You are on page 1of 2

PENDAPAT ATAS ARTIKEL “MENANTI SURAT IZIN ISTANA” (13/4/2011)

Korupsi seolah telah menjadi hal yang biasa dilakukan di kalangan masyarakat Indonesia.
Hampir dalam setiap kegiatan terutama yang berhubungan dengan birokrasi, banyak terjadi
praktek yang dapat dikategorikan ke dalam perbuatan tindak pidana korupsi. Korupsi yang
merajalela ini telah mencapai tahap mengganggu jalannya pemerintahan dan juga perekonomian
Indonesia.

Dalam praktek yang terjadi saat ini, terdapat indikasi adanya upaya dan alasan untuk
menghambat penyidikan, penyelidikan dan penuntutan terhadap dugaan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah. Hal itu dilakukan antara lain
dengan menggunakan alasan tidak adanya izin Presiden dalam melakukan upaya penyidikan,
penyelidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah
maupun Wakil Kepala Daerah.

Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah memang mensyaratkan adanya izin dari Presiden
sebelum penyidik dan penyelidik melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak
pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah.
Alasan ini tidak dapat dibenarkan karena Pasal 36 ayat (2) Undang-U Pemerintahan Daerah telah
menentukan dalam hal izin Presiden tidak diberikan dalam waktu 60 hari sejak permohonan
diterima oleh presiden, maka penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi yang
diduga dilakukan oleh Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah dapat langsung dilakukan.
Hal tersebut lebih ditegaskan lagi oleh Mahkamah Agung dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Petunjuk Izin Penyidikan Terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dan Anggota DPRD, bahwa izin dari Presiden tidak relevan lagi apabila dalam waktu 60
hari sejak surat permohonan penyidikan dan penyelidikan dikirimkan kepada Presiden, tidak ada
jawaban/tanggapan dari Presiden atas permohonan tersebut.

Peraturan permintaan izin kepada Presiden atas penyidikan dan penyelidikan yang akan
dilakukan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah maupun Wakil
Kepala Daerah diperlukan karena tugas pemerintahan negara termasuk pemerintahan daerah
secara vertikal merupakan tanggung jawab Presiden, yang secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan di daerah wilayah kerja Kepala
Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan, dan berdampak buruk bagi
kepentingan masyarakat daerah tersebut.
Oleh karena kepentingan masyarakat merupakan kepentingan yang utama, Presiden perlu
mengantisipasi timbulnya kendala untuk kelangsungan pemerintahan di wilayah tersebut apabila
masalah-masalah korupsi yang terjadi tidak dapat diselesaikan dengan segera.

Seperti diketahui bersama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk karena adanya
ketidakpercayaan kepada Kepolisian yang memiliki kewenangan penyidikan dan penyelidikan
serta Kejaksaan yang memiliki kewenangan penuntutan dalam menangani dan memberantas
tindak pidana korupsi, karena itu KPK diberikan kewenangan penyidikan, penyelidikan dan
penuntutan dalam tugasnya untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK juga
diharapkan dapat menjadi lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Dengan demikian bila terjadi kendala dalam upaya penanganan kasus-kasus korupsi, seharusnya
KPK dapat berperan aktif mengambilalih penanganan kasus-kasus tersebut sesuai kewenangan
dan tujuannya dalam memberantas korupsi di Indonesia. Keberhasilan pemberantasan korupsi
hanya dapat dilakukan dengan adanya keinginan yang kuat dari semua pihak dan dengan
kecepatan penanganan serta upaya penyelesaian setiap kasus dugaan korupsi.

---- 000 ----

You might also like