Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Fiqh
Dosen Pengampu : Ridwan, M.Ag
Disusun oleh:
Afridatul Adkhiyah 093811004
Ahmad Hakim 093811005
Aida Kamalia 093811007
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
1
SHALAT FARDHU
I. PENDAHULUAN
Kita umat Islam wajib mengadakan hubungan dengan Allah. Hubungan semacam
ini dinamai shalat sebagai hubungan utama yang wajib dikerjakan lima kali dalam sehari
semalam. Didalam shalat, kita berdialog, berkomunikasi langsung dengan Allah,
meminta ampun dari segala kekeliruan, kekurangan, dan kesalahan serta meminta
pertolongan dan petunjuk.
Dalam hadits, Rasulullah SAW menempatkan shalat itu dalam kedudukan yang
sangat penting, untuk membedakan atau memberi batas pemisah antara seorang muslim
dengan orang kafir (orang yang tidak percaya kepada Allah), karena apabila orang
munafik telah meninggalkan shalat, berarti ia telah menjadi sama dengan orang kafir.1
Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang dewasa dan berakal ialah lima kali
sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib shalat itu ialah pada malam Isra’,
sebelum tahun hijriah.
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian shalat fardhu
Secara lughawi atau arti kata shalat mengandung beberapa arti; yang arti
beragam itu dapat ditemukan contohnya dalam Al Quran. Ada yang berarti “doa”,
sebagaimana dalam surat at-Taubah ayat 103:
... …
1
Drs. M. Zainul Arifin, Shalat Mikraj Kita, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm 9-11
2
Artinya: “…dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka …”.
Kata shalat juga dapat berarti memberi berkah, sebagaimana terdapat dalam
surat al-Ahzab ayat 56:
… …
Artinya: “…sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya memberi berkah
kepada Nabi …”.
Secara terminologis yaitu serangkaian perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan disudahi dengan salam.2
Shalat fardhu ialah shalat yang wajib dilakukan oleh tiap-tiap mukallaf (orang
yang masuk islam dan telah baligh dan berakal), dan waktunya adalah lima kali sehari
semalam. Sedang makna shalat itu sendiri adalah berhadap hati kepada Allah sebagai
ibadat, dalam bentuk beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat yang telah ditentukan hukum
syara’.
فرض هللا علي امتي ليلة االسراء خمسين صالة فلم ازل اراجعه واساله التخفيف حتى جعلها
خمسا في كل يوم وليلة
“telah difardhukan Allah atas umatku pada malam isra’ lima puluh shalat. Maka senantiasa
kami kembali kehadirat Inllahi, dan saya minta keringanan sehingga dijadikan-Nya menjadi
lima kali dalam sehari semalam” (sepakat ahli hadits)
3
Drs. Sudarsono S.H., Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm. 36-37
4
Yang lebih baik hendaklah shalat itu dikerjakan pada awal waktunya, dan haram
men-ta-khir-kan (melalaikan) shalat sampai habis waktunya, makruh tidur sesudah
waktu shalat sedang ia belum shalat. Firman Allah SWT :
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya.” (Al Ma’uun: 4-5)
5
8) Membaca salam
9) Tertib
6
beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan
apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali.
2. Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama
takbiratul ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw :
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan
sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya
adalah salam.”
Menurut Imam Maliki dan Imam Hambali : kalimat takbiratul ihram
adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata
lainnya.
Imam Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”,
ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”.
Imam Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya
dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall”
(Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia).
Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam
bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam
(bukan orang Arab)
Imam Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang
bersangkutan bisa bahasa Arab.
Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang
disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam
mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar
secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli.
3. Berdiri : semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu
wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak
mampu ia boleh shalat dengan duduk.
Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang
dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’
dan sujud tetap menghadap kiblat. Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi
7
tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus
melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu
yang menghalanginya.
Maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan
kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus
mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.
Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan
tidak diwajibkan meng-qadha’-nya.
4. Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.
Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan
membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran
surat Muzammil ayat 20 :
”Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid
I, halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah).
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada
bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik
pada shalat fardhu maupun shalat sunnah.
Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya,
baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik
pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan
disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat
yang pertama.
Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya
disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama.
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda :
”kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka
kalian harus mengucapkan amin.”
5. Ruku’ : semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam
shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-
8
thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus
diam, tidak bergerak. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan
lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib
membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada
dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak)
ketika ruku’.
Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya
disunnahkan saja mengucapkan :
Subhaana rabbiyal ’adziim
”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah;
2001)Kalimatnya menurut Hambali :
Subhaana rabbiyal ’adziim
”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
6. Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua
kali pada setipa rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya.
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan
yang lain-lainnya adalah sunnah. Hambali : yang diwajibkan itu semua
anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki)
secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi
delapan.
7. Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu
tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’,
dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah
tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga,
atau empat rakaat.
Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.
Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi :
hanya sunnah, bukan wajib.
8. Mengucapkan salam
9
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi :
tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu :
Assalaamu’alaikum warahmatullaah
”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian”
Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan yang lain hanya
mencukupkan satu kali saja yang wajib.
9. Tertib : diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram
wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan
membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan
daru sujud, begitu seterusnya.
10. Berturut-turut : diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara
berurutan dan langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain.
Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan.
Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa
selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-
ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf.4
IV. SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Shalat mengandung arti doa dan berkah, secara istilah yaitu serangkaian perkataan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam.
- Shalat fardhu ialah shalat yang wajib dilakukan oleh tiap-tiap mukallaf (orang
yang masuk islam dan telah baligh dan berakal), dan waktunya adalah lima kali
sehari semalam.
- Shalat fardhu memiliki waktu yang berbeda-beda seperti waktu dzuhur, ashar,
maghrib, isya dan shubuh.
- Kaifiyah shalat fardhu menurut para imam mazhab secara kronologis niat
melakukan shalat, takbiratul ihram, berdiri, bacaan, ruku, sujud, tahiyyat,
mengucap salam, tertib, berturut-turut.
4
http://blog.uin-malang.ac.id/ilalala/2010/10/09/shalat-wajib-menurut-4-mazhab/
10
V. PENUTUP
Demikian makalah fikih mengenai shalat yang telah kami susun. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih cukup jauh dari sempurna. Saran dan kririk yang membangun
sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.uin-malang.ac.id/ilalala/2010/10/09/shalat-wajib-menurut-4-mazhab/
Zainul Arifin, Zainul. Shalat Mikraj Kita. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002
11