You are on page 1of 3

Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Masa Transisi

Indeks Artikel
Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Masa Transisi
Pelaksanaan Konversi Dalam Masa Transisi
Kebijakan Akuntansi yang Penting
Laporan Keuangan
1) Klasifikasi Berdasarkan Jenis Belanja
2) Klasifikasi Berdasarkan Organisasi
Neraca
Laporan Arus Kas
Pembelajaran
Referensi
Semua Halaman
JPAGE_CURRENT_OF_TOTAL

JURNAL AKUNTANSI PEMERINTAH


Vol. 2, No. 1, Mei 2006

Hal 19 - 52

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM


MASA TRANSISI

Sumiyati*)
 

Abstraksi
      Pemerintah mempunyai kekuasaan untuk memungut pendapatan dari publik dan wajib menggunakanya
untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada publik.
Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan atas pengelolaan keuangan dimaksud secara akuntabel dan
transparan. Dalam rangka membangun akuntabilitas dan transparansi, Pemerintah Indonesia telah
menerbitkan PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan PP No. 8/2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang berlaku untuk Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah.
Pada saat ketentuan perundang-undangan ini diberlakukan pemerintah daerah masih menyusun dan
melaksanakan APBD sesuai dengan Kepmendagri No. 29/2002 tentang Pedoman Penyusunan
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh karena itu implementasi ketentuan dimaksud dalam Travel Mate 370
Page 19 05/05/2008teknik konversi dari Laporan Keuangan versi Kepmendagri No. 29/2002 ke versi SAP.

Kata-kata kunci: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Akuntabilitas, Transparansi, Standar Akuntansi
Pemerintahan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

*) Sumiyati, Ak. MFM saat ini bekerja pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan dan ditunjuk
sebagai anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

      Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan suatu tuntutan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Kepemerintahan yang baik antara lain ditandai dengan adanya pemerintah yang akuntabel dan
transparan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia terus-menerus melakukan berbagai upaya
pembaharuan dalam pengelolaan keuangan, antara lain penyusunan peraturan perundang-undangan,
penataan kelemba-gaan, pembenahan sistem dan prosedur, dan peningkatan profesionalisme sumber daya
manusia di bidang keuangan.

      Pembaharuan di bidang keuangan mencakup berbagai aspek, yaitu perencanaan dan penganggaran,
perbendaharaan, akuntansi dan pertanggungjawaban, dan auditing. Semua aspek tersebut diperbarui secara
bertahap dan berkelanjutan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi Pemerintah Indonesia.

      Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, kewenangan pengelolaan
keuangan daerah diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota. Sejalan dengan semangat otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah maka daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola keuangannya
sendiri. Dengan demikian pemerintah daerah berhak untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD ke DPRD masing-masing.

      Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Undang-undang No. 17/2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Laporan
keuangan dimaksud mencakup:

1. Neraca;

2. Laporan Realisasi Anggaran;

3. Laporan Arus Kas; dan

4. Catatan atas Laporan Keuangan.

      Laporan Realisasi Anggaran tidak hanya menyajikan perbandingan antara realisasi terhadap
anggarannya tetapi juga menyajikan prestasi kerja (kinerja) yang dicapai. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa penyusunan dan penyajian laporan keuangan dilaksanakan berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan telah diatur dengan PP No. 24/2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pelaporan keuangan dan kinerja ini lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

      Implementasi SAP di lingkungan pemerintah tidaklah mudah, demikian pula yang terjadi di pemerintah
daerah. Selain kesiapan pemerintah daerah yang masih kurang juga disebabkan adanya peraturan di tingkat
operasional.yang mengatur pelaporan keuangan yang belum sepenuhnya sesuai SAP. Di lingkungan
Pemerintah Pusat, penyusunan dan penyajian laporan keuangan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sedangkan untuk pemerintah daerah diatur dengan peraturan daerah. Selama ini pengelolaan
keuangan daerah didasarkan pada PP No. 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah, yang lebih lanjut diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Dewasa ini pada umumnya
pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29/2002 tentang
Pedoman Penyusunan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Tata cara penyusunan dan pertanggungjawaban
APBD dalam ketentuan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan SAP.

      Dalam tataran operasional ternyata sampai dengan tahun anggaran 2005 masih ada pemerintah daerah
yang belum menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan Kepmendagri tersebut tetapi masih
menerapkan ketentuan yang sebelumnya, yaitu SK Mendagri No. 900/099 tanggal 2 April 1980 tentang
Manual Keuangan Daerah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dewasa ini pemerintah daerah berada
dalam masa transisi. Berhubung penyajian laporan keuangan mulai tahun 2005 sudah wajib menerapkan
SAP sementara APBD masih diusun dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang lain maka perlu adanya
proses konversi selama masa transisi.

      Proses konversi hendaknya dilaksanakan secara hati-hati. Dalam hal ini perbedaan antara APBD dan
SAP dapat saja terjadi tidak hanya dalam struktur anggaran ataupun klasifikasi pos-pos aset, kewajiban, dan
ekuitas dana tetapi ada hal yang lebih penting lagi yaitu kebijakan yang terkait dengan pengertian, ruang
lingkup, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan setiap pos laporan keuangan. Dalam rangka
memfasilitasi pemerintah daerah yang telah menyusun laporan keuangan berdasarkan Kepmendagri No.
29/2002 untuk dapat menyajikan laporan keuangan sesuai SAP, maka Komite Standar Akuntansi Pemerintah
(KSAP) telah menyusun Buletin Teknis Konversi Penyajian Laporan Keuangan

You might also like