You are on page 1of 25

EVALUASI PEMBELAJARAN

DAN
ORGANISASI BELAJAR

I. PENDAHULUAN

Evaluasi pembelajaran merupakan

penilaian kegiatan dan kemajuan belajar

mahasiswa yang dilakukan secara berkala

berbentuk ujian, prak-tikum, tugas, dan atau

pengamatan oleh dosen. Bentuk ujian meliputi

ujian tengah semester, ujian akhir semester,

dan ujian tugas akhir. Pembobotan masing-masing unsur penilaian ditetapkan

dengan kesepakatan antara dosen pembina matakuliah dan mahasiswa

berdasarkan silabus matakuliah yang diatur dalam pedoman akademik

masing-masing fakultas/program studi setara fakultas dan program

pascasarjana.

II. PEMBAHASAN

A. EVALUASI PEMBELAJARAN

I) PENGERTIAN EVALUASI

Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan

testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang

mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi

pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan

pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan

kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit

menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas


Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 1
daripada pengukuran dan testing. Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh

Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia

menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what

extent the educational objectives are actually being realized.

Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S

menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining

and providing useful information for judging decision alternatif.

Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation

is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi

terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan

informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan

data. Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan

pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau

karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu

menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah

suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan

informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang

menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan

pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran,

penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah

membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat

kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan

terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk Penilaian bersifat

kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 2


oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan Measurement is

limited to quantitative descriptions of pupil behavioris. Pengertian

penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga

dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian

adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan

ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga

halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) The

assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or

objects according to certain established ruleser ,

II) Tujuan Evaluasi

Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi

dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan

pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan :

 Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.

 Mengetahui tingkat keberhasilan PBM

 Menentukan tindak lanjut hasil penilaian

 Memberikan pertanggung jawaban (accountability)

III) Fungsi Evaluasi

Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga

memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi : 1. Selektif ; 2.

Diagnostik ; 3. Penempatan ; 4. Pengukur keberhasilan. Selain

keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan

masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi: 1.

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 3


Remedial 2. Umpan balik 3. Memotivasi dan membimbing anak 4.

Perbaikan kurikulum dan program pendidikan 5. Pengembangan ilmu

IV) Manfaat Evaluasi

Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi

dalam pembelajaran, yaitu :

1. Memahami sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll),

sarana dan prasarana, dan kondisi dosen

2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan masalah,

3. Meningkatkan kualitas PBM.

Komponen – komponen PBM Sementara secara lebih khusus

evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak- pihak yang terkait dengan

pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah. Bagi Siswa

Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan

atau tidak memuaskan.

Bagi Guru :

1. mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan :

melanjutkan, remedial atau pengayaan

2. ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan,

dll.

3. ketepatan metode yang digunakan.

Bagi Sekolah :

1. hasil belajar cermin kualitas sekolah

2. membuat program sekolah

3. pemenuhan standar

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 4


V) Macam-macam Evaluasi

1. Formatif Evaluasi

Formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir

pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah

berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah

penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih

berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi

(feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai.

Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a

judgement of the strengths and weakness of instruction in its

developing stages, for purpose of revising the instruction to

improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan

untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai

materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma

menyatakan formative testing is done to monitor student progress

over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa

dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah

dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan

sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan

suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat

kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan

memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 5


wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai

dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi

formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang

telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan

diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang

dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-

tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para

siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu

bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami

kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara

bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik

berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang

lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang

sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.

2. Sumatif Evaluasi

Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu

satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok

bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta

didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya.

Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-

tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi

beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu

semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.

3. Diagnostik Evaluasi

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 6


Diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui

kelebihan- kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada

siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi

diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada

tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada

tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam

hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan

awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa.

Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui

bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan

baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa

tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi

diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas

seluruh materi yang telah dipelajarinya.

Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif

Ditinjau Tes Diagnostik Tes Formatif Tes Sumatif dari Fungsinya

mengelompokkan Umpan balik bagi Memberi tanda telah siswa

berdasarkan siswa, guru mengikuti suatu kemampuannya maupun

program program, dan untuk menilai menentukan posisi menentukan

kesulitan pelaksanaan suatu kemampuan siswa belajar yang dialami

unit program dibandingkan dengan anggota kelompoknya cara memilih

tiap-tiap Mengukur semua Mengukur tujuan memilih keterampilan

prasarat tujuan instruksional instruksional umum tujuan khusus yang

memilih tujuan setiap dievaluasi program pembelajaran secara

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 7


berimbang memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik,

mental dan perasaan Skoring menggunakan standar menggunakan

menggunakan (cara mutlak dan relatif standar mutlak standar relatif

menyekor)

VI) Prinsip Evaluasi

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam

melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat,

diantaranya:

1. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian,

alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. Patokan :

Kurikulum/silabus.

2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar

mengajar.

3. Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan

sifatnya komprehensif.

4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.

Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah

1. Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang

komprehensif.

2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian

(grading)

3. Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian

(PAP dan PAN)

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 8


4. Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses

belajar mengajar.

5. Penilaian harus bersifat komparabel.

6. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan

guru.

VII) Pendekatan Evaluasi

1. Dua jenis pendekatan penilaian

Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan

untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini

memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai

yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan

yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu

adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan

Patokan (PAP). Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang

dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua

strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan

substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha

menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM)

yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan

pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced

interpretation is a relative interpretation based on an individual

position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep

pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM)

untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 9


pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa.

Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan /

ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan

konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference

Measurement).

a. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test

(CRT) Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada

kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya

dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus.

Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang

performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan

bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan

performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria

digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual

berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang

ditetapkan / dirumuskan dengan baik. Pada pendekatan acuan

patokan, standar performan yang digunakan adalah standar

absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang

mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather

than relative interpetation, referenced to a defined body of

learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan

(grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan

nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 10


tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa

terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain

dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan

standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat

kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang

diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa

mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes

tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan

untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun

kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara

ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya. Dalam

menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan

menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu

ditentukan kriteria kelulusan dengan batas- batas nilai

kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk

rentang skor berikut: Rentang Skor Nilai 80% s.d. 100% A 70%

s.d. 79% B 60% s.d. 69% C 45% s.d. 59% D < 44% E / Tidak

lulus Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference .

b. Test (NRT) Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya

lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan

tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk

mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan

performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti

tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 11


pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan

adalah pada standar performan yang digunakan. Pada

pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan

bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa

ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya ;

Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung

pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar

pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu

keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor

(performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu

tes secara teliti.

2. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah :

a. dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas

yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan

sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B.

Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa.

b. Standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang

sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau

sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi

kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya. Contoh: 7.

Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor

mentah: 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30 Dengan

menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang

mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi,

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 12


misalnya 10, sedangkan mereka yang mendapat skor di

bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9,

8, 8, 8, 7, 7, 6 Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga

dihitung terlebih dahulu persentase jawaban benar. Kemudian

kepada persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi. 8.

Sekelompok mahasiswa terdiri dari 40 orang dalam satu ujian

mendapat nilai mentah sebagai berikut: 55 43 39 38 37 35 34

32 52 43 40 37 36 35 34 30 49 43 40 37 36 35 34 28 48 42 40

37 35 34 33 22 46 39 38 37 36 34 32 21 Sponsored Links

Penyebaran skor tersebut dapat ditulis sebagai berikut: No Skor

Mentah Jumlah Mahasiswa Jika 55 diberi nilai 10 maka 1 55 1

10,0 2 52 1 9,5 3 49 1 9,0 4 48 1 8,7 5 46 1 8,4 6 43 3 7,8 7 42

1 7,6 8 40 3 7,3 9 39 2 7,1 10 38 2 6,9 11 37 5 6,7 12 36 4 6,5

13 35 3 6,4 14 34 4 6,2 15 33 2 6,0 16 32 2 5,8 17 30 1 5,5 18

28 1 5,1 19 22 1 4,0 20 21 1 3,8 Jumlah Mahasiswa 40 Jika

skor mentah yang paling tinggi (55) diberi nilai 10 maka nilai

untuk : 52 adalah (52/55) x 10 = 9,5 49 adalah (49/55) x 10 =

9,0 dan seterusnya 9. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka

untuk memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk

menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan

baku kelompok (mean dan standard deviation) sehingga akan

terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal. Menurut

distribusi kurva normal, sekelompok mahasiswa yang memiliki

skor di atas rata-rata 60 dalam kelompok itu adalah: 60 sampai

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 13


dengan (60 + 2 S.B.) adalah 34,13% (60 + 1 S.B.) sampai

dengan (60 + 2 S.B.) adalah 13,59% (60 + 2 S.B.) sampai

dengan (60 + 3 S.B.) adalah 2,14% Begitu juga dengan

mahasiswa yang memiliki skor 60 ke bawah, adalah: 60 sampai

dengan (60 - 2 S.B.) adalah 34,13% (60 - 1 S.B.) sampai

dengan (60 - 2 S.B.) adalah 13,59% (60 - 2 S.B.) sampai

dengan (60 - 3 S.B.) adalah 2,14% Dengan kata lain

mahasiswa yang mendapat skor antara (+1 S.B. s.d. -1 S.B.)

adalah 68,26%, yang mendapat skor (+2 S.B. s.d. -2 S.B.)

adalah 95,44%. Dengan demikian dapat dibuat tabel konversi

skor mentah ke dalam nilai 1-10. Skor Mentah Nilai 1 – 10

Skor rata-rata +2,25 S.B. 10 Skor rata-rata +1,75 S.B. 9 Skor

rata-rata +1,25 S.B. 8 Skor rata-rata +0,75 S.B. 7 Skor rata-rata

+0,25 S.B. 6 Skor rata-rata -0,25 S.B. 5 Skor rata-rata -0,75

S.B. 4 Skor

B. Organisasi belajar

I) PENGERTIAN ORGANISASI PEMBELAJARAN

Organisasi belajar atau organisasi pembelajaran adalah suatu

konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus

melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga

organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam

merespon beragam perubahan yang muncul. Pedler, Boydell dan

Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 14


“Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh

anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri”.

Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa Organisasi

pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada

pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta

aplikasinya”.  Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual

dari learning organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’,

berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap

pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar. Kerka

menyatakan, lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah

kunci untuk mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga

menekankan pentingnya dialog dalam organisasi, khususnya dengan

memperhatikan pada disiplin belajar tim (team learning). Maka dialog

merupakan salah satu ciri dari setiap pembicaraan sesungguhnya

dimana setiap orang membuka dirinya terhadap yang lain, benar-benar

menerima sudut pandangnya sebagai pertimbangan berharga dan

memasuki yang lain dalam batasan bahwa dia mengerti tidak sebagai

individu secara khusus, namun isi pembicaraannya. Tujuannya bukan

memenangkan argumen melainkan untuk pengertian lebih lanjut.

Belajar tim (team learning) memerlukan kapasitas anggota kelompok

untuk mencabut asumsi dan mesu ke dalam pola “berfikir bersama”

yang sesungguhnya. [Senge. 1990].

Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran

adalah organisasi yang :

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 15


1. Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu

terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh

mereka;

2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok

dan stakeholder lain yang signifikan;

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai

pusat kebijakan bisnis ;

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus

menerus; Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral,

adalah agar perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru,

masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk

pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif

dalam dunia yang semakin kompetitif.

Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah

organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk

menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan

oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi

bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Lundberg (Dale,

2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan

bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan

ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya,

pembelajaran organisasi adalah:

1. Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing

anggota;

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 16


2. Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap

keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan

sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota

tertentu;

3. Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau

perancangan kembali unsur-unsur organisasi;

4. Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran

yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang

menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah

organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan

yang relevan;

5. Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh

mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran,

pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan

penilaian.

6. Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya

pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para

anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-

ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang

sah dan tanpa henti untuk memunculkan ke permukaan dan

menguji praktek-praktek organisasi serta penjelasan yang

menyertainya. Dengan demikian organisasi pembelajar ditandai

dengan pengertian kognitif dan perilaku.

II) Dimensi Learning Organization

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 17


Peter Senge (1999) mengemukakan bahwa di dalam learning

organization yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan

memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi

yakni :

1. Personal Mastery .Kemampuan untuk secara terus menerus dan

sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas

dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi

pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi

yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan,

khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis

dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang

berbasis pengetahuan.

2. Mental Model. Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami,

asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul.

Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat.

Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini

kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat

adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental

model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual,

kelompok, dan organisasi.

3. Shared Vision .Komitmen untuk menggali visi bersama tentang

masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi

terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang

pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 18


sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau

tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang

karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang

pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk

menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas

yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya

visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam

organisasi.

4. Team Learning.  Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara

adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak

organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam

lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi

untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi

bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah

diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan

berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim,

maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan

berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat

kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama.

Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting

untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal

intelektualnya.

5. Sistem Thinking.  Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang

harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 19


unit itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau

cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh

kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara

sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis

ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami

pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit

tempat dia bekerja pada unit lainnya. Kelima dimensi dari Peter

Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan

dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam

perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini

harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk

meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat

proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan

kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan

mengantisipasi perubahan di masa depan. Kelima dimensi dari

Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan

dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam

perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini

harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk

meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat

proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan

kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan

mengantisipasi perubahan di masa depan.

III) TIGA PILAR PEMBELAJARAN

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 20


Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2002) dihasilkan

temuan bahwa untuk membangun learning organization dibutuhkan

tiga pilar yang saling mendukung, yaitu :

1. Pembelajaran Individual (individual learning),

2. Jalur Transformasi Pengetahuan,

3. Pembelajaran Organisasional (organizational learning).

IV) Ruang Lingkup Learning Organization.

Learning Organization meliputi adanya perkembangan yang

berkelanjutan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada dan

mampu menciptakan tujuan dan/atau pendekatan yang baru.

Pembelajaran ini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan

kegiatannya.

Pembelajaran dalam hal ini berarti :

1. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari.

2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.

3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya.

4. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi

5. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang

signifikan dan mengerjakan dengan lebih baik.

Sumber-sumber pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari

gagasan dan pendapat para karyawan, research & development

(R&D), masukan dari para pelanggan, saling tukar/bagi pengalaman

dan benchmarking(perbandingan). Learning Oganization mencakup

banyak hal, terutama pada individu dalam organisasi misalnya,

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 21


karyawan dalam perusahaan. Keberhasilan karyawan sangat

tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari dan

mempraktekkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi

pada pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang

diberikan pada para karyawannya untuk tumbuh dan berkembang.

Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi pekerjaan, kenaikan gaji

pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih. On-the-job training

merupakan suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik garis

hubungan yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas

perusahaan.

V) Proses Learning Organization

Prof. Jann Hidajat Tjakraatmadja pada suatu seminar, memberikan

pandangan mengenai tiga gelombang "pembelajaran" (learning). •

Pada gelombang pertama, organisasi dan perusahaan berkonsentrasi

pada peningkatan proses kerja (improve work process). Dalam fase ini,

munculah konsep "kaizen", TQM, dan konsep-konsep lain yang

berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan. • Selanjutnya,

fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana

cara bekerja (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada

improvisasi cara berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-

masalah sistem yang dinamis, kompleks, dan mengandung konflik. •

Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran benar-benar tertanam

dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan

dan juga pekerja.

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 22


VI) Tipe learning Organization

ada beberapa tipe learning yang dapat digunakan oleh setiap

organisasi, yaitu :

1. Learning facts, knowledge, processes and procedures. Applies to

known situations where changes are minor.

2. Learning new job skills that are transferable to other situations.

Applies to new situations where existing responses need to be

changed. Bringing in outside expertise is a useful tool here.

3. Learning to adapt. Applies to more dynamic situations where the

solutions need developing. Experimentation, and deriving lessons

from success and failure is the mode of learning here.

4. Learning to learn. Is about innovation and creativity; designing the

future rather than merely adapting to it. This is where assumptions

are challenged and knowledge is reframed.

VII) Masalah-masalah yang dapat ditemukan dalam Learning Organization

Bahkan dalam Organisasi Belajar, masalah yang mungkin ditemui

kios proses belajar atau menyebabkan hal itu mengalami

kemunduran. Sebagian besar masalah timbul dari suatu Organisasi

tidak sepenuhnya merangkul semua aspek yang diuraikan di atas

diperlukan dalam Organisasi Belajar. Jika masalah ini dapat

diidentifikasi, bekerja dapat mulai memperbaiki mereka.

VIII) Organisasi penghambat untuk belajar

Beberapa organisasi telah menemukan sulitnya untuk merangkul

penguasaan pribadi karena sebagai sebuah konsep itu adalah

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 23


manfaat tak berwujud dan tidak dapat diukur. Selain itu, penguasaan

pribadi dapat dilihat sebagai ancaman bagi organisasi. Ancaman ini

dapat menjadi nyata, seperti Senge menunjukkan, bahwa "untuk

memberdayakan orang-orang dalam organisasi dapat menjadi

kontraproduktif". Dengan kata lain, jika individu tidak terlibat dengan

sebuah visi bersama, penguasaan pribadi dapat digunakan untuk

memajukan visi mereka sendiri.

Dalam beberapa organisasi kurangnya budaya belajar dapat

menjadi penghalang untuk belajar. Hal ini penting agar tercipta

sebuah lingkungan di mana individu dapat berbagi pembelajaran,

sehingga lebih banyak orang dapat memperoleh manfaat dari

pengetahuan dan individu menjadi berdaya. Sebuah Organisasi

Pembelajar ( Learning Organization ) perlu merangkul sepenuhnya

penghapusan struktur hirarkis tradisional. Ini adalah sebuah

penghalang untuk pengembangan visi bersama dan berbagi

pengetahuan.

IX) Individu penghambat untuk belajar

Perlawanan terhadap pembelajaran dapat terjadi dalam Learning

Organization,jika tidak tersedia cukup kesadaran pada tingkat individu.

Hal ini sering dihadapi oleh orang-orang yang merasa terancam oleh

perubahan atau percaya bahwa mereka memiliki paling banyak

kehilangan. Orang yang sama yang merasa terancam oleh perubahan

cenderung memiliki pikiran tertutup dan tidak bersedia untuk menjalin

keterlibatan dengan model mental. Kecuali diimplementasikan secara

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 24


koheren di seluruh organisasi, Mereka melihat pembelajaran sebagai

sesuatu yang elitis dan terbatas pada tingkat yang lebih senior dalam

organisasi. ika ini kasusnya, belajar tidak akan dipandang sebagai visi

bersama. Jika pelatihan dan pengembangan adalah wajib, itu dapat

dilihat sebagai bentuk kontrol, bukan suatu bentuk pengembangan

pribadi dan mengejar penguasaan pribadi dibandingkan mengejar

tujuan organisasi secara bersama.

referensi

1. ^ [Jo Hatch, Mary. 1997. Organization Theory. New York: Oxford University

Press.]

2. ^ [Mason. Moya K. 2009.What is a Learning

Organization?.www.world.std.com.]

3. ^ Tjakraatmadja, Jann Hidajat. 2005. Membangun Learning Organization :

Mau berbagi, dalam seminar Sekolah Manejemen dan Bisnis ITB.

www.itb.ac.id.

4. ^ [Farago, John and David J. Skyrme. 1995. The Learning Organization.

www.Sla.org]

5. ^ [TH. Leksana. 2009. Learning Organization. www.sscnco.com.]

Tingkatkan Mutu Pendidikan Indonesia 25

You might also like