You are on page 1of 15

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

DI SUSUN OLEH:

NOVI FEBRIYANTI (03101004008)

RINA APRIANI (03101004014)

NOVAL AGUSTIAN ANUGRAH (031010040 )

RAHMAT SALAM

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2010/2011

ii
Kata Pengantar

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena ats rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul : “ Manusia,
Keragaman, dan Kesetaraan “.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar tentang pembahasan makalah ini yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber.
Penyusun juga mengucapakan terima kasih kepada Dosen Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar yang sangat membantu penyusunan makalah ini yaitu Ibu Dra.Hj.Amalia Z. Ridho,
M.Pd. yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimna cara kami
menyusun makalah ini, tidak lupa juga rasa terima kasih kepada rekan-rekan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya khususnya rekan-rekan kelompok VI.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penulis berharap agar pembaca
dapat memberikan saran dan krtiknya. Untuk itu penulis menguapkan terima kasih.

Palembang, Maret 2011

Tim Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ....................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ......................................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................. 4

2.1 Mengenali dan mengelola Keragaman Masyarakat Indonesia ................................... 5

2.2 Memahami Masyarakat Multicultural ........................................................................ 6

2.3 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat ............................................................ 7

2.4 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat, Bernegara,

dan Kehidupan Global ............................................................................................... 8

2.5 Problematika Diskriminasi ......................................................................................... 9

BAB III. PENUTUP ......................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan dan Saran ................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam


kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai fakta,
keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai fakta yang dapat
memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai faktor penyulit.
Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu
konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap
individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau
yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai
manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang
menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, suku bangsa, kebangsawanan ataupun
kekayaan dan kekuasaan.
Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan
keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda,
seperti kasus Sambas, Ambon, Poso, dan kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia
belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis.
Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu
kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok
manusia ditunjukkan pada struktur dalam sistem hirarki sosial pada suatu kelompok.
Didalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada
posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Diantara
kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih
besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat
disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia
terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan
karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui
keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk menghantarkan
masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan pada pendiri bangsa telah
membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif Negara Bhineka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal tersebut
merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat dasar.
Konsitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan
ketentuan moral yang mengikat warga negara. Keberagaman bangsa yang berkesetaraan
merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara Indonesia. Negara yang
beragam tetapi tidak memiliki kesetaraan dan diskriminatif akan menghadirkan kehancuran.
Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling
pengertian merupakan proses terus menerus, bukan proses sekali jadi dan sudah itu berhenti.
Disinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus menerus
atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus menerus
dan berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu, penting bagi kita memiliki dan
mengembangkan kemampuan hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan
kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama didalam perbedaan inilah yang
mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturisme. Tanpa kemampuan
belajar hidup bersama yang memadahi dan tinggi niscaya semangat multikulturalime akan
meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan
menghidupkan dan mengfungsionalkan semangat multikulturalime. Proses pembelajaran
semangat multikulturalime atau kemampuan belajar hidup bersama ditengah perbedaan dapat
dibentuk, dipupuk, atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan
budaya (cultural passing over) pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding) dan
pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).
Hal inilah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar ini agar menambah pengetahuan mengenai kemajemukan, keragaman, dan
kesetaraan dlam masyarakat supaya tidak bertindak diskriminatif antar sesama sehingga
dengan makalah ini tercipta kehidupan yang harmonis dan damai dalam masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifa dasar dari manusia dan bangsa Indonesia dan
menjadikannya sebahai bingkai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia, mengenali dan
mengeola keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
4. Pengaruh keragaman dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara dan
kehidupan global.
5. Problematika Diskriminasi

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan di Bidang
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dan menambah pengetahuan tentang kemajemukan, kesetaraan
dan keragaman manusia yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.

BAB II
PEMBAHASAN

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norna, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.

Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai
hal lainnya yang mencirikan pebedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan
konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat
manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur merupakan
landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau diBarat budayanya bersifat antroposentris
(berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan
Indonesia menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada tuhan).

Dengan demikain konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi,


mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya.
Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan
keberagaman berdasarkan apa yang diatur oleh tuhan melalui ajaran-ajarannya.

Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada
suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.

Sehubungan dengan itu negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat
unik dan spesifik. Berbeda dengan jernam, inggris, perancis, italia, yunani, yang menjadi
suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Australia, India, Srilanka, Singapura yang
menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Jepang, Korea dan negara-negara di Timur
Tengah menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara meski terdiri
dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan tetap dapat menjadi satu negara. Hal itu
terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu.

2.1 Mengenali dan Mengelola Keragaman Masyarakat di Indonesia


Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik ditingkat negara maupun
ditingkat komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi
dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang
ada.

Identitas dan Salient Identity

Secara mudah, identitas dsapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan
pada seseorang atau sekelompok orang, beberapa identitas, misalnya ras dan usia
cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, agama, ideology dan
profesi. Disamping itu, adapula identitas yang terkait pencapaian, seperti pemenang atau
pecundang, kaya atau miskin, pintar atau bodoh.

Adakalanya sebuah identitas terkesan sangat mencolok atau berarti disbanding yang
lainnya. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih, bisa jadi, ini
karena kedaunya sudan dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lainnya.
Padahal, keragaman status social, kondisi fisik, fungsi dan profesi, jenis kelamin, usia,
ideology, gaya hidup, dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk
mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (public)
yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Bhineka tunggal ika dan unity in
diversity ditunjukkan untuk mengelolah keragaman agama dan etnisitas semata.

Mengelola keragaman

Ada banyak cara megelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut :

 Untuk mendekonstruksi streotip dan prasangka terhadap identitas lain.

 Untuk nengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas
yang berbedabukan hanya sebatas kenal nama dan wajah tetapi mengenali latar
belakang, karakter, dan ekspektasi.

 Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi,


dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas bukan bersifat eksklusif.

 Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain

 Untuk mengembangkan empati terhadap identitas yang berbeda


 Untuk menolak berpartisipasi dalam prilaku-prilaku yang diskriminatif

2.2 Memahami Masyarakat Multikultural

Pemahaman terhadap multikultural sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari


pengrtian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman
konsep multikulturalisme. Kebudayaa merupakan sekumpulan nilai moral untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan.

Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam


kesetaraan, biak secara individual maupun secara kelompok dalam kerangka kebudayaan.
Heterogenitas kekayaan Negara Indonesia ini terekatkan dalam bhineka tunggal ika.
Dengan kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebvagai factor pemersatu, yang
sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk
dari kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.

Sebagai sebuah konsep, mutikulturalisme manjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat


sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan social. Sehingga, bisa menjamin rasa
aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.

Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500 suku
bangsa, maka mutikulturalisme hendaknya tidak hanya sekedar retorika, tetapi harus
diprjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan
hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu
harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air
beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya penbentuka
masyarakat mutikultural di Indonesia. Munculnya konflik antar suku misalnya,
menunjukkan belum dipahaminya prinsip mutikulturalisme yang mengakui perbedaan
dalam kesetaraan. Pemahaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang
senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun
lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa indinesia
merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan harus menjadi bagian tak
terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional


merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi yang terkandung dalam pengakuan
terhadap kesetaraan dan toleransi perbedaan dalam kemajemukkan.
2.3 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini dimulai oleh manusia.
Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hamper tidak terdengar, pada ribuan
tahun yang lalu suda ada. Tingkatanya rakyat jelata, tetapi berkeinginnan agar menjadi
seapadan dengan para bangsawan, dengan para orang kayaserta berkuasa bahkan memjadi
anggota kalangan sang bagianda raja. Kalau kita mau memikirkan matang-matang
keinginanuntuk setara itu, biasanya dan selalu dating dari pihak yang kurang beruntung
untuk menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung.

Sudah adakah yang sebaliknya ? mungkin saja pernah ada dan contohnya bisa kita
ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti rakyat biasa, seorfang
pefmimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang dijalani oleh Siddharta
Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai anak seorang raja
Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya. Daerah kekuasaan sang raja Suddhodana,
terletak didaerah yang pada jaman sekarang dikenal dengan Negara Nepal. Presiden iran
achmad dinejad adalah contoh lain yang paling mengena. Seorang penguasa seperti dia
masih hidup dirumahnya yang kecil sejak dia masih dosen, tidur bukan diatas temapat
tidur, tetapi diatas kasur yang digelar dilantai, kalau bersembahyang didalam masjid, dia
duduk dimana saja, di tengah jamaah lain, tidak menuju shaf paling depan seperti presiden
Indonesia yang selalu begitu.

Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena
jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin
disetarai, semakin suram dan semakin lebar saja. Kesetaraan ini tidak akan muncul dan
berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan
kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Republic kita yang sudah
berumur tua untuk ukuran manusia, 65 tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan
berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia tidak
pernah datang sampai sekarangdan kemungkinan besar di masa yang akan dating nanti.

Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat,
kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya dengan upaya
sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman
sejawat terlebih dahulu hanya untuk membentuk mass-mass forming. mass forming
sepereti ini akan menjadi solid-utuh kalau para pemebentuknya memang memiliki
peringkat yang setara. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya
dan tugasnya maka masa yang dibentuknya akan tidak utruh serta mudah tercerai-berai.
Yang memilukan adalah bahwa setiap orang yang menpunyai ambisi untuk menggerakkan
massa untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.

Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara
manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berfikir dan
perilaku bangsa Indonesia, apabila setip orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya
yang plural dan multicultural itu. Identitas kesetaraan ini tidak akan mucul dan
berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan
kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas
nasional Indonesia.

2.4 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat, Bernegara, dan


Kehidupan Global

Pengaruh keragaman diantaranya adalah

a) Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan


yang berbeda.
b) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non
komplemeter.
c) Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial
yang bersifat dasar.
d) Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
e) Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam
bidang ekonomi.
f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-
masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :

1) Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan
dunia lingkungannya.
2) Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan
masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak
menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam,
antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih tinggi dari
ras/suku/kelompok lain.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negative dari keragaman, yaitu :

1) Semangat Religius
2) Semangat Nasionalisme
3) Semangat Fluralisme
4) Dialog antar umat beragama
5) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar
agama, media, masa, dan harmonisasinya.

2.5 Problematika Diskriminasi

Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, kelas
sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi, dan
politik serta batas negara dan kebangsaan seseorang.

Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “.

Sementara itu Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan bahwa “Setiap
orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat”

Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan
dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup
dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian.

Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor
penyebab antara lain adalah

1) Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi.
2) Adanya tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan
terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah.
3) Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka
terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan hancurnya sebuah
negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang sedikit demi sedikit bisa menjadi
penyebab utama peruses itu, yaitu

1) Kegagalan kepemimpinan
2) Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
3) Krisis politik
4) Krisis sosial
5) Demoralisasi tentara dan polisi
6) Interfensi asing
Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui “ Integrasi
Kebudayaan “ atau “ Integrasi Nasional “.

Manusia Beradab dalam Keragaman

Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik di tengah masyarakat
antara lain:

1. Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah
masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan
diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bisa dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan
ideologi politiknya.
2. Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras di masyarakat tidak lain
disebabkan identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan
3. Teori kesalahfahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan
dalam cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
4. Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah ketidaksetaraan
dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial budaya dan ekonomi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ditengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia baru, maka
idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus
berbasis pada konsep bhineka tunggal ika. Artinya, sekalipun berada dalam satu kesatuan
tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu
keragaman.

Kesetaraan bisa diwujudkan dengan pemarataan pembangunan diseluruh wilayah


NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di hadapan hokum).
Namun jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya : sebuah
konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu keragaman dan kesetaraan harus
ditanamkan sejak dini kepada generasi mudah penerus bangsa.

3.2 Saran

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang
ditengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok-pangkal dari
keragaman dan kesetaraan sebagai sifat dasar manusia.
DAFTAR PUSAKA

Hartono, Yudi. Ilmu Sosial Budaya Dasar (http://yudihartono.wordpress.com/)

Husodo, siwono yudo. 2009. Pancasila dan Keberlanjutan NKRI

( http://www.liveconector.com/)

Mulyana, Agung. 2006. Memahami Masyarakat Multikultural, Suara Karya.

Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia (http://maharsi-rujio.blogspot.com)

Wahyudi, M Zaid. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel Islam

(http://ajaranislam.com/)

Yunanto, Ignatius. 2008. Martikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa Indonesia


(http://joenanto.multyply.com/)

You might also like