Professional Documents
Culture Documents
ISBN: 978-602-8137-03-4
Oleh karena itu, kita hendaknya memiliki yang mendalam tentang psikologi
perkembangan anak tunarungu. Ini akan berguna supaya kita bisa
mendekati dan memahami anak tunarungu kita dalam berbagai hal.
Seorang guru hendaknya memiliki pemahaman psikologi perkembangan
anak tunarungu.
Proses Biologis
Proses biologis adalah perubahan dalam tubuh anak. Faktor ras, keluarga,
umur, jenis kelamin, genetik serta kelainan kromosom akan memerankan
penting proses ini. Ini berarti proses biologis yang melandasi
perkembangan otak, berat, dan tinggi badan, perubahan dalam
kemampuan gerak, dan perubahan hormonal di masa puber.
Proses Kognitif
Proses kognitif merupakan aktivitas yang memerlukan perolehan atau
pengungkapan pengetahuan (struktur), yaitu perubahan dalam pemikiran,
inteligensi, dan bahasa anak. Proses ini terdiri dari dua tingkat yaitu
representasional dan eksekutif. Penting membicarakan kemampuan
individu dalam mengungkapkan informasi tentang lingkungan di dalam otak
dan kemampuan untuk melakukan dengan menggunakan
pengetahuannya. Proses kognitif merujuk pada kesadaran yang dimiliki
individu tentang daya pikir dan nalar mereka. Proses perkembangan
kognitif memampukan anak untuk merangkai kalimat yang bermakna,
mengingat puisi, memecahkan persoalan-persoalan mata pelajaran, dan
sebagainya.
Proses Sosio-emosional
Proses sosio-emosional adalah perubahan dalam anak dengan orang lain,
perubahan dalam emosi, dan perubahan dalam kepribadian. Misalnya:
interaksi dalam keluarga, perkembangan sosial, dan kepribadian,
pembentukan suatu subkultur yakni budaya kaum tunarungu.
Perkembangan sosio-emosional berkaitan dengan prestasi akademik.
Perkelahian anak, perkembangan inteligensi anak, dan persahabatan anak
merupakan perkembangan sosio-emosional.
http://ketunarunguan.blogspot.com/2009/12/pentingnya-memahami-psikologi.html
A. Pendahuluan
Anak tunarungu merupakan individu yang unik, yang memiliki latar belakang
kehidupan yang berbeda-beda. Setiap individu sama-sama memiliki potensi
atau kekuatan yang dapat untuk dikembangkan demi untuk mencapai suatu
keseimbangan, keserasian dalam menempuh hidup untuk berinteraksi
dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah maupun masyarakat.
Potensi-potensi yang dimilki dapat dikembangkan seoptimal mungkin dalam
rangka mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan penuh
ketenangan dan kebahagian. Semuanya ini tentu tidak terlepas dari nilai-
nilai pendidikan dan bimbingan Sebagaimana yang tersirat dalam
UU.No.2.Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “ bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya dimasa
akan datang”.
Semua unsur yang tercermin dalam Undang-Undang tersebut tidak hanya di
berlakukan untuk anak-anak normal saja melain kan mencakup bagi anak
luar biasa. Dalam hal ini bahwa anak tunarungu merupakan salah satu
bagian dari anak luar biasa yang mengalami kecacatan fisik terutama pada
pendengaran. Dengan adanya kecacatan pendengaran otomatis berpengaruh
lansung terhadap kemampuan didalam berkomunikasi. Untuk itu perlu
mendapatkan bimbingan, pengajaradan dan/atau latihan seperti anak
normal lainnya
PP.No. 29/1990. Ps. 27. Menegaskan “ bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan “.
Selanjutnya dalam PP. No. 72 Tahun 1991, Bab II. Ps. 2 menjelaskan
bahwa“Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang
menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan”
Kekakuan, egosentris, dan keras kepala ini merupakan bagian dari aspek
psikologis dan sosial, semua ini akan muncul apabila anak tunarungu telah
berinteraksi dengan lingkungan. Sehingga didalam menghadapi hidup ini
anak tunarungu merasa asing dari lingkungan sosialnya. Ini disebabkan
karena penyandang tunarungu kurang atau tidak dapat merespon perintah-
perintah secara verbal yang meliputi kepada kekurangan dalam penguasaan
bahasa sehingga fokus pemikirannya juga terbatas, sehingga semua ini
dapat mengakibatkan kemunduran untuk bersoialisasi.
B. Permasalahan
Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah diuraikan diatas maka penulis
merumuskan permasalahan diataranya adalah “ Bagaimanakah upaya guru
dan/atau konselor dalam mengembangkan aspek psikologis dan sosial anak
tunarungu melalui layanan bimbingan?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun dari tujuan pembahasan dari makalah ini adalah untuk mengetahui
dan memahami bagaimana upaya guru dan/atau konselor di dalam
melaksanakan proses pendidikan agar tidak terjadi penyimpangan dari
aspek psikologis dan sosial yang lebih jauh, dan guru serta konselor
diharapkan betul-betul bisa untuk mengetahui segala tindakan yang
tercermin pada prilaku anak tunarungu tersebut.
D. Metode Pendekatan
Pembahasan bersifat komprehensif tentang konsep siswa tunarungu, serta
konsep layanan bimbingan yang dapat di lakukan guna untuk
mengembangkan aspek-aspek psikologis dan sosial anak tunarungu.
Pembahasan ini berupaya menggali dengan menggunakan kajian pustaka,
selanjutnya dirumuskan dalam bentuk uraian, serta masukan dari sejawat
serta sekelumit persepsi yang ada pada penulis.
E. Pembahasan
1. Bimbingan psikologis dan sosial anak tunarungu
Dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar banyak peristilahan yang
muncul. Untuk anak yang mengalami kelainan pendengaran, ada yang
mengatakan “Tuli, bisu, tunawicara, cacat dengar, kurang dengar ataupun
tunarungu” Istilah-istilah dan pandangan tersebut tidaklah semuanya benar,
sebab bila memperhatikan pengertian dari masing-masing kata
menimbulkan pengertian yang kabur, dan tidak dapat menggambarkan
kepada keadaan yang sebenarnya. Namun istilah yang lazim dipergunakan
dalam pendidikan luar biasa adalah Tunarungu.
Peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran , sering juga disebut
dengan anak tunarungu. Ada dua macam pengertian atau definisi mengenai
ketunarunguan sesuai dengan bidang garapan yang memandangnya, yaitu
pengertian berdasarkan medis dan pengertian berdasarkan pedagogis.
Secara medis ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan fungsi dari
sebagian atau seluruh alat/organ-organ pendengaran.
Sedangkan secara pedagogis ketunarunguan adalah kekurangan atau
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam
perkembangan, sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.
Kemudian Dwidjosomarto dalam Somad (1996) yang mengutip pendapat
dari hasil seminar pada tahun 1988 di Bandung menyebutkan” bahwa
tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai ransangan
terutama melalui indera pendengaran.
Bila memperhatikan dari ketiga defenisi tersebut maka dapat di-simpulkan
bahwa “tunarungu adalah mereka yang kekurangan atau kehilang
pendengaran walaupun telah diberikan rangsangan tetapi tetap tidak dapat
memahami atau menangkap reaksi yang ada, sehingga menghambat
terhadap perkembangannya, dan dampaknya kepada kehidupan yang
kompleks dengan demikian perlu layanan bimbingan dan pendidikan khusus.
Dampak terhadap kehidupannya secara kompleks mengandung arti bahwa
akibat dari ketunarunguan dapat menghambat perkembangan-
perkembangan anak tunarungu dalam melaksanakan aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat menghambat terhadap perkembangan
kepribadian secara keseluruhan misalnya aspek psikologis (inteligensinya),
emosi dan sosialnya.
Yang perlu diperhatikan terhadap akibat ketunarunguan ialah hambatan
dalam berkomunikasi. Sebab komunikasi adalah merupakan hal yang sangat
penting di dalam menempuh kehidupan. Kenyataannya anak tunarungu
tidak dapat menerima informasi melalui pendengaran, sehingga anak sulit
untuk memahami bahasa yang di ucapkan oleh orang lain dan anak
tunarungu tidak bisa berkomunikasi apabila tidak diberikan latihan dan
bimbingan dalam berbahasa.
Dengan demikian karena pendengarannya kurang berfungsi sehingga ia
mengalihkan pengamatannya melalui mata, maka anak tunarungu disebut
dengan “insan pemata”. Dengan mata anak tunarungu dapat melihat bahasa
lisan dan oral dan dapat melihat ekspresi wajah dari lawan bicara, guna
untuk menangkap makna yang disampaikan oleh lawan bicaranya melalui
gerak bibir.
2. Penyebab Ketunarunguan
Ketunarunguan seseorang bisa terjadi sebelum lahir yang disebut dengan
prenatal, ketika lahir disebut dengan natal , dan setelah lahir disebut dengan
posnatal. Namun didalam menyampaikan tentang penyebab anak tunarungu
tergantung kepada kita dari mana kita memandang.
Trybus dalam Kirk dan Gallagher yang dialih bahasakan oleh Amin (1990)
mengemukakan penyebab ketunarunguan antara lain:
1. Keturunan
2. Campak jerman dari pihak ibu
3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
4. Radang selaput otak (maningitis)
5. Otitis madia (radang pada telinga bagian tengah)
6. Penyakit anak-anak , radang dan luka-luka.
Sedangkan para ilmuwan dari pihak lain ada yang mengelompokan
berdasarkan faktor-faktor penyebab ketunarunguan ,yaitu:
a. Faktor dalam diri anak
Faktor dari dalam diri anak dapat disebabkan oleh faktor keturunan dari
salah satu atau kedua orang tua yang mengalami ketunarunguan. Banyak
kondisi genetik yang berbeda sehingga mengakibatkan ketunarunguan.
Dalam hal ini juga karena tranmisi antara gen dari kedua orang tua anak
ada yang dominan dan ada pula yang resesif serta berhubungan dengan
jenis kelamin. Meskipun ini merupakan pendapat umum tapi belum ada
kepastian berapa persen yang disebabkan oleh keturtunan namun
diperkirakan oleh Moores dalam Somad (1996) Ibu yang mengandung
menderita penyakit campak jerman (rubella). Penyakit rubella pada masa
kandungan tiga bulan pertama akan berpengaruh buruk pada janin.
Sedangkan Hardy dalam Kirk dan Gallagher (1986) melaporkan 199 anak-
anak yang ibunya terkena virus rubella selagi mengandung selam masa
tahun 1964 sampai 1965, 50% dari anak-anak tersebut mengalami kelainan
pendengaran. Rubellah dari pihak ibu merupakan penyebab yang paling
umum yang dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.
Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau Toxaminia,
hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang mempengaruhi
terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-
alat pendengaran maka anak tersebut akan lahir dalam keadaan tunarungu.
b. Faktor luar diri anak
Anak mengalami infeksi pada saat lahir atau kelahiran. Misalnya, anak
terserang Herpes Implex, jika infeksi ini menyerang kelamin ibu dapat
menular kepada anak saat dilahirkan. Penyakit kelamin dapat ditularkan
melalui virus. Penyakit-penyakit yang ditularkan bisa menimbulkan infeksi
dan dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat syaraf pendengaran.
Menurut Kirk dan Gallagher (1986). yang telah mengutip pendapat Vermon
(1968) menyatakan “bahwa meningitis atau radang selaput otak sebanyak
8,1%, Ries (1973), melaporkan 4,9%, sedang Trybus (1985) memberikan
keterangan sebanyak 7,3%
Otitis Media (radang telinga bagian tengah), telinga berair ( nanah) dan
nanah mengumpul dapat mengganggu hantaran bunyi .Jika kondisi ini kronis
dan tidak segera diobati, bisa menimbulkan kehilangan pendengaran.
Penyakit ini sering terjadi pada masa kanak-kanak sebelum mencapi usia 6
tahun. Ketunarunguannya bertipe konduktif, selain itu bisa karena infeksi
pernapasan atau pilek dan penyakit anak-anak seperti campak.
Penyakit lain bisa disebabkan oleh kecelakaan yagn dapat menimbulkan
benturan pada bagian kepala sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan
pada alat pendengaran bagian tengah dan dalam.
3. Karakteristik Anak Tunarungu
Bila memperhatikan anak tunarungu secara fisik dibanding dengan anak
normal lainnya secara umum tidak tampak perbedaanya, justru anak
tunarungu tampil seperti orang biasa. Tetapi bila kita ajak betransaksi
berbicara (komunikasi ) terlihat ada tampak suatu kejanggalan-kejanggalan
pada dirinya, hal ini merupakan wujud nyata dari dampak ketunarunguan-
nya. Dengan demikian bahwa anak tunarungu memiliki karakteristik yang
khas diantaranya adalah sebagai berikut:
b. Karakteristik dari segi inteligensi
Pada umumnya anak tunarungu memiliki inteligensi normal atau rata-rata
akan tetapi, semua perkembangan inteligensi juga dipengaruhi oleh
perkembangan bahasa , maka tampaknya inteligensinya rendah disebabkan
karena kesulitan dalam memahami bahasa. Perkembangan inteligensi anak
tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka mendengar, karena dengan
pendengaran ini lah yang dapat membuat mereka berfikir.
Rendahnya inteligensi anak tunarungu bukan disebabkan IQ poten-sialnya
yang tidak berkembang, tetapi fungsinya kurang memperoleh kesempatan
untuk berkembang. Aspek inteligensi yang terhambat hanya yang bersifat
verbal, misalnya dalam memberikan makna, menarik kesimpulan dan
meramalkan suatu kejadian.
b. Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara
Perkembangan bahasa bicara anak tunarungu sampai saat meraban , tidak
mengalami hambatan, karena merapan merupakan kegiatan alami, dalam
upaya melatih pernapasan dan pita suara
Bahasa bagi anak tunarungu adalah merupakan alat berfikir dan sarana
utama seseorang untuk berkomunikasi. Maka melalui mendengar mereka
dilatih dan didik secara khusus. Dengan melalui latihan maka bahasa
bicaranya diharapkan dapat berkembang. Kita memahami dengan ketidak
mampuannya berbahasa dan bicara dibandingkan dengan anak normal
sebayanya akan tampak mereka lebih tertinggal. Hal ini dapat disadari
bahwa anak tunarungu walaupun sudah didik secara khusus banyak diantara
mereka yang tetap ketinggalan 2 sampai 4 tahun dalam kemampuan
membaca dan menulis jika hal ini kita banding dengan anak yang
mendengar. Untuk kita mengharapkan dalam pengembangan komunikasi
perlu tenaga pendidik dan bimbingan yang professional.
c. Karakteristik dalam segi emosi dan sosial
Dengan ketunarunguan dapat mengakibatkan kurang kepercayaan dirinya
dan merasa asing dari masyarakat tempat mereka hidup, sehingga tampak
adanya kekurangan dalam interaksi ocial dengan lingkungan tersebut.
Dengan demikian semua ini mengakibatkan pada diri muncul adanya suatu
keterasingan antara mereka dengan anak normal yang mendengar lainnya.
Selain itu pada anak tunarungu punya pandangan yang negetif atau
bertindak kurang menyenangkan terhadap lingkungan. Melihat gejala yang
tampak ini akan dapat mempengaruhi kepada perkembangan kepribadian
anak tunarungu. Untuk itu akan tampak pula efek-efek negatifnya diantara:
d. Egosentrisme yang melebihi anak normal
Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil jika dibandingkan dengan
anak yang mendengar, mereka hanya mampu menangkap dan memasukan
sebagian kecil dunia luar ke dalam dirinya. Jadi makin sempit perhatiannya,
dunia di luar hidupnya semakin menutup dan mempersempit kesadaran.
Bagi anak yang masih mempunyai sisa pendengaran, dan jika alat bantu
pendengarannya dipakai sejak kecil maka akan dapat membantu
memfungsikan sisa pendengaran yang ada. Sehingga didalam menepuh
hidupnya dapat terjalin komunikasi dan interaksi sosial dengan masyrakat
dilingkungannya.
Selain itu kita sangat menyadari bahwa penglihatan dan pengamatan anak
tunarungu sangat besar peranannya, sehingga dalam perjalanan hidupnya
mereka memiliki sifat “sangat ingin tahu” seolah-olah mereka selalu haus
untuk melihat. Hal tersebut bisa juga terjadi pada orang yang mendengar,
tetapi bagi anak tunarungu sifat tersebut lebih menonjol.
a. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Bagi orang normal yang mendengar dapat saja suatu saat dihinggapi
perasaan takut akan kehidupan ini, tetapi bagi anak tunarungu lebih sering
muncul perasaan tersebut. Semua ini dapat terjadi karena anak tunarungu
sering merasa kurang menguasai keadaan yang ada hal ini di akibatkan
karena pendengaran yang mengalami ganguan, sehing sering muncul pada
dirinya kekuatiran yang lebih akhirnya dapat menimbulkan suatu ketakutan.
b. Ketergantungan tehadap orang lain.
Siakap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah
dikenalnya dengan baik, merupakan sikap bahwa mereka memiliki rasa
keputusasaan dan selalu mencari bantuan dan perlindungan terhadap orang
lain, maka di sini berarti anak tunarungu kurang percaya diri dan kurang
yakin dengan apa yang telah dimiliki.
c. Perhatian yang sukar dialihkan
Suatu hal yang sering terjadi pada anak tunarungu baik disekolah maupun di
lingkungan tempat mereka tinggal, apabila ia menyukai suatu benda, atau
menyukai suatu jenis kegiatan yang berupa keterampilan maupun
permainan bisa mereka melakukannya maka perhatiannya sulit untuk
dialihkan. Anak tunarungu sukar diajak berfikir tentang hal-hal yang belum
terjadi artinya anak tunarungu lebih miskin akan fantasi (abstrak).
e. Memiliki sifat polos, sederhana tanpa banyak masalah
Didalam hidupnya sehari-hari mereka seakan-akan tidak mempunyai beban
biasanya dengan mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain
tanpa berfikir dan mempertimbangkan atau memandang bermacam-macam
segi yang mungkin menjadi penghalang. Hal ini bisa dipahami karena anak
tunarungu tidak memilih alternatif lain karena anak tunarungu tidak
menguasai suatu ungkapan dengan baik, bila itu tidak berkenan dalam
hatinya maka anak tunarungu lansung menyampaikan walaupun
perkataannya akan menyingung perasaan seseorang.
f..Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Karena sering mengalami kekecewaan disebabkan karena kesukaran dalam
menyampaikan fikiran perasaan kepada orang lain, hal ini diekspre-sikan
dengan kemarahan. Mereka kadang kala berfikir bahwa setiap orang yang
berbicara dihadapan mereka seakan-akan yang dibicarakan oleh orang lain
tersebut adalah membicarakan dia, atau mengeledeknya.
Anak tidak akan tersinggung apabila mampu memahami, mengerti dan
menguasai dirinya melalui bahasa yang dimilikinya luas. Artinya apa yang
dibicarakan orang lain akan lebih mudah dia kuasai dan akan semakin
mudah pula mereka berbicara. Akhirnya semua ini akan dapat
menumbuhkan keyakinan di dalam menerima dirinya, dengan kata lain
kepercayaan diri semakin tinggi, akhirnya akan menunjukkan kematangan
dalam berprilaku (kepribadiannya).
BAB III.
PEMBAHASAN TENTANG UPAYA PENGEMBANGAN ASPEK PSIKOLOGIS DAN
SOSIAL ANAK TUNARUNGU
MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
DAFTAR PUSTAKA
Berhring, Shari Tarver, dkk. 1998. School Counselors and Full Inclusion For
Children With Special Needs, Jurnal Professional School Counseling Volume 1
N0.3.p Pepruari . ASCA
Harris, Leslie K. dkk. 1997. Counselling Needs Students Who Are Deaf and
Hard Of Hearing, Jurnal The Scool Counselor, Maret. Vol.44
Kirk, Samuel A dan Gallagher, James J. (1990), Pendidikan Anak Luar Biasa
III (Alih Bahasa: Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah). Jakarta: DNIKS.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua orang tua pasti berharap dapat melahirkan dengan selamat dan
mendapatkan anak yang sehat jasmani dan rohani. Namun, terkadang Tuhan
berkehendak lain, yang lahir adalah anak kurang sehat, tidak sempurna atau
memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Meskipun anak terlahir tidak normal,
tetapi dia juga manusia yang memiliki hak untuk menikmati dunia ini. Dalam
kondisi itu, peran orangtua, keluarga, dan warga masyarakat lainnya dituntut
untuk memahami serta memberi dukungan agar si anak dengan kebutuhan khusus
bahwa remaja tunarungu dalam kondisinya yang khusus atau luar biasa dengan
berkomunikasi. Seorang ahli lain yaitu Salim (1976) menyimpulkan bahwa anak
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
kebingungan, dan ketakutan karena adanya rasa takut atau kekhawatiran terhadap
penolakan orang lain, adanya sikap sulit menerima realitas diri (terlebih sikap
menerima kekurangan diri) dan memandang rendah diri sendiri, perasaan pesimis
dan takut akan kegagalan sehingga akan menghindari segala resiko dan tidak
yang berkebutuhan khusus mutlak harus diberikan untuk bekal masa depannya.
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses belajar setiap anak dituntut
untuk memiliki kemandirian tidak terkecuali anak yang memiliki kebutuhan
khusus dalam hal ini khususnya adalah anak tunarungu. Dalam kegiatan belajar
siswa dituntut untuk memiliki sikap mandiri, artinya siswa perlu memiliki
kesadaran, kemauan, dan motivasi dari dalam diri siswa untuk melakukan usaha
belajar (Kemp, 1994). Belajar merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan diri
siswa dan bukan semata – mata tekanan guru ataupun pihak lain. Melalui sikap
mandiri dalam diri siswa maka tujuan belajar akan berhasil dicapai sebagaimana
yang di harapkan.
individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Melalui
dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya agar dapat
mencapai otonomi atas diri sendiri. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi
dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat, dan
keyakinan orang lain sehingga anak diharapkan akan lebih bertanggung jawab
terhadap dirinya.
melakukan segala sesuatu yang dikerjakannya dengan penuh tanggung jawab dan 4
kesungguhan yang tinggi, dia akan melakukan tugas tersebut dengan ketekunan
dan dengan segenap kemampuan yang dimilikinya tanpa bantuan orang lain
memiliki sikap mandiri ia akan belajar dengan serius dan mengerjakan tugas –
tugasnya dengan penuh ketekunan sampai ia benar-benar menguasai pelajaran
tersebut. Melalui sikap mandiri yang dimiliki para siswa, diharapkan proses
belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan akan memperoleh hasil belajar
bahwa belajar ditunjukkan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman.
tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang- ulang dalam situasi di
mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar respon
hasil belajar yang baik akan menimbulkan sikap optimis dalam dirinya untuk
berkaitan dengan harapan positif mengenai rangkaian peristiwa umum yang akan
kesehatan, dan sebagainya. Setiap individu pasti mempunyai harapan untuk masa
depannya. Harapan tersebut juga dapat merupakan perubahan yang lebih baik
depannya biasanya akan selalu berpikir positif dan mengerjakan segala sesuatu
dengan sebaik –baiknya walaupun dia menemui kesulitan dan hambatan dalam
Sikap mandiri dan tingginya motivasi diri seorang anak tunarungu untuk
meraih apa yang dicita – citakan sehingga memperoleh hasil belajar yang baik
akan menumbuhkan sikap optimis dalam diri anak untuk menghadapi masa
depannya walaupun dengan kekurangan yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan
fenomena yang muncul dalam dunia pendidikan sekarang ini, seperti yang telah
bernama Galuh. Dia telah membuktikan bahwa dengan semangat yang tinggi dan
sikap kemandiriannya untuk meraih prestasi dan hasil belajar yang baik dia
mampu mengalahkan semua cobaan dan tantangan yang dia hadapi untuk meraih
gelar sarjananya sehingga dia sekarang berani untuk menatap masa depannya
Kodir, seorang siswa SMP Sekolah Luar Biasa Negeri A (Tuna Netra)
persiapan SLB Negeri B-C DKI Jakarta, yang sehari-hari belajar sambil bekerja
di bengkel kerja sebagai montir sepeda motor dan cuci mobil juga menunjukkan
sebagai bekal pelajaran untuk kemandiriannya. Melalui hasil kerjanya ini ia bisa 6
fisik pun bisa mandiri dan mampu bekerja dibidang otomotif ( Irwan,2001 ).
memiliki sikap mandiri dan pantang menyerah seseorang akan bisa meraih apa
yang dicita – citakan walaupun dengan segala keterbatasan yang dimiliki sehingga
antara kemandirian dan hasil belajar dengan optimisme masa depan anak
kemandirian dan hasil belajar dengan optimisme masa depan pada anak
tunarungu.
B. Tujuan Penelitian
tunarungu.
C. Manfaat penelitian
2. Bagi Guru kelas penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran nyata
dapat memberikan inspirasi dan cara pandang yang baru bahwa dengan
hidupnya.
http://etd.eprints.ums.ac.id/3751/1/F100040228.pdf
146,6