada.

3. Proses pendidikan diselenggarakan secara tertib dan terstruktur dengan


menggunakan teknik dan metode yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi materi pelajaran, para pelajar, ketersediaan media pembelajaran,
lingkungan, dan sebagainya.

4. Pada waktu-waktu yang telah ditetapkan diselenggarakan evaluasi terhadap


keberhasilan proses pendidikan dan termasuk di dalamnya menyusun
laporan-laporan kemajuan akademik yang telah dicapai oleh pelajar.

5. Proses pendidikan disesuaikan dengan jenjang pendidikan, kelompok umur,


dan pengelompokan jurusan tertentu.

6. Proses pendidikan dipandu oleh seorang pendidik yang dikenal dengan istilah
guru atau dosen terhadap para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa.

7. Terdapat sertifikat atau ijazah tertentu yang menyatakan bahwa seseorang


telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.

Pendidikan nonformal merupakan proses pendidikan yang terjadi di lingkungan


masyarakat luas. Biasanya pendidikan nonformal memberikan keterampilan-
keterampilan praktis dan menyiapkan sikap mental anggota masyarakat agar siap
terjun dalam kehidupan nyata. Pada umumnya pendidikan nonformal
diselenggarakan dalam bentuk kursus maupun pelatihan-pelatihan, seperti kursus
mengemudi, kursus montir, kursus menjahit, dan lain sebagainya. Adapun beberapa
ciri dari pendidikan nonformal antara lain adalah sebagai berikut :

1. Diselenggarakan secara teratur, terencana, dan sistematis dengan tujuan


untuk menyiapkan tenaga kerja yang profesional.

2. Tidak mengenal batasan usia.

3. Tidak mengenal sistem penjenjangan dan sistem kelas yang ketat.

4. Diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan, bakat, dan minat


warga masyarakat.
5. Proses pendidikan diselenggarakan secara singkat sehingga lebih efisien dan
efektif.

6. Waktu dan tempat penyelenggaraan proses pendidikan disesuaikan dengan


situasi dan kondisi lingkungan dan kesempatan para pelajar.

Adapun lembaga pendidikan yang dimaksudkan dalam uraian kali ini mengacu
pada proses pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terprogram,
teratur, dan sistematis di sekolah-sekolah, baik yang bersifat formal maupun
nonformal. Lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud
mulai berkembang ketika kehidupan manusia semakin kompleks. Kompleksnya
21
kehidupan manusia tersebut disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan baru
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga suatu keluarga tidak
mungkin lagi dapat melakukan proses pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
zaman.

Adapun faktor-faktor yang mendorong penyelenggaraan pendidikan melalui


lembagalembaga sekolah antara lain adalah sebagai berikut :

➢ Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu


pengetahuan dan teknologi.

➢ Dewasa ini kehidupan manusia disemarakkan oleh adanya penemuan-


penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-
penemuan tersebut telah membuat kehidupan manusia menjadi serba
mudah, cepat, dan sangat kompleks. Siapa saja yang tidak mengikuti
kemajuan-kemajuan seperti itu dipastikan kehidupannya akan ketinggalan
zaman. Karena keluarga tidak mungkin sanggup menyelenggarakan
pendidikan sebagaimana tuntutan zaman seperti tersebut, maka diperlukan
lembagalembaga pendidikan yang secara teratur, terencana, dan sistematis
menyusun programprogram pendidikan sesuai dengan kebutuhan.

➢ Meningkatnya standar pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Sebagai akibat


dari adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut, maka kehidupan manusia menjadi semakin mudah dan
sekaligus semakin cepat. Akibatnya, standar pemenuhan kebutuhan hidup
manusia menjadi semakin tinggi. Manusia sudah tidak lagi cukup hanya
dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa sandang, pangan, dan
papan. Sebaliknya, manusia berlomba-lomba untuk mencapai standar
kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha untuk mencapai standar
kehidupan yang lebih baik adalah dengan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pendidikan.

➢ Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Ledakan penduduk atau


pertumbuhan penduduk yang sangat cepat merupakan salah satu masalah
kependudukan yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Keadaan seperti itu
diperparah lagi dengan minimnya kesempatan kerja yang menjamin
kehidupan manusia. Untuk dapat memasuki lapangan kerja yang memadai
seseorang harus memiliki kualitas-kualitas tertentu yang hanya dapat
diperoleh melalui jalur pendidikan. Tanpa memiliki pengetahuan dan
keterampilan tertentu seseorang dipastikan akan kalah dalam persaingan
mencari lapangan kerja.

➢ Semakin tingginya tuntutan lapangan kerja. Hampir semua lapangan kerja


pada saat ini dilengkapi dengan seperangkat teknologi canggih seperti
peralatan elektronik, komputer, internet, dan lain sebagainya. Disamping itu,
tingginya persaingan antara perusahaan-perusahaan dan besarnya dorongan
lembaga-lembaga tertentu untuk menyesuaikan dengan perkembangan
zaman merupakan tuntutan tersendiri terhadap para pekerja untuk semakin
meningkatkan profesionalisme.

22
Uraian di atas semakin menegaskan bahwa lembaga pendidikan memegang
fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Secara umum
fungsi pendidikan, menurut Harton dan Hunt, dibedakan atas dua bagian, yaitu: (1)
fungsi manifest, yakni fungsi yang jelas-jelas tampak dan dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh manusia, dan (2) fungsi laten, yakni fungsi yang
tidak tampak (tersembunyi) dari pendidikan. Fungsi manifest pendidikan di
antaranya adalah sebagai berikut:
➢ Membantu manusia dalam mengembangkan potensi (bakat dan minat)
sehingga dapat bermanfaat terhadap dirinya pribadi dan masyarakat secara
luas.
➢ Memberikan bekal kepada manusia dalam usaha mencari dan memenuhi
kebutuhan hidup.
➢ Mewariskan kebudayaan kepada generasi muda sehingga terjaga
kelestariannya.
➢ Meningkatkan kualitas kehidupan dengan membentuk kepribadian yang
mantap melalui proses pendidikan.

Adapun fungsi laten (fungsi tersembunyi) pendidikan, sebagaimana yang telah


dijelaskan di atas, merupakan fungsi yang tersembunyi atau fungsi yang tidak
secara langsung tampak dari pendidikan, misalnya :

➢ Berkurangnya tingkat pengangguran.Tenaga-tenaga yang telah terdidik


diharapkan akan menjadi tenaga yang kreatif. Selain dapat mencari lapangan
pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya juga dapat
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
➢ Berkurangnya tingkat kejahatan sosial. Kejahatan sosial terjadi sebagai akibat
dari adanya gejala penurunan moral (dekadensi moral). Adapun pemicu
kejahatan sosial tersebut adalah tingginya tingkat pengangguran sementara
kebutuhan hidup semakin mendesak untuk dipenuhi. Pendidikan yang
berhasil akan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan hal ini secara
tidak langsung akan berpengaruh pada berkurangnya tingkat kejahatan
sosial.
➢ Laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan.Dengan memasukkan anak-anak
ke jenjang sekolah, maka perkawinan pada usia dini dapat ditekan,
setidaknya sampai anak-anak tersebut menyelesaikan pendidikannya.
Rendahnya tingkat perkawinan pada usia dini tersebut juga berarti
menyiapkan keluarga-keluarga baru yang lebih berkualitas.
➢ Berkurangnya tingkat perceraian. Banyaknya kasus perceraian, seperti yang
terjadi di daerah Indramayu (Jawa Barat), sering disebabkan oleh
ketidaksiapan suatu keluarga baru dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga. Penyebab dari ketidaksiapan tersebut cukup banyak, di antaranya
adalah karena rendahnya tingkat pendidikan, usia pernikahan yang belum
memenuhi standar, tingkat perekonomian yang rendah, dan lain sebagainya.

4. Lembaga Ekonomi

Lembaga ekonomi merupakan bagian dari lembaga sosial yang berkaitan


dengan pengaturan dalam bidang-bidang ekonomi dalam rangka mencapai
kehidupan yang sejahtera. Lembaga ekonomi pada dasarnya menangani masalah
produksi, distribusi, dan konsumsi baik berupa barang maupun jasa. Dengan
demikan, lembaga ekonomi memegang tiga fungsi utama, yaitu: (1) memproduksi
23
barang atau jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, (2) mengatur
pendistribusian barang atau jasa kepada masyarakat yang membutuhkan, dan (3)
mengatur penggunaan atau pemakaian barang atau jasa dalam kehidupan
masyarakat.

Berdasarkan atas uraian di atas, maka lembaga ekonomi dapat diartikan sebagai
lembaga sosial yang menangani masalah pemenuhan kebutuhan material dengan
cara mengatur pengadaan barang atau jasa, menyalurkan barang atau jasa, dan
mengatur pemakaian barang atau jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup
masyarakat sehingga semua lapisan masyarakat mendapatkan barang atau jasa
sebagaimana yang diperlukan.

Kegiatan produksi berkaitan dengan sistem mata pencaharian masyarakat,


seperti: pertanian, peternakan, kerajinan, perindustrian, perikanan, dan lain
sebagainya. Kegiatan distribusi barang maupun jasa dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu: (1) resiprositas atau hubungan timbal balik, yaitu pertukaran barang dan
jasa yang memiliki nilai sama antara kedua belah pihak, (2) redistribusi, yaitu
pertukaran kembali barang yang sudah masuk pada suatu tempat tertentu seperti di
pasar, toko, swalayan, dan sebagainya untuk kemudian barang-barang tersebut
didistribusikan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, dan (3) pertukaran
pasar, yaitu pertukaran barang yang dilakukan oleh orang yang satu dengan orang
yang lainnya berdasarkan tawar menawar harga yang disepakati bersama.

Kegiatan konsumsi merupakan kegiatan masyarakat yang memakai barang atau


jasa dalam rangka melangsungkan kehidupannya. Dalam kegiatan konsumsi ini
terdapat perbedaan nyata antara struktur masyarakat yang masih sederhana
dengan struktur masyarakat yang sudah maju dan kompleks. Pada masyarakat yang
masih sederhana kegiatan produksi, distribusi, maupun konsumsi masih
berlangsung secara sederhana, yakni sebatas pada kebutuhan lingkungannya
sendiri yang masih terbatas. Adapun masyarakat yang sudah maju akan
memproduksi barang melebihi kapasitas kebutuhan lingkungan sekitarnya.
Kelebihan (surplus) barang-barang tersebut akan didistribusikan kepada masyarakat
lain di luar lingkungannya. Sebaliknya, jika terdapat barang yang tidak diproduksi
oleh masyarakat lingkungannya mereka akan mendatangkan barang-barang yang
dihasilkan oleh masyarakat lain. Perlu diketahui bahwa di dunia ini terdapat
beberapa tipe sistem perekonomian yang berbeda satu sama lain. Beberapa tipe
perekonomian tersebut di antaranya adalah sistem ekonomi komunis, sistem
ekonomi kapitalis, sistem ekonomi pancasila.
○ Sistem Ekonomi Kapitalis. Kapitalisme merupakan sistem ekonomi
yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga terjadi suatu kebebasan
berkontrak, kebebasan keuntungan dan pemilikan pribadi, kebebasan
melakukan akumulasi modal dan investasi, terdapat mekanisme sistem
upah, mekanisme sistem pasar yang sangat ditentukan oleh
penawaran dan permintaan, dan adanya persaingan bebas. Salah satu
contoh negara kapitalis terbesar saat ini adalah Amerika Serikat.
○ Sistem Ekonomi Komunis. Komunisme mengembangkan sistem
perekonomian yang secara diktator dikendalikan oleh partai komunis.
Dalam sistem ekonomi komunis rakyat sama sekali tidak memiliki
sarana pengendalian yang efektif dalam kegiatan ekonomi sehingga
barang dan jasa yang diproduksi seperti penentuan barang dan jasa

24
yang diproduksi, penentuan harga barang dan jasa, penentuan
besaran gaji pegawai, dan lain sebagainya ditentukan oleh sebuah
badan yang berfungsi sebagai pesat perencanaan. Sebelum terjadi
revolusi di Rusia, Uni Sovyet merupakan negara komunis terbesar.
Tetapi pada akhirnya negara ini hancur oleh sebuah revolusi yang
digelorakan oleh rakyat. Beberapa negara yang masih menggunakan
sistem ekonomi komunis adalah RRC, Korea Utara, Kuba, dan lain
sebagainya.
○ Sistem Ekonomi Pancasila. Negara Indonesia menerapkan sistem
ekonomi yang khas yang disebut dengan sistem ekonomi pancasila.
Sistem ekonomi pancasila merupakan sistem perekonomian yang
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
material dan spiritual. Untuk tujuan tersebut sistem ekonomi pancasila
berlandaskan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :

Ayat 1 :
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan.
Ayat 2 :
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat 3 :
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Pasal 33 UUD ’45 di atas sesungguhnya
merupakan suatu sistem demokrasi ekonomi yang
mengutamakan kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran
perorangan atau golongan tertentu. Itulah sebabnya sistem
ekonomi pancasila disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Lembaga ekonomi yang
sesuai dengan sistem ekonomi pancasila adalah koperasi.

5. Lembaga Politik

Dalam suntingan bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi: Suatu Bunga


Rampai (1985), Kamanto Soenarto mengatakan bahwa lembaga politik merupakan
suatu badan yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan
wewenang. Dengan demikian, lembaga politik terdiri dari lembaga eksekutif,
lembaga legislatif, lembaga yudikatif, lembaga keamanan nasional, dan partai politik.
Sehubungan dengan kekuasaan, sosiolog Jerman Max Weber mengatakan bahwa
kekuasaan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan. Kekuasaan akan dapat
berjalan secara efektif jika pemegang kekuasaan memiliki wewenang yang sah
untuk menjalankan kekuasaan berdasarkan undang-undang yang berlaku sehingga
pihak yang dikuasai dapat mentaati kehendak penguasa. Adapun karakteristik dari
lembaga politik di antaranya adalah beberapa hal sebagai berikut :
○ Terdapat suatu komunitas manusia yang menjalani kehidupan bersama
berdasarkan atas sistem nilai dan sistem norma yang telah disepakati
bersama.

25
○ Terdapat asosiasi politik yang secara aktif menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan untuk kepentingan bersama.
○ Adanya kewenangan yang diberikan kepada penguasa untuk menjalankan
fungsi pemerintahan sesuai dengan wilayah kekuasaannya.

Dalam melaksanakan kekuasaan, lembaga politik mengemban beberapa fungsi,


seperti:
○ Melaksanakan undang-undang dasar yang telah disetujui dan disampaikan
oleh lembaga legislatif.
○ Menciptakan dan memelihara ketertiban di lingkungan wilayah kekuasaannya,
baik dilaksanakan secara halus (persuasif) maupun secara paksaan
(represif).
○ Menjaga keamanan wilayah kekuasaannya dari serangan pihak asing dengan
menggunakan sistem pertahanan dan keamanan yang dimilikinya.
○ Menciptakan dan memelihara kesejahteraan umum dengan melakukan
pelayanan sosial dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup warga
masyarakat di lingkungan kekuasaannya.
○ Menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

2.15. TIPE-TIPE LEMBAGA SOSIAL


(a) Lembaga kemasyarakatan berdasarkan proses terbentuknya
○ Crescive institution, adalah lembaga kemasyarakatan primer karena
terbentuk secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat. Misalnya: hak
milik, perkawinan, agama, dll.
○ Enacted institution adalah lembaga kemasyaratan yang dengan sengaja
dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu. Misalnya: lembaga utang-piutang,
lembaga perdagangan, lembaga pendidikan dll.

(b) Lembaga kemasyaratan berdasarkan sistem nilai-nilai yang diterima


masyarakat
○ Basic institution adalah yang merupakan lembaga kemasyarakatan yang
sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam
masyarakat. Misalnya: keiuarga, sekolah, negara, dll.
○ Subsidiary institution adalah memang lembaga kemasyaratan ini dianggap
kurang penting oleh masyarakat tertentu. Misalnya: lembaga rekreasi.
Ukuran suatu lembaga kemasyaratan termasuk basic institution atau
subsidiary institution tergantung dari masa hidup masyarakat tersebut.

(c) Lembaga kemasyarakatan dipandang dari sudut penerimaan masyarakat


○ Approach atau Social Sanction Institutions, lembaga kemasyarakatan yang
diterima oleh masyarakat, misalnya; Sekolah, Perusahaan, dll.
○ Unsanction Institution, lembaga kemasyarakatan yang ditolak oieh
masyarakat. Misalnya lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh para
penjahat atau para preman, dll.

.
(d) Berdasarkan popularitasnya

26
○ General Institution : dikenal dunia secara luas. contohnya lembaga
agama.
○ Restricted Institution : dikenal hanya oleh kalangan tertentu saja.
contohnya lembaga agama Islam, Kristen, Hindu dll.

(e) Berdasarkan tujuannya


○ Operative Institution : didirikan untuk tujuan tertentu. contohnya lembaga
industri.
○ Regulative Institution : didirikan untuk mengawasi masyarakat. contohnya
lembaga hukum dan kejaksaan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Lembaga sosial merupakan seperangkat aturan berisi nilai-nilai dan norma
untuk mengatur kegiatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Lembaga social
(institutation) bukanlah sebuah bangunan, bukan kumpulan dari sekelompok orang,
dan bukan sebuah lembaga tanpa aturan dan tujuan.

Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam
masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan
dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial,
masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai
dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan
bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya
lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami
proses institutionalization yang menghasilkan lembaga sosial.

27
3.2. Saran
Untuk mendapatkan masyarakat yang adil dan makmur, hendaknya pemerintah
melaksanakan program rutin untuk memeriksa dan membuat badan khusus yang
mengawasi tiap-tiap lembaga sosial yang ada dalam masyarakat, dan hendaknya setiap
masyarakat harus menyadari betul-betul setiap lembaga sosial yang ada apakah lembaga
tersebut telah terlegitimasi atau belum serta legal dan ilegalnya suatu lembaga

DAFTAR PUSTAKA
http://archmichael.blogspot.com/2009/04/sosiologi-lembaga-sosial.html
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/03/pengertian-lembaga-sosial.html
http://gurumuda.com/bse/bentuk-dan-fungsi-lembaga-sosial
http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sosial
http://mrpams.multiply.com/journal/item/15

28

You might also like