You are on page 1of 2

KONTAK BUDAYA

Jika suatu kelompok masyarakat dengan tipe kebudayaan tertentu memiliki sikap terbuka
dengan kebudayaan lain, maka akan terjadi kontak budaya. Suatu kontak budaya didahului oleh
interseksi yang berjalan terus-menerus sehingga menimbulkan rasa saling menyukai kebudayaan
lainnya secara sadar atau tidak, individu-individu masyarakat tersebut akan mengikuti dan
menggunakan perwujudan kebudayaan lain tadi.
Kontak budaya adalah Perpaduan antara budaya satu dengan budaya lainnya. Indonesia
salah satu contohnya, misalnya budaya Jawa dengan budaya sulawesi berbaur. Dari percampuran
budaya itu kemudian membentuk budaya baru. Budaya itu buatan manusia dan telah menjadi
kebiasaan secara turun-temurun.

Studi tentang Hasil/ Akibat dari Kontak Budaya


Hipotesis kontak menyatakan bahwa interaksi antar anggota kelompok yang berbeda
dapat mengurangi prasangka dan permusuhan antar kelompok. Tetapi hasil penelitian
selanjutnya secara progresif mempersempit rentangan keadaan yang memungkinkan anggapan
ini terjadi. Bahkan kontak juga belum tentu memajukan hubungan interpersonal (Stroebe,
Lenkert, dan Jones 1988). Ethnocentrism adalah biasa, semua kelompok relative lebih menyukai
kelompok mereka sendiri daripada kelompok lain.
Pada tingkat interpersonal, hasil penelitian terdapat secara menyebar dalam tipe-tipe
kontak yang berbeda. Misal penelitian Furnham dan Bochner (1986) menyimpulkan bahwa
pelajar asing tidak memiliki satupun sahabat karib dari tuan rumah, bahkan setelah bertahun-
tahun bermukim ditempat itu, sehingga secara sosial sangat terisolasi dari masyarakat tuan
rumah. Triandis juga menemukan penghentian terlalu awal pada para eksekutif Amerika yang
ditugaskan keluar negeri antara 25% - 40%. Temuan yang lain menunjukkan perceraian lebih
banyak terjadi pada perkawinan antar budaya daripada perkawinan dari budaya yang sama.
Penelitian pada perilaku menolong menunjukkan bahwa orang (lain) sebangsa lebih banyak
mendapatkan pertolonga daripada orang asing. Dapat disimpulkan bahwa hubungan lintas
budaya lebih sulit dikelola daripada hubungan dalam budaya yang sama (monokultur). Meskipun
demikian para ahli mengemukakan beberapa predictor spesifik yang menentukan keberhasilan
dalam kontak antar budaya, yaitu :
a. Predictor kultural
Orang yang terisolasi dalam budaya yang secara eksklusif kolektif akan lebih menderita
ketika berada dalam kultur lain daripada mereka yang disosialisasikan pada budaya yang
cenderung mengarahkan pada perkembangan diri (self-direction) dan luwes interaksinya.
Studi oleh Carden dan Feicht (1991) menemukan mahasiswi Turki lebih mengalami
“homesickness” daripada mahasiswi Amerika ketika mereka harus tinggal di asrama yang
jauh dari kota asalnya.
b. Prediktor Demografi
Kelompok yang berasal dari status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan serta status
pekerjaan yang lebih tinggi memiliki sikap yang positif terhadap kelompok yang
berlainan budaya. Demikian pula, kelompok dari status budaya yang lebih tinggi
mempunyai sikap antar budaya yang lebih positif. Sekuritas kelompok dalam hierarki
sosial khususnya sekuritas ekonomi akan berhubungan dengan pengkuran tentang
prasangka pada kelompok laion dalam latar budaya.

Kemajuan teknologi, khususnya di bidang komunikasi dan transportasi telah memperlancar


kontak-kontak antar bangsa, interaksi sosial, tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan
gagasan dengan mudah dilakukan setiap orang tanpa mengenal batas lingkungan geografis,
politik maupun kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kita perlu
segera menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat sebagai bekal agar mereka
dapat menyerap baik unsur-unsur kebudayaan asing demi meningkatkan kesejahteraan bersama
menuju ke arah peradaban.

Dayakisni, Tri & Yuniardi, Salis. 2008. Psikologi Lintas Budaya. Malang : UMM Press

You might also like