You are on page 1of 16

Sistem Pertanian berkelanjutan I ( Pertanian konservasi)

”Konservasi Tanah dengan Metode Mekanik”


Diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Penginderaan Jauh dan Sisitem Informasi Geografi

Disusun Oleh:
kelompok 6

Hapizhah A (150110080110)

Rehna Ismarani Tarigan ( 150110080111 )

Devy Mastiur H ( 150110080112 )

Irma Meliaki S ( 150110080113 )

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2010 / 2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Pertanian berkelanjutan I
( Pertanian konservasi) tentang Dampak Erosi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini terutama pada dosen Mata Kuliah Sistem Pertanian berkelanjutan I
( Pertanian konservasi) Fakultas Pertanian Unpad serta teman-teman yang turut memberi
dukungan. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu masukan, kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan program ini.

Akhir kata kami berharap agar makalah ini nantinya dapat bermanfaat membuat penulis
serta rekan yang lain lebih mengerti materi yang disampaikan dalam makalah ini.

Sekian dan Terimakasih.

Jatinangor, April 2011

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekeringan berkepanjangan saat ini sangat erat hubungannya dengan kesalahan


penanganan pengelolaan lahan daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu yang kurang mengikuti
kaidah konservasi tanah dan air, sehingga pasokan dan cadangan air tanah menurun.
Pengelolaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS,
bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Misalnya
kesalahan penggunaan lahan daerah hulu (seperti: Wonogiri, Boyolali, dan Purwodadi) akan
berdampak pada masyarakat di daerah hilir. Terbukanya lahan yang berbukit di daerah hulu baik
karena penebangan hutan ataupun penerapan cara pengelolaan tanah dalam usaha tani yang
keliru menyebabkan terjadinya erosi tanah. Sedimentasi dari tanah yang tereosi akan
menyebabkan daya tampung sungai berkurang, yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah
hilir. Disamping itu karena pasokan air hujan ke dalam tanah (water saving) rendah dan
cadangan air dimusim kemarau berkurang akan menyebabkan terjadi kekeringan
berkepanjangan dan hilangnya mata air seperti banyak terjadi sekarang ini.

Indonesia sebagai daerah tropis, erosi tanah oleh air merupakan bentuk degradasi tanah
yang sangat dominan. Praktik deforesterisasi merupakan penyebab utamanya baik di hutan
produksi ataupun di hutan rakyat, yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Di
samping itu, praktek usaha tani yang keliru di daerah hulu yang tidak memperhatikan kaidah-
kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang akan
berakibat semakin luasnya lahan kritis kita. Hal ini terbukti pada tahun 1990-an luas lahan kritis
di Indonesia 13,18 juta hektar, namun sekarang diperkirakan mencapai 23,24 juta hektar,
sebagian besar berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan
pemanfaatan yang sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan
membawa dampak lahan semakin krtis dan kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau. Hal ini
menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek usaha tani
konservasi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan masalah


bagaimana cara untuk mengkonservasi tanah dan air di Indonesia dengan berbagai
metode,khususnya menggunakan metode mekanik.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan mengenai metode mekanik
dalam mengkonservasi lahan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknik Pengendalian Erosi

Secara garis besar, teknik pengendalian erosi dibedakan menjadi dua, yaitu teknik
konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna
menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara
berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu
diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa dan pupuk hijau), serta penerapan pola tanam yang
dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun.

2.1.1 Teras bangku atau teras tangga

Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk
seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah: (1)
memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4)
mempermudah pengolahan tanah.

Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0o dengan bidang
horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang
berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras
biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem
wanatani. Tipe teras bangku dapat dilihat dalam Gambar 1.

Teras bangku miring ke dalam (goler kampak ) dibangun pada tanah yang permeabilitasnya
rendah, dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi bidang olah dan tidak
mengalir ke luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke luar diterapkan di areal di
mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara bersamaan, misalnya di areal rawan
longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya relatif lebih mahal dibandingkan dengan
teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar, karena memerlukan lebih banyak penggalian
bidang olah.

Efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan
tanaman penguat teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan
tanaman yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman murbei sebagai tanaman
penguat teras banyak ditanam di daerah pengembangan ulat sutra. Teras bangku adakalanya
dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model seperti ini banyak
diterapkan di kawasan yang berbatu.

Gambar 1. Sketsa empat tipe teras bangku

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku adalah:

(1) Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan pada lahan
dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit.
(2) Tidak cocok pada tanah dangkal (<40 cm)
(3) Tidak cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin pertanian.

(4) Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi tinggi.
(5) Tidak dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah longsor.
2.1.2 Teras gulud

Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian
belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian
dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah (Gambar 2).

Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju
aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk
mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Untuk meningkatkan
efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat
dengantanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai penguat teras
bangku juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud. Sebagai kompensasi dari
kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai
ekonomi (cash crops ), misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan sebagainya. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud:

(1) Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga pada lahan
dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif.
(2) Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur. Pada
tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih
dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera
terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang dengan kecepatan rendah.

2.1.3 Teras individu

Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan
(Gambar 3). Jenis teras ini biasa dibangun di areal perkebunan atau pertanaman buah buahan.
Gambar 3. Sketsa teras individu pada areal pertanaman tahunan

2.1.4 Teras kebun

Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam (Gambar 4). Pembuatan teras bertujuan untuk: (1) meningkatkan efisiensi penerapan
teknik konservasi tanah, dan (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility ),
di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan
kebun.

2.1.5 Rorak

Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau
saluran resapan (Gambar 5). Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke
dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak
berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.

Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50
cm, dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong
lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan
jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang
lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan
bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.
Gambar 5. Rorak dengan teras gulud. ( Foto: F. Agus)

Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar
rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahanbahan yang masuk ke rorak perlu diangkat ke
luar atau dibuat rorak yang baru.

2.2 Komponen Teknologi SUT (Sistem Usaha Tani) Konservasi

SUT konservasi mengintegrasikan dan mensinergikan tanaman di bidang olah,


tanaman penguat bibir teras dan ternak ruminansia kecil atau besar yang dikandangkan di
pekarangan rumah (jarang berteras). Integrasi dan sinergi tersebut harus menguntungkan petani.
Konservasi menjamin keuntungan dari usahatani yang berkelanjutan. Komponen teknologi SUT
konservasi dari sisi tanaman dikemukakan berikut ini.

2.2.1 Pengaturan pola tanam pada bidang olah

Pengaturan pola tanam dalam pengendalian erosi bertujuan untuk memaksimalkan


penutupan lahan, sehingga mengurangi daya pukul butiran hujan langsung ke permukaan tanah.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan pola tanam adalah iklim, tingkat
kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja, dan permintaan pasar. Faktor iklim yang paling
penting adalah curah hujan, terutama jumlah bulan basah dengan curah hujan >200 mm, jumlah
bulan kering dengan curah hujan <100 mm, dan bulan sedang dengan curah hujan 100-200 mm.
Daerah yang mempunyai bulan basah 4 bulan berturut-turut dapat ditanami padi gogo. Daerah
dengan bulan sedang selama tiga bulan berturut-turut cocok untuk palawija. Daerah dengan
bulan kering panjang, kemungkinan masih dapat ditanami berbagai tanaman semusim yang
toleran kekeringan, seperti kacang tunggak, kacang hijau, kacang gude (Gambar 6), sayuran dan
komak.
Gambar 6. Kacang gude (pigeon pea ), suatu jenis tanaman yang sesuai untuk daerah beriklim
kering ( Foto: F. Agus).

2.2.2 Tanam bersusulan (tumpang gilir)

Pertanaman bersusulan (relay cropping) atau tanam berurutan adalah sistem bercocok
tanam dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah selama satu
tahun; tanaman musim kedua ditanam sebelum panen tanaman musim pertama.
Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim
hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Sistem ini
bertujuan untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan menjaga agar permukaan tanah
selalu tertutup tanaman. Selain itu, sistem ini juga dimaksudkan untuk mempercepat
penanaman tanaman pada musim kedua, sehingga masih mendapatkan air hujan dengan
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan produksinya.

2.2.3 Tanam bersisipan (tumpang sari)

Tanam bersisipan atau tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu macam
tanaman pada lahan yang sama secara simultan, dengan umur tanaman yang relatif sama dan
diatur dalam barisan atau kumpulan barisan secara berselang-seling seperi: padi gogo + jagung
- jagung + kacang tanah. Pada musim pertama di awal musim hujan, padi gogo ditanam secara
tumpang sari dengan jagung. Pada musim tanam kedua (musim kemarau), jagung
ditumpangsarikan dengan kacang tanah.

2.3 Peningkatan kesuburan tanah dan ketersediaan air

Lahan pertanian di pegunungan yang berlereng dapat mengalami deteriorasi


(kemunduran) kesuburan tanah apabila dibudidayakan tanpa memperhatikan kaedah
konservasi. Kesuburannya dapat dikembalikan dengan pemupukan bahan organik berupa sisa-
sisa tanaman atau pupuk hijau. Ekosistem tadah hujan dan kekurangmampuan tanah
menahan air dapat menyebabkan tanaman menderita cekaman air dan dapat menurunkan
produktivitas.

2.3.1 Tanaman penutup tanah sebagai pupuk hijau

Tanaman penutup tanah pada umumnya adalah jenis legum menjalar yang ditanam di
antara tanaman tahunan, secara bergilir dengan tanaman semusim atau tanaman tahunan dan
sebagai tanaman pemula ( pioneer ) untuk rehabilitasi lahan kritis (Gambar 7). Fungsi tanaman
penutup adalah untuk menutupi tanah dari terpaan langsung air hujan, rehabilitasi lahan
kritis, menjaga kesuburan tanah, dan menyediakan bahan organik. Berbagai tanaman
legum seperti stilo ( Stylosanthes sp.), sentro ( Centrosema sp.), kalopo (Calopogonium sp ), puero
atau kudzu ( Pueraria sp), dan Arachis sp .

Gambar 7. Tanaman kudzu ( Pueraria javanica ) sebagai tanaman penutup tanah.

2.3.2 Mulsa bahan hijauan

Mulsa dapat berasal dari hijauan hasil pangkasan tanaman pagar, tanaman strip
rumput, dan sisa tanaman. Bahan tersebut disebarkan di atas permukaan tanah secara rapat
untuk menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan. Bahan hijauan atau sisa
tanaman juga dapat ditumpuk memanjang searah kontur, terutama bagi bahan hijauan yang
mempunyai struktur memanjang seperti batang dan daun jagung atau jerami padi dengan
maksud menghambat laju aliran permukaan.

Mulsa biasanya merupakan kombinasi antara sisa tanaman yang cepat melapuk dan lambat
melapuk. Bahan hijauan atau biomasa yang cepat melapuk (seperti sisa tanaman kacang-kacangan)
berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan hara secara cepat, sedangkan
biomasa yang relatif lambat melapuk (seperti jerami padi, batang jagung) berguna
untuk menghambat laju aliran permukaan. Mulsa (Humus) mempunyai peranan penting untuk
mengatasi erosi, karena dengan adanya suatu lapisan penutup permukaan tanah maka tumbukan
butir- butir hujan tidak akan mencapai permukaan agregat tanah. Jadi dengan adanya lapisan
Mulsa pada permukaan tanah, tumbukan butir- butir hujan yang tertahan olehnya akan
mengurangi terjadinya perusakan agregat dan terangkutnya butiran- butiran tanah (Erosi).

Pengaruh pemulsaan dalam mengurangi tingkat erosi tanah, karena Mulsa mempunyai
kemampuan dalam:

a. Mengurangi daya tumbuk butir hujan

b. Meningkatkan infiltrasi tanah dengan adanya pengurangan kerusakan


dipermukaan tanah

c. Meningkatkan daya simpan air permukaan

d. Memperbaiki struktur tanah

e. Memperbaiki kegiatan biologis tanah

Kemampuan Mulsa itu tergantung pada jenis bahan Mulsanya, jumlah bahan Mulsa yang
dipergunakan, tingkat Erodibilitas lahan, tingkat Erosivitas hujan, kemiringan lahan dan
penempatan bahan Mulsa tersebut pada permukaan lahan.

Makin besar jumlah bahan pemulsaan ditempatkan dipermukaaan tanah, ternyata hasilnya
lebih efektif dalam pengawetan lahan dari serangan erosi.

2.3.3 Pengenalan sistem wanatani

Wanatani merupakan sistem usahatani yang menggabungkan tanaman tahunan (kayu-


kayuan) dengan komoditas lain yang saling menguntungkan. Wanatani sering disamakan
dengan sistem pertanaman lorong ( alley cropping ).

 Budidaya lorong

Gambar 8. Sistem budi daya lorong dengan Gliricidia sepium sebagai


tanaman pagar. ( Foto: F. Agus dan Widianto)
Jenis tanaman pagar yang sesuai untuk pengendali erosi dan sekaligus sebagai pakan ternak
disajikan pada Tabel 5.

Budidaya lorong ( alley cropping ) adalah sistem di mana tanaman semusim (pangan dan
sayuran) ditanam di lorong antara barisan tanaman pagar (Gambar 8). Pangkasan dari tanaman
pagar digunakan sebagai mulsa yang dapat menyumbangkan hara, terutama nitrogen, bagi
tanaman lorong. Setelah berumur sekitar 6 bulan atau setelah mencapai ketinggian yang dapat
menaungi tanaman utama yang menyebabkan pertumbuhannya terganggu, tanaman pagar
dipangkas pada ketinggian 50-60 cm dari permukaan tanah. Daun-daun tanaman pagar yang
dipangkas disebarkan di permukaan tanah. Pemangkasan tanaman pagar dilakukan dengan interval
2-4 bulan sekali, tergantung pada kecepatan pertumbuhannya.

Jarak antara dua baris tanaman pagar pencegah erosi ditentukan dengan menggunakan rumus
VI/HI = % kemiringan lahan (VI = tinggi vertikal, dan HI = jarak horizontal). Untuk
mendapatkan jarak horizontal (HI), VI harus ditetapkan terlebih dahulu, berkisar antara 0,50-1,00
m untuk lereng < 25% dan 1,00-1,50 m untuk lereng > 25%.

 Pagar hidup

Pagar hidup adalah tanaman tahunan yang ditanam mengikuti batas pemilikan lahan.
Tujuannya adalah untuk mengamankan lahan dari ternak, penahan angin, dan pengendali erosi.
Pagar hidup berfungsi sebagai sumber pakan ternak, mulsa penyubur tanah, bahan organik, dan
kayu bakar. Tanaman buah-buahan seperti nangka, alpukat, jengkol, dan petai sering
digunakan sebagai tanaman pagar hidup.

 Strip tumbuhan alami

Strip tumbuhan alami (STA) adalah strip atau barisan campuran berbagai
tumbuhan alami yang terbentuk dengan membiarkan (tidak mengolah) sebagian kecil (selebar 50
cm) lahan di sepanjang kontur. STA efektif menahan erosi karena pertumbuhannya yang
rapat. Keuntungan STA adalah tidak memerlukan biaya dan tenaga kerja tambahan
(karena tidak memerlukan penanaman). Tenaga kerja hanya diperlukan untuk pemeliharaan
agar STA tidak merambat ke lorong yang ditanami dengan tanaman utama. Dengan adanya
STA akan memudahkan pembuatan teras bangku secara bertahap.

Pada umumnya strip tanaman alami merupakan tanaman sementara (transisi) dari
sistem strip ke sistem wanatani. STA dapat diganti secara bertahap dengan tanaman buah-
buahan atau tanaman lain yang permanen dan memberikan nilai ekonomi.

 Strip rumput

Sistem ini hampir sama dengan sistem pertanaman lorong dan strip tumbuhan alami,
namun tanaman pagarnya adalah rumput pakan ternak. Strip dibuat mengikuti kontur dengan
lebar 50 cm atau lebih. Makin lebar strip makin efektif dalam mengendalikan erosi dan makin
terjamin pula kecukupan hijauan pakan ternak. Dalam keadaan tertentu, lebar strip dapat
ditingkatkan, terutama jika ternak menjadi andalan usahatani.

Lahan pegunungan pada umumnya berpotensi untuk usaha ternak ruminansia


besar (sapi) dan ruminansia kecil (domba). Untuk penyediaan hijauan pakan sekaligus
penanggulangan erosi dapat dipilih berbagai jenis tanaman rumput, seperti rumput gajah,
rumput benggala, setaria, rumput Brachiaria decumbens atau rumput BD, dan rumput raja.

 Silvipastura

Sistem silvipastura adalah perpaduan antara tanaman kayu-kayuan dan rumput pakan
ternak seperti rumput gajah, setaria, rumput BD, dan rumput benggala. Sistem ini
dikembangkan apabila ternak menjadi komponen penting dalam usaha pertanian.
Tanaman pohon-pohonan selain dapat memberikan naungan bagi ternak, juga menjadi sumber
hijauan pakan ternak (misalnya kayu Afrika), terutama pada musim kemarau selama
produksi rumput menurun.

 Kebun campuran
Kebun campuran adalah lahan pertanian yang ditanami dengan berbagai macam
tanaman tahunan seperti petai, jengkol, aren, melinjo, buah buahan, kayu-kayuan, dan sebagainya.
Contoh kebun campuran adalah kebun karet (hutan karet) rakyat yang tanamannya terdiri atas
karet sebagai tanaman utama dan berbagai jenis tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan. Contoh
lain adalah kebun damar (hutan damar) di Liwa, Lampung. Selain merupakan sumber
pendapatan yang kontinyu sepanjang tahun karena beragamnya jenis tanaman, kebun
campuran memberikan berbagai jasa lingkungan seperti pengendali erosi, mitigasi banjir,
mempertahankan keanekaragaman hayati, dan menambat karbon dari atmosfer.

 Pertanian terpadu

Penerapan sistem pertanian terpadu integrasi ternak dan tanaman terbukti sangat efektif
dan efisien dalam rangka penyediaan pangan masyarakat. Siklus dan keseimbangan nutrisi serta
energi akan terbentuk dalam suatu ekosistem secara terpadu. Sehingga akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya
produksi.

Kegiatan terpadu usaha peternakan dan pertanian ini, sangatlah menunjang dalam
penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan
tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk
makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha
yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak
dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat
mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah perkebunan. Di
dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput
dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua.

Praktek penerapan pola usaha tani konservasi ini hendaknya dilakukan secara terpadu,
seperti sistem multiple croping (pertanaman ganda / tumpang sari), agroforestry, perternakan, dan
dipadukan dengan pembuatan teras. Misalnya dalam praktek PHBM, tanaman pangan ditanam
pada bidang teras meliputi kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang panjang yang di tanamn
diantara tanaman tahunan (misal: jati, mauni atau pinus sebagai tanaman pokok). Pada tepi teras
ditanami dengan tanaman penguat teras yang terdiri dari tanaman rumput, lamtoro dan dapat
ditanami tanaman hortikultura seperti srikaya ataupun nanas dan pisang. Tanaman rumput pada
tepi teras disamping berfungsi sebagai penguat teras juga sebagai sumber pakan ternak (sapi atau
kambing).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah


untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis
tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh
bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran
aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.

Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan
sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk
memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan
aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
DAFTAR PUSTAKA

http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-IV.pdf

http://derryariadi.blogspot.com/2009/04/teknik-konservasi-tanah-secara-mekanik.html

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng5.pdf

You might also like