You are on page 1of 122

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2004
BAB I
PENDAHULUAN
 PENGANTAR
 ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
 DEFINISI PENDIDIKAN
 SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
 KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI
& PRAKTEK PENDIDIKAN
 METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. PENGANTAR
 Manfaat Psikologi Pendidikan
 Psikologi Pendidikan = Ilmu Terapan
 Long Life Education
B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
 Pendidikan Informal
 Pendidikan Formal
 Pendidikan Non-formal
B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
1. Pendidikan Informal

“Proses belajar yang relatif tak disadari yang


kemudian menjadi kecapakan dan sikap hidup
sehari-hari”
Contoh: pendidikan di rumah, tempat ibadah,
lapangan permainan, perpustakaan, radio, televisi,
dsb.
B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
2. Pendidikan Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan dengan sengaja


dengan tujuan dan bahan ajar yang dirumuskan
secara jelas dan diklasifikasikan secara tegas”.
Contoh: jenjang pendidikan sekolah (TK, SD, SMP,
SMA, PT)
B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
3. Pendidikan Non Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan dengan sengaja


tetapi tidak memenuhi syarat untuk termasuk
dalam jenjang pendidikan formal”.
Contoh: kursus menjahit, memasak, bahasa,
musik, dsb.
C. DEFINISI PENDIDIKAN
 Definisi Awam
 Definisi Psikologi
 Definisi Uu Sisdiknas No.2/2003
C. DEFINISI PENDIDIKAN
1. Definisi Awam

“Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan,


kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat
membuat seseorang menjadi warga negara yang
baik”.
“Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah
kognisi, afeksi dan konasi seseorang”.
C. DEFINISI PENDIDIKAN
2. Definisi Psikologi
• PROSES

“Mencakup segala bentuk aktivitas yang akan


memudahkan dalam kehidupan
bermasyarakat”
• HASIL

“Mencakup segala perubahan yang terjadi


sebagai konsekuensi atau akibat dari
partisipasi individu dalam kegiatan belajar
D. SEJARAH PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
 DEMOCRITUS  JOHN HEINRICH
 PLATO&ARISTOTELES PESTALOZZI
 ARISTOTELES  FRANCIS GALTON
 JOHN AMOS  STANLEY HALL
COMENICUS  WILLIAM JAMES
 ROUSSEAU  CATTEL
 JOHN LOCKE  BINET
 ABAD KE-20
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
 Kontribusi Bagi Proses Pendidikan
 Kontribusi Bagi Peserta Didik
 Kontribusi Bagi Pendidik
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
1. Kontribusi Bagi Proses Pendidikan
 Penggunaan audio visual aids
 Membantu dalam pengelolaan sekolah
 Membantu dalam penyusunan jadwal pelajaran
 Membantu terhadap produksi buku pelajaran
 Memberi dasar bagi penyusunan kurikulum
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
2. Kontribusi Bagi Peserta Didik
 Mengerti hakekat belajar
 Pendidikan yang lebih kooperatif dan demokratif
bagi siswa
 Membantu perkembangan kepribadian siswa
melalui kegiatan ekstra/intra kurikuler
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
3. Kontribusi Bagi Pendidik
 Pendidik lebih terbuka terhadap perbedaan individu
 Mengetahui metode mengajar yang efektif
 Memahami permasalahan anak didik
 Membantu dalam evaluasi belajar
 Meningkatkan kemampuan meneliti
 Mengarahkan pendidik dalam menangani anak-
anak khusus
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN

 Introspeksi
 Observasi
 Metode Klinis
 Metode Diferensial
 Metode Ilmiah
 Metode Eksperimen
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
1. Instrospeksi

Melakukan pengamatan ke dalam diri sendiri/self


observation yaitu dengan melihat keadaan mental
pada waktu tertentu.
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
2. Observasi

Kegiatan melihat sesuatu di luar diri sehingga


yang diperoleh merupakan data overt behavior
(perilaku yang tampak).
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
3. Metode Klinis
Digunakan untuk mengumpulkan data secara lebih
rinci mengenai perilaku penyesuaian dan kasus-
kasus perilaku menyimpang.
 Studi Kasus Klinis
 Studi Kasus Perkembangan
• Longitudinal
• Cross-Sectional
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
4. Metode Diferensial

Digunakan untuk meneliti perbedaan-perbedaan


individual yang terdapat di antara anak didik.
Menggunakan berbagai macam teknik pengukuran
(contoh: tes, angket,dsb) serta menggunakan statistik
untuk menganalisis.
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
5. Metode Ilmiah
Merupakan prosedur yang sistematik dalam
memecahkan permasalahan dan merupakan suatu
pendekatan objektif yang terbuka untuk
dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi atau bahkan
mungkin ditolak kebenarannya oleh penelitian
berikutnya.
Digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
perilaku yang lebih kompleks yang harus bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. METODE-METODE DALAM
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
6. Metode Eksperimen

Melakukan pengontrolan secara ketat terhadap


faktor-faktor atau variabel-variabel yang
diperkirakan dapat mencemari atau mengotori hasil
penelitian.
BAB II
BAKAT & INTELEGENSI
 PENDAHULUAN
 INTELEGENSI
 BAKAT
 LINGKUNGAN & HEREDITAS
 KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
 DIKOTOMI DESA-KOTA
 JENIS KELAMIN
A. PENDAHULUAN

 Bakat & intelegensi merupakan kemampuan


mental individu
B. INTELEGENSI

 Sejarah Intelegensi
 Pengertian Intelegensi
 Teori-teori Intelegensi
 Pengukuran Intelegensi
 Kurve Normal Dalam Intelegensi
B. INTELEGENSI
1. Sejarah Intelegensi
 Wundt(Jerman), Galton(Inggris), Cattel(AS) tes untuk
anak-anak. Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan
kecepatan individu dalam mengerjkan tes.
 Pra 1800-an  tes hanya untuk mengukur satu
kemampuan
 1880  Ebbinghause menemukan berbagai tes memori
 Alfred Binet & Theopile Simon  membedakan intelegensi
anak normal dengan anak lemah pikir  Tes Binet-Simon
 Tes Binet  direvisi 1916 menjadi Tes Stanford Binet
B. INTELEGENSI
2. Pengertian Intelegensi
 TERMAN  Suatu kemampuan untuk berpikir
berdasarkan atas gagasan yang abstrak.
 BINET  Intelegensi mencakup 4 hal yaitu:pemahaman,
hasil penemuan, arahan dan pembahasan.
 STREN  Kapasitas umum dari individu yang secara
sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan
masalah dan kondisi hidup baru.
 THORNDIKE  Daya kekuatan respon yang baik dari
sudut pandang kebenaran dan kenyataan. Tiga aspek
intelegensi: ketinggian, keluasan dan kecepatan.
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi

CHARLES SPEARMAN
 Dua faktor intelegensi, yaitu:

 Faktor G: mencakup semua kegiatan


intelektual dan dimiliki oleh semua orang.
 Faktor S: mencakup semua faktor khsusus
tertentu yang relevan dengan tugas tertentu.
B. Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi

THURSTONE
 Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu :
 Perilaku nyata (trial & error)
 Perseptual (trial & error)
 Ideational
 Konseptual  dijadikan acuan bagi pengukuran
intelegensi
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi
KEMAMPUAN KONSEPTUAL THURSTONE:
 Verbal Comprehention (V)
 Number (N)
 Spatial Relation (S)
 Word Fluency (W)
 Memory (M)
 Reasoning (R)
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi

 KUALITATIF  Perbedaan intelegensi


disebabkan karena kualitas individu yang berbeda.
 KUANTITATIF  Perbedaan intelegensi
disebabkan karena terdapat perbedaan kuantitas
individu.
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi

ALFRED BINET
 TES STANFORD BINET

MA
IQ = X 100
CA

IQ = Intelligence Quotient
MA = Mental Age
CA = Chronological Age
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut Stanford-Binet
KLASIFIKASI IQ
Genius 140 ke atas
Sangat cerdas 130 – 139
Cerdas (superior) 120 – 129
Di atas rata-rata 110 – 119
Rata-rata 90 – 109
Di bawah rata-rata 80 – 89
Garis Batas (bodoh) 70 – 79
Moron (lemah pikir) 50 – 69
Imbisil,idiot 49 ke bawah
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi

DAVID WECHSLER
 Wechsler-Bellevue Intellegence Scale (1939)
 Wechsler Intellegence Scale for Children (1949)
 Wechsler Adult Intellegence Scale (1955)
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut Wechsler

KLASIFIKASI IQ
Very Superior 130 ke atas
Superior 120 –129
Bright Normal 110 –119
Average 90 – 109
Dull Normal 80 – 89
Borderline 70 –79
Mental Deffective 69 ke bawah
B. INTELEGENSI
5. Kurve Normal Dalam Intelegensi
C. BAKAT

 Sejarah Bakat
 Pengertian Bakat
 Bakat & Intelegensi
 Pengukuran Bakat
C. Bakat
1. Sejarah Bakat
Pendidikan = Bakat Ideal

Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja

Thorndike Tiga jenis intelegensi :


Abstrak
Mekanis
Sosial

Spearman Teori faktor G & faktor S dalam intelegensi


C. Bakat
2. Pengertian Bakat
 Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki
oleh semua orang dalam tingkat yang beragam

 William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam


melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau
tergantung dari latihan

 Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas


yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu
(segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan.
C. Bakat
2. Pengertian Bakat

 Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat


diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.

 Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu:


1. Achievement Kemampuan aktual
2. Capacity Kemampuan potensial
3. Aptitude Kualitas
C. Bakat
2. Pengertian Bakat

 Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup


dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual
 Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis
mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek :
aspek tindakan (performance/act)
aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result)
aspek ekspresif
Aspek kedua banyak dibahas terutama bila dikaitkan
dengan bakat
C. Bakat
3. Bakat dan Intelegensi
 Binet dan Weschler menekankan pada
berfungsinyaseluruh kemampuan mental individu.
 Hasil tes intelegensi bisa mengukur bakat.
 Pengukuran intelegensi bersifat meramalkan
tentang keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang
memerlukan kemampuan mental.
 Pengukuran bakat bertujuan menunjukkan
kemampuan yang berhasil dalam bidang khusus.
C. Bakat
4. Pengukuran Bakat

Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) :


a. Analisis jabatan/lapangan
b. Deskripsi jabatan/lapangan studi
c. Menemukan persyaratan yang diperlukan
d. Menyusun alat pengungkap bakat, biasanya
berbentuk tes
D. LINGKUNGAN & HEREDITAS

 Studi terhadap keluarga


 Studi terhadap anak kembar
D. Lingkungan & Hereditas
1. Studi terhadap Keluarga

Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi


 Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan
 Asumsi sekarang: IQ kemungkinan dipengaruhi faktor
lingkungan
D. Lingkungan & Hereditas
2. Studi terhadap Anak Kembar
Penelitian Hardy dan Heyes, 1988:
 Kembar monozigotik dibesarkan bersama:
 IQ hampir sama faktor nature berperan besar
 IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan
besar
 Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah
 IQ hampir sama faktor nature berperan kecil
 IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan
kecil
E. KELAS SOSIAL
 Havighurst  kelas sosial & intelegensi, laki-laki
& perempuan
 Makin tinggi kelas sosial, makin tinggi tingkat
intelegensi
 Tidak ada perbedaan laki-laki & perempuan
F. DIKOTOMI DESA-KOTA
 Crow & Crow (1989)  intelegensi anak kota 
anak desa
 Colleman, dkk  prestasi anak metropolitan 
anak non metropolitan
G. JENIS KELAMIN
 Intelegensi laki-laki = perempuan (Cage &
Berliner, 1979;Crow & Crow, 1989)
G. JENIS KELAMIN
Perbedaan laki-laki & perempuan (Cage &
Berliner, 1979):
Kemampuan verbal (p  l)
Kemampuan matematika (l  p)
Kemampuan spasial (l  p)
Problem solving (l  p)
Orientasi prestasi
BAB III
KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU &
ANTISIPASI PENDIDIKAN
 PENDAHULUAN
 PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
 PENDIDIKAN BAGI SLOW LEARNER
 PENDIDIKAN ANAK KHUSUS
A. PENDAHULUAN
 Aplikasi konsep-konsep bakat & intelegensi
pada lapangan pendidikan
 Pendidikan harus sesuai dengan kondisi peserta
didik
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

 Kondisi di manca negara(AS, Jepang, Inggris,


Korea, Taiwan) dan di Indonesia
 Anak berbakat
 Identifikasi anak berbakat
 Model identifikasi
 Layanan pendidikan anak berbakat
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan Indonesia

 1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan untuk menjaring anak


berbakat. Aplikasi teori psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan
pengkajian teknologi merupakan hal yang berpengaruh terhadap
masalah bakat dan aktualisasi diri di AS.
 Jepang menggunakan “Sistem Nasional Pendidikan Universal” untuk
mengidentifikasi anak berbakat.
 Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted & Talented. Hal itu
akan membuat anak di luar kelompok itu merasa inferior secara
intelektual. Identifikasi anak berbakat merupakan tugas guru
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan Indonesia

 Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat melalui dua tingkat:


a. Tingkat Nasional
b. Tingkat Swasta
Untuk penjaringan anak berbakat dengan:
a. Akselerasi
b. Undang-undang (1996) yang mengatur beragam ukuran untuk
menjamin adanya suatu bentuk belajar mengajar yang berbeda-beda yang
diarahkan pada diversifikasi, kebutuhan individual pengajar dan untuk
memaksimalkan pengembangan potensi individu.
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan Indonesia

 Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan di taiwan: kebutuhan


nasional akan pendidikan bagi Gifted & Talented, kebutuhan akan
pengembangan individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
 Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984, mengartikan Gifted &
Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini:
a. Gifted dalam kemampuan umum
b. Gifted dalam bakat akademik
c. Gifted dalam talent khusus
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan Indonesia
 Indonesia.
1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu
1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat.
Prosesnya:
1. Penjaringan umum 20-25 % anak berbakat dari populasi sekolah.
Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ.
2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku
siswa dan tes hasil belajar.
1989, UU No.2/1989 (Sisdiknas) ps 8:”Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
khusus.
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
2. Anak Berbakat
 Keberbakatan: beberapa anak berbakat (child giftted) yang memilik kinerja
dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten
luar biasa. (Paul Witty)
 Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat kemampuan intelektual yang
tinggi, IQ > 140 atau lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya
musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali.
 Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti kemungkinan musikal
yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh
keuntungan dari hasil latihannya sampai tingkat yang tinggi (bakat)
(sumber:Chaplin, 1995).
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
3. Identifikasi Anak Berbakat

 Penjaringan Anak Berbakat.


A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala makro terdapat 1 % dari
seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam Semiawan,
1994).
B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = 120-137
(moderately gifted)
C. Sampel identifikasi awal = 15 - 25 % (Penelitian Balitbang dalam
Semiawan, 1994)
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
3. Identifikasi Anak Berbakat
 Penyaringan Anak Berbakat
Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat,
sikap atau perilaku seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan
tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang.

Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara


komprehensif yaitu IQ, kreativitas, motivasi dan kepemimpinan.
Berbagai kemampuan tersebut merupakan manifestasi dari berbagai
bakat sebagai kapasitas mental (Semiawan, 1994)
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
4. Model Identifikasi Renzulli

IQ > Task
Rata-rata comitment

Kreativitas

THREE-RINGS INTERACTION
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
4. Model Identifikasi Triandis
Sekolah Teman Sebaya

Keuletan Kreativitas

Anak cerdas
tinggi
Intelegensi

Keluarga
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
5. Layanan Pend.Anak Berbakat
Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994):
 Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda dengan menekankan
pada aspek intelektual.
 Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai kemampuan anak
berbakat di atas rata-rata.
 Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi.
 Penekanan pada orientasi penemuan dan pendekatan induktif.
 Memerlukan pertimbangan khsusus dalam pendidikan.
 Kurikulum berdiferensiasi (Semiawan, 1994)
C. MENTAL RETARDATION
 Karakteristik MR
 Kategori MR
 Faktor-faktor penyebab MR
C. MENTAL RETARDATION
1. Karakteristik MR
Menurut PPDGJ III:
a. IQ = 75 ke bawah
b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial
c. Adaptive behavior buruk
MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena
melibatkan hal-hal yang kompleks:
 hubungan antar keluarga
 menjadi beban semua orang
 hambatan bagi pembangunan
C. MENTAL RETARDATION
2. Kategori MR

1). Ditinjau dari skala IQ


a. Mild MR
- Stanford Binet : 52 - 67
- Wechsler : 55 - 69
b. Moderate MR
- Stanford Binet : 36 - 51
- Wechsler : 40 - 54
C. MENTAL RETARDATION
2. Kategori MR

c. Severe MR
- Stanford Binet : 20 - 35
- Wechsler : 25 - 39
d. Profound MR
- Stanford Binet : <= 19
- Wechsler : <= 24
C. MENTAL RETARDATION
2. Kategori MR
2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan:
a. Debil : IQ 50 - 75
b. Imbicil : IQ 25 - 49
c. Idiot : IQ < 25
3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan:
a. Dull : IQ 75 - 85
b. Educable : IQ 50 - 74
c. Trainable : IQ 25 - 49
d. Hanya mampu rawat : IQ < 25
C. MENTAL RETARDATION
3. Faktor Penyebab MR
 Sebab Biologis
A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS,
herphes simplex, siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme.
B). Masa pranatal dengan penyebab tidak jelas: microcephallus,
hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB <
minimum, bayi dari ibu psikosis
 Sebab Psikologi dan sosial
Disebabkan karena dibesarkan dalam lingkungan primitif (masa
pekanya terlewati tanpa adanya stimulasi)
D. EXCEPTIONAL PEOPLE

Pengertian
Kategori individu khusus
D. EXCEPTIONAL PEOPLE
1. Pengertian
Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya menetap berbeda
dari yang normal dan mengalami hambatan untuk mencapai suskes
dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar
(Harring, 1982).
Beberapa istilah terkait:
Disabled
Impaired
Disordered
Handicaped
Exceptional
D. EXCEPTIONAL PEOPLE
2. Kategori Exceptional People

Kategori Harring (1982):


 Sensory Handicapped
 Mental Deviation
Communication Disorder
 Learning Disabilities
 Behavioral Disorders
 Physical Handicaps
D. EXCEPTIONAL PEOPLE
2. Kategori Exceptional People

Kategori Indonesia:
a. Tuna Netra (SLB A)
b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B)
c. Tuna Grahita (SLB C)
d. Tuna Daksa (SLB D)
e. Tuna Laras (SLB E)
f. Berbakat/gifted (SLB F)
BAB IV
PERENCANAAN KEGIATAN
BELAJAR-MENGAJAR
 PENDAHULUAN
 TUJUAN INSTRUKSIONAL
 MODEL INSTRUKSIONAL
 KURIKULUM
 MODEL PEMILIHAN TUJUAN
A. PENDAHULUAN
 “Apa yang akan saya lakukan?”
 “Perubahan apa yang saya inginkan dari siswa-
siswa saya?”
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
 Guru yang efektif
 Model tujuan instruksional yang bertujuan
 Keuntungan model tujuan instruksional yang
bertujuan
C. MODEL INSTRUKSIONAL

Penentuan
tujuan-tujuan Penilaian Pengajaran Evaluasi
spesifik Pendahuluan

Model Instruksional yang Beracuan Tujuan


C. MODEL INSTRUKSIONAL
Jika tujuan tidak tercapai, perbaiki

Penentuan Penilaian
tujuan-tujuan Pendahuluan Pengajaran Evaluasi
spesifik

Jika tujuan tercapai, kembangkan

Langkah-langkah yang ditentukan oleh evaluasi hasil


D. KURIKULUM
 Definisi kurikulum
 Model pemilihan tujuan (Tyler)
D. KURIKULUM
1. Definisi Kurikulum

Kurikulum ialah keseluruhan hasil belajar yang


direncanakan dan di bawah tanggung jawab
sekolah.
D. KURIKULUM
2. Model Pemilihan Tujuan (Ralph Tyler)

Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler):


 Siswa
 Masyarakat
 Bidang studi

Ketiga kategori ini saling berhubungan dan saling melengkapi.


BAB V
PROSES BELAJAR
 KOMUNIKASI
 PEMBELAJARAN AKTIF
A. KOMUNIKASI
 Pengertian komunikasi
 Unsur-unsur dalam komunikasi
 Model proses persuasi
 Komunikasi dalam proses belajar-mengajar
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
Berasal dari bahasa Latin “communicere” = “memberitahukan”,
“berpartisipasi”, “menjadi milik bersama”
Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan)
untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi
milik bersama (commoness).

Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana individu


(komuniaktor)mentransmisikan stimulus (yang biasanya verbal) untuk
mengubah perilaku individu lainnya.
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi

 Komunikasi primer - sekunder


 Komunikasi langsung - tidak langsung
 Komunikasi dua arah
A. KOMUNIKASI
2. Unsur-unsur dalam Komunikasi

 Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan) dan


Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan).
 Informasi, berita dan pesan.
 Media, alat, saluran, metode/cara penyampaian informasi bertia/pesan
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses Persuasi

Pesan-pesan Alternatif proses Pembahasan yang


terjadi dalam wujud
Persuasi psikologis laten
tindakan

Model Psikodinamika
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses Persuasi

Membentuk
Pesan yang Batasan(Batasan Menghasilkan
batasan(definisi untuk
persuasif kembali proses perubahan
perilaku sos.bagi
sosbud kelompok) perilaku
anggota kelompok

Model Sosial Budaya


A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan:


 Fungsi sebagai komunikator
 Fungsi sebagai inovator
 Fungsi sebagai emansipator
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Tiga tipe kemampuan seseorang memperoleh


atau menerima tanggapan :

Tipe Visual

Tipe Auditif

Tipe Motoris
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasi


proses belajar dan mengajar :

•Metode tanya jawab


•Metode diskusi dan seminar
•Metode tugas
•Simulasi atau permainan
B. PEMBELAJARAN AKTIF
 Latar belakang& pengertian
 Untuk apa
 Mengapa
 Bagaimana
 Penilaian pembelajaran aktif yang bermakna
B. PEMBELAJARAN AKTIF
1. Latar Belakang & Pengertian
Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan :

Secara Kuantitatif
Pendidikan yang semakin merata.

Secara Kualitatif
Peningkatan mutu proses belajar mengajar
B. PEMBELAJARAN AKTIF
1. Latar Belakang & Pengertian

CBSA (Raka Joni, 1993):


 Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai pemberian makna
secara konstruktivistik terhadap pengalaman bagi peserta didik.
 Pengendalian kegiatan belajar harus meletakkan dasar bagi
pembentukan prakarsa dan tanggungjawab peserta didik ke arah
belajar sepanjang hayat.
B. PEMBELAJARAN
2. Untuk Apa AKTIF

kreatif
ekspresif
Tuntutan masa depan memiliki prakasa
tanggung jawab
B. PEMBELAJARAN AKTIF
3. Mengapa

 Memberikan umpan bagaiman peserta didik belajar


membentuk sikap yang diperlukan, mengelola perolehannya
untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar
berikutnya, atas prakarsa sendiri.

 Memberikan sumbangan terhadap perkembangan mental


peserta didik.
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana
Yang perludiperhatikan:
 Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna dan kondusif
 Mengandung unsur pengamatan terhadap objek yang dipelajari
dengan memperhatikan keseimbangan otak kanan dan kiri.
 Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek tahap
perkembangan atau kejadian untuk menghubungi pengamatan yang
satu dengan yang lain.
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana

 Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau dengan


menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru maupun menggunakan pengalaman baru.
 Eksperimen dan atau penerapan konsep/teori
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Penilaian Pembelajaran Aktif yang Bermakna

Yang perlu diperhatikan:


 Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang akan di capai dan
penting untuknya.
 Tujuan apa yang akan dicapai dan sejauh mana ia telah mencapai
tujuan dalam sasaran yang berkesinambungan.
BAB VI
EVALUASI BELAJAR
 PENDAHULUAN
 FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
 ANALISIS TAKSONOMIS
 TEKNIK PENILAIAN
A. PENDAHULUAN
 Usaha melakukan evaluasi terhadap hasil
belajar siswa
 Penilaian dan prediksi terhadap penguasaan
materi pada siswa
A. PENDAHULUAN
1. Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap Hasil
Belajar Siswa

Cara-cara yang dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa :

Ujian/ testing
Melakukan tugas tertentu
Membuat karangan
mereproduksi materi yang telah diajarkan
wawancara, dan sebagainya
A. PENDAHULUAN
2. Penilaian Dan Prediksi Terhadap Penguasaan
Materi Pada Siswa

 Penilai berusaha menentukan atau memperkirakan sejauh mana


peserta didik mengalami kemajuan ke arah tujuan (pendidikan)
yang harus dicapai dan/atau untuk menentukan apakah peserta
didik telah memenuhi syarat dalam suatu kategori tertentu.

Penilaian hasil-hasil pendidikan biasanya disebut rapor

Bentuk-bentuk rapor :
 Mempergunakan lambang A, B, C, D, E
 Skala 11 tingkat misl: mulai 0-10 atau 0 sampai 100
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
 Dasar psikologis
 Dasar didaktis
 Dasar administratif
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis

Evaluasi pendidikan berguna sebagai bahan orientasi


untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauh

a. Di pandang dari segi anak didik


b. Di pandang dari segi pendidik
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis
a. Di pandang dari segi anak didik
•Anak-anak belum dapat “mandiri pribadi”

Butuh pendapat orang dewasa dalam menentukan


sikap ,tingkah lakunya dan orientasi dalam suatu
sikap tertentu
•Anak membutuhkan status diantara teman-temannya
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis
b. Di pandang dari segi pendidik

Orang membutuhkan untuk mengetahui sejaumana usahanya


telah mencapai tujuan sebagai pedoman dan dasar untuk
menentukan langkah-langkah lebih lanjut

Guru butuh untuk mengetahui hasil usahanya sebagai


pedoman dalam menjalankan usaha-usaha lebih lanjut.
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
2. Dasar Didaktis
a. Ditinjau dari segi anak didik

Pengetahuan tentang kemajuan-kemajuan yang telah dicapai


umumnya berpengaruh baik terhadap pekerjaan-pekerjaan
selanjutnya
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
2. Dasar Didaktis
b. Ditinjau dari segi pendidik

Guru dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan


Membantu menilai readiness (kesiapan) anak dalam belajar
Mengetahui status anak dalam kelasnya
Membantu menempatkan murid dalam suatu kelompok yang tepati
Membantu memperbaiki metode belajar dan mengajar
membantu dalam memberikan pelajaran tambahan
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
2. Dasar Administratif

 Memberikan data untuk menentukan status anak didik


dalam kelasnya

 Memberikan ihtisar hasil usaha yang telah dilakukan oleh suatu


lembaga

 Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada


orangtua, atau pejabat pemerintah , guru-guru dan murid.
C. ANALISIS TAKSONOMIS
 Segi kognitif ( Tokoh : Bloom)
 Segi afektif (Tokoh : Krathwohl)
 Segi psikomotoris (Tokoh : E.J. Simpson)
C. ANALISIS TAKSONOMIS
1. SEGI KOGNITIF (Bloom)

Memperhatikan
Merespon
Menghayati Nilai
Mengorganisasikan
Mempribadikan nilai atau seperangkat nilai
C. ANALISIS TAKSONOMIS
2.. SEGI AFEKTIF (Krathwohl)

Memperhatikan
Merespon
Menghayati nilai
Mengorganisasikan
Memperhatikan nilai atau seperangkat nilai
C. ANALISIS TAKSONOMIS
3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J. Simpson)
Persepsi
Set
Respon Terbimbing
Respon Mekanistis
Respon Kompleks
D. TEKNIK PENILAIAN
 Tes subjektif
 Tes objektif
D. TEKNIK PENILAIAN
1. Tes Subjektif

Kelemahan Tes subjektif :

Sukar dinilai secara tepat

Sukar untuk komprehensif

Kecenderungan pendidik memberikan nilai seperti biasa

reliabilitas, validitas, dan objektivitas rendah


D. TEKNIK PENILAIAN
1. Tes Subjektif

Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi :

Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan

Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan


suatu kegiatan

Mengetahui kemampuan mengarang

menyelidiki kecakapan pemecahan masalah


D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak
(True-False Test, Yes-No Test)

KEKUATAN KELEMAHAN
Mudah disusun  Mendorong untuk menerka,
Komprehensif dapat mengerjakan tanpa belajar
Dapat dinilai cepat  Reliabilitas rendah
praktis  Menimbulkan kekeburan, dan
objktif sukar dicari item yang
benar-benar salah
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)

Kekuatan Kelemahan
 Digunakan untuk  Digunakan hanya untuk
meneliti kemampuan menilai ingatan saja
membuat tafsiran,  Sukar
melakukan pemilihan,  Sering terjadi lebih dari
mendiskriminasikan, satu jawaban yang
menentukan pendapat tepat
& menarik kesimpulan  Memakan banyak
 Mudah, cepat dan waktu dan usaha
objektif
 Mengurangi faktor
terkaan
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
Matching Test
KEKUATAN
 Dapat digunakan untuk menilai :
 Problem dengan penyelesaiannya
 Teori dengan penyusunannya sebab
dan akibatnya singkatan dan kata-kata
lengkapnya
 Istilah definisinya
 Mudah disusun
 Menghilangkan faktor menerka-nerka
 Dapat dinilai dengan mudah dan cepat
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
Tes Isian
KEKUATAN KELEMAHAN
- Masalah yang diujikan  Banyak memakan
disjikan dalam tempat dan waktu
keseluruhannya  Kurang komprehensif
- Baik untuk menyelidiki  Seringkali hanya untuk
pengetahuan pelajar menilai kecakapan
secara utuh mengenai mengingat
suatu bidang
- Mudah disusun
TERIMA KASIH
M. Fakhrurrozi & Praesti Sedjo

You might also like