Professional Documents
Culture Documents
NIM : 131020090037
1. Seorang wanita, 42 tahun , P11 A0 mengeluh nyeri perut sejak 4 jam sebelum masuk RSHS
disertai perdarahan dari jalan lahir. Ibu melahirkan anak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
ditolong dukun beranak, bayi lahir mati, waktu dicoba melahirkan tali pusat tali pusat putus.
Dukun merujuk ke bidan, bidan melihat ibu berdarah banyak, pucat dan lemah langsung
merujuk pasien ke RS Swasta terdekat. Di RS swasta T 90/50 ,N 120/ menit ; R 24/menit
diberi infus 7 labu dan dikatakan ada robekan rahim serta direncanakan operasi.Karena
penderita GAKIN ,penderita minta pindah ke RSHS.Waktu dilakukan operasi ditemukan
rupture uteri totalis sehingga dilakukan histerektomi ; namun ibu meninggal hari ke 5 pasca
Bedah
a) Pada kasus ini terdapat 2 sistem kebijakan yang pelaksanaannya masih buruk.Uraikan
pendapat anda.
b) Apa yang saudara ketahui tentang 4 terlalu dan 3 terlambat dan apa hubungnnya dengan
kasus di atas ?
Jawaban :
a) Pada kasus di atas terdapat 2 sistem kebijakan yang pelaksanaannya masih buruk yaitu :
• Strategi Pendekatan Risiko (SPR):
Konsep pemikiran dasar SPR adalah bahwa pada tiap masyarakat selalu ada
komunitas, keluarga atau individu yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk
menjadi sakit, mendapat kecelakaan atau kematian mendadak, jika dibandingkan
dengan kelompok lain.
Adanya kerentanan terhadap penyakit atau kelainan disebabkan oleh berbagai
karakteristik atau faktor risiko yang dimiliki, yangmana satu sama lain saling
berpengaruh. Faktor risiko ini bisa biologis, genetic, lingkungan atau psikososial.
Sebagian faktor risiko ini dapat dikenal dan diukur sehingga dapat menggunakannya
dalam upaya pelayanan kesehatan preventif.
Seharusnya pada saat seorang ibu hamil dan diketahui bahwa kehamilannya
berisiko akan mendapatkan kesulitan pada kehamilan dan persalinan maka tenaga
kesehatan harus mempersiapkan sejak ibu tersebut hamil untuk mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi. Hal ini merupakan indikator besaran pertolongan yang
dibutuhkan baik preventif maupun kuratif.
SPR dimulai dengan ditemukan indikator-indikator tersebut yang kemudian
dijadikan sebagai petunjuk untuk tindakan selanjutnya. SPR dapat digunakan sebagai
alat manajemen dan sebagai pedoman pada kasus faktor risiko dan harus
dilaksanakan secara konsisten. Akan berhasil jika ada kesamaan persepsi para
pengambil kebijakan umum (Pemerintah pusat, Depkes, Pemda) dan pelaksana teknis
(jajaran kesehatan, LSM, pengguna pelayanan kesehatan).
Pada kasus 1 seharusnya dilakukan scoring risiko pada ibu. Sehingga dapat
diperkirakan risiko masalah yang mungkin dialami oleh ibu berdasarkan besar, jenis,
waktu dan tempat sehingga dapat direncanakan pertolongan yang tepat bagi ibu.
Dengan dilakukan scoring tersebut dapat diberikan pertolongan yang tepat terhadap
ibu dengan melakukan Rujukan Dini Berencana atau Rujukan Tepat Waktu.
SPR akan berjalan dengan baik bila dilakukan secara proaktif dan koordinatif. Sikap
proaktif dapat diwujudkan dengan cara, :
✔ Bidan secara aktif mendeteksi dan mengukur faktor risiko (scoring factor risiko)
yang ada pada setiap wanita sehingga dapat digunakan untuk upaya pelayanan
kesehatan preventif dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang
dibutuhkan secara tepat waktu.
✔ Para kader secara aktif mendeteksi wanita yang mempunyai faktor risiko
kemudian melakukan konseling dan merujuk secara tepat.
✔ Dukun bayi seharusnya sudah tidak lagi melakukan pertolongan persalinan, tetapi
sebagai mitra bidan dan memberikan informasi pada bidan kaitanya dengan ibu
hamil, bersalin dan nifas.
✔ Para bidan secara aktif melatih dan membina kader, dukun dan posyandu
✔ Rumah sakit daerah secara aktif membina puskesmas dan bidan swasta,
memberikan masukan dan advokasi kepada pemerintah daerah serta harus mampu
menanggulangi kasus–kasus darurat obstetri, terutama kasus rujukan.
• Sistem Rujukan
Secara konseptual sistem rujukan adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbale balik atas kasus atau masalah
kesehatan yang timbul, baik secara horizontal maupun vertical, baik untuk kegiatan
pengiriman penderita, pendidikan, maupun penelitian.
Secara operasional sistem rujukan adalah suatu tatanan dimana berbagai
komponen dalam jaringan pelayanan kesehatan reproduksi dapat berinteraksi dua
arah timbale balik, antara bidan di desa, bidan dan dokter puskesmas di pelayanan
kesehatan dasar, dengan para dokter spesialis di RS Kabupaten, untuk mencapai
rasionalisasi penggunaan sumber daya kesehatan, dalam upaya penyelamatan ibu dan
bayi baru lahir, melalui penanganan ibu risiko tinggi dan gawat darurat obstetri,
secara professional, efisien, efektif, rasional dan relevan. Akan tetapi pengertia secara
operasional ini harus disesuaikan dengan keadaan Negara bahkan akan berbeda antara
satu provinsi dengan provinsi yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
geografi, sarana/prasarana, social, ekonomi dan budaya.
Pada kasus di atas menunjukkan bahwa SPR tidak dijalankan dengan baik. Ini
merupakan kesalahan dan tanggung jawab pengelola/petugas kesehatan. Seharusnya
dengan SPR dapat memperkirakan besar, jenis dan waktu pertolongan yang
dibutuhkan. Selain itu harus mengetahui dengan tepat tempat pertolongan yang bisa
didapat, sehingga berakhir pada rujukan yang terlambat.
Kasus di atas juga memberikan gambaran kegagalan kesehatan dan sosial yang
seharusnya dapat dicegah dan dihindari. Keadaan ini seharusnya tidak terjadi. Pasien
dan bayinya meningggal karena terperangkap oleh faktor sosial budaya dan ekonomi.
Kepercayaan terhadap dukun dan melakukan persalinan di rumah masih tinggi,
pemanfaatan tenaga dan fasilitas kesehatan masih rendah, hal ini dapat disebabkan
karena ketidaktahuan pasien, kepercayaan tradisional kepada dukun bayi yang sangat
besar serta ketidakmampuan biaya, terbukti pasien menggunakan fasilitas GAKIN
untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Dengan permasalahan yang kompleks itulah
yang menyebabkan si ibu tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan
bayinya dan tidak ada waktu untuk diselamatkan.
Faktor lain yang dapat menyebabkan pasien meninggal adalah pasien dirujuk
secara estafet. Dari bidan ke RS swasta, dari RS swasta ke RSHS, hal ini semakin
memperpanjang alur rujukan dan memperburuk keadaan pasien karena memerlukan
waktu yang lama. Seharusnya bidan sebelum merujuk melihat kondisi sosial ekonomi
pasien dan mengetahui RS disekitarnya yang bisa menggunakan GAKIN. Sehingga
dalam melakukan rujukan bidan tepat sasaran/tempat.
Penatalaksanaan di RS Rujukan
Penatalaksanaan di RS rujukan, pada kasus di atas adalah RS swasta yang tidak
menerima GAKIN, seharusnya RS tersebut melihat dulu kondisi pasien, apakah
kondisinya memungkinkan untuk dibawa ke rumah sakit lain atau kondisinya
memerlukan tindakan segera, dengan kondisi adanya robekan uterus dan perdarahan
banyak dan terus menerus seharusnya pasien tersebut ditangani terlebih dahulu di RS
tersebut dengan menghentikan sumber perdarahannya. Perjalanan rujukan dari RS
swasta ke RSHS memerlukan waktu, kalau perjalanan ke RSHS ada hambatan
misalnya macet, berapa lama lagi dan berapa banyak pasien tersebut harus kehilangan
darah. Inilah yang menyebabkan sistem rujukan tidak berjalan dengan baik. Orientasi
RS terutama RS swasta dalam memberikan pelayanan sebagian besar atau bahkan
semua RS swasta berorientasi bisnis, sehingga bila terdapat pasien yg tidak mampu
apapun keadaannya tidak dilayani.
a) 4 terlalu adalah :
• terlalu muda sudah hamil,
• terlalu sering hamil atau mempunyai anak terlalu banyak,
• jarak kehamilan terlalu dekat dan
• masih hamil pada usia yang sudah terlalu tua.
Hubungan 4 (empat) terlalu dengan kasus di atas adalah :
• Pada kasus ini ibu berusia 42 tahun dengan P11A0, jadi dapat dikatakan bahwa
ibu terlalu sering hamil atau punya anak terlalu banyak.
• Usia 42 tahun adalah usia yang terlalu tua untuk hamil dan melahirkan.
• Melihat usia ibu 42 tahun dan telah melahirkan (partus) sebanyak 11 kali, jadi
terdapat kemungkinan ibu terlalu muda untuk hamil yang pertama dan jarak
antara kehamilan terlalu dekat.
a) 3 terlambat adalah :
• Penderita terlambat minta pertolongan
• Penderita terlambat datang ke tempat pertolongan
• Penderita terlambat ditolong di tempat pertolongan
Hubungan 4 (empat) terlalu dengan kasus di atas adalah :
• Terlambat mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan
Dukun bayi seharusnya sudah tidak melakukan pertolongan persalinan lagi, tetapi
pada kasus ini dukun masih juga melakukan pertolongan persalinan padahal ibu
hamil ini jelas-jelas berisiko jika ditolongnya karena usianya 42 th dengan P11A0.
Dukun terlambat mengambil keputusan untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang benar dan tepat pada pasien ini. Ditambah lagi bidan kurang tepat dalam
mengambil keputusan tempat merujuk , mengingat pasien ini termasuk golongan
GAKIN yang seharusnya dirujuk di RS yang menerima GAKIN tetapi dirujuk ke
RS swasta.
• Terlambat mencapai pelayanan kesehatan/penanganan yang tepat
Terlambat mencapai pelayanan kesehatan yang tepat, pasien berisiko yang
seharusnya melahirkan di rumah sakit justru melahirkan di dukun, dan mengalami
masalah, bidan tidak merujuk ke RS yang tepat yaitu RS yang menerima GAKIN,
yangmana pada kasus ini terjadi proses estafet pada rujukan sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama atau terlambat mencapat tempat penanganan.
• Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan di tempat rujukan
Pasien ini terlambat dalam mendapatkan pelayanan yang tepat karena bidan yang
kurang tepat dalam memutuskan tempat merujuk, di RS swasta yang tidak
memberikan pelayanan GAKIN padahal pasien ini mengalami kegawatdaruratan
dan harus mendapatkan pertolongan segera tetapi justru dilempar dari satu rumah
sakit ke rumah sakit yang lain.
1. Saudara sebagai AMD Keb bertugas di RSUD pada suatu Kabupaten dengan 10 kecamatan
dan 12 Puskesmas, 2 diantara puskesmas itu adalah Puskesmas PONED. Pengumpulan data
yang dilakukan pada RS tempat saudara bekerja menunjukkan bahwa :
➢ Baik kematian ibu maupun bayi kebanyakan terjadi pada kasus kasus rujukan terlambat
➢ Faktor kendala yang berperan adalah rujukan terlambat pada pasen pasen Gakin karena
alasan biaya
➢ Rujukan terlambat ternyata berasal dari 2 Kecamatan yang tidak mempunyai dan
lokasinya jauh dari Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten.
Menurut pendapat anda upaya upaya yang harus dilakukan agar kejadian di atas tidak
terulang lagi dimasa yang akan datang sehingga kejadian kematian ibu dan bayi dapat
dirturunkan ?
Jawaban :
Upaya untuk mengatasi rujukan terlambat:
• Koordinasi yang baik antara tenaga kesehatan di lapangan dengan RS tempat rujukan dan
melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan setempat yang langsung membawahi
wilayah kerja puskesmas untuk melakukan pelatihan tentang sistem pendekatan risiko
untuk mendeteksi faktor resiko yang terjadi, sehingga dapat menerapkan sistem
pendekatan resiko dengan baik dan dapat melakukan rujukan terencana dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi karena rujukan yang terlambat
• Penanganan risiko tinggi dan komplikasi persalinan dengan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat terutama kader kesehatan yang proaktif dalam penyaring perempuan dengan
risiko tinggi dan merencanakan rujukan yang tepat.
• Peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan cara mengikuti pelatihan,
seminar, lokakarya, dan lain-lain.
– Upaya – upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menurunkan kematian
ibu dan bayi :
• Berusaha untuk mampu menjembatani pelayanan kesehatan dengan menghilangkan
kesenjangan pelayanan Kespro.
• Membuat persamaan strategi / langkah antar petugas kesehatan dalam penanganan
kegawatan obstetri.
• Senantiasa meningkatkan ilmu dan ketrampilan supaya mampu untuk mengenal secara
dini golongan RISTI, kegawat daruratan obstetri dengan KIE dan rujukan terencana.
• Berusaha untuk mencegah rujukan terlambat.
• Mampu advokasi kepada pimpinan wilayah sosial – mobilisasi masyarakat dalam
koordinasi GSI.
• Peningkatan pertolongan persalinan oleh bidan dengan menempatkan 1 bidan untuk 1
desa, dan bermitra dengan dukun.
• Membangun sistem rujukan materna dan neonatal
• Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral
• Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Pemda.
• Meningkatkan keterampilan SDM dalam penanganan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal
• Melakukan AMP sehingga dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam menangani
kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
• Melakukan sosialisasi dengan mengadakan pelatihan mengenai scoring factor risiko,
penanganan dan komplikasi yang mungkin terjadi
• Pemantapan fungsi system rujukan
• Pencatatan/pelaporan kesakitan/ kematian ibu dan bayi yang baik
• Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
• Peningkatan kemitraan Bidan dan Dukun
1. Ditinjau dari aspek garapannya apa perbedaan antara Obstetri Klinik dan Obstetri dan
Ginekologi Sosial ?.
Jawaban :
Dari aspek garapannya perbedaan obsteri klinik dan obstetri sosial adalah ;
– Obstetri klinis
mempelajari aspek aspek klinik / medik dari kehamilan , persalinan dan nifas yang
kedalamnya termasuk upaya upaya pengobatan dan penanggulangan secara medic.
– Ginekologi Klinik:
Semua kasus ginekologi yang datang ke klinik:
○ Kelainan kongenital
○ Infeksi
○ Trauma
○ Neoplasma
○ Proses degenerasi
– Ilmu Obstetri Sosial
Mempelajari segala aspek pengaruh lingkungan terhadap proses terjadinya penyulit
dan pengelolaan kehamilan , persalinan dan nifas yang bersifat sosial.
Termasuk kedalamnya upaya promotip dan pencegahan penyulit dari kehamilan ,
persalinan dan nifas dengan cara pendekatan sosial.
• Teen age pregnancy (kehamilan remaja)
• Making pregnancy safer (kehamilan yang aman)
• Risk approach strategy (strategi pendekatan resiko)
• Audit maternal perinatal.
– Genekologi Sosial
yaitu semua kasus yang terjadi di masyarakat dan juga terhadap dampak yang timbul
dimasyarakat seperti :
• Kelainan kongenital
• Infeksi
• Trauma
• Neoplasma
• Proses degenerasi
Perbedaan obstetrik klinik dan obstetrik sosial bisa dilihat dari table berikut ini :
1. Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial adalah: “Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara Kesehatan Reproduksi dan Lingkungan “, uraikan apa maksud dari ungkapan di atas?
Jawaban:
Maksudnya adalah Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial merupakan suatu ilmu yang tidak
hanya mempelajari tentang kehamilan, persalinan, nifas dan masa antara serta penyakit
yang menyertai, yang bersifat monodisplin dan berorientasi kepada kompetensi klinik,
akan tetapi lebih bersifat multidisiplin, memadukan biomedis dengan aspek humaniora,
serta berorientasi tidak hanya menekankan kompetensi klinik, tetapi juga memperhatikan
etika dan manajemen. Dalam obstetri dan ginekologi sosial dapat dipelajari bahwa fungsi
reproduksi merupakan peristiwa biologis alamiah, yang dalam prosesnya sering
dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosial.
Adapun lingkungan yang dimaksud adalah :
a. geografis tempat tinggal
b. sosioekonomi dan budaya
c. agama
d. pendidikan
e. transportasi
f. sarana
g. sumber daya manusia
Lingkungan sangat mempengaruhi anatomi dan faal alat reproduksi wanita sebaliknya
jika ada kelainan dan penyakit dan atau penyulit dari organ reproduksi, maka akan
berdampak pada lingkungan sosial dimana wanita itu berada.
Jadi, maksud dari kalimat ”Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
Kesehatan Reproduksi dan Lingkungan” tersebut adalah ilmu obstetri dan ginekologi
sosial mengkaji masalah kesehatan reproduksi wanita secara holistik dan menyeluruh,
dan tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan akan tetapi juga dihubungkan
dengan dampak atau hubungan timbal balik dari permasalahan kesehatan reproduksi yang
ada pada diri individu terhadap kehidupan sosialnya maupun dampak terhadap
masyarakat dan lingkungannya.
b).Angka kematian ibu di Indonesia Masih tinggi , temuan HDSI ( Health and Demographic
Survey Indonesia ) tahun 2002/2003 AKI di Indonesia 307/100.000.Apa penyebab dari
masih tingginya AKI di Indonesia ?.
Jawaban :
Penyebab masih tingginya AKI di Indonesia adalah :
• Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu : tenaga, sarana, belum optimalnya keterlibatan
swasta
• Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender :
antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana.
• Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum
ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus,
terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, terbatasnya sarana/dana untuk
transportasi (kunjungan dan rujukan)
• Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah
terpencil
• Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan
persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan
desa.
• Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk
percepatan penurunan angka kematian ibu.
• Budaya patriaki yang masih kental. Perempuan tidak memiliki kendali penuh atas
dirinya. ”Seringkali perempuan tidak berkuasa kapan dia harus mengandung. Padahal
disaat itu mungkin hamil berbahaya bagi dia,” sebab lain karena kemiskinan,
rendahnya pendidikan, kurangnyaakses terhadap informasi, tingginya peranan dukun
dan terbatasnya layanan medis modern
• Tingginya AKI dan AKB di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
pendidikan dan pengetahuan, sosial budaya, sosial ekonomi, geografi dan lingkungan,
aksesibilitas ibu pada fasilitas kesehatan serta kebijakan makro dalam kualitas
pelayanan kesehatan.
• adanya 4T yang meliputi terlalu muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu
sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak melahirkan.
1. a).Dalam rangka upaya memperbaiki Kualitas Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia bermaksud untuk menggantikan peranan Dukun
Beranak di Indonesia oleh Bidan.
Apa yang saudara ketahui tentang program ini dan bagaimana tugas para bidan dalam
memenuhi harapan Dep Kes di atas?
Jawaban :
Program yang dibentuk oleh pemerintah ini yaitu program penempatan Bidan disetiap
Desa di Indonesia. Adapun tugas yang diemban oleh bidan di desa ini adalah
melakukan pemantauan pada wilayah kerjanya terhadap jumlah ibu hamil, bersalin, nifas
dan bayi baru lahir atau yang dikenal dengan PWS KIA. Selain itu bidan desa juga
bertanggung jawab dalam pelaksanaan deteksi dini risiko tinggi sehingga tidak terjadi
keterlambatan dalam merujuk
Progam ini tercantum dalam program Making Pregnancy Safer (MPS) dimana kunci
dari MPS adalah setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap
komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat serta setiap
perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis
dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
6. b).Agar para bidan D3 lulusan POLTEKKES tempat saudara mengajar dapat mempunyai
kemampuan dalam memenuhi harapan DEP KES RI di atas, materi materi dan
kemampuan apa saja yang harus mereka kuasai
Jawaban :
Untuk menjadi seorang bidan yang terampil dan juga kompeten maka dalam program
pendidikan bidan hendaknya mempelajari tentang:
• Ilmu Dasar : Anatomi, fisiologi, mikrobiologi & parasitologi, patofisiologi, fisika,
biokimia, Ilmu Sosial : Pancasila dan Wawasan Nusantara, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Sosiologi, Antropologi, Administrasi&kepemimpinan, Ilmu komunikasi,
Humaniora, Pendidikan,
• Ilmu Terapan : Kedokteran, farmakologi, epidemiologi, statistik, teknik kesehatan
dasar, paradigma sehat, ilmu gizi, hukum kesehatan, kesehatan masyarakat, metode
riset,
• Ilmu Kebidanan : Dasar-dasar kebidanan, teori dan model konseptual kebidanan,
siklus kehidupan wanita, etika&etiket kebidanan, pengantar kebidanan profesional,
teknik & prosedur kebidanan, asuhan kebidanan dalam kaitan kesehatan reproduksi,
tingkat dan jenis pelayanan, legislasi kebidanan, praktik klinik kebidanan.
• Selain itu seorang calon bidan harus menguasai 9 kompetensi bidan yang
sudah dicanangkan oleh IBI yaitu : …..
6. a) Jabarkan faktor faktor yang berkaitan dengan 5 penyebab utama kematian ibu di dunia!
b).Di Indonesia masalah 4 terlalu masih banyak di temukan, dewasa ini ibu grande
multipara menjadi marak lagi. Apa penyebab banyaknya 4 T di Indonesia dan
bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh para pengelola kesehatan reproduksi
untuk memperbaiki karakteristik ibu di atas?
Jawaban :
a) 5 (lima) penyebab utama kematian ibu di dunia adalah :
• Hipertemsi dalam kehamilan
• Perdarahan
• Infeksi
• Partus lama
• Pertolongan abortus yang tidak memenuhi syarat/adekuat
Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan 5 penyebab kematian ibu di atas
yaitu menurut Departemen Kesehatan RI (1994) mengelompokkan factor tersebut
sebagai berikut :
✔ Faktor medic
Faktor resiko tinggi (high risk group), yaitu primigravida (umur < 20 tahun atau >
35 tahun), jumlah anak > 4 orang dan jarak persaiinan terakhir < 2 tahun, tinggi
badan < 145 cm, berat badan < 38 kg atau lingkar lengan atas (lila) < 23,5 cm,
riwayat penyakit keluarga dan kelainan bentuk tubuh, riwayat obstetric buruk dan
penyakit kronis. Seiain itu komplikasi kehamiian, persaiinan dan masa nifas
adalah penyebab langsung kematian maternal, yaitu perdarahan pervaginum,
infeksi, keracunan kehamiian, komplikasi akibat partus lama dan trauma
persalinan.
Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk keadaan ibu pada saat hamil
yang berperan dalam kematian ibu adalah kekurangan gizi dan anemia (Hb' < 8 gr
%)serta bekerja fisik berat selama kehamiian, yang memberikan dampak
kehamilan yang kurang baik berupa bayi berat lahir rendah dan prematuritas.
✔ Faktor non medic
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat upaya penurunan
kesakitan dan kematian maternal adalah kurangnya kesadaran ibu untuk
mendapatkan pelayanan antenatal, terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya
kehamiian resiko tinggi, ketidakberdayaan sebagian besar ibu-ibu hamil di
pedesaan dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk dan membiayai biaya
transportasi dan, perawatan di rumah sakit.
✔ Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang memicu tetap tingginya angka kematian
maternal adalah belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan
kelompok resiko, masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan yang
dilakukan di rumah oleh dukun yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya.
a) Penyebab banyaknya 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak)
di Indonesia adalah
✔ Pengetahuan masyarakat Indonesia yang masih rendah tentang kesehatan terutama
kesehatan ibu dan anak membuat masyarakat tidak menyadari bahaya hamil
dengan 4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak). Kurang
pengetahuan ini disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah
yang dapat mengakibatkan kemiskinan, kemiskinan dapat berarti kebodohan.
✔ Belum meratanya tenaga kesehatan di daerah terutama daerah terpencil. Hal ini
berdampak pada kurangnya penyebarluasan informasi atau pendidikan kesehatan
terutama kesehatan ibu dan anak
✔ Adanya faktor sosial budaya yang masih beranggapan ‘Banyak anak banyak
rezeki’
a) Upaya yang harus dilakukan oleh para pengelola kesehatan reproduksi untuk
memperbaiki karakteristik ibu di atas adalah :
• Melakukan deteksi dini terhadap adanya penyulit kehamilan, persalinan dan nifas,
dan memberikan penanganan secara tepat dan cepat
• Melakukan/memberikan asuhan pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas yang
baik
• Melakukan rujukan terencana pada kasus kehamilan, persalinan dan nifas dengan
penyulit sehingga rujukan dilakukan pada waktu yang tepat dan ke tempat yang
tepat untuk mendapatkan pertolongan
• Memberikan penyuluhan dengan pendekatan persuasif kepada wanita usia
reproduksi untuk memperbaiki karakteristik ibu hamil
• Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pola reproduksi yang sehat
dan aman, yang dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung
• Melakukan advokasi kepada Tokoh masyarakat, agama dan Pemerintah daerah
setempat agar memberikan dukungan bahkan kebijakan untuk dapat memperbaiki
karakteristik ibu tersebut
• Mendorong dan membina masyarakat untuk melakukan upaya swadaya dalam
membantu ibu hamil risiko tinggi seperti pengembangan Tabulin, Donor Hidup,
Dasolin, Ambulan desa
• Memberikan penyuluhan tentang program Keluarga Berencana kepada
masyarakat dan pasangan usia subur agar dapat mengatur kehamilan
6. a).Masalah 3 terlambat ( Menurut Mahmoud Fatalla 4 terlambat ) mempunyai peranan
yang cukup bermakna terhadap tingginya AKI di negara negara yang sedang berkembang.
Uraikan apa yang saudara ketahui tentang situasi ini di Indonesia!
Jawaban :
✔ Penderita terlambat minta tolong, hal ini disebabkan karena :
• Ketidaktahuan terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya
• Acuh tak acuh terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapinya
• Ketakutan
• Sosial budaya masyarakat di Indonesia yang masih banyak bertentangan dengan
upaya kesehatan
• Sosio ekonomis dimana terjadinya kesenjangan dimana masih tingginya angaka
kemiskinan di Indonesia dan hal ini jelas-jelas menghambat upaya peningkatan
tingkat kesehatan masyarakat
✔ Penderita terlambat datang ke tempat pertolongan
• Hambatan fisik, finansial dan sosial budaya sering menjadi penghalang bagi wanita
dan keluarganya untuk mendapatkan pelayanan yang tepat waktu.
• Transportasi sebagai hambatan utama di negara-negara yang memiliki letak
geografis yang tidak mendukung atau sistem jalan yang tidak mendukung. Di
daerah terpencil, kendaraan jarang dan kalaupun ada dalam kondisi yang buruk.
• Sosial ekonomis, biaya transportasi begitu besar sehingga mematahkan motivasi
ibu dan keluarganya, termasuk biaya yang lainya yang berkaitan dengan keperluan
selama di tempat rujukan.
✔ Penderita terlambat ditolong di tempat pertolongan
• Sumberdaya manusia di tempat rujukan : jumlah tidak memadai, keberadaaa
dokter jaga maupun spesialis yang kadag tidak siap di tempat pelayanan,
kompetensi dan ketrampilan yang kurang dalam menghadapi kegawatdaruratan.
• Sarana dan prasarana yang tidak memadai: fasilitas pelayanan kesehatan tidak
mempunyai sistem untuk meyakinkan bahwa kasus emergensi tersebut
membutuhkan penanganan segera. Ini sering ketika tenaga kesehatan tidak
memiliki kemampuan mengenali kegawatdaruratan kebidanan. Kekurangmampuan
ini berarti bahwa wanita akan menerima pelayanan di bawah standar pada saat itu
ketika mereka sangat membutuhkan pelayanan yang berkualitas tinggi.
• Sosio ekonomi : ras dan hambatan kondisi sosial budaya lainnya juga menghalangi
wanita untuk mendapatkan pelayanan yang tepat, kemiskinan dan
ketidakmampuan seringkali menjadi hambatan bagi masyarakat untuk
mendeapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memadahi walaupun sudah
ada program jamkesnas.
b) Apa manfaat PWSKIA (Yang menjadi salah satu tugas Biddes ) dalam menghindarkan 3
terlambat di atas !
Jawaban :
PWS KIA dikembangkan untuk memantau secara terus menerus cakupan
pelayanan/program KIA di suatu wilayah kerja, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat dan diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana di
wilayah kerja tersebut yang paling rawan.Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu
dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Melaui pelaksanaan PWS KIA, bidan bisa melakukan analisa dan
kategorisasi risiko ibu hamil dan merencanakan tindak lanjut bagi ibu hamil yang berisiko
termasuk melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga untuk mengadakan
persiapan dalam menghadapi rencana rujukan.
Dengan dilaksanakannya PWS KIA oleh Bidan dengan baik, maka manfaat yang bias
didapatkan adalah :
1. Terpantaunya pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2. Terpantaunya kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
3. Dapat menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Dapat menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
5. Dapat menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Dapat merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatnya peran lintas sektor setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
8. Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
KIA.