You are on page 1of 19

PROSES PRODUKSI JAMUR KANCING DI PT KARYA

KOMPOS BAGAS JATIREJO MOJOKERTO TAHUN 2011

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir nasional/sekolah dan
sebagai bahan ujian praktik bahasa Indonesia tahun pelajaran 2010/2011

Oleh:
Nathania Alda Wijaya
Kelas XI-A3 / 28
Nomor Induk 19035

SEKOLAH MENENGAH ATAS KATOLIK ST. ALBERTUS MALANG


MEI 2011

1
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul proposal penelitian : Proses Produksi Jamur Kancing di PT Karya
Kompos Bagas Jatirejo Mojokerto Tahun 2011
2. Bidang Ilmu : Biologi
3. Pelaksana:
Nama Lengkap : Nathania Alda Wijaya
Nomor Induk : 19035
Sekolah : SMAK St. Albertus Malang
Alamat rumah : Jalan Kurinci 16 Malang
Telepon rumah : (0351) 551452
4. Guru pendamping I
Nama : Bambang Feriwibisono
Mata Pelajaran : Biologi
Guru pendamping II
Nama Bapak : Wiji Setiawan
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
5. Biaya : Rp 178.000,00
6. Jangka waktu pelaksanaan : 21-25 Februari 2011 (5 hari)

Malang, 21 Mei 2011 Malang, 21 Mei 2011


Pembimbing I, Pembimbing II,

Bambang Feriwibisono Wiji Setiawan

Malang, 2011
Kepala SMAK St. Albertus Malang

Agung Wahyudianto, O.Carm.

2
I. Judul Proposal Penelitian
Proses Produksi Jamur Kancing di PT Karya Kompos Bagas Jatirejo Mojokerto
Tahun 2011

II. Latar Belakang Masalah


Di Indonesia banyak varietas jamur yang bisa tumbuh. Salah satu di
antaranya adalah jamur kancing atau yang biasa disebut jamur Champignon atau
jamur kompos (Agaricus bisporus). Jamur kancing memiliki bentuk yang unik,
yaitu menyerupai kancing dan pembudidayaannya yang menggunakan media
campuran atau tanah kompos.
Jamur kancing merupakan salah satu tumbuhan yang populer dan dapat
dimanfaatkan. Jamur kancing memiliki bentuk dan warna yang unik. Jamur juga
memiliki banyak manfaat.
“Dari jenis jamur yang beragam yang dibudidayakan di Indonesia, banyak
manfaat yang dimiliki antara lain sebagai peningkat daya tahan tubuh manusia,
obat-obatan, makanan olahan yang berprotein, penurun kadar kolestrol, dan bahan
baku kosmetik”(Hendritomo, 2010:16).
Menurunnya ekspor jamur kancing Indonesia patut disayangkan. “Volume
jamur kancing dari tahun ke tahun cenderung turun 5,3% seiring dengan tutup
atau berhentinya beberapa produsen jamur kancing kaleng di Indonesia, seperti
PT Dieng Djaya, PT Indo Evergreen Agro Business Corp., dan lain-
lainnya”(Hendritomo, 2010:17).
Namun, di balik semuanya itu, adakah yang tahu atau sempat memikirkan
akan bahaya yang sedang mengintip produksi jamur kancing? Kiranya pemikiran
tersebut ada, tetapi belum mendapat perhatian secara khusus. Kalau hal ini terus
dibiarkan, suatu saat nanti jamur kancing tentu akan punah.
Hal ini yang menyebabkan Penulis ingin meneliti lebih lanjut proses
produksi jamur kancing. Penulis juga ingin mengetahui alat dan bahan yang
diperlukan sebagai proses produksi jamur kancing.
III. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses produksi jamur kancing Agaricus bisporus di PT KKB
Mojokerto (dari penanaman hingga pemanenan)?
2. Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan dalam produksi jamur kancing Agaricus
bisporus di PT KKB Mojokerto (dari penanaman hingga pemanenan)?
3. Bagaimana syarat hidup jamur kancing Agaricus bisporus di PT KKB Mojokerto?
I. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Mengetahui proses produksi jamur kancing Agaricus bisporus di PT KKB
Mojokerto.
2. Mengetahui alat dan bahan yang dibutuhkan dalam produksi jamur kancing
Agaricus bisporus di PT KKB Mojokerto.
3. Mengetahui syarat-syarat hidup jamur kancing Agaricus bisporus di PT KKB
Mojokerto.

3
Dengan penelitian berjudul “Proses Produksi Jamur Kancing di PT Karya
Kompos Bagas Jatirejo Mojokerto Tahun 2011”, Penulis berharap penelitian ini
dapat memeberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu Penulis, produsen jamur
kancing, dan masyarakat.
Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
Penulis, terutama tentang proses produksi jamur kancing.
Bagi produsen jamur kancing, penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan produsen untuk menyempurnakan hasil produksinya.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah wawasan
mengenai produksi jamur kancing, hasil olahan, dan manfaatnya.

I. Luaran yang diharapkan


Hasil akhir dari penelitian ini adalah karya tulis ilmiah yang akan
digunakan sebagai bahan ujian praktik bahasa Indonesia, di samping itu dapat
diikutsertakan dalam lomba Karya Tulis Ilmiah Chemistry Challenge Universitas
Brawijaya 2011.

II. Tinjauan Pustaka


1. Anatomi dan Klasifikasi
Menurut pustaka mikologi, jamur adalah fungi yang mempunyai bentuk
badan buah seperti payung dan pada bagian bawahnya berbilah (gills) merupakan
organ reproduksi yang menghasikan spora. Sel jamur memiliki inti sejati, di
dalam selnya tidak terdapat klorofil sehingga jamur digolongkan organisme
heterotrof karena tidak mampu melakukan fotosintesis kebutuhan hidup sendiri
sebagaimana tumbuhan berhijau daun. Kehidupan jamur tergantung pada
organisme lain. Jamur juga digolongkan sebagai organisme saprofit, yaitu hidup
pada material organik yang telah mati. (Suhardiman, 1982:10)
Dalam penggolongannya, jamur termasuk fungi atau cendawan (Inggris:
mushroom). Istilah mushroom berasal dari kata mush yang diartikan sebagai
‘tanaman’ (tumbuhan) dan room adalah ‘rumah’. Dengan demikian jamur adalah
tumbuhan rumah atau tumbuhan yang membutuhkan rumah untuk tempat
berlindung. ( Suhardiman, 1982:11)
Jamur kancing lebih dikenal dengan istilah “jamur champignon” atau
“jamur kompos” (Agaricus bisporus), pertama kali dibudidayakan di Prancis pada
tahun 1600-an, Prancis menjadi pionir dalam budi daya jamur kancing. Pada
tahun 1865, pembiakan jamur kancing yang dilakukan oleh bangsa Inggris dibawa
ke Amerika dan negara lainnya. Pada tahun 1939, jamur kancing telah diproduksi
oleh Amerika Serikat, Hongaria, Denmark, Jerman, dan diikuti oleh negara Asia,
seperti Taiwan, Jepang, dan Korea. Di indonesia, budi daya jamur kancing mulai
dirintis sejak tahun 1969 oleh perusahaan swasta nasional di daerah dataran tinggi
Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah pada ketinggian 2000 m pal. (Hendritomo,
2010:33)

Klasifikasi jamur kancing atau jamur kompos (Agaricus bisporus).


(Hendritomo, 2010: 56)
Superkingdom : Eukariota

4
Kingdom : Myceteae
Divisi : Mycota
Subdivisi : Emycotina
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Agaricaceae
Genus : Agaricus
Spesies : Agaricus bisporus

Media tumbuh jamur kancing adalah kompos dari jerami dan padi, daun
pisang, serbuk gergaji, bagas tebu, limbah kelapa sawit, dan limbah kapas.
(Online, 21-11-2010)
Hampir semua jenis Agaricus mempunyai satu atau dua spora pada setiap
basidianya. Agaricus bisporus mempunyai dua spora. Lamela berwarna putih,
spora muda tidak berwarna, lalu berubah menjadi merah muda dan bila tua akan
berwarna cokelat. Jamur berbentuk bulat seperti kancing dengan diameter tudung
2,5-3 cm dan tinggi 2-5 cm. Tubuh buah dewasa dengan tudung yang sudah
mekar seperti payung mempunyai diameter sampai 20 cm. Tudung muda
berwarna putih lalu berangsur berubah merah muda, kemudian berubah lagi
menjadi cokelat muda, dan selanjutnya menghitam bila telah tua. (Online, 21-11-
2010)
Gambar 1. Anatomi jamur kancing

2. Macam-Macam Jamur
Jamur adalah kelompok fungi yang banyak spesiesnya. Di bawah ini
adalah macam-macam jamur dan penggolongannya. (Online, 21-11-2010)
Berdasarkan jenis media tumbuhnya, jamur digolongkan menjadi:
a. Jamur dengan media jerami (jamur merang).
b. Jamur dengan media serbuk kayu (jamur kuping, jamur tiram, dan jamur shiitake).
c. Jamur dengan media campuran (jamur champignon).
Dari mekanisme pembentukan spora, jamur (eumycophyta) dibedakan
menjadi 5 kelas, yaitu kelas Oomycetes, Zygomycetes, Basidiomycetes, dan
Deuteromycetes. (Riana, 2009: 95)

5
Berdasarkan sumber makanannya, kelas Basidiomycetes terdiri dari 2
kelompok, antara lain:
1. Kelompok jamur yang sumber makanan utamanya dari serat tumbuhan bukan
kayu (selulosa), seperti jerami padi, kapas, daun pisang, dan bonggol jagung.
Misalnya, jamur merang, dan jamur kancing.
2. Kelompok jamur yang sumber makanan utamanya dari serat kayu (lignin),
misalnya jamur shiitake, jamur kuping, dan jamur tiram.
Jamur kancing sendiri masih memiliki 142 spesies, mulai dari yang
berwarna sangat putih, putih, sampai agak cokelat (Prahastuti, 2001). Jenis yang
terkenal meliputi A. bitorquis (jamur bunga kancing atau kohartake), A. bisporus
(jamur bunga putih atau hiratake), A. placomycetes (haratake-tedoki), A. silvaticus
(teri-haratake), A. arvensis, A. campestris, A. nivescen, A. fiardii, A. pampeanus,
A. placomyces, A. spissicaulis, A. valdivae, A. leuto-maculatus, A.
pseudoargentinus, A. osecanus. (Hendritomo, 2010:4)

1. Syarat Hidup Jamur


1.1 Air dan kelembapan
Semua jenis jamur memerlukan kelembapan relatif cukup tinggi untuk
pertumbuhan, yaitu 95-99%. Di alam, biasanya jamur mucul pada saat setelah
musim hujan atau setelah hujan selesai. Pada kondisi seperti itu, kandungan air di
udara cukup tinggi.
Demikian pula kandungan air dalam substrat tanam juga sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan miselia jamur. Apabila
kandungan air terlalu sedikit maka pertumbuhan jamur akan terganggu.
Sebaliknya, bila air terlalu banyak maka akan terjadi pembusukan substrat yang
ditandai dengan berkembangnya kontaminan dan matinya miselia. Pengendalian
kandungan air dalm subtrat tanam dapat dilakukan dengan penyiraman
(pengkabutan) dalam ruang kumbung pada musim kemarau. (Hendritomo,
2010:70)
1.2 Kebutuhan nutrisi
Jamur dalam hidupnya juga memerlukan nutrisi untuk tumbuh yang
diserap dari substrat. Semua senyawa karbon dapat digunakan oleh jamur, antara
lain monosakarida, polisakarida, asam organik alkohol, selulosa, dan lignin.
Sumber karbon yang paling mudah diserap adalah gula glukosa. (Hendritomo,
2010:71)
Senyawa nitrogen diperlukan untuk proses sintesis protein, purin,
primidin, dan khitin. Sumber nitrogen yang diperlukan dalam bentuk nitrat,
amonium, dan nitrogen organik. Kebutuhan mineral di antaranya sulfur dalam
bentuk garam sulfat diperlukan untuk sintesis sistein, metionin, vitamin, dan
biotin. Unsur logam, seperti besi, tembaga, dan mangan diperlukan dalam jumlah
sangat kecil. Fungsi unsur-unsur tersebut adalah sebagai aktifator beberapa enzim
dalam meningkatkan aktivitasnya melakukan proses degradasi kayu menjadi
lapuk. Unsur-unsur seperti nitrogen, karbon, dan logam lainnya tersebut sudah
tersedia di dalam jaringan kayu, walaupun tidak sebanyak yang dibutuhkan. Oleh
karena itu, perlu penambahan dari luar, misalnya dalam bentuk pupuk yang
digunakan sebagai bahan campuran selama pembuatan substrat tanam.
(Hendritomo, 2010:71)

6
Kebutuhan vitamin dalam jumlah kecil sekali diperlukan sebagai koenzim.
Vitamin yang biasa diperlukan adalah thiamin (vitamin B1), biotin (vitamin B7),
asam nikotinat (vitamin B3), asam pantotenat (vitamin B5), dan asam para
aminobenzoat. Dapat dipenuhi dengan penambahan bekatul atau dedak pada saat
pembuatan substrat tanam. (Hendritomo, 2010:71)
1.3 Suhu
Suhu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap penyebaran
jamur di bumi. Berdasarkan kisaran suhu, jamur dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu jamur psikrofil (jamur yang hidup pada rentang suhu 0-170C), jamur
mesofil (jamur yang hidup pada kisaran suhu 15-400C), dan jamur termofil (jamur
yang dapat hidup pada kisaran suhu 35-500C). Jamur Agaricus termasuk dalam
kategori jamur psikofil. (Hendritomo, 2010:72)

Tabel 1. Kisaran Suhu Pertumbuhan Jamur


Suhu Udara Kelembapan Udara (%)
Spesies Jamur
Inkubasi Tubuh buah Primordia Panen
Agaricus bisporus
20-28 10-20 90-95 85-90
Volvariella volvacea
30-35 30-32 95-100 85-90
Letinula edodes
20-30 8-24 85-95 60-80
Auricularia polytricha
25-28 23-28 85-95 85-95
Pleurotus ostreatus
20-28 5-25 95-100 80-85

1.4 Keasaman
Pengaruh kisaran pH pada pertumbuhan jamur tergantung pada beberapa
faktor, antara lain ketersediaan ion logam, permeabilitas dinding sel yang
berhubungan dengan pertukaran ion, serta produksi gas karbon dioksida dan
amoniak. Untuk mengatur pH substrat tanam, biasanya digunakan dengan
penambahan kapur (Ca2CO3). Setiap jenis jamur memerlukan pH berbeda untuk
setiap tahapan kehidupannya. Jika pH substrat lebih asam atau basa maka enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh sel jamur tidak aktif dapat menguraikan materi
substrat. Kisaran pH substrat berbagai jenis jamur dan tahapan pertumbuhan
jamur dapat dilihat pada tabel di bawah ini. (Hendritomo, 2010:72)

Tabel 2. Kisaran pH Pertumbuhan Jamur


Spesies Jamur Miselium Tubuh Buah

Agaricus bisporus 3,5-9,0 3,5-8,0

Auricularia polytricha 2,8-9,0 4,5-7,5

7
Letinula edodes 4,4-7,5 4,2-4,6

Pleurotus ostreatus 5,4-6,0 6,0-7,0

Volvariella volvacea 5,0-8,5 7,6-8,0

1.5 Cahaya
Kebanyakan jamur, kecuali Agaricus, memerlukan cahaya untuk awal
pembentukan badan buah. Pada jamur Flammulina velutipes, pembentukan badan
buah memerlukan cahaya efektif dengan panjang gelombang 435-470 nm, namun
kebanyakan jamur masih belum diketahui. Sebagai catatan bahwa hanya sejumlah
kecil panjang gelombang tertentu yang diperlukan, tetapi cahaya putih diperlukan
dalam jumlah besar. Pada kumbung yang kedap cahaya dapat digunakan lampu
fluorosen. (Hendritomo, 2010:73)
Tabel 3. Kebutuhan Cahaya pada Periode Pertumbuhan Beberapa Jenis
Jamur
Spesies Jamur Intensitas Cahaya

Agaricus bisporus tidak membutuhkan

Auricularia polytricha tidak membutuhkan

Letinula edodes membutuhkan lebih dari 8 jam

Pleurotus ostreatus 500 lux secara langsung

Volvariella volvacea membutuhkan lebih dari 8 jam

2. Siklus Hidup Jamur


Jamur merupakan organisme eukariota (sel dengan inti sejati) dan
digolongkan sebagai cendawan sejati. Dinding sel mengandung khitin senyawa
yang banyak terdapat pada kulit dan cangkang udang dan kepiting. Sel jamur
tidak berklorofil sehingga tidak dapat berfotosintesa seperti tumbuhan hijau daun.
Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dengan memecah bahan organik di
sekitar tumbuhnya setelah diubah menjadi molekul-molekul lebih sederhana atas
bantuan enzim yang dikeluarkan oleh hifa. (Online, 21-11-2010)
Jamur membentuk struktur reproduksi seksual di dalam tubuh buah
(tudung), berbeda dengan jamur lainnya. Perbedaan struktur dalam alat
pembiakannya merupakan dasar untuk membuat klasifikasi jamur. Sebagian besar
dari jamur pangan digolongkan ke dalam kelompok Basidiomycetes. Jamur dari
kelompok Basidiomycetes menyusun spora dalam kelompok empat-empat pada
ujung bangunan berbentuk gada yang disebut Basidium. (Online, 21-11-2010)

Gambar 2. Siklus Hidup Jamur

8
2.1 Fase Hifa
Fase hifa dapat dianalogikan sebagai fase vegetatif pada tumbuhan. Hifa
berbentuk benang yang dapat tumbuh ke segala arah dan bercabang-cabang.
Kumpulan hifa disebut miselium. Hifa jamur merupakan multiselular dengan
dibatasi oleh sekat-sekat. Meskipun hifa bersekat, namun isi sel dapat bersatu.
Miselium yang berasal dari satu spora dinamakan miselium primer dan
merupakan miselium monokarion. Peleburan antar miselium primer selanjutnya
membentuk miselium sekunder atau dikarion. Miselium dikarion melakukan
penggabungan membentuk primordia yang diakhiri dengan pembentukan badan
buah. Ujung-ujung miselium dikarion terus bergerak dan bermuara pada bilah
tudung badan buah jamur. (Online, 21-11-2010)

Gambar 3. Fase Hifa pada Jamur

2.2 Reproduksi Jamur


Jamur berkembang biak secara kawin (seksual) dan tidak kawin (aseksual).
Reproduksi seksual dicirikan dengan adanya peleburan 2 inti yang menghasilkan
diploid (2n). (Online, 21-11-2010)
Pada pembelahan meitosis, inti diploid (2n) akan mengalami pembelahan
menjadi haploid (n). Reproduksi seksual merupakan satu cara mempertahankan
keturunan karena umumnya struktur reproduksi seksual lebih tahan terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim dibandingkan dengan fase hifa. Berkembang
biak secara aseksual terjadi apabila satu sel membelah menjadi dua sel kembar

9
tanpa adanya peleburan inti sel. Pembelahan sel itu biasanya terjadi pada
pertambahan panjang hifa. (Online, 21-11-2010)

Gambar 4. Fase Reproduksi Jamur

3. Budidaya Jamur Kancing


Langkah-langkah budi daya jamur kancing (Agaricus bisporus):
3.1 Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang bersih.
Bahan-bahan yang digunakan dalam budi daya jamur kancing yaitu jerami sebagai
bahan baku utama. Karena dalam pertumbuhannya jamur kancing memerlukan
1,98% N, 0,62% P, dan 1,5% K, sedangkan jerami hanya mengandung kurang
dari 1% N maka diperlukan tambahan suplai nitrogen dari kotoran unggas,
kotoran kuda, atau urea. Adapun kebutuhan terhadap P dan K telah tercukupi
dalam jerami tersebut. Dalam komposisi media diperlukan penambahan kapur
untuk mengatur pH media (pH yang diharapkan sekitar 7). Gipsum juga dapat
ditambahkan untuk memberi struktur granulasi sehingga media dapat
meningkatkan kemampuan mengikat air.
Ada beberapa contoh media dengan komposisi yang berbeda. Media-
media ini hanya merupakan variasi saja sehingga semuanya memberi dampak
yang sama terhadap perkembangan jamur. Media tersebut antara lain sebagai
berikut.
Media A
Media A mempunyai komposisi antara lain: jerami 6 ton, bekatul 180 kg,
kapur 150 kg, ZA 60 kg, urea 50 kg.
Cara pengomposan media A sebagai berikut:
a. Jerami dipotong-potong lalu dicuci dan ditiriskan. Waktu penirisan jangan
terlalu lama, diusahakan hingga kelembapan jerami sekitar 65% (masih
basah, tetapi tidak menetes).
b. Jerami disusun setinggi 10 cm, lalu di atasnya diberi dengan campuran
kapur dan bekatul. Lapisan ini dibuat berselang-seling hingga setinggi 1,5
m, kemudian ditutup rapat dengan plastik atau terpal.

10
c. Pada hari kedua, kompos dibalik dan ditambahkan urea.
d. Pada hari keenam, dilakukan pembalikan lagi dengan penambahan ZA.
e. Pada hari ke-12 dan ke-14, kompos dibalik saja.
f. Pengomposan dikerjakan selama 17 hari.
Media B
Komposisi media B antara lain: jerami 6 ton, bekatul 180 kg, kotoran
ayam 600 kg, urea 50 kg, ZA 60 kg, TSP 70 kg.
Cara pengomposan media B sebagai berikut:
a. Jerami dipotong-potong, lalu dicuci pada air mengalir dan ditiriskan.
b. Jerami kemudian disusun setelah 10 cm, lalu di atasnya diberi campuran
bekatul dan kotoran ayam. Lapisan ini disusun berselang-seling hingga
tinggi seluruh lapisan 1,5 m. Setelah itu, ditutup rapat dengan plastik atau
terpal.
c. Pada hari ke-2, tumpukan kompos dibalik dan ditambah ZA.
d. Pada hari ke-7, tumpukan kompos dibalik dan diberi tambahan urea dan
TSP.
e. Pada hari ke-9 dan ke-12, dilakukan pembalikan kosong atau tanpa
ditambah bahan lain.
f. Media kompos setelah 17 hari dengan ciri-ciri sama dengan media kompos
A.
Media C
Komposisi media C antara lain: jerami 6 ton, kotoran kuda 500 kg, bekatul
180 kg, urea 50 kg ,kapur 25 kg.
Cara pengomposan media C sebagai berikut:
a. Jerami dipotong-potong, lalu dicuci pada air mengalir dan ditiriskan.
b. Jerami kemudian disusun setelah 10 cm, lalu di atasnya diberi campuran
bekatul dan kotoran ayam. Lapisan ini disusun berselang-seling hingga
tinggi seluruh lapisan 1,5 m. Setelah itu, ditutup rapat dengan plastik atau
terpal.
c. Pada hari ke-2, tumpukan kompos dibalik dan ditambah urea.
d. Pada hari ke-4, tumpukan kompos dibalik dan diberi tambahan bekatul.
e. Pada hari ke-9 dan ke-12, dilakukan pembalikan kosong atau tanpa
ditambah bahan lain.
f. Media kompos setelah 17 hari dengan ciri-ciri sama dengan media kompos
A.
1.1 Sterilisasi
Setelah pengomposan, media disusun dalam wadah setebal 15-20 cm.
Proses berikutnya adalah sterilisasi media. Sterilisasi dilakukan dengan
mengalirkan uap panad selama 10 jam dengan suhu puncak 65-700C. Setelah itu,
suhu dipertahankan pada 500C selama 50 jam.
Apabila budi daya jamur kancing dilakukan dalam skala besar, sterilisasi
media dilakukan dengan sistem tunnel yaitu sterilisasi dalam ruangan khusus.
1.2 Penanaman bibit
Setelah proses sterilisasi, media diberi bibit. Bibit ditaburkan di bagian
tengah dan atas media. Rumah jamur kemudian ditutup rapat, suhu ruangan diatur
pada kisaran 22-250C, kelembapan antara 80-85%, dan CO2 yang ideal sekitar 4%.
Kondisi lingkungan tersebut tidak menjadi masalah bila tempat budi daya di
dataran tinggi. Namun, bila kelembapannya berkurang dapat dilakukan

11
penyiraman lantai kumbung. Sirkulasi udara harus selalu menyebarkan secara
merata tanpa mengambil udara dari luar, artinya untuk pengatur sirkulasi ini
diperlukan kipas angin.
Dua minggu dari pemberian bibit, di permukaan media akan terlihat
miselium yang tumbuh. Proses selanjutnya adalah casing, yaitu poses pelapisan
tanah setebal 2,5-5 cm di atas kompos yang telah ditumbuhi miselium. Fungsi
dilakukuan casing antara lain:
a. Membantu menegakkan berdirinya jamur.
b. Menstimulasi pembentukan tubuh buah karena setelah pelapisan tanah
akan terbentuk mikroklimat yang lembap.
c. Mencegah serangan hama dan penyakit.
d. Mengurangi kerusakan kompos dan miselium.
e. Membantu dalam penyimpanan air sehingga dapat mencegah kompos
menjadi kering.
Agar tujuan casing tercapai, tanah yang digunakan harus memenuhi syarat
seperti berikut:
a. Berpori sehingga mempunyai kapasitas untuk memegang air.
b. pH tanah 6,2-8.
c. Bebas dari hama dan penyakit.
Tanah jenis gambut merupakan tanah yang memenuhi kriteria sebagai
tanah untuk casing. Namun, pH tanah harus dinetralkan dengan penambahakn
kapur. Supaya bebas dari hama dan penyakit, tanah dapat disterilkan dengan
pemberian formalin 40% atau disterilisasi dengan uap panas pada suhu 700C
selama 4 jam. Tanah yang sudah disterilisasi dapat disimpan selama 6-12 bulan di
dalam kantung plastik yang ditutup rapat.
Setelah proses casing, pintu dan jendela ditutup kembali. Namun, sirkulasi
masih terus dilakukan (dengan bantuan kipas angin). Setelah proses casing, mulai
dilakukan penyiraman.
Sekitar 15-17 hari dari proses casing, mulai dilakukan ventilasi yaitu
memasukkan udara dari luar ke dalam rumah jamur dengan membuka pintu dan
jendela. Suhu ruangan dibuat 16-180C. Kondisi suhu ini dapat dibuat dengan
bantuan pendingin, penyiraman, atau membuka pintu dan jendela. Pelakuan ini
bertujuan untuk menginduksi perubahan fisiologis dari pertumbuhan miselium ke
pembentukan tubuh buah, mengganti CO2 yang dihasilkan oleh jamur dengan
udara segar, dan membuang uap air.
1.1 Pemanenan
Primodia jamur akan tumbuh tiga minggu setelah pelapisan tanah. Sekitar
14 hari dari muculnya primodia, jamur kancing sudah siap dipanen. Pada saat
panen, jamur pada stadium kancing yaitu jamur dengan selubung yang masih
tertutup, panjang tangkai sekitar 2 cm, dan diameter tudung 2,5-6 cm.
Pemanenan yang baik dilakukan pada suhu lingkungan berkisar 15-160C,
kelembapan 80%, dan kadar CO2 0,1%. Dengan kondisi lingkungan tersebut,
diharapkan jamur tidak rusak saat pemanenan. Pemanenan seperti ini biasanya
untuk produksi skala besar karena waktu panen yang memakan waktu lama.
Umumnya, pangkal jamur yang dipanen dalam keadaan kotor. Untuk
menjaga kebersihan dan menjaga mutu, sebaiknya bagian bawah diiris. Karena
jamur kancing umumnya dipasarkan di pasar swalayan maka ukuran jamur pun
tidak menjadi masalah. Sortasi hanya dilakukan untuk membedakan besar atau

12
kecilnya jamur. Setelah itu, jamur dikemas dengan menggunakan kotak plastik
atau kardus.
1.2 Pengalengan
Pengalengan merupakan car terbaik dalam mengawetkan jamur kancing.
Cara pengawetan dengan pengalengan sebagai berikut:
a. Jamur dipilih yang seragam, kemudian dibersihkan, tangkai dipotong dan
dicuci.
b. Jamur yang telah dicuci direndam dalam sodium metabisulfit (Na2S2O5)
0,1% dan kalsium klorida (CaCl2) 2%. Kedua bahan kimia ini digunakan
sebagai bahan pengawet.
c. Jamur kemudian di-blanching dengan tujuan menghentikan aktivitas
enzim. Caranya, jamur dimasukkan dalam air mendidih selama 5-10 menit.
Setelah itu, suhu diturunkan sampai temperatur ruangan.
d. Jamur selanjutnya dimasukkan dalam kaleng dan diberi NaCl 2% dan
sodium metabisulfit (Na2S2O5) 0,1%.
e. Kaleng kemudian ditutup dan disterilisasi selama 35 menit pada suhu
1000C. Cara sterilisasi dapat dengan cara mengukusnya atau
menggunakan alat sterilisasi.
f. Tahap terakhir adalah kaleng didinginkan.

I. Metodologi Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Untuk melaksanakan penelitian ini Penulis memilih PT Karya Kompos
Bagas desa Jatirejo kecamatan Jatirejo-Mojokerto yang terletak di Jalan
Wonosalam nomer 34 sebagai tempat penelitian. Penulis memilih PT Karya
Kompos Bagas desa Jatirejo kecamatan Jatirejo-Mojokerto sebagai tempat
penelitian karena merupakan produsen jamur di kabupaten Mojokerto, selain itu
alat dan bahan yang dimiliki PT Karya Kompos Bagas telah tersedia lengkap.
2. Populasi
Populasi yang digunakan Penulis dalam karya tulis ini adalah PT Karya
Kompos Bagas desa Jatirejo kecamatan Jatirejo-Mojokerto.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan Penulis dalam karya tulis ini
adalah observasi, studi kepustakaan, dan interviu atau wawancara. Metode
observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung proses produksi jamur
kancing. Metode studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh konsep sebagai
dasar menganalisis data. Metode interviu atau wawancara dilakukan untuk
melengkapi data hasil observasi.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan Penulis dalam karya tulis ini adalah
metode analisis kualitatif yang dilakukan atas dasar jalan pikiran deduktif-logik.

I. Jadwal Penelitian
Di bawah ini merupakan tabel jadwal penelitian.

No. Waktu Kegiatan Kegiatan

13
1. 13 Oktober 2010 Menetapkan rencana kerja
2. 7 Februari 2011 Meminta surat pengantar dari sekolah
3. 27 November 2010 Meminta izin ke Bapak Handoyo
selaku Direktur di PT KKB untuk
melakukan penelitian
4. 1 Februari 2011 a. Membaca buku referensi agar
pada saat observasi Penulis
memiliki gambaran mengenai
topik yang dibicarakan.
b. Mempersiapkan pertanyaan
wawancara.
5. 21 Februari 2011 Melakukan wawancara di PT KKB
desa Jatirejo kecamatan Jatirejo-
Mojokerto.
6. 21-25 Februari 2011 Melakukan observasi.
7. 1 Maret 2011 Mengolah data hasil wawancara dan
observasi.

I. Rancangan Biaya Penelitian


1. Pembuatan Proposal
Kertas Rp 3.000,00
Fotocopy Rp 9.000,00
Percetakan Rp 10.000,00

TOTAL Rp 22.000,00
2. Pelaksaan Penelitian
Kertas Rp 2.000,00
Mencetakkan Rp 4.000,00
Fotocopy Rp 2.000,00
Biaya transportasi Rp 50.000,00
Dokumentasi Rp 30.000,00

TOTAL Rp 88.000,00
3. Pembuatan Laporan
Kertas Rp 5.000,00
Penjilidan Rp 15.000,00
Fotocopy Rp 18.000,00
Ucapan terima kasih Rp 30.000,00

TOTAL Rp 68.000,00

14
I. Penutup
Berdasarkan pembahasan yang telah Penulis uraikan dalam bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Proses produksi jamur kancing Agaricus bisporus di PT KKB Mojokerto
dari penanaman hingga pemanenan membutuhkan alat dan bahan sebagai berikut:
bibit jamur kancing Agaricus bisporus, Sorghum, gipsum, CaCO3, ampas tebu,
jerami, kotoran ayam, urea/ZA, banker, blower, ruangan untuk pendinginan dan
inokulasi,ruangan untuk inkubasi, selang air, dan kipas angin.
Secara garis besar proses penanaman hingga pemanenan jamur kancing
Agaricus bisporus di PT KKB Mojokerto melalui tiga tahap yaitu: pembuatan
bibit, pembuatan kompos, dan pembuatan tanah gambut.
Syarat yang harus diperhatikan pada saat penanaman yaitu kelembapan
berkisar antara 90-95%, suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur berkisar
antara 170C-200C serta sanitasi dan hiegenis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Rial. 2010. Budidaya Jamur Champignon Bagian II. (Online),


(http://organikganesha.wordpress.com/2010/04/06/budidaya-jamur-champignon-
bagian-ii/, diakses 21 November 2010).

-------. 2010. Budidaya Jamur Champignon Bagian III. (Online),


(http://organikganesha.wordpress.com/2010/04/07/budidaya-jamur-
champignonkancing-bagian-iii/, diakses 21 November 2010).

-------. 2010. Jenis-Jenis Jamur Konsumsi (Edible Mushroom). (Online),


(http://organikganesha.wordpress.com/2009/10/29/jenis-jenis-jamur-konsumsi-
edible-mushroom/, diakses 21 November 2010).

Hendritomo, Henky Isnawan. 2010. Jamur Konsumsi Berkhasiat Obat.


Yogyakarta: Lily Publisher.

Herika. 2010. Sejarah Budidaya Jamur. (Online),


(http://www.bursagrosir.com/sejarah-budidaya-jamur/, diakses 21 November
2010).

Mujibur, Muhammad. 2010. Makalah Jamur. (Online),


(http://www.scribd.com/doc/39069017/makalah-jamur, diakses 21 November
2010).

Riana, Yani. 2009. Biologi 1 SMA dan MA kelas X. Jakarta : Pusat perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.

Suhardiman, P. 1982. Jamur Merang dan Champignon. Jakarta: BUTSI bekerja


sama dengan Penebar Swadaya.

16
LAMPIRAN

Foto 1: jamur kancing Foto 3 : bibit jamur kancing


Agaricus bisporus di PT KKB Agaricus bisporus di PT KKB
Mojokerto. Mojokerto yang siap pakai.

Foto 2: bibit jamur kancing


Agaricus bisporus di PT KKB
Mojokerto.
Foto 4 : tanah gambut yang
merupakan salah satu bahan
pembuatan kompos.

17
Foto 5 : lapisan tanah gambut dan
kompos.

Foto 6 : banker tempat pembuatan


kompos.

Foto 7 : tempat pertumbuhan jamur


kancing Agaricus bisporus di PT
KKB Mojokerto.

18
Foto 9 : Penulis dengan Bapak
Wiratno, kepala bagian penanaman
Foto 8 : jamur kancing Agaricus
PT KKB Mojokerto (narasumber).
bisporus di PT KKB Mojokerto.

19

You might also like