You are on page 1of 76

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan

kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita,

meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat

kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita

dengan cara meningkatkan dan perluasan pelayanan keluarga

berencana berupa kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama

dan yang lainnya, dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan

kematian ibu yang demikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh

wanita (Maryani,2004).

Program kependudukan dan KB dilaksanakan oleh pemerintah

dimaksudkan untuk mengatasi masalah kependudukan di Indonesia.

Pada mulanya penanganan masalah kependudukan dan KB berangkat

dari masalah utama kependudukan antara lain  jumlah penduduk yang

besar, pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran yang tidak

merata.

Program  keluarga berencana di Indonesia telah diakui secara

Nasional dan Internasional sebagai salah satu program yang telah

berhasil menurunkan angka fertilitas secara nyata. Hal ini dapat dilihat

dari TFR Indonesia hasil survey SDKI 2003 sebesar 2,4 dan menurun

menjadi 2,3 pada SDKI 2007.  Namun, program keluarga berencana di

Indonesia ini masih tetap menghadapi beberapa masalah penting


2

dalam upaya mempertahankan momentum program yang selama ini

telah berhasil dilaksankan. Salah satu masalah dalam pengelolaan

program KB yaitu masih tingginya angka Unmet Need KB. Jumlah

pasangan usia subur (PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak

menginginkan tambahan anak tetapi tidak berKB (Unmet Need KB),

meningkat dari 8,6 % (SDKI, 2002−2003) menjadi 9,1 % (SDKI, 2007),

dimana diharapkan pada akhir tahun 2014 dapat diturunkan menjadi

sebesar 5 % (sudarianto, 2010).

Ada beberapa faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap

masih tingginya Unmet Need KB antara lain Umur, Pendidikan,

Pengetahuan, Jumlah anak masih hidup, Dukungan suami terhadap

KB, Pernah Pakai KB, Aktivitas Ekonomi, Indeks Kesejahteraan Hidup,

Efek samping, dan Ketersediaan alat KB, serta Keterjangkauannya

Pelayanan KB sehingga membuat para Pasangan Usia Subur (PUS)

masih banyak yang belum terpenuhi sepenuhnya dalam penggunaan

alat kontrasepsi atau KB, yang sekaligus mencerminkan masih

rendahnya kualitas pelayanan KB. Untuk itu, upaya intensifikasi

advokasi dan KIE serta peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB

dengan Unmet Need KB merupakan tantangan yang dihadapi kedepan.

Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2009, secara Nasional

jumlah pasangan usia subur (PUS) yang tidak berKB (Unmet Need KB)

yaitu 29,09%. Dimana PUS yang tidak berKB karena sedang hamil

sebesar 3,66%, karena ingin anak segera (IAS) sebesar 8,72%, karena
3

ingin anak di tunda (IAT) sebesar 7,93%, dan karena tidak ingin anak

lagi (TIAL) 8,79%.

Di Kalimantan Timur, persentase pasangan usia subur (PUS)

bukan peserta KB yaitu 9,89 %. Wanita berstatus kawin yang

kebutuhan berKBnya tidak terpenuhi yaitu sebesar 7,7% dimana

keinginan untuk menjarangkan kelahiran yaitu sebesar 3,4 % dan untuk

membatasi kelahiran yaitu sebesar 4,3 %. Sedangkan persentase

pasangan usia subur (PUS) bukan peserta KB untuk Wilayah

Samarinda yaitu 12% (BKKBN, 2009).

Pada pendataan keluarga tahun 2009 untuk Provinsi Kalimantan

Timur, jumlah PUS yang tidak berKB yaitu 32,44% dan jumlah Unmet

Need KBnya sebesar 20.93%. Dimana PUS yang tidak berKB karena

sedang hamil sebesar 4,66%, karena ingin anak segera (IAS) sebesar

6,85%, karena ingin anak di tunda (IAT) sebesar 8,70%, dan karena

tidak ingin anak lagi (TIAL) 12,23%.

Di Samarinda jumlah PUS yang tidak berKB sebesar 114.405 jiwa

dengan jumlah Unmet Need KB sebesar 23,09% dimana PUS yang

tidak berKB karena ingin anak di tunda (IAT) sebesar 10,29%, dan

karena tidak ingin anak lagi (TIAL) 12,80% (Profil hasil pendataan

keluarga, 2009).

Untuk Wilayah Samarinda, terdapat jumlah Pasangan Usia Subur

(PUS) terbanyak terdapat di Kecamatan Samarinda Utara yaitu sebesar

31.347 jiwa dengan Jumlah PUS yang bukan peserta KB sebesar

10.628 jiwa. Dan paling tinggi terdapat pada Kelurahan Sempaja


4

Selatan dengan jumlah PUS sebesar 6.696 jiwa, dengan PUS bukan

peserta KB sebesar 2.271 jiwa. Dimana yang sedang hamil sebesar

256 jiwa, ingin anak segera (IAS) yaitu 706 jiwa, ingin anak ditunda

(IAT) yaitu 375 jiwa, dan tidak ingin anak lagi (TIAL) yaitu 934 jiwa.

Sehingga peneliti dalam penelitian ini menggambil lokasi di Kelurahan

Sempaja Selatan (BKBKS, 2009).

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet

Need KB dapat dijelaskan dari pengetahuan sebagai tahap awal proses

pembentukan suatu prilaku yang terdiri dari pengetahuan, persuasi,

keputusan dan konfirmasi. Dengan demikian pengetahuan yang baik

tentang keluarga berencana akan menentukan pembentukan sikap

positif, mengadopsi dan melanjutkan prilaku keluarga berencana.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terhadap terjadinya Unmet Need

KB dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sirodjudin Hamid (2002) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB. Ditemukan

responden dengan pengetahuan kurang, berpeluang 4,33 kali menjadi

Unmet Need KB dibanding responden yang berpengetahuan baik.

Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya

yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi

kaum wanita sebagai istri secara khusus dan didalam keluarga secara

umum. Di dalam beberapa penelitian, terbukti bahwa penolakan atau

persetujuan dari suami berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB

dalam rumah tangga. Terjadinya Unmet Need KB sering kali terjadi


5

ketika suami tidak mendukung terhadap penggunaan alat/cara KB

tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan fertilitas, kurangnya

pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah

sosial budaya, dan berbagai faktor lain. Kaushik (1999) dalam

penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap

KB berpengaruh signifikan terhadap terjadinya Unmet Need KB,

begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di

Indonesia pada tahun 2004. Casterline dan koleganya pada penelitian

yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama

mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan

terjadinya Unmet Need KB. Hal yang sama juga ditemukan dalam

penelitian Bongaart dan Bruce (1995) serta Westoff dan Bankole (1995)

(Isa, 2009).

Menurut NICPS (1989), bahwa ada hubungan antara pemakaian

jenis kontrasepsi dengan jumlah anak hidup. Syam (1993) bahwa pada

penelitiannya di kota Madya Bukit Tinggi, Sumatra Barat ditemukan

adanya hubungan antara jumlah anak dengan terjadinya Unmet Need

KB. Sirodjudin Hamid (2002) juga menyimpulkan bahwa adanya

hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan terjadinya Unmet

Need KB. Responden dengan jumlah anak banyak (> 2) berpeluang

menjadi Unmet Need KB 1,68 kali dibanding responden dengan anak

sedikit. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Klizhing E (2000). Nurjanah

(1998) dan Afifah (2000) melaporkan adanya hubungan antara jumlah

anak dengan terjadinya Unmet Need KB. Sementara Carrasco (1991)


6

dan Enggleston (1999) menemukan kejadian kehamilan yang tidak

diinginkan lebih banyak terjadi pada pasangan yang mempunyai anak >

2 orang karena tidak menggunakan alat kontrasepsi (Sirodjudin,2002).

Berdasarkan latar belakang diatas yang menunjukkan bahwa

masih tingginya jumlah PUS yang tidak menggunakan KB (Unmet Need

KB), maka dipandang penting diadakan suatu penelitian tentang Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Unmet Need KB Pada

Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan

Samarinda Utara Tahun 2010, dengan tujuan mengetahui sebab-sebab

terjadinya Unmet Need KB pada masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka adapun yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa saja Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Terjadinya Unmet Need KB Pada

Pasangan usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan

Samarinda Utara Tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang Berhubungan dengan

terjadinya Unmet Need KB Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di

Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun

2010.
7

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan Pengetahuan dengan terjadinya

Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan

Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

b. Mengetahui hubungan Dukungan Suami dengan

terjadinya Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di

Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun

2010.

c. Mengetahui hubungan Jumlah Anak Hidup dengan

terjadinya Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di

Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun

2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Instansi.

Sebagai bahan masukkan dan sumber informasi bagi

pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan kebijakkan dan

perencanaan pembangunan di bidang Kesehatan khususnya

Keluarga Berencana dalam menekan angka kelahiran.

2. Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan

bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.

3. Manfaat bagi Peneliti


8

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam

menambah dan mengasa wawasan peneliti mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB Pada

pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan

Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010.

4. Manfaat bagi FKM

Adapun manfaat penelitian ini bagi Fakultas Kesehatan

Masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Sebagai kegiatan evaluasi penyelenggaraan program pendidikan

ilmu kesehatan masyarakat.

b) Mewujudkan program perguruan tinggi dalam rangka pengabdian

kepada masyarakat.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Keluarga

Berencana (KB)

1. Pengertian

a. Keluarga Berencana (KB)

Menurut World Health Organisation (WHO) expert

committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang

membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan

yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang

sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan,

mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur

suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga

(Suratun, 2008).

Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10

tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan

kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan

usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil,

bahagia dan sejahtera (Arum, 2008).


10

Secara umum keluarga berencana dapat diartikan

sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan

sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi,

ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan

menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan

tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga

yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang

sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan

untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun, 2008).

b. Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah cara atau alat yang digunakan untuk

mencegah kehamilan. Kontrasepsi digunakan untuk menunda

kehamilan pertama atau menjarangkan kelahiran berikutnya

atau mengakhiri masa kehamilan dan melahirkan.

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti “Mencegah”

atau “Melawan” dan konsepsi yang berarti pertemuan antara

sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan

kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma

tersebut (Maryani, 2004).

Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang

bersifat sementara ataupun menetap. Kontrasepsi dapat


11

dilakukan tanpa menggunakan alat, secara mekanis,

menggunakan obat/alat, atau dengan operasi (Arif et al, 2001).

2. Tujuan

a. Tujuan keluarga berencana

1) Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan

penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk

(LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya

angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87

menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan

penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan

kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta

banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan

penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk.

Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang

menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung

mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan

pangan mengikuti deret hitung.

2) Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan,

menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan

kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta

menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.


12

3) Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang

telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga

mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk

tercapainya keluarga bahagia.

4) Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja

atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa

pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman

yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia

dan berkualitas.

5) Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk

keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu

keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan,

papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi (Suratun,

2008).

b. Tujuan penggunaan kontrasepsi

1) Menunda kehamilan. pasangan dengan istri berusia di

bawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilannya.

2) Menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan). Masa saat

istri berusia 20-30 tahun adalah yang paling baik untuk

melahirkan 2 anak dengan jarak kelahiran 3-4 tahun.

3) Mengakhiri kesuburan (tidak ingin hamil lagi). Saat usia istri

diatas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan

setelah mempunyai 2 anak (Arif et al, 2001).


13

3. Jenis

Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan suatu usaha untuk mencegah

terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara

dan dapat juga bersifat permanen (Prawirohardjo, 1994:535). Yang

bersifat sementara terdiri dari pil, suntikan KB, kondom, AKDR,

implant dan alat kontrasepsi lainnya. Sedangkan yang bersifat

permanen berupa medis operasi wanita (MOW) dan medis operasi

pria (MOP). Cara kerja alat/obat kontrasepsi bermacam-macam,

pada umumnya adalah mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi,

melumpuhkan sperma dan menghalangi pertemuan sel telur

dengan sperma (Syamsiah, 2002).

Untuk menunjang Gerakan Keluarga Berencana Nasional,

pemerintah menyediakan beberapa jenis alat kontrasepsi. Dengan

tersedianya berbagai alat kontrasepsi tersebut, para akseptor

bebas memilih metode yang sesuai dengan seleranya.

a. Pil KB

Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil

telah diperkenal kan sejak tahun 1960. Pil diperuntukan bagi

wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegahan

kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara

teratur. Pemakaian pil dapat dilakukan segera sesudah

terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada post-


14

partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang

ibu ingin menyusui anaknya, maka hendaknya penggunaan pil

ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama

masih menyusui) disarankan menggunakan cara atau metode

kontrasepsi yang lain. Pil dapat digunakan untuk menghindari

kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan

berikutnya sesuai dengan keinginan wanita.

Berdasarkan bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil dapat

diminum secara aman selama bertahun-tahun. Bagi wanita

yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi

menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang

lainnya seperti spiral atau sterilisasi,hendaknya perlu

dipertimbangkan.

Kontra Indikasi Pemakaian Pil, Kontrasepsi pil tidak boleh

diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang

pembuluh darah, kanker payudarah atau kanker kandungan,

hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal

melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok

(struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit

kepala yang berat pada sebelah kepala).

b. Suntik

Suntikan KB berisi hormon progestin yang mampu

mencegah lepasnya sel telur dari indung telur, mengentalkan

lendir mulut rahim,serta menipiskan selaput lendir sehingga


15

kehamilan tidak terjadi. Untuk alat kontrasepsi suntikan dikenal

dengan nama Depo Provera yang disuntikan 3 bulan sekali dan

Noristerat yang disuntikan 2 bulan sekali untuk 4 kali suntikan

pertama, selanjutnya 3 bulan sekali.

Kontrasepsi mempunyai efek samping seperti pusing-

pusing, bercak pendarahan, darah haid berkurang bahkan dapat

menyebabkan tidak datang haid, lesu tidak bersemangat, dan

kesuburan relatif pulih lebih lama setelah metode ini dihentikan.

Selain itu, dapat menyebabkan keputihan, jerawat dan berat

badan naik atau turun.

Kontra indikasi dari suntikan adalah pendarahan yang tidak

diketahui penyebabnya, tersangka hamil, tumor, penyakit

jantung, hati, darah tinggi dan kencing manis. Meskipun

demikian, kontrasepsi suntikan cukup praktis, efektif, ekonomis,

seta aman penggunaannya dalam jangka waktu yang lama.

c. Spiral/IUD (Intra Uterine Device)

Spiral/IUD atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

merupakan salah satu pilihan metode kontrasepsi yang dapat

mencegah terjadinya konsepsi dalam rahim. Alat ini sangat

efektif dan tidak perlu diingat untuk menggunakannya seperti

halnya pemakaian pil. Bagi ibu yang menyusui, spiral/IUD tidak

mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI).

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi

mungkin dalam rongga rahim (Cavum uteri). Saat pemasangan


16

yang paling baik adalah pada waktu mulut peranakan masih

terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari

setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat

dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara

khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah

pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan

berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam

bulan sekali.

Kontra Indikasi, Belum pernah ditemukan adanya perkiraan

hamil kelainan alat kandungan bagian dalam seperti :

perdarahan yang tidak normal dari vagina, perdarahan dileher

rahim, dan kanker rahim.

Keluhan–Keluhan Pemakaian AKDR, Terjadinya sedikit

perdarahan, bisa disertai dengan mules yang biasanya hanya

berlangsung tiga hari. Jika perdarahan berlangsung terus

menerus dalam jumlah yang banyak, pemakaian AKDR harus

dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada peragai haid.

Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya

lebih sedikit dari biasanya, kemudian secara mendadak

jumlahnya menjadi banyak selama 1–2 hari. Selanjutnya

kembali sedikit selama beberapa hari.

Kemungkinan lain yang terjadi ialah kejang rahim (uterine

cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini

karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR


17

yang merupakan benda asing dalam rahim. Dengan pemberian

obat alangetik keluhan ini akan segera teratasi. Keluhan lain

yang dirasakan yaitu keputihan dan infeksi akibat pemakaian

AKDR serta ekspulsi yaitu AKDR keluar dari rahim pada waktu

haid yang disebabkan ukuran AKDR terlalu kecil atau pengaruh

jenis bahan yang digunakan. Makain elastis sifat bahan yang

digunakan makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi.

Lama Pemakaian AKDR, dapat terus dipakai selama

pemakai merasa cocok dan tidak ada kelurah yang berarti.

Untuk AKDR yang mengandung tembaga, mampu berfungsi

selama 2 – 5 tahun, tergantung daya dan luas permukaan

tembaganya.

d. Implant.

Norplant sama artinya dengan implant. Norplant adalah

satu-satunya merek implant yang saat ini beredar di Indonesia.

Dibeberapa daerah implant disebut dengan susuk. Di Indonesia

merupakan negara pertama dalam penerimaan norplant yang

dimulai pada tahun 1987. sebagai negara pelopor, Indonesia

belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan

permasalahan yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant.

Pada tahun 1993, pemakaian norplant di Indonesia tercatat

800.000 orang.

Norplant merupakan alat ontrasepsi jangka panjang yang

bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norlant dipasang


18

dibawah kulit, diatas daging pada lengan wanita. Alat tersebut

terdiri dari 6 kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari

bahan karet silastik. Masing – masing kapsul mengandung

progestin levonogestrel sintesis yang juga terkandung dalam

beberapa jenis pil KB.Hormon ini lepas secara perlahan-lahan

melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil kembali dari

lengan pemakai. Kapsul biasanya terasa dan terlihat seperti

benjolan atau garis-garis.

Efektivitas Norplant norplant cukup tinggi. Tingkat

kehamilan yang ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%,

pad tahun kedua 0,5%, pada tahun ketiga 1,2% dan 1,6% pada

tahun keempat. Secara keseluruhan, tingkat kehamilan yang

mungkin ditimbulkan dalam jangka waktu lima tahun pemakaian

adalah 3,9%. Wanita dengan berat badan lebih dar 75 kilogram,

mempunyai resiko yang lebih tinggi sejak tahun ketiga

pemakaian, sebesar 5,1%.

Kontra Indikasi Norplant, Wanita yang tenderita penyakit

diabetes, colesterol tinggi, hipertensi, migrain, epilepsi, benjolan

padapayudara,depresi mental, kencing batu, penyakit jantung

dan ginjal.

Kelebihan dan Kekurangan Norplant adalah masa

pakainya cukup lama, tidak terpengaruh faktor lupa sebgaimana

kontraspsi pil/suntik, dan tidak mengganggu kelancaran air susu

ibu. Sedangkan kekurangannya adalah pemasangan hanya bisa


19

dilakukan oleh dokter atau bidan yang terlatih dan kadang-

kadng menimbulkan efek samping misalnya spotting atau

menstruasi yang tidak teratur dan kenaikan berat badan.

(Maryani, 2004).

B. Unmet Need KB (Bukan Peserta

KB)

Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia

antara 15-49 tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang

aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat

mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi

peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung

penurunan fertilisasi (Suratun, 2008).

Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49

tahun atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan

sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid

(datang bulan) (BKKBN, 2009).

PUS sebagai sasaran program KB di kelompokkan pada dua

segmen, yakni segmen yang membutuhkan KB untuk menjarangkan

atau membatasi kelahiran dan segmen yang tidak membutuhkan KB.

Unmet Need KB didefinisikan sebagai persentase wanita kawin

yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran

berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi. Wanita yang

memerlukan KB dengan tujuan untuk “menjarangkan” kelahiran

mencakup wanita hamil yang kehamilannya tidak diinginkan waktu itu,


20

wanita yang belum haid setelah melahirkan anak yang tidak diinginkan

waktu itu, dan wanita lain yang sedang hamil atau belum haid setelah

melahirkan dan tidak memakai kontrasepsi tetapi ingin menunggu dua

tahun atau lebih sebelum kelahiran berikutnya. Wanita yang belum

memutuskan apakah ingin anak lagi atau ingin anak lagi tapi belum

tahu kapan juga termasuk kelompok ini. Wanita yang memerlukan KB

untuk “membatasi” kelahiran mencakup wanita hamil yang

kehamilannya tidak diinginkan, wanita yang belum haid dan yang

sudah haid setelah melahirkan anak yang tidak diinginkan, yang tidak

memakai kontrasepsi lagi. Ukuran pelayanan KB yang tidak terpenuhi,

digunakan untuk menilai sejauh mana program KB telah dapat

memenuhi kebutuhan pelayanan. Wanita yang telah disterilisasi

termasuk kategori tidak ingin tambah anak lagi (SDKI, 2007).

Unmet Need KB dapat dikategorikan dalam beberapa kategori

sebagai berikut :

1. Wanita kawin usia subur dan tidak hamil, menyatakan tidak ingin

punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD,

PIL, suntik, Implant, Obat Vaginal, dan kontrasepsi mantap untuk

dirinya atau untuk suaminya.

2. Wanita kawin usia subur dan tidak hamil, menyatakan ingin

menunda kehamilan berikutnya, dan tidak menggunakan alat

kontrasepsi sebagaimana tersebut di atas.


21

3. Wanita yang sedang hamil dan kehamilan tersebut tidak

dikehendaki lagi serta pada waktu sebelum hamil tidak

menggunakan alat kontrasepsi.

4. Wanita yang sedang hamil dan terjadinya kehhamilan tersebut tidak

sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak

menggunakan alat kontrasepsi (Sirodjudin, 2002).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Unmet Need

KB diantaranya yaitu :

1. Umur

Penelitian mengenai hubungan antara umur dan kejadian

Unmet Need KB sudah sering dilakukan karena variabel umur

merupakan salah satu variabel latar belakang demografis dari

responden yang paling mudah diketahui. Variabel umur ditemukan

signifikan pada penelitian yang dilakukan oleh Kaushik (1999) di

India, Ahmadi dan Iranmahboob (2005) di Iran, dan juga di

Indonesia oleh Prihastuti dan Djutaharta (2004) yang menemukan

bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need KB cenderung

menurun seiring meningkatnya umur responden wanita. Weinstein

Kl,et all (1997) pada penelitian terhadap data Survei Demografi dan

Kesehatan di Kyrgistan menemukan bahwa umur berhubungan

dengan terjadinya Unmet Need KB untuk pembatasan kelahiran,

tetapi tidak berhubungan untuk penjarangan atau penundaan

kelahiran. Hasil penelitian Westoff dan Bankole (1995)

menunjukkan adanya penurunan kebutuhan terhadap KB untuk


22

menjarangkan kelahiran setelah mencapai usia 30 tahun dan

kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran mencapai puncaknya

pada usia 35-44 tahun. Dengan demikian hubungan antara umur

dan kebutuhan KB berbentuk seperti huruf U terbalik, yaitu

kebutuhan KB rendah pada umur muda dan tua, namun kebutuhan

ini tinggi pada kelompok umur paling produktif.

2. Pendidikan

Variabel latar belakang pendidikan responden merupakan

variabel yang sejak lama diteliti dan dianggap berpengaruh

terhadap kemungkinan terjadinya Unmet Need KB. Penelitian yang

dilakukan menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan

berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian Unmet Need KB,

seperti yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995) yang

menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka

semakin rendah persentase terjadinya Unmet Need KB. Pendidikan

bisa mempengaruhi kondisi Unmet Need KB karena orang

berpendidikan akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang

permasalahan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi,

sehingga mereka bisa lebih mengerti mengenai alat/cara KB

tertentu beserta pengaruhnya pada kesehatan.dengan demikian,

mereka bisa menentukan alat/cara KB yang ingin digunakan dalam

ber-KB, sehingga dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya

Unmet Need KB. Orang yang memiliki pendidikan juga cenderung

lebih mengerti tentang urgensi pembatasan kelahiran dan


23

pembentukan keluarga yang berkualitas, serta manfaatnya bagi

pembangunan, sehingga akan mempengaruhi preferensi fertilitas

mereka pada tingkat yang lebih rendah dan secara otomatis

menciptakan permintaan terhadap alat/cara KB tertentu. Jadi,

pendidikan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi wanita

secara psikologis dan fisiologis dalam menggunakan alat/cara KB

tertentu dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya Unmet

Need KB. Tetapi penelitian oleh Aryal, et.al (2006) terhadap data

Survei Demografi dan Kesehatan di Nepal menemukan bahwa

kejadian Unmet Need KB justru ditemukan pada responden wanita

yang memiliki pendidikan tinggi karena wanita yang berpendidikan

akan lebih mengerti dan menyatakan kebutuhannya terhadap alat

kontrasepsi untuk memenuhi preferensi fertilitasnya, sementara

wanita yang tidak berpendidikan cenderung tidak memiliki motivasi

untuk membatasi fertilitasnya. Sehingga apabila akses terhadap

alat KB di tempat tersebut masih buruk, peluang wanita yang

berpendidikan untuk mengalami status Unmet Need KB akan lebih

besar.

3. Pernah-tidaknya pakai KB

Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan

Djutaharta (2004) terhadap data SDKI tahun 2002-2003 ditemukan

secara signifikan bahwa kejadian Unmet Need KB lebih cenderung

terjadi pada wanita yang belum pernah menggunakan KB sama

sekali daripada wanita yang sudah pernah atau masih


24

menggunakan KB. Pengalaman menggunakan KB akan membuat

wanita lebih mengerti dan dapat menentukan tindakan yang tepat

bagi dirinya dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi

dan untuk memenuhi keinginanya dalam preferensi fertilitas,

sehingga hal ini akan semakin mengurangi peluang terjadinya

Unmet Need KB KB. Westoff (2006) juga menentukan besarnya

angka persentase kejadian Unmet Need KB pada orang yang

belum pernah menggunakan KB dan orang yang tidak berniat untuk

menggunakan KB di masa depan.

4. Aktivitas Ekonomi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan

Djutaharta yang diterbitkan oleh Litbang BKKBN tahun 2004,

ditemukan hubungan yang signifikan antara Unmet Need KB dan

status bekerja dari wanita, dimana di daerah perkotaan wanita yang

bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami

kejadian Unmet Need KB. Hal ini terjadi karena wanita yang

bekerja akan lebih memiliki kepentingan untuk membatasi dan

mengatur kehamilan atau kelahiran yang dia inginkan karena hal ini

akan mempengaruhi karier dan pekerjaan mereka, sehingga

menyebabkan mereka memberi perhatian lebih terhadap

pemakaian alat/cara KB tertentu yang selanjutnya dapat

memperkecil kemungkinan kejadian Unmet Need KB. Variabel ini

juga ditemukan berhubungan dalam penelitian lainnya, seperti

Ahmadi dan Iranmahboob di Iran (2005).


25

5. Indeks Kesejahteraan Hidup

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dan

Iranmahboob di Iran tahun 2005 terlihat bahwa variabel

kesejahteraan keluarga responden berpengaruh signifikan terhadap

kemungkinan mengalami kejadian Unmet Need KB. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta di

Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa responden

yang berada ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas

memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian Unmet Need

KB dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah

kebawah dan terbawah. Klizjing (2000) juga menyatakan bahwa

kejadian Unmet Need KB berhubungan dengan faktor ekonomi

karena di Negara-Negara yang mengalami transisi dan pergolakan

ekonomi, seperti Latvia, Lithuania dan Bulgaria, terjadi peningkatan

kejadian Unmet Need KB, sehingga tingkat Unmet Need KB yang

terjadi di Negara tersebut lebih tinggi dibandingkan Negara-Negara

Eropa lainnya yang tidak mengalami pergolakan ekonomi. Variabel

yang sejenis dan lebih sering digunakan untuk melihat

hubungannya dengan kejadian Unmet Need KB adalah variabel

pendapatan atau penghasilan yang memiliki fungsi sama, yaitu

untuk melihat kesejahteraan dan daya beli yang dimiliki oleh

responden. Ketika pendapatan seseorang naik, maka daya belinya

juga akan naik dan kesejahteraannya secara otomatis juga akan


26

naik. Hamid (2002) menemukan bahwa pendapatan akan

berbanding terbalik dengan peluang status Unmet Need KB.

Dalam sebuah rumah tangga, pendapatan yang mereka

miliki akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan yang paling

primer yaitu makanan, sehingga pendapatan yang mereka miliki

tidak terlalu besar, rumah tangga akan menjadi kebutuhan

sekunder dan tersier, terutama barang bukan makanan, sebagai

prioritas terakhir. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan

terhadap alat KB yang membutuhkan biaya atau ongkos untuk

memperolehnya, juga tidak akan dijadikan prioritas yang penting

dalam pola konsumsi yang dijalankannya. Sehingga bagi rumah

tangga dengan tingkat kesejahteraan, pendapatan, dan daya beli

yang rendah akan lebih mungkin bagi mereka mengalami kejadian

Unmet Need KB karena mereka hanya akan menjadikan kebutuhan

mereka terhadap alat KB sebagai prioritas kesekian untuk dipenuhi

dengan keterbatasan anggaran konsumsi yang dimiliki (isa, 2009).

C. Tinjaun tentang variabel

1. Tinjauan

Tentang Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Jadi

pengetahuan adalah apa yang telah diketahui oleh setiap individu

setelah melihat, mengalami sejak ia lahir sampai dewasa.


27

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengeahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

Pengetahuan adalah komponen dari prilaku yang mencakup

didalam cognitive domain yang mencakup enam tingkat, yaitu :

(Notoatmodjo, 2007).

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sudah

diberikan sebelumnya termasuk dalam pengetahuan ini adalah

mengungat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya.

c) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar-benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

d) Analisis (Analysis)
28

Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e) Sintesis (Syntesis)

Sisntesis menunjukkan suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penulisan terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2007).

Adapun dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

apakah ada hubungan pengetahuan dengan kejadian Unmet Need

KB, dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisioner yang

menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian

kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui.

Tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan

rentang sebagai berikut :

Baik : jika jumlah jawaban benar ≥ 76%-100%

Kurang : jika jumlah jawaban benar ≤ 75%


29

2. Dukungan

suami

Pada masa sekarang seorang wanita berkarier sudah

merupakan suatu hal yang biasa, sesuai dengan tuntutan jaman.

Wanita berkarier tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi, tetapi juga untuk aktualisasi diri. Seorang wanita ingin

lebih maju, sehingga ruang geraknya tidak lagi terbatas pada

urusan rumah tangga, tetapi mulai masuk kewilayah yang lebih

luas.

Dalam hal ini dukungan suami merupakan faktor yang penting

bagi wanita dalam berkarier. Kurangnya dukungan suami membuat

peran karier tidak optimal, karena terlalu banyak yang masih harus

dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja.

Menurut Gottlieb (1983) dalam handayani 2009 bahwa

dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran

bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab

dengan subjek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat

memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya. Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga,

teman dan atasan.

Menurut Kuntjoro (2002) dalam handayani 2009 bahwa

bentuk-bentuk dukungan sosial adalah informasi verbal dan non

verbal, saran yang dapat terlibat dalam suatu kelompok yang

memungkinkannya untuk berbagai minat, perhatian, suami


30

menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat

diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami

merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri.

Dengan adanya dukungan suami, tugas yang tadinya terasa berat

menjadi lebih ringan dan membahagiakan, sebaliknya juga suami

istri dalam sebuah perkawinan tidak mampu menjalin kerjasama,

maka hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam mengatasi

permasalahan hidup lebih kompleks dikemudian hari (Handayani,

2009).

Peran suami dalam KB antara lain sebagai peserta Keluarga

Berencana dan mendukung pasangan menggunakan alat

kontrasepsi. Sedang dalam kesehatan reproduksi, antara lain

membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu

hamil, merencanakan persalinan aman oleh tenaga medis,

menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis,

membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, menjadi

ayah yang bertanggung jawab, mencegah penularan penyakit

menular seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan,

serta tidak bias gender dalam menafsirkan kaidah agama. (Anonim,

2010).

Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya

yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi

bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam

keluarga secara umum. Budaya patrilineal yang menjadikan pria


31

sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar

pola keluarga di dunia menjadikan preferensi suami terhadap

fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program

KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam

keluarga untuk mmenggunakan alat atau cara KB tertentu.

Sehingga di dalam beberapa penelitian, variable penolakan atau

persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian

Unmet Need KB dalam rumah tangga. Kejadian Unmet Need KB

seringkali terjadi ketika suami tidak mendukung terhadap

penggunaan alat/cara KB tertentu yang diakibatkan adanya

perbedaan fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB,

takut akan efek samping, masalah social budaya, dan berbagai

faktor lainnya.

Pembicaraan antara suami dan istri mengenai KB tidak selalu

menjadi persyaratan dalam pemakaian KB, namun tidak adanya

diskusi tersebut dapat menjadi halangan terhadap pemakaian KB.

Komunikasi tatap muka antara suami-istri merupakan jembatan

dalam proses penerimaan dan kelangsungan pemakaian

kontrasepsi. Tidak adanya diskusi mungkin merupakan cerminan

kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu persoalan, atau

sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan

aspek seksual.

Temuan menunjukkan bahwa 58% wanita mendiskusikan KB

dengan pasangannya paling sedikit 1 kali selama setahun terakhir.


32

Dan 42% wnita berstatus kawin tidak pernah membicarakan

tentang KB dengan pasangannya. Hal ini menunjukkan bahwa

wanita lebih sering berdiskusi mengenai KB dengan suaminya.

Sebagai gambaran 58% wanita membicarakan KB dengan

suaminya, sementara hanya 22% pria berstatus kawin melaporkan

hal yang sama (SDKI, 2007).

Menurut Suryono (2008), partisipasi pria secara langsung

adalah sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu

cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti alat kontrasepsi

kondom, vasektomi atau kontap pria, metode senggama terputus/

azal, dan metode pantang berkala atau system kalender.

Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung adalah

mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk

menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, adapun

dukungannya meliputi:

a. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai

dengan keinginandan kondisi istrinya

b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara

benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan

mengingatkan istri untuk control

c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping

maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi

d. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk control

atau rujukan
33

e. Mencari alternative lain jika kontrasepsi yang digunakan saat ini

terbukti tidak memuaskan

f. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan

metode pantang berkala

g. Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak

memungkinkan

Kaushik (1999) dalam penelitiannya di India menunjukkan

bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan

terhadap kejadian Unmet Need KB, begitupula dengan penelitian

yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun 2004.

Casterline dan koleganya pada penelitian yang dilakukan di Filipina

juga menemukan kesimpulan yang sama mengenai hubungan

antara penerimaan suami terhadap KB dan kejadian Unmet Need

KB. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Bongaart dan

Bruce (1995) serta Westoff dan Bankole (1995) (Isa, 2009).

3. Jumlah Anak

Hidup

Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang dimiliki oleh

pasangan usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan

berapa kali wanita tersebut melahirkan anak. Jumlah anak hidup

sangat berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB (Boer,

2005).
34

Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi

teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak

reproduksi :

a. Hak menentukan jumlah dan jarak anak.

b. Hak mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal

tersebut.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992

dicantumkan tentang pengembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam

kedudukan yang sederajat setiap pasangan untuk mengatur jumlah

dan jarak kelahiran mereka.

Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi

harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi

kewajibannya. Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi

keluarga berencana. Namun masih banyak keluarga yang

menganggap bahwa anak merupakan investasi yang sangat

berharga. Semakin banyak anak, semakin banyak pula rezeki.

Sehingga mereka cenderung memilih banyak anak. Dari segi

ekonomi anak berguna bagi keluarga sebagai tenaga yang dapat

diperbantukan untuk menambah penghasilan orang tua.

Dalam kebijakan pembanguan keluarga kecil bahagia

sejahtera, dianjurkan kepada pasangan usia subur yang telah

mempunyai anak kurang dari dua orang, untuk mengikuti cara-cara

pencegahan kehamilan dengan mengikuti program KB yaitu


35

maksud menjarangkan kehamilannya. Sedangkan yang telah

mempunyai jumlah anak lebih dari dua, dianjurkan untuk

mengakhiri kehamilannya dengan metode yang efektif dengan efek

samping yang ringan. (Medika, 2000 dalam Boer 2005).

Syam (1993) dalam penelitiannya di Bukit Tinggi Sumatera

Barat, menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup

dengan kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2000)

yang menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang

dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995), Hamid (2002), dan

Prihastuti da Djutaharta (2004) terhadap data SDKI di Indonesia

juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah

anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB. Hubungan antara

Unmet Need KB dan jumlah anak hidup sangat dipengaruhi oleh

preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan demikian, disini perlu

dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat mengakibatkan

terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan KB untuk

menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan KB untuk membatasi

kelahiran (tidak menginginkan anak lagi). Kedua kondisi tersebut

sangat dipengaruhi oleh pertimbangan antara jumlah anak yang

sudah dimiliki dengan preferensi fertilitas yang diinginkan oleh

pasangan tersebut. Semakin besar jumlah anak masih hidup yang

sudah dimiliki, maka akan semakin besar kemungkinan preferensi

fertilitas yang diinginkan sudah terpenuhi, sehingga semakin besar

peluang munculnya keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau


36

membatasi kelahiran dan begitu pula peluang terjadinya Unmet

Need KB bagi wanita tersebut.

D. Kerangka Teori

Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini

adalah teori Anderson (1974) dan teori Lawrence Green. Anderson

menggambarkan ada tiga kategori utama yang berpengaruh terhadap

prilaku pencarían/pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu

Predisposing Characteristics atau karakteristik predisposisi, enabling

characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic

atau karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi dapat

menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai

kecendrungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang

berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan cirri-ciri individu

seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras,

keyakinan individu. Sedangkan Lawren Green menganalisa bahwa

prilaku dibentuk oleh 3 faktor yaitu predisposing factor, enabling factor,

dan reinforcing factors.

Teori Anderson Teori Lawrence Green

Karakteristik Predisposisi: Factor predisposisi :


Jenis kelamin Pengetahuan
Umur Sikap
Pendidikan Kepercayaan
Pekerjaan Persepsi
Suku/ras Nilai-nilai
Manfaat-manfaat kesehatan
37

Pemanfaatan Factor Pendorong :


Karakteristik Pendukung :
Pelayanan KB Lingkungan fisik
Sumber daya keluarga
Fasilitas/sarkes
Sumber daya masyarakat

Karakteristik kebutuhan : Factor Penguat :


Kebutuhan yang Sikap dan prilaku petugas
dirasakan individu kesehatan atau petugas
terhadap pelayanan lain
kesehatan Dukungan keluarga

Gambar 1. Modifikasi antara Kerangka teory Anderson (1974) dan


Lawrence Green dalam Kresno 2002

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan

metode kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional study yaitu

suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko

dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi atau

pengamatan variabel bebas atau terikat dilakukan pada waktu yang

sama (Notoatmodjo, 2005).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


38

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 - Januari

2011 di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara

tahun 2010.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit didalam pengamatan

yang akan dilakukan (Luknis dan Sutanto, 2007). Adapun populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur (PUS) di

Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan samarinda Utara tahun

2010 yang berjumlah 6.696 jiwa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang

nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk

menduga karakteristik dari populasi (Luknis dan Sutanto, 2007).

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus Lemeshow sebagai berikut :

Z2 1- α / 2 x p ( 1-p ) x N
n¿ 2 2
d x ( N-1 ) + z 1-α /2 x p ( 1-p )

1,96 2 x 0,34 ( 1-0,34 ) x 6696


n¿
0,052 x ( 6696-1 ) + 1,962 x 0,34 (1-0,34)

5772,3205
n¿ = 327,98 ≈ 328 sampel
17,599555
39

keterangan :

N = Besar populasi yaitu 6696

n = Besar sampel

d = derajat kepercayaan yaitu 0,05

z21-α/2 = derajat kemaknaan yaitu 1,96

p = proporsi persentase kelompok yaitu 0,34

1-p = proporsi sisa di dalam populasi

Pada penelitian ini, setelah mendapatkan jumlah sampel

dengan menggunakan rumus Lemeshow di atas di peroleh jumlah

sampel yaitu 328 sampel. Kemudian dalam penentuan jumlah RT

dilakukan dengan cara Purposive Sampling karena tidak diketahui

jumlah PUS dari masing-masing RT. Dari 90 RT yang ada di

Kelurahan Sempaja Selatan diambil dari masing-masing RT yang

berjumlah di atas 110 KK sehingga di dapat 9 RT. Dengan jumlah

KK yang banyak diharapkan dapat memperoleh jumlah PUS yang

banyak pula.

Penentuan sampel dimasing-masing RT dilakukan dengan

cara Proposional sebagai berikut :

111 118
RT. 2 ¿ x 328 = 31 RT. 8 = x 328 = 33
1181 1181

116 118
RT. 3 ¿ x 328 = 32 RT. 11= x 328 = 33
1181 1181

115 183
RT. 5 ¿ x 328 = 32 RT. 89= x 328 = 51
1181 1181
40

121 176
RT. 6 ¿ x 328 = 33 RT. 90 = x 328 = 49
1181 1181

123
RT. 7 = x 328 = 34
1181

Adapun karakteristik sampel dari masing-masing RT yang

akan diteliti yaitu sebagai berikut :

a) Pasangan Usia Subur (PUS) yang berusia 15-49 tahun.

b) Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan dan tidak

menggunakan alat kontrasepsi

c) Pasangan Usia Subur (PUS) yang memiliki anak >2 maupun ≤2,

dimana jika jumlah anaknya >2 maka dikategorikan banyak

(Unmet Need KB) sedangkan jika jumlah anaknya ≤2 maka

dikategorikan sedikit (bukan Unmet Need KB).

D. Kerangka Konsep
Pengetahuan

Dukungan Suami Unmet Need KB

Jumlah Anak Hidup

Gambar 2. Kerangka Konsep

E. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan dengan terjadinya Unmet

Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja

Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.


41

2. Ada hubungan dukungan suami dengan terjadinya

Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan

Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

3. Ada hubungan jumlah anak hidup dengan terjadinya

Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan

Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

F. Variabel penelitian

1. Variabel terikat ( dependen )

Unmet Need KB.

2. Variabel bebas ( independen )

a) Pengetahuan

b) Dukungan suami

c) Jumlah anak hidup

G. Definisi Operasional

Cara
Skala
No. Variabel Definisi Operasional Pengukuran dan
Data
Kriteria Objektif
1. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala Kuisioner Ordinal
tentang KB sesuatu yang diketahui  Pengetahuan
responden tentang KB dan kurang ≤ 75 %
kontrasepsi, yang meliputi  Pengetahuan
pengertiannya, tujuannya, baik ≥ 76-100%
dan jenis-jenis kontrasepsi. jawaban benar
2. Dukungan Dukungan suami Kuisioner Ordinal
suami merupakan persetujuan dari  Tidak
suami yang membolehkan mendukung :
istri untuk menggunakan Unmet Need KB
kontrasepsi.  Mendukung :
bukan Unmet
Need KB
3. Jumlah anak Jumlah Anak adalah jumlah Kuisioner Ordinal
anak hidup yang dimiliki  Banyak : > 2
responden pada saat  Sedikit : ≤ 2
42

wawancara.
5. Unmet Need Unmet Need KB adalah Kuisioner Ordinal
KB PUS yang tidak  Unmet Need KB
menggunakan alat  Bukan Unmet
kontrasepsi. Need KB

H. Cara pengumpulan data

1. Data primer

Untuk mendapatkan data primer ini dilakukan dengan metode

wawancara, menggunakan kuesioner yaitu : data tingkat

pengetahuan ibu, data dukungan suami, dan data jumlah anak

hidup.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor BKKBN Kaltim, BKBKS

Samarinda, dan Kelurahan Sempaja Selatan.

I. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui beberapa

tahapan yaitu :

a. Pembersihan Data (Cleaning) : Memeriksa

kembali data bila terjadi kesalahan.

b. Penyuntingan Data (Editing) : Dilakukan

dengan pengecekkan isian pada instrumen, apakah data yang

terkumpul sudah jelas, lengkap dan relevan.

c. Pengkodean Data (Coding) : Mengubah

data yang berupa huruf menjadi angka.


43

d. Pengolahan Data (Processing): Mengolah data agar dapat

dianalisis.

J. Teknik análisis data

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk

mendapatkan gambaran pengetahuan ibu, dukungan suami, dan

jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB pada

Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan

Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010, dengan

mendeskripsikan tiap-tiap variabel yaitu gambaran distribusi

frekuensi dalam bentuk tabel.

2. Analisis bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Pada penelitian ini dilakukan uji statistik yaitu

chi-square dengan menggunakan tabel 2x2. Dimana dapat

digunakan untuk menjawab hipótesis alternatif yang menyatakan

apakah dua variabel yaitu variabel independen (pengetahuan,

dukungan suami, dan jumlah anak masih hidup) dengan variabel

dependen (Unmet Need KB ) saling berhubungan atau tidak.

Rumus Chi Square :

(O  E ) 2
χ2 = E
44

Keterangan:

χ2 = Nilai chi square

O = Nilai hasil pengamatan

E = Nilai ekspektasi atau harapan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Kelurahan

Sempaja Selatan

Kelurahan Sempaja Selatan merupakan salah satu

Kelurahan yang ada di Kecamatan Samarinda Utara. Kelurahan

Sempaja Selatan terletak di Jalan Sei.Karang Mumus No.76 yang

berada disebelah Puskesmas Bengkuring. Kelurahan Sempaja

Selatan terdiri dari 90 RT dengan jumlah penduduk keseluruhan

34.983 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) yang ada di Kelurahan


45

Sempaja Selatan yaitu 8.870 KK. Luas dan batas wilayah

Kelurahan Sempaja Selatan adalah 35.34 km 2, dimana batas

wilayah kelurahan Sempaja selatan sebelah utara berbatasan

dengan Kelurahan Sempaja Utara, sebelah timur berbatasan

dengan Kelurahan Temindung, dan untuk sebelah selatan dan

barat berbatasan langsung dengan Kelurahan Gunung Kelua.

2. Karakteristik Responden

a. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dibagi

menjadi beberapa kelompok umur. Kelompok umur diperoleh

dengan menggunakan perhitungan siklus hidup masa subur

wanita (Isa, 2009). Karakteristik responden berdasarkan umur

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok


Umur di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan
Samarinda Utara Tahun 2011

No. Umur (tahun) Frekuensi %


1. 15-24 21 6,4
2. 25-34 131 39,9
3. 35-44 153 46,6
4. 45-49 23 7,0
Total 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diperoleh umur responden

terbanyak yaitu antara 35-44 tahun sebanyak 153 responden

(46,6 %) dan umur yang paling sedikit adalah 15-24 tahun

sebanyak 21 responden (6,4 %).


46

b. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan responden adalah pendidikan terakhir

yang ditamatkan responden. Distribusi responden berdasarkan

tingkat pendidikan dapat digambarkan seperti tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan di Kelurahan Sempaja Selatan
Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011

No. Pendidikan Frekuensi %


1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 4 1,2
2. SD dan sederajat 52 15,9
3. SMP dan sederajat 69 21,0
4. SMA/SMK dan sederajat 142 43,3
5. PT 61 18,6
Total 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh tingkat pendidikan

responden sangat bervariasi, terbanyak yaitu tamat SMA/SMK

dan sederajat sebanyak 142 responden (43,3 %). Dan yang

paling sedikit yaitu tidak sekolah/tidak tamat SD sebanyak 4

responden (1,2 %).

c. Pekerjaan Suami

Pekerjaan suami adalah suatu kegiatan yang dilakukan

oleh suami sehari-hari sebagai kepala rumah tangga dengan

memperoleh penghasilan dari pekerjaannya tersebut sehingga

dapat menafkahi kebutuhan keluarganya salah satunya yaitu

dengan memberikan biaya untuk responden dalam berKB.

Distribusi pekerjaan suami responden berdasarkan jenis

pekerjaanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


47

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis


Pekerjaan Suami Responden di Kelurahan
Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara
Tahun 2011

No. Pekerjaan Frekuensi %


1. PNS/TNI/POLRI/ABRI 82 25,0
2. Swasta 211 64,3
3. Petani 3 0,9
4. Buruh 17 5,2
5. Lain-lain 15 4,6
Total 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa

responden memiliki suami yang bekerja dibidang pekerjaan

yang berbeda-beda, dan paling banyak yaitu dibidang swasta

sebesar 211 responden (64,3 %). Sedangkan yang paling

sedikit yaitu dibidang pertanian atau biasa disebut sebagai

petani sebanyak 3 responden (0,9 %). Selain itu juga ada

responden yang memiliki suami bekerja dibidang lain-lain

sebesar 15 responden (4,6 %).

d. Penghasilan

Penghasilan adalah pendapatan yang dihasilkan setiap

bulan. Distribusi penghasilan responden per bulan berdasarkan

Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan


Perbulan di Kelurahan Sempaja Selatan
Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011

No. Penghasilan Frekuensi %


1. ≤ Rp. 1.047.500,- 30 9,1
2. > Rp. 1.047.500,- 298 90,9
48

Total 328 100,0


Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden

memiliki ekonomi yang cukup baik, yaitu 90,9 % responden

memiliki penghasilan diatas Upah Minimum Kota (UMK).

3. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk

mendapatkan gambaran masing-masing variable yang diteliti, yaitu

pengetahuan, dukungan suami, dan jumlah anak hidup terhadap

Unmet Need KB.

Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dianalisis

berdasarkan masing-masing variable independen yang disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu sebagai berikut :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

responden tentang KB dan kontrasepsi, yang meliputi

pengertiannya, tujuannya, dan jenis-jenis kontrasepsi.

Pengukuran pengetahuan responden pada penelitian ini

dikategorikan dengan pengetahuan baik dan kurang. Distribusi

pengetahuan responden berdasarkan kategori pengetahuan

kurang dan kategori pengetahuan baik dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :
49

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat


Pengetahuan Responden di Kelurahan
Sempaja Selatan tahun 2011

No Pengetahuan Frekuensi %
1 Kurang 292 89
2 Baik 36 11
Total 328 100
Sumber : Data Primer, 2011

Pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar

292 responden (89 %) berpengetahuan kurang dan hanya 36

responden (11 %) berpengetahuan baik.

b. Dukungan Suami

Dukungan suami merupakan persetujuan dari suami

yang mendukung istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan


Suami di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun
2011

No Dukungan Suami Frekuensi %


1 Tidak mendukung 12 3,7
2 Mendukung 316 96,3
Total 328 100
Sumber : Data Primer, 2011

Pada tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden didukung oleh suaminya untuk menggunakan KB

sebanyak 316 responden (96,3 %) dan ada sebanyak 12

responden (3,7 %) yang tidak didukung oleh suaminya untuk

menggunakan KB.
50

c. Jumlah Anak

Jumlah anak adalah jumlah anak hidup yang pernah

dilahirkan oleh responden dengan kategori banyak dan sedikit.

Banyak apabila responden pernah melahirkan hidup lebih dari

dua dan sedikit apabila responden pernah melahirkan hidup

kurang atau sama dengan dua. Distribusi jumlah anak

responden berdasarkan kategori banyak dan sedikit dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7 Distribusi responden Berdasarkan Jumlah Anak


Hidup di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun 2011

No Jumlah Anak Hidup Frekuensi %


1 Banyak 117 35,7
2 Sedikit 211 64,3
Total 328 100
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa 211

responden (64,3 %) memiliki anak sedikit dan 117 responden

(35,7 %) memiliki anak banyak.

d. Unmet Need KB

Unmet Need KB adalah responden yang tidak

menggunakan alat kontrasepsi, yang dikategorikan bukan

Unmet Need KB jika responden menggunakan KB dan

dikatakan Unmet Need KB jika responden tidak menggunakan

KB. Distribusi Unmet Need KB responden berdasarkan kategori

Unmet Need KB dan bukan Unmet Need KB dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :


51

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Unmet Need


KB di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun 2011

No Unmet Need KB Frekuensi %


1 Unmet Need KB 66 20,1
2 Bukan Unmet Need KB 262 79,9
Total 328 100
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa

sebagian besar responden bukan Unmet Need KB

(menggunakan KB) yaitu sebanyak 262 responden (79,9 %) dan

66 responden (20,1 %) Unmet Need KB (tidak menggunakan

KB).

4. Analisis bivariat

Analisis hubungan antara variabel independen dengan

variable dependen (Unmet Need KB) dilakukan menggunakan

analisis chi square , oleh karena itu kemaknaan hasil analisis akan

menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

a. Hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need

KB

Berikut ini adalah gambaran hubungan antara

pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan

Sempaja Selatan.
52

Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan dan


Unmet Need KB

Unmet Need KB
Bukan
Unmet Jumlah P
Pengetahuan Unmet
Need KB
Need KB
n % n % N %
Kurang 59 20,2 233 79,8 292 100,0
Baik 7 19,4 29 80,6 36 100,0 1,000
Total 66 20,1 262 79,9 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 100 %

responden, ibu yang memiliki pengetahuan kurang dan Unmet

Need KB sebesar 20,2 %, sedangkan yang bukan Unmet Need

KB sebesar 79,8 %. Namun masih terdapat juga ibu yang

memiliki pengetahuan baik tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar

19,4 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 80,6

%.

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai

p sebesar 1,000 yang lebih besar dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho gagal ditolak yang artinya tidak ada

hubungan antara pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need

KB.

b. Hubungan antara dukungan suami dengan terjadinya Unmet

Need KB

Berikut ini adalah gambaran hubungan antara dukungan

suami terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan

Sempaja Selatan.
53

Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Dukungan Suami


dan Unmet Need KB

Unmet Need KB
Bukan
Dukungan Unmet Jumlah P
Unmet
Suami Need KB
Need KB
n % n % N %
Tidak
12 100,0 0 0,0 12 100,0
mendukung
0,000
Mendukung 54 17,1 262 82,9 316 100,0
Total 66 20,1 262 79,9 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 100

% responden, ibu yang tidak mendapat dukungan suami dan

Unmet Need KB sebesar 100 %, sedangkan yang bukan Unmet

Need KB sebesar 0 %. Namun masih terdapat juga ibu yang

mendapat dukungan suami tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar

17,1 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 82,9

%.

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai

p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan

antara dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB.

c. Hubungan antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet

Need KB.

Berikut ini adalah gambaran hubungan antara jumlah

anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB di wilayah kerja

Kelurahan Sempaja Selatan.


54

Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak


Hidup dan Unmet Need KB

Unmet Need KB
Bukan
Jumlah Anak Unmet Jumlah P
Unmet
Hidup Need KB
Need KB
n % n % N %
Banyak 40 34,2 77 65,8 117 100,0
Sedikit 26 12,3 185 87,7 211 100,0 0,000
Total 66 20,1 262 79,9 328 100,0
Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 100

% responden, ibu yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari

2) dan Unmet Need KB sebesar 34,2 %, sedangkan yang bukan

Unmet Need KB sebesar 65,8 %. Namun masih terdapat juga

ibu yang memiliki jumlah anak sedikit (kurang dari 2 atau sama

dengan 2) tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 12,3 %,

sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 87,7 %.

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai

p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan

antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka

pembahasan selanjutnya mengenai faktor-faktor apa saja yang

berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia

subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda

Utara Tahun 2010 adalah sebagai berikut :


55

1. Hubunggan antara pengetahuan tehadap terjadinya Unmet Need

KB.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Jadi

pengetahuan adalah apa yang telah diketahui oleh setiap individu

setelah melihat, mengalami sejak ia lahir sampai dewasa.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya

Unmet Need KB dapat dijelaskan dari pengetahuan sebagai tahap

awal proses pembentukan suatu prilaku yang terdiri dari

pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi. Dengan

demikian pengetahuan yang baik tentang keluarga berencana akan

menentukan pembentukan sikap positif, mengadopsi dan

melanjutkan prilaku keluarga berencana.

Apa yang disadari oleh atau kesadaran seseorang mengenai

suatu gejala kesehatan tidak terpisah dari apa yang diketahuinya

atau ketahuannya mengenai gejala itu, atau kesadaran mengenai

gejala itu berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Dengan

demikian, konsep utama adalah pengetahuan. Hubungan

pengetahuan responden dengan terjadinya Unmet Need KB sesuai

dengan model alternative prilaku kesehatan, dimana menjelaskan

bahwa prilaku tidak sadar/tidak tahu yang merugikan kesehatan,


56

prilaku tidak sadar/tidak tahu yang menguntungkan kesehatan,

prilaku sadar/tahu yang menguntungkan kesehatan, dan prilaku

sadar/tahu yang merugikan kesehatan (Kalangie,1994).

Adapun pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini

mencakup pengetahuan tentang pengertian dan tujuan dari

program Keluarga Berencana (KB), pengertian dan tujuan dari alat

kontrasepsi, dan jenis-jenis alat kontrasepsi yang diketahui

responden. Dengan meningkatnya pengetahuan responden dalam

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud diatas akan

terjadi perubahan prilaku positif yaitu menggunakan alat/cara

kontrasepsi.

Responden yang memiliki pengetahuan baik, berarti ia

mampu menjawab semua pertanyaan pengetahuan yaitu

pengertian program KB dan tujuannya, pengertian kontrasepsi dan

tujuannya, serta jenis-jenis alat/cara kontrasepsi.

Diketahui dari tabel 4.5, bahwa 89 % responden memiliki

pengetahuan kurang dan 11 % memiliki pengetahuan baik. Untuk

jawaban yang diberikan responden dapat dilihat pada lampiran

tabel 1 dimana responden yang paling banyak menjawab benar

pada pertanyaan pengertian KB yaitu pada jawaban pengaturan

kelahiran sebesar 84,5 %. Untuk jawaban benar pada pertanyaan

tujuan KB yaitu pada jawaban mengatur kelahiran sebesar 88,4 %.

Sedangkan untuk jawaban benar pada pertanyaan pengertian

kontrasepsi paling banyak responden menjawab benar pada


57

jawaban menunda kehamilan/menjarangkan kelahiran yaitu

sebesar 91,8 %, dan untuk jawaban benar pada pertanyaan tujuan

kontrasepsi paling banyak responden menjawab benar pada

jawaban menunda kehamilan yaitu sebesar 92,1 %. Sementara

untuk pertanyaan mengenai jenis-jenis kontrasepsi sebagian besar

responden dapat menjawab semua jenis alat/cara kontrasepsi yaitu

Pil (98,8 %), Suntik (98,8 %), Implant (61,3 %), Spiral/IUD (67,7 %),

dan Kondom (54,6 %).

Pemberian pelayanan komunikasi informasi dan edukasi

(KIE) mengenai KB akan dapat menambah pengetahuan bagi para

pasangan usia subur tentang KB, karena pengetahuan memegang

peranan yang sangat penting agar para pasangan usia subur dapat

memanfaatkan alat/cara kontrasepsi demi terbinanya norma

keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS).

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 100 %

responden, ibu yang memiliki pengetahuan kurang dan Unmet

Need KB sebesar 20,2 %. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan

responden yang memang kurang mengerti tentang KB dan

manfaatnya. Sehingga responden tidak menggunakan alat/cara

kontrasepsi (Unmet Need KB).

Pengetahuan responden yang kurang dapat diketahui dari

jawaban yang diberikan, bahwa masih ada responden yang sama

sekali tidak mengetahui tentang KB dan tujuannya serta

kontrasepsi dan tujuannya. Dan hanya mengetahui jenis-jenis


58

alat/cara kontrasepsi saja. Misalnya dari pertanyaan mengenai

pengertian KB, dari empat jawaban yang benar responden hanya

menjawab satu atau dua saja jawaban yang benar yaitu pengaturan

kelahiran dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, untuk

tujuan dari program KB, dari tiga jawaban yang benar responden

hanya menjawab satu jawaban benar yaitu mengatur kelahiran, dan

untuk pertanyaan pengertian kontrasepsi dan tujuannya dari tiga

jawaban benar responden hanya menjawab satu saja dari jawaban

benar yaitu menunda kehamilan/menjarangkan kelahiran, dan ada

juga responden yang sama sekali tidak menjawab yang artinya

responden menjawab tidak tahu, sedangkan untuk pertanyaan

mengenai jenis-jenis kontrasepsi sebagian besar responden

mengetahui semua jawaban benar.

Sedangkan yang bukan Unmet Need KB dengan

pengetahuan kurang sebesar 79,8 %. Hal ini dikarenakan

responden yang mendapat dukungan dari suaminya untuk

menggunakan alat/cara kontrasepsi tapi kurang mengerti tentang

kontrasepsi dan manfaatnya tersebut, sehingga responden

menggunakan alat/cara kontrasepsi hanya untuk menjaga jarak

kelahiran antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki pengetahuan

baik tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 19,4 %. Hal ini

dikarenakan sebagian besar responden mengalami efek samping

saat menggunakan alat/cara kontrasepsi, sehingga timbul


59

keengganan responden untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi.

Selain itu juga dikarenakan tidak adanya dukungan dari suami.

Sedangkan responden yang bukan Unmet Need KB dengan

pengetahuan baik sebesar 80,6 %. Hal ini dikarenakan

pengetahuan responden yang memang mengerti, mau, dan sadar

untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Selain itu juga dikarena

pendidikan terakhir yang ditempuh responden cukup baik sehingga

membuat responden memiliki pengetahuan yang baik pula.

Jatiputra (1982) pada penelitiannya di daerah khusus ibu

kota menemukan bahwa, ada hubungan antara tingkat pendidikan

dengan pemakaian alat/cara kontrasepsi. Sementara itu Klizjing E

(2000) melaporkan dari hasil penelitiannya di Eropa ditemukan

bahwa, tingkat pendidikan merupakan dimensi penting dari Unmet

Need KB.

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian

Unmet Need KB tersebut tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan

pendidikan, karena pendidikan merupakan prakondisi dan proses

untuk meningkatkan pengetahuan, sebab pengetahuan merupakan

abstraksi intelektual yang menjelaskan bagaimana pengetahuan

diperoleh dan ditingkatkan melalui aturan-aturan yang sistematis

(Hardjosoedarmo, 1996).

Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa

pasangan usia subur di Kelurahan Sempaja Selatan masih

memerlukan peningkatan pelayanan komunikasi informasi dan


60

edukasi (KIE) tentang program KB dan tujuannya serta

pemanfaatan penggunaan alat/cara kontrasepsi yang aman dan

nyaman bagi mereka.

Berdasarkan hasil penelitian ini untuk variabel pengetahuan

memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Sirodjudin

Hamid (2002) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya

Unmet Need KB. Ditemukan responden dengan pengetahuan

kurang, berpeluang 4,33 kali menjadi Unmet Need KB dibanding

responden yang berpengetahuan baik. Hasil penelitian yang

berbeda dikarenakan tempat penelitian yang berbeda pula.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ternyata sebagian

besar responden memiliki pengetahuan kurang tetapi

menggunakan alat/cara kontrasepsi (bukan Unmet Need KB). Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki prilaku

tidak sadar/tidak tahu yang menguntungkan kesehatan.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya

pengetahuan responden dengan terjadinya Unmet Need KB antara

lain yaitu kurangnya informasi petugas kesehatan mengenai

program KB, tujuannya, serta pemanfaatan alat/cara kontrasepsi

yang baik, aman, dan nyaman. Selain itu juga perlu diberikannya

tindakan konseling KB kepada para pasangan usia subur atau

calon pasangan usia subur melalui peranan tenaga kesehatan

dalam memberikan informasi secara lengkap tentang KB, sehingga


61

dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang KB dan

diharapkan dapat mengurangi terjadinya kesalahpahaman tentang

KB yang selama ini banyak dimiliki oleh masyarakat, yang mereka

peroleh dari informasi-informasi yang kurang tepat yang berasal

dari sumber yang juga kurang jelas.

Hal ini sesuai dengan modifikasi antara kerangka teory

Anderson (1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, yang

mengatakan bahwa pengetahuan termasuk kedalam faktor

predisposisi (predisposing factors), yaitu merupakan salah satu

faktor yang dapat memperkuat perilaku manusia, dalam hal ini

perilaku yang dimaksud adalah pengunaan alat/cara kontrasepsi.

Selain itu juga karakteristik responden yaitu pendidikan terakhir

yang ditempuh responden dapat mengakibatkan perbedaan dalam

menggunakan pelayanan kesehatan salah satunya yaitu

penggunaan pelayanan KB.

Pada tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian responden memiliki

tingkat pendidikan yang cukup baik yaitu SMA/SMK dan sederajat

sebesar 43,3 %. Dengan tingkat pendidikan responden yang cukup

baik diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan yang baik pula

yaitu mengenai KB sehingga mereka mau menggunakan alat/cara

kontrasepsi. Namun dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa

ternyata responden yang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi

(Unmet Need KB) paling banyak ditemukan pada responden yang

memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu SD dan sederajat.


62

Namun pada penelitian ini variabel pengetahuan tidak ada

hubungan yang bermakna dengan terjadinya Unmet Need KB.

Walaupun pendidikan responden cukup baik, namun pemahaman

responden mengenai KB masih kurang. Meskipun kebanyakan

responden kurang mengerti tentang KB tetapi mereka mau untuk

menggunakan alat/cara kontrasepsi.

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p

sebesar 1,000 yang lebih besar dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho gagal ditolak yang artinya tidak ada

hubungan antara pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need KB

di Kelurahan Sempaja Selatan tahun 2010.

2. Hubungan antara dukungan suami tehadap terjadinya Unmet Need

KB

Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial

budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat

kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di

dalam keluarga secara umum. Budaya patrilineal yang menjadikan

pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian

besar pola keluarga di dunia menjadikan preferensi suami terhadap

fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program

KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam

keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga

di dalam beberapa penelitian, variable penolakan atau persetujuan

dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB


63

dalam rumah tangga. Kejadian Unmet Need KB seringkali terjadi

ketika suami tidak mendukung terhadap penggunaan alat/cara KB

tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan fertilitas, kurangnya

pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping,

masalah sosial budaya, dan berbagai faktor lainnya.

Pembicaraan antara suami dan istri mengenai KB tidak

selalu menjadi persyaratan dalam pemakaian KB, namun tidak

adanya diskusi tersebut dapat menjadi halangan terhadap

pemakaian KB. Komunikasi tatap muka antara suami-istri

merupakan jembatan dalam proses penerimaan dan kelangsungan

pemakaian kontrasepsi. Tidak adanya diskusi mungkin merupakan

cerminan kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu

persoalan, atau sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang

berkaitan dengan aspek seksual.

Dukungan suami yang dimaksud dalam penelitian ini hanya

ingin mengetahui apakah suami mendukung atau tidak istri mereka

untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Dan ada beberapa

alasan mengapa suami tidak mendukung istri untuk menggunakan

alat kontrasepsi, serta hal-hal apa saja yang biasa suami lakukan

dalam mendukung istri menggunakan alat kontrasepsi.

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar

responden mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan

alat/cara kontrasepsi yaitu sebesar 96,3 %, sedangkan responden

yang tidak mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan


64

alat/cara kontrasepsi yaitu hanya sebesar 3,7 %. Hal ini

menunjukkan bahwa ada respon yang baik dari suami untuk

istrinya dalam menggunakan alat/cara kontrasepsi. Adapun

dukungan suami yang diberikan yaitu berupa pemberian biaya,

mengantarkan ketempat pelayanan KB, dan selalu

mengingatkan/menyarankan istri untuk menggunakan alat/cara

kontrasepsi.

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 100 %

responden, ibu yang tidak mendapat dukungan suami dan Unmet

Need KB sebesar 12 responden (100 %). Hal ini dapat diketahui

dari jawaban responden mengenai alsan suami yang tidak

mendukung istrinya menggunakan alat/cara kontrasepsi pada

lampiran tabel 2 yaitu sebagian besar alasan suami yang tidak

mendukung istrinya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi

dikarenakan suami yang memang tidak mengerti tentang KB

sehingga suami merasa acuh tak acuh dan tidak peduli dengan

penggunaan kontrasepsi yang sangat dibutuhkan oleh istrinya.

Selain itu juga ada alasan lain suami tidak mendukung istrinya

untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu agama, mahal, dan

karena adanya efek samping yang dialami oleh istrinya. Dengan

tidak adanya dukungan suami, istripun merasa enggan untuk

menggunakan alat/cara kontrasepsi.

Hal ini sesuai dengan hasil analisis Kaushik (1999) dalam

penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami


65

terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian Unmet

Need KB, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang

BKKBN di Indonesia pada tahun 2004. Casterline dan koleganya

pada penelitian yang dilakukan di Filipina juga menemukan

kesimpulan yang sama mengenai hubungan antara penerimaan

suami terhadap KB dan kejadian Unmet Need KB. Hal yang sama

juga ditemukan dalam penelitian Bongaart dan Bruce (1995) serta

Westoff dan Bankole (1995) (Isa, 2009).

Sedangkan suami yang tidak mendukung dan bukan Unmet

Need KB sebesar 0 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada

responden yang bukan Unmet Need KB yang tidak mendapat

dukungan dari suami mereka, yang artinya bahwa sebagian besar

responden yang bukan Unmet Need KB telah mendapat dukungan

dari suaminya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi.

Namun masih terdapat juga ibu yang mendapat dukungan

suami tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 17,1 %. Hal ini

disebabkan karena responden yang memang tidak ingin

menggunakan kontrasepsi karena ingin punya anak lagi, karena

keinginannya sendiri, karena adanya efek samping, dan karena

keputusan penggunaan kontrasepsi sepenuhnya kembali kepada

istri, selain itu juga dikarenakan kebanyakan suami yang

mendukung istrinya untuk menggunakan kontrasepsi hanya

sebatas mengingatkan/menyarankan untuk menggunakan alat/cara

kontrasepsi dan memberikan biaya saja.


66

Sedangkan responden yang mendapat dukungan suami

dan bukan Unmet Need KB sebesar 82,9 %. Hal ini disebabkan

karena memang didasari atas keputusan bersama, suami dan istri

yang memang mengerti dan sadar akan pentingnya kegunaan

kontrasepsi dalam keluarga. Dan dengan adanya dukungan dari

suami maka istripun merasa aman dan terlindungi oleh suaminya

jika dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi mengalami kendala

ataupun efek samping dikemudian hari.

Berdasarkan modifikasi antara kerangka teory Anderson

(1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, dukungan suami

terhadap terjadinya Unmet Need KB merupakan faktor pendukung,

dimana dengan adanya dukungan dari suami dapat membebaskan

istri dalam menggunakan alat/cara kontrasepsi yang mereka

inginkan. Selain itu juga dengan adanya dukungan suami dapat

membuat istri merasa aman dan terlindungi jika dalam

menggunkan alat/cara kontrasepsi terjadi sesuatu atau efek

samping, suami dapat membantu untuk mencarikan pengobatan

atau alternatif lain ke tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti

Puskesmas, Dokter praktek, Bidan, ataupun Rumah Sakit.

Dukungan suami juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik

responden dimana diketahui dari hasil penelitian bahwa sebagian

besar suami yang mendukung istrinya untuk menggunakan

alat/cara kontrasepsi bekerja dibidang swasta dengan memiliki


67

penghasilan diatas standar upah minimum kota (UMK) yaitu

sebesar Rp. 1.047.500,-.

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai

predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak

akan bertindak untuk menggunakannya kecuali bila ia mampu

menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada

tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar, yang

artinya dengan memiliki pekerjaan yang baik dan memiliki

penghasilan yang baik pula responden mendapatkan dukungan

dari suami dan mampu membayar dalam menggunakan pelayanan

kesehatan salah satunya yaitu penggunaan pelayanan KB

(Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p

sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara

dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan

Sempaja Selatan.

Hal ini berarti bahwa di Kelurahan Sempaja Selatan

dukungan suami merupakan fakor pendukung utama terhadap

penggunaan alat/cara kontrasepsi.

3. Hubunggan antara jumlah anak hidup tehadap terjadinya Unmet

Need KB.
68

Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang dimiliki oleh

pasangan usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan

berapa kali wanita tersebut melahirkan anak. Jumlah anak hidup

sangat berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB (Boer,

2005).

Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi

teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak

reproduksi yaitu hak menentukan jumlah dan jarak anak dan hak

mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal

tersebut.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992

dicantumkan tentang pengembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam

kedudukan yang sederajat setiap pasangan untuk mengatur jumlah

dan jarak kelahiran mereka.

Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi

harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi

kewajibannya. Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi

keluarga berencana.

Jumlah anak hidup yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah jumlah anak yang dimiliki oleh responden yang masih hidup.

Untuk variabel jumlah anak dikategorikan menjadi banyak jika

jumlah anak lebih dari dua dan sedikit jika jumlah anak kurang dari

dua atau sama dengan dua.


69

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7

bahwa paling banyak responden memiliki jumlah anak hidup sedikit

(kurang dari dua atau sama dengan dua) sebesar 64,3 % dan

responden yang memiliki jumlah anak hidup banyak (lebih dari dua)

sebesar 35,7 %.

Hubungan antara Unmet Need KB dan jumlah anak hidup

sangat dipengaruhi oleh preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan

demikian, disini perlu dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat

mengakibatkan terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan

KB untuk menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan KB untuk

membatasi kelahiran (tidak menginginkan anak lagi). Kedua kondisi

tersebut sangat dipengaruhi oleh pertimbangan antara jumlah anak

yang sudah dimiliki dengan preferensi fertilitas yang diinginkan oleh

pasangan tersebut. Semakin besar jumlah anak masih hidup yang

sudah dimiliki, maka akan semakin besar kemungkinan preferensi

fertilitas yang diinginkan sudah terpenuhi, sehingga semakin besar

peluang munculnya keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau

membatasi kelahiran dan begitu pula peluang terjadinya Unmet

Need KB bagi wanita tersebut.

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 100 %

responden, ibu yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari 2) dan

Unmet Need KB sebesar 34,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa

responden memang tidak mengerti tentang program KB dan

kegunaan kontrasepsi sehingga responden tidak menggunakan


70

kontrasepsi dan mengakibatkan kurang terkontrolnya kelahiran

yang terjadi, dan jumlah anak yang dimilikipun lebih dari standar

yang dianjurkan oleh BKKBN.

Sedangkan yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari 2)

dan bukan Unmet Need KB sebesar 65,8 %. Hal ini dikarenakan

responden yang menggunakan KB hanya untuk menjarangkan

kelahiran dan ada juga yang menyatakan karena keinginan mereka

sendiri yang ingin punya anak lebih dari 2.

Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki jumlah anak

sedikit (kurang dari 2 atau sama dengan 2) tetapi Unmet Need KB

yaitu sebesar 12,3 %. Hal ini dikarenakan ada beberapa responden

yang pada saat diwawancarai usianya masih muda atau baru

memiliki anak 1 atau 2. Dan ada juga yang usianya sudah tidak

muda lagi tapi anaknya masih 1 atau 2 karena faktor kesuburan

yang memang agak sulit serta memang ada juga responden yang

baru saja menikah dan baru memiliki jumlah anak 1 atau 2.

Sedangkan yang anaknya sedikit (kurang dari 2 atau sama

dengan 2) dan bukan Unmet Need KB sebesar 87,7 %. Hal ini

dikarenakan responden yang memang sudah mengerti tentang

program KB dan mau mengikuti program tersebut yang

menganjurkan untuk memiliki 2 anak saja cukup, sehingga mereka

mau menggunakan alat kontrasepsi. Dan ada juga hal tersebut

dikarenakan ekonomi yang minim sehingga mereka takut untuk


71

tidak bisa memenuhi kebutuhan yang cukup jika jumlah anak

mereka lebih dari 2.

Berdasarkan lampiran pada tabel 3, adapun jenis alat/cara

kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh responden adalah

alat/cara kontrasepsi suntik sebesar (36,3 %). Alasan responden

paling banyak menyatakan merasa aman dalam menggunakan

alat/cara kontrasepsi yang digunakan saat ini. Rasa aman yang

dimaksud salah satunya adalah aman dari segi penggunaan dalam

menunda/menjarangkan kehamilan dan kelahiran.

Berdasarkan hasil penilitian ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Syam (1993) di Bukit Tinggi Sumatera Barat,

menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan

kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2000) yang

menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang

dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995), Hamid (2002), dan

Prihastuti da Djutaharta (2004) terhadap data SDKI di Indonesia

juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah

anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB.

Berdasarkan modifikasi antara kerangka teory Anderson

(1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, jumlah anak

hidup merupakan faktor kebutuhan, dimana dengan adanya jumlah

anak hidup yang banyak dan kebutuhan keluarga yang tidak

memadai dapat memaksa mereka untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang ada dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi agar


72

mereka dapat mengontrol setiap kelahiran/kehamilan. Adapun

jumlah anak hidup juga termasuk dalam faktor predisposisi dimana

jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden dapat dipengaruhi

oleh persepsi/kepercayaan yang menyatakan bahwa banyak anak

banyak rezeki. Sehingga mereka memang menginginkan jumlah

anak banyak. Banyaknya jumlah anak hidup dapat juga dipengaruhi

oleh pengetahuan responden yang kurang tentang pentingnya

pemanfaatan KB sehingga mereka tidak dapat mengontrol

kelahiran/kehamilan mereka. Selain itu, karakteristik umur

responden juga dapat mempengaruhi jumlah anak hidup yang

dimiliki responden terhadap terjadinya Unmet Need KB.

Diketahui pada tabel 4.1 bahwa sebagian responden

memiliki umur 35-44 tahun sebanyak 46,6 %, dimana pada rentang

umur tersebut merupakan umur yang masih dikatakan produktif

sehingga peningkatan permintaan alat/cara kontrasepsi sebatas

untuk membatasi kelahiran saja.

Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p

sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara

jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB.

Berdasarkan hasil uji pada penelitian ini menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan

terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan.


73

4. Kendala-kendala penelitian

Adapun selama dalam melakukan penelitian ini, peneliti

mengalami beberapa kendala seperti kurangnya data sekunder

mengenai jumlah Unmet Need KB atau jumlah pasangan usia

subur baik yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan

alat/cara kontrasepsi, sehingga dalam penentuan responden

peneliti hanya berpacu pada jumlah kepala keluarga (KK)

terbanyak. Hal ini dikarenakan tidak aktifnya PLKB yang ada di

Kelurahan Sempaja Selatan. Sehingga dari hasil penelitian, peneliti

hanya menemukan sedikit saja jumlah pasangan usia subur yang

tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB), dan ini

tidak sesuai dengan data sekunder yang didapat di BKBKS yang

menyatakan bahwa Kelurahan Sempaja Selatan memiliki jumlah

pasangan usia subur yang paling banyak tidak menggunakan

alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB) pada tahun 2010 sebesar

2.271 jiwa.

Selain itu juga dikarenakan Kelurahan Sempaja Selatan

memiliki jumlah RT yang banyak juga yaitu 90 RT yang kemudian

mengalami pemekaran lagi menjadi 94 RT, sementara peneliti

hanya mengambil 9 RT yang memiliki jumlah kepala keluarga (KK)

terbanyak (> 110 KK) dimana diharapkan dari jumlah KK terbanyak

tersebut dapat menghasilkan jumlah pasangan usia subur

terbanyak juga, yang kemudian ternyata dari 9 RT yang telah

ditentukan peneliti tidak mendapatkan jumlah pasangan usia subur


74

yang banyak, karena ternyata dari jumlah daftar KK terbanyak

tersebut sebagian besar adalah mahasiswa yang membuat KK

untuk berbagai keperluan mereka masing-masing yang berbeda-

beda. Dari 9 RT tersebut ternyata sebagian besar yaitu RT.02, RT,

03, RT. 05, dan RT, 06 merupakan wilayah kos-kosan yang

merupakan tempat tinggalnya mahasiswa yang berasal dari luar

daerah.

Kendala lain juga ditemukan pada sikap responden pada

saat menjawab pertanyaan yang diberikan, sikap penolakan yang

dilakukan pada saat wawancara, dan sebagainya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan

dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS)

di Kelurahan Sempaja Selatan tahun 2010, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada hubungan antara

pengetahuan ibu dengan terjadinya Unmet Need KB, (p sebesar

1,000 lebih besar dari alpha 0,05).


75

2. Ada hubungan antara dukungan

suami dengan terjadinya Unmet Need KB, (p sebesar 0,000 lebih

kecil dari alpha 0,05).

3. Ada hubungan antara jumlah

anak hidup dengan terjadinya Unmet Need KB , (p 0,000 lebih kecil

dari alpha 0,05).

B. Saran

1. Diharapkan adanya peningkatkan pelayanan

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada para pasangan

usia subur melalui sosialisasi tentang program KB dan

pemanfaatan alat/cara KB, untuk dapat meningkatkan pengetahuan

mereka. Selain itu pemberian informasi juga dapat dilakukan

dengan membagikan selebaran-selebaran seperti leaflet, spanduk,

dan sebagainya, agar mereka tidak hanya sekedar menggunakan

alat/cara kontrasepsi saja tetapi dapat mengetahui pentingnya

program KB dan mereka juga dapat mengetahui alat/cara

kontrasepsi yang baik, aman dan nyaman digunakan.

2. Diharapkan bagi para suami dapat lebih

memperhatikan kesehatan istrinya terutama dalam penggunaan

alat/cara kontrasepsi yang baik, aman, dan nyaman. Bagi para

suami yang lebih sering berada diluar rumah untuk bekerja,

dukungan juga dapat dilakukan melalui sms, telepon, dan

sebagainya. Sedangkan untuk suami yang tidak terlalu sibuk atau


76

waktunya lebih banyak untuk berada dirumah, bentuk dukungan

dapat lebih ditingkatkan lagi. Misalnya bentuk dukungan tersebut

tidak hanya sekedar memberikan biaya saja tapi juga dapat lebih

sering berdiskusi mengenai alat/cara kontrasepsi yang cocok buat

pasangannya, selalu mengantarkan istri ketempat pelayanan

KB/control serta mencari alternative lain jika terjadi gangguan

kesehatan pada istri saat menggunakan alat/cara kontrasepsi

tersebut.

3. Perlu adanya sosialisasi tentang pentingnya

merencanakan jumlah anak dalam pembentukan norma keluarga

kecil bahagia sejahtera (NKKBS) kepada setiap pasangan usia

subur maupun calon pasangan usia subur.

You might also like