You are on page 1of 16

BAB II

ISI

A. Definisi Epidemiologi Deskriptif


Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang
bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam
masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit
berdasarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang,
Tempat, dan Waktu).
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan
dari studi analitik yang dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode
tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang
mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika
ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan
surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko
maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang atau cross
sectional.
Epidemiologi deskriptif umumnya dilaksanakan jika tersedia sedikit
informasi yang diketahui mengenai kejadian, riwayat alamiah dan faktor yang
berhubungan dengan penyakit. Upaya mencari frekuensi distribusi penyakit
berdasarkan epidemiologi deskriptif dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan :
• Siapa yang terkena?
• Bilamana hal tersebut terjadi?
• Bagaimana terjadinya?
• Di mana kejadian tersebut?
• Berapa jumlah orang yang terkena?
• Bagaimana penyebarannya?
• Bagaimana ciri-ciri orang yang terkena?
Selain itu, epidemiologi deskriptif juga akan menjawab 4 pertanyaan berikut:
1. What, yaitu apa masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan berapa
besarnya masalah kesehatan masyarakat, maka jawabannya akan
mengukur masalah kesehatan.
2. Who, yaitu siapa yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah
masyarakat. Tentunya yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah
masyarakat atau sekelompok manusia (man) yang menjadi host penyakit.
Man yang akan dibahas adalah karakteristiknya, meliputi jenis kelamin,
usia, paritas, agama, ras, genetika, tingkat pendidikan, penghasilan, jenis
pekerjaan, jumlah keluarga,dll.
3. Where, yaitu dimana masyarakat yang terkena masalah kesehatan.
Jawabannya adalah menjelaskan tempat (place) dengan karakteristik
tempat tinggal, batas geografis, desa-kota, batas administrative, dll
4. When, yaitu kapan masyarakat terkena masalah kesehatan. Jawabannya
adalah menjelaskan waktu (time) dengan karakteristik periode penyakit
atau gangguan kesehatan jangka penmdek (ukurannya detik, menit, jam,
hari, minggu) jangka panjang (bulan, tahun) periode musiman, dll.

Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :


1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga
dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai
kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan
terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).

Berdasarkan unit pengamatan/analisis, epidemiologi deskriptif dibagi menjadi


2 kategori :
• Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
• Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series),
Studi Potong Lintang (Cross-sectional).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
1. Bertujuan untukmenggambarkan
2. Tidak terdapt kelompok pembanding
3. Hubunga seba akiba hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam
asumsi
4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:


1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang
telah dilaksanakan
3. sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas
antara wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.

B. Ruang Lingkup Kajian Epidemiologi Deskriptif


1. Orang (person)
Banyak fokus epidemiologi yang ditujukan pada orang dalam hal penyakit,
ketidakmampuan, cidera, dan kematian. Studi epidemiologi umumnya
berfokus pada beberapa karakteristik demografi utama dari aspek manusia,
yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga,
dan paritas.
a. Umur
Variabel umur memiliki pengaruh yang paling besar
dibandingkan dengan semua sifat manusia yang dapat membawa
perrbedaan hasil suatu penelitian atau yang dapat membantu
memastikan hubungan sebab-akibat dalam hal hubungan penyakit,
cedera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat menyengsarakan
manusia. Variabel umur merupakan hal yang penting karena semua
rate morbiditas dan rate mortalitas yang dilaporkan hampir selalu
berkaitkan dengan umur.
Untuk keperluan perbandingan, maka WHO menganjurkan
pembagian-pembagian umur sebagai berikut:
- Menurut tingkat kedewasaan:
0 – 14 tahun : bayi dan anak-anak
15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun ke atas : orang tua.
- Interval 5 tahun:
Kurang dari 1 tahun
1–4
5–9
10 – 14 dan sebagainya
- Untuk mempelajari penyakit anak:
0 – 4 bulan
5 – 10 bulan
11 – 23 bulan
2 – 4 tahun
5 – 9 tahun
9 – 14 tahun

Hampir semua penyakit dapat menyerang semua kelompok


usia, tetapi penyakit tertentu lebih sering terjadi pada satu titik tertentu
dalam kehidupan. Pernyataan ini sesuai khususnya untuk penyakit
kronis, karena biasanya membutuhkan waktu untuk berkembang
sehingga penyakit kronis akan lebih sering muncul pada usia lanjut.

HUBUNGAN UMUR DENGAN MORTALITAS


Walaupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap
golongan umur, tetapi dari berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi
kematian pada setiap golongan umur berbeda-beda, yaitu kematian
ertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan kematian terrendah
terletak pada golongan umur15-25 tahun dan akan meningkat lagi pada
umut 40 tahun ke atas.

HUBUNGAN UMUR DENGAN MORBIDITAS


Kita ketahui bahwa pada hakikatnya suatu penyakit dapat
menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada
penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan
umur tertentu.
Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan
meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit
akut tidak mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.
Anak berumur 1-5 tahun lebih banyak terkena infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA). Ini disebabkan perlindungan kekebalan yang
diperoleh dari ibu yang melahirkannya hanya sampai pada 6 bulan
pertama setelah dilahirkan, sedangkan setelah itu kekebalan
menghilang dan ISPA mulai menunjukkan peningkatan.
Sebelum ditemukan vaksin, imunisasi penyakit-penyakit
seperti morbolo, varisela, dan parotitis, banyak terjadi pada anak-anak
berumur muda, tetapi setelah program imunisasi dijalankan, umur
penderita bergeser ke umur yang lebih tua. Walaupun program
imunisasi telah lama dijalankan di Indonesia, tetapi karena kesadaran
dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah terutama di daerah
pedesaaan sering kali target cakupan imunisasi tidak tercapai yang
berarti masih banyak anak atau bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi. Gambaran ini tidak hanya terjadi pada Negara-negara
berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara maju.
Penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung coroner,
dan karsinoma lebih banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia,
sedangkan penyakit kelamin, AIDS, kecelakaan lalulintas,
penyalahgunaan obat terlarang banyak sekali terjadi pada golongan
umur produktif, yaitu remaja dan dewasa.
Hubungan antara umur dan penyakit tidak hanya pada
frekuensinya saja, tetapi pada tingkat beratnya penyakit, misalanya
staphylococcus dan aescheria coli akan menjadi lebih besar bila
menyerang bayi daripada golongan umur lain karena bayi masih sangat
rentan terhadap penyakit.

HUBUNGAN TINGKAT PERKEMBANGAN MANUSIA


DENGAN MORBIDITAS
Dalam perkembangannya secara alamiah, manusia mulai dari
sejak dilahirkan hinggan akhir hayatnya senantiasa mengalami
perubahan fisik maupun psikis. Secara garis besar perkembangan
manusia secara alamiah dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase
bayi dan anak-anak, fase remaja dan dewasa muda, fase dewasa dan
lanjut usia.
Dalam setaip fase perkembangan tersebut, manusia mengalami
perubahan dalam pola distribusi dan frekuensi morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan terjadinya perubahan dalam kebiasaan
hidup, kekbalan, dan faal.
Di dalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada
masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya
memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agma, guru,
lurag, dan sebagainya. Hla ini tentunya tidak menjadi soal yang berat
di kala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah
bersekolah.

b. Jenis kelamin
Selain umur, jenis kelamin atau gender merupakan determinan
perbedaan kedua yang paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan
atau dalam faktor resiko suatu penyakit. Angka-angka dari luar negeri
menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada kalangan
wanita, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada pria, juga pada
smeua golongan umur. Perbedaan angka kematian ini dapat
disebabkan oleh factor-faktor intrinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait
jenis kelamin, atau ada perbedaan hormonal. Sedangkan yang kedua
diduga oleh karena berperannya faktor-faktor lingkungan (lebih
banyak pria menghisap rokok, minum-minuman keras, candu bekerja
berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan
seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi di
kalangan wanita di Amerika Serikat dihubungkan dengan
kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di
Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa
kecuali untuk menyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai
penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.

c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah variable yang sering pula dilihat
hubungannya dengan angka kesakitan antau kematian, variable ini
menggambarkan tingkat kehidupan seseorang, yang ditentukan oleh
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan banyak contoh ditentukan
pula oleh tempat tinggal atau pemukiman. Karena hal-hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan
kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat
perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara
berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi di lapangan adalah bagaimana
mendapatkan indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris
menggolongkan kelas sosial berdasarkan jenis pekerjaan seseorang,
yaitu:
1. Golongan I (professional)
2. Golongan II (menengah)
3. Golongan III (tenaga terampil)
4. Golongan IV (tenaga setengah terampil)
5. Golongan V (tidak mempunyai keterampilan)

Namun, dewasa ini di Indonesia penggolongan seperti ini sulit karena


jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan.

d. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan dalam timbulnya penyakit melalui
beberapa jalan, yaitu :
1. adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat
menimbulkan kesanakitan, seperti bahan kimia, gas beracun,
radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan keselakaan,
dan lain-lain
2. situasi pekerjaan yang penuh dengan stress, dapat memicu
hipertensi dan penyakit lambung.
3. ada tidaknya “gerak badan” dalam pekerjaan, di Amerika Serikat
ditunjukkan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan
pada kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan di mana kurang
adanya “gerak badan:
4. luas tempat kerja, berkerumun di satu tempat kerja yang relatif
sempit maka akan lebih mudah terjadi proses penularan penyakit di
antara para pekerja
5. penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait
dengan pekerjaan di pertambangan.

e. Penghasilan
Penghasilan dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Penghasilan yang kurang
diduga akan mengurangi pula penggunaan fasilitas kesehatan.
Contohnya seseorang kurang memnfaatkan pelayanan kesehatan yang
ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli
obat, membayar transport, dan sebagainya.

f. Golongan etnik
Perbedaan golongan etnik berperan dalam adanya perbedaan
kebiasaan makan, susunan genetika, daya hidup dan sebagainya yang
dapat mengakibatkan perbedaan di dalam angka kesakitan dan
kematian.
Penelitian pada golongan etnik juga dapat memberikan
keterangan mengenai pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu
penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini adalah penelitian mengenai
angka kesakitan kanker lambung.
Di dalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan
penduduk asli Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat,
ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan
keturunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan
lingkungan sangat penting di dalam etiologi kanker lambung.

g. Status perkawinan
Terdapat dugaan bahwa angka kesakitan dan kematian lebih tinggi
pada orang yang tidak kawin, kemungkinan karena adanya kebiasaan
kurang sehat dari orang-orang yang tidak kawin. Kecenderungan bagi
orang-orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan
penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup
yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu.
h. Besarnya keluarga
Di dalam keluarga besar dengan penghasilan yang rendah, anak-anak
dapat menderita karena penghasilan yang sedikit masih harus dibagi-
bagi untuk memenuhi kebutuhan banyak anggota keluarga.

i. Struktur keluarga
Struktur keluarga dapat mempunya pengaruh terhadap
kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena
besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-
desakan di dalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan
penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggota keluarganya,
karena persediaan harus digunakan untuk keluarga besar maka
mungkin pula tidak dapat membeli makanan yang bernilai gizi cukup
atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang trsedia dan
sebagainya.

j. Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan
kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat
kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari
yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan
penyakit-penyakit tertentu seperti asma, bronchiale, ulkus peptikum,
pilorik stenosis, dan sebagainya. Tetapi kesemuanya masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.

k. Budaya atau Agama


Dalam beberapa hal terdapat hubungan antara kebudayaan masyarakat
atau agama dengan frekuensi penyakit tertentu. Misalnya:
1. Balanitis, karsinoma penis banyak terjadi pada orang yang tidak
melakukan sirkumsisi disertai dengan hygiene perorangan yang
jelek
2. Trisinensis jarang terdapat pada orang Islam dan Yahudi karena
mereka tidak memakan daging babi.

l. Golongan Darah AB0


Golongan darah juga dapat mempengaruhi insidensi suatu penyakit,
misalnya orang-orang dengan golongan darah A meningkatkan resiko
terserang karsinoma lambung, sedangkan golongan darah 0 lebih
banyak terkena ulkus duodeni.

2. Tempat (place)
Pengetahuan mengenai distribusi penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan
mengenai etiologi penyakit.
Hal yang sangat berguna dalam penelitian epidemiologi adalah
penempatan penyakit, kondisi, pengklasterannya pada peta, serta
perangkat lainnya untuk menempatkan berbagai kasus penyakit. Hal
tersebut penting, karena KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit tidak dapat
terhenti total jika si pejamu berpindah-pindah tempat. Setiap kasus dan
sumber harus ditentukan letaknya.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara:
a. Batas-batas daerah pemerintahan.
b. Kota dan pedesaan.
c. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan,
sungai, laut, atau padang pasir).
d. Negara-negara
e. Regional.
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi
penyakit, perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada
batas-batas administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu
daerah dengan batas-batas alam ialah: keadaan lingkungan yang khusus
seperti temperature, kelembaban, turun hujan, ketinggian di atas
permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap
pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi,
pendidikan, industry, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi
yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan, factor-faktor sosial
budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan
kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vector penyakit
menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susuanan
genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat di dalam mempelajari etiologi
penyakit menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu
wabah, yang akan diuraikan nanti.
Di dalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan
pedesaan, faktor-faktor yang baru saja di sebutkan di atas perlu pula
diperhatikan. Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah akibat
migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di
desa itu sendiri.
Migrasi antardesa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap
pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan
maupun desa-desa di sekitarnya.
Peranan migrasi atau morbilitas geografis di dalam mengubah
pola penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin
lancarnya perhubungan darat, udara, dan laut. Contohnya adalah penyakit
demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari
etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan
suatu wabah dan pada penyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran.
Di dalam memperbandingkan angka kesakitan atau angka kematian antar
daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dulu di tiap-tiap daerah:
1. susunan umur
2. susunan kelamin
3. kualitas data
4. derajat representative dari dara terhadap seluruh penduduk
Walaupun telah dilakukan standardisasi berdasarkan umur dan
jenis kelamin, memperbandingkan pola penyakit antardaerah di Indonesia
dengan menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan,
harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data tersebut belum tentu
representative dan baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan
lain mungkin berhubungan dengan beberapa faktor sebagai berikut:
a. Lingkungan fisis, kemis, biologis, social, ekonomi, yang berbeda-beda
dari satu tempat ke tempat lainnya.
b. Konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi
seperti karakterisitik demografi.
c. Variasi kultiral terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek
higiene perorangan, dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
d. Variasi administratif termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan
efisiensi pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu.
Misalnya penyakit demam kuning, kebanyakan di Amerika Latin.
Distribusinya disebabkan oleh adanya “:reservoir” infeksi (manusia atau
kera), vector (yaitu aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan
iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah di
mana vector dan persyaratan iklim persyaratan iklim ditemukan tetapi
tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah
tertentu atau yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya
Schistosomiasis di daerah di mana terdapat vector snail atau keong
(Lembah Nil, Jepang), gondok endemic (endemic goiter) di daerah yang
kekurangan yodium.

3. Waktu (time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan
kebutuhan dasar di dalam analisis epidemioloogis, karena perubahan-
perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya perubahan
faktor-faktor etiologis.
Dilihat dari panjangnya waktu di mana terjadi perubahan angka
kesakitan, maka waktu dibedakan menjadi:
a. Tren Jangka Pendek (Fluktuasi Jangka Pendek)
Pola perubahan angka kesakitan berlangsung hanya dalam bebrrapa
jam, hari, minggu, dan bulan.
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemic umpamanya
epidemic keracunan makanan (beberapa jam), epidemic influenza
(beberapa hari atau minggu), epidemic cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa:
1) penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu
bersamaan atau hamper bersamaan
2) waktu inkubasi rata-rata pendek
b. Tren siklus
Tren jangka pendek dan tren jangka panjang beberapa penyakit ternyata
membentuk siklus, di mana perubahan-perubahan angka kesakitan
terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun. Peristiwa semacam ini
dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun penyakit bukan infeksi.
Beberapa siklus penyakit bersifat musiman, yang lainnya mungkin
dikendalikan oleh faktor siklus lain seperti tahun ajaran sekolah, pola
migrasi, durasi dan perjalanan penyakit, penempatan militer dan perang.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu
penyakit yang ditularkan melalui vector secara siklus ini adalah
berhubungan dengan :
a. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh
vector yang bersangkutan, yakni apakah temperature atau
kelembaban memungkinkan transmisi
b. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vector sedemikian
banyak untuk menjamin adanya kepadatan vector yang perlu dalam
transmisi
c. Selalu adanya kerentanan
d. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang
menyebabkan mereka terserang oleh “vector bornedisease”, tertentu.
e. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.
f. Adanya factor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau
berubahnya siklus berarti ada perubahan dari salah satu atau lebih
hal-hal tersebut di atas.
c. Tren sekuler (jangka panjang)
Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode
waktu yang panjang atau dalam waktu yang lama, bertahun-tahun, atau
berpuluh tahun.
Kecenderungan sekuler dapat terjadi pada penyakit menular maupun
penyakit infeksi non menular. Misalnya terjadinya pergeseran pola
penyakit menular ke penyakit yang tidak menular terjadi di negara maju
pada dasawarsa terakhir.
d. Variasi dan tren musiman
Pola yang konsisten dapat dilihat dalam beberap penyakit atau kondisi
yang terjadi dalam satu tahun. Peningkatan insidensi penyakit atau
kondisi pada bulan-bulan tertentu, dengan variasi siklus berdasarkan
tahun dan musim memperlihatkan adanya tren musiman pada suatu
penyakit.
Variasi ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara
musiman dari produksi, distribusi, dan konsumsi dari bahan-bahan
makanan yang mengandung bahan yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-individu
terutama dalam hubungan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.
e. Variasi dan tren random
Dapat diartikan sebagai terjadinya epidemic yang tidak dapat
diramalkan sebelumnya, misalnya epidemic yang tejadi karena adanya
bencana alam seperti banjir, tsunami, gempa bumi.

You might also like