Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH:
RAHMAT SALAM
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
ii
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena ats rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul : “ Manusia,
Keragaman, dan Kesetaraan “.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar tentang pembahasan makalah ini yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber.
Penyusun juga mengucapakan terima kasih kepada Dosen Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar yang sangat membantu penyusunan makalah ini yaitu Ibu Dra.Hj.Amalia Z. Ridho,
M.Pd. yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimna cara kami
menyusun makalah ini, tidak lupa juga rasa terima kasih kepada rekan-rekan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya khususnya rekan-rekan kelompok VI.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penulis berharap agar pembaca
dapat memberikan saran dan krtiknya. Untuk itu penulis menguapkan terima kasih.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR .................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norna, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai
hal lainnya yang mencirikan pebedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan
konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat
manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur merupakan
landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau diBarat budayanya bersifat antroposentris
(berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan
Indonesia menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada tuhan).
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada
suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.
Sehubungan dengan itu negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat
unik dan spesifik. Berbeda dengan jernam, inggris, perancis, italia, yunani, yang menjadi
suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Australia, India, Srilanka, Singapura yang
menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Jepang, Korea dan negara-negara di Timur
Tengah menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara meski terdiri
dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan tetap dapat menjadi satu negara. Hal itu
terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu.
Secara mudah, identitas dsapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan
pada seseorang atau sekelompok orang, beberapa identitas, misalnya ras dan usia
cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, agama, ideology dan
profesi. Disamping itu, adapula identitas yang terkait pencapaian, seperti pemenang atau
pecundang, kaya atau miskin, pintar atau bodoh.
Adakalanya sebuah identitas terkesan sangat mencolok atau berarti disbanding yang
lainnya. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih, bisa jadi, ini
karena kedaunya sudan dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lainnya.
Padahal, keragaman status social, kondisi fisik, fungsi dan profesi, jenis kelamin, usia,
ideology, gaya hidup, dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk
mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (public)
yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Bhineka tunggal ika dan unity in
diversity ditunjukkan untuk mengelolah keragaman agama dan etnisitas semata.
Mengelola keragaman
Ada banyak cara megelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut :
Untuk nengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas
yang berbedabukan hanya sebatas kenal nama dan wajah tetapi mengenali latar
belakang, karakter, dan ekspektasi.
Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500 suku
bangsa, maka mutikulturalisme hendaknya tidak hanya sekedar retorika, tetapi harus
diprjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan
hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu
harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air
beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya penbentuka
masyarakat mutikultural di Indonesia. Munculnya konflik antar suku misalnya,
menunjukkan belum dipahaminya prinsip mutikulturalisme yang mengakui perbedaan
dalam kesetaraan. Pemahaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang
senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun
lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa indinesia
merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan harus menjadi bagian tak
terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini dimulai oleh manusia.
Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hamper tidak terdengar, pada ribuan
tahun yang lalu suda ada. Tingkatanya rakyat jelata, tetapi berkeinginnan agar menjadi
seapadan dengan para bangsawan, dengan para orang kayaserta berkuasa bahkan memjadi
anggota kalangan sang bagianda raja. Kalau kita mau memikirkan matang-matang
keinginanuntuk setara itu, biasanya dan selalu dating dari pihak yang kurang beruntung
untuk menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung.
Sudah adakah yang sebaliknya ? mungkin saja pernah ada dan contohnya bisa kita
ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti rakyat biasa, seorfang
pefmimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang dijalani oleh Siddharta
Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai anak seorang raja
Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya. Daerah kekuasaan sang raja Suddhodana,
terletak didaerah yang pada jaman sekarang dikenal dengan Negara Nepal. Presiden iran
achmad dinejad adalah contoh lain yang paling mengena. Seorang penguasa seperti dia
masih hidup dirumahnya yang kecil sejak dia masih dosen, tidur bukan diatas temapat
tidur, tetapi diatas kasur yang digelar dilantai, kalau bersembahyang didalam masjid, dia
duduk dimana saja, di tengah jamaah lain, tidak menuju shaf paling depan seperti presiden
Indonesia yang selalu begitu.
Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena
jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin
disetarai, semakin suram dan semakin lebar saja. Kesetaraan ini tidak akan muncul dan
berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan
kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Republic kita yang sudah
berumur tua untuk ukuran manusia, 65 tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan
berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia tidak
pernah datang sampai sekarangdan kemungkinan besar di masa yang akan dating nanti.
Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat,
kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya dengan upaya
sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman
sejawat terlebih dahulu hanya untuk membentuk mass-mass forming. mass forming
sepereti ini akan menjadi solid-utuh kalau para pemebentuknya memang memiliki
peringkat yang setara. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya
dan tugasnya maka masa yang dibentuknya akan tidak utruh serta mudah tercerai-berai.
Yang memilukan adalah bahwa setiap orang yang menpunyai ambisi untuk menggerakkan
massa untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.
Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara
manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berfikir dan
perilaku bangsa Indonesia, apabila setip orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya
yang plural dan multicultural itu. Identitas kesetaraan ini tidak akan mucul dan
berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan
kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas
nasional Indonesia.
Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-
masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :
1) Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan
dunia lingkungannya.
2) Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan
masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak
menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam,
antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih tinggi dari
ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
1) Semangat Religius
2) Semangat Nasionalisme
3) Semangat Fluralisme
4) Dialog antar umat beragama
5) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar
agama, media, masa, dan harmonisasinya.
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, kelas
sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi, dan
politik serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “.
Sementara itu Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan bahwa “Setiap
orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat”
Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan
dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup
dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor
penyebab antara lain adalah
1) Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi.
2) Adanya tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan
terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah.
3) Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka
terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan hancurnya sebuah
negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang sedikit demi sedikit bisa menjadi
penyebab utama peruses itu, yaitu
1) Kegagalan kepemimpinan
2) Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
3) Krisis politik
4) Krisis sosial
5) Demoralisasi tentara dan polisi
6) Interfensi asing
Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui “ Integrasi
Kebudayaan “ atau “ Integrasi Nasional “.
Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik di tengah masyarakat
antara lain:
1. Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah
masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan
diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bisa dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan
ideologi politiknya.
2. Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras di masyarakat tidak lain
disebabkan identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan
3. Teori kesalahfahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan
dalam cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
4. Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah ketidaksetaraan
dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial budaya dan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ditengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia baru, maka
idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus
berbasis pada konsep bhineka tunggal ika. Artinya, sekalipun berada dalam satu kesatuan
tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu
keragaman.
3.2 Saran
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang
ditengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok-pangkal dari
keragaman dan kesetaraan sebagai sifat dasar manusia.
DAFTAR PUSAKA
( http://www.liveconector.com/)
(http://ajaranislam.com/)