You are on page 1of 21

PENTINGNYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DALAM

KEGIATAN PELEDAKAN/BLASTING

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek

perlindungan tenaga kerja dengan cara penerapan teknologi

pengendalian segala aspek yang berpotensi membahayakan para

pekerja. Pengendalian juga ditujukan kepada sumber yang berpotensi

menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut,

pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja/ mesin/

instrument, dan karakteristik manusia yang menjalankan pekerjaan

tersebut maupun orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dengan

menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja,

diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja,

dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan

kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan

kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.

Dari segi ekonomi pemakaian alat yang berkapasitas besar

adalah lebih menguntungkan, akan tetapi bahaya yang mungkin

ditimbulkan juga akan besar. Dengan demikian penentuan ukuran

reaktor harus didasarkan pada keuntungan dari segi ekonomi dan

bahaya yang mungkin ditimbulkan. Salah satu langkah pengamanan

yang dilakukan dalam rancang bangun adalah penggunaan safety

factor atau over design factor pada perhitungan perancangan masing-

masing alat dengan kisaran 10 – 20 %. Alat pengendali harus lebih

canggih dan lebih dapat diandalkan. Alat pengamanan yang terkait


dengan alat produksi dan alat perlindungan bagi pekerja harus

ditingkatkan.

Biaya untuk membangun keselamatan dan kesehatan kerja,

biaya untuk membeli alat-alat pengamanan memang cukup besar.

Akan tetapi keselamatan dan kesehatan kerja juga akan lebih terjamin.

Kemampuan dan ketrampilan pekerja harus ditingkatkan melalui

pendidikan dan pelatihan sehingga dapat mengikuti laju

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Alat penanggulangan

musibah harus ditingkatkan agar malapetaka yang diakibatkan oleh

penerpan teknologi maju tidak sampai meluas dan merusak.

Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus dilakukan

secara teratur dan berkesinambungan.

Kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai fungsi dan manfaat bagi

orang yang mau memanfaatkannya.

Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kesehatan Kerja adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk

memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara

mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja,

mencegah kelelahan kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang

sehat. Selain itu, adapula yang mengatakan bahwa arti dari kesehatan

kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta

prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau

mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,


terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta

terhadap penyakit-penyakit umum. sedangkan

Keselamatan Kerja adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk

melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi

peralatan, tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian

lingkungan hidup dan melancarkan proses produksi. Pengertian lain

keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan

tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya)

bermacam macam : ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan

dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

Keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja harus mendapat

perhatian yang sangat besar dari pihak manapun yang melaksankan

pekerjaan, baik di laboratorium maupun di industri-industri, ataupun

tempat kerja yang lain. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan

adalah, salah satu diantaranya, karena angka kecelakaan kerja

ternyata cukup mengejutkan. Sebagai contoh di Amerika dalah satu

tahun terakhir ada lebih dari 6200 orang meninggal atau di atas 6,5

juta terluka akibat kecelakaan kerja. Ini berarti lebih dari 8 kasus per

100 pekerja mengalami kecelakaan pada saat bekerja. Bahkan

beberapa ahli keselamatan kerja yakin bahwa angka sesungguhnya


justru lebih besar dari angka yang dilaporkan. Oleh karena itu banyak

kecelakaan kerja yang terjadi dan tidak dilaporkan.

Angka-angka di atas menujukkan betapa penderitaan keryawan,

keluarga karyawan, serta biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak

manajemen atau pengelola tempat kerja tersebut. Di negara Amerika

misalnya untuk satu kasus kecelakaan serius biasanya memerlukan

biaya lebih dari $ 23.000,-. Hal itu belum lagi memperhitungkan

implikasi hukum yang diakibatkan oleh adanya kecelakaan kerja.

Penyebab kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja banyak terjadi di perusahaan industry maupun

ditempat umum sehingga kita perlu mewaspadai terjadinya

kecelakaan. Terjadinya kecelakaan disebabkan oleh beberapa hal

diantara penyebab kecelakaan yaitu :

Penyebab kecelakaan kerja

Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu

penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic

causes).

a. Penyebab Dasar

1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :

a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis

b) kurangnya/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.

c) Stress

d) motivasi yang tidak cukup/salah

2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :


a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan

b) tidak cukup rekayasa (engineering)

c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang

d) tidak cukup perawatan (maintenance)

e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-

barang/bahan-bahan.

f) tidak cukup standard-standard kerja

g) penyalahgunaan

b. Penyebab Langsung

1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak

standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan,

misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :

a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak

memadai atau tidak memenuhi syarat.

b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak

c) Terlalu sesak/sempit

d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai

e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan

f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk

g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll

h) Bising

i) Paparan radiasi

j) Ventilasi dan penerangan yang kurang

2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak

standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan


yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono,

Sugeng, 2003) :

a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.

b) Gagal untuk memberi peringatan.

c) Gagal untuk mengamankan.

d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.

e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.

f) Memindahkan alat-alat keselamatan.

g) Menggunakan alat yang rusak.

h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.

i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri

secara benar.

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Proses produksi dengan mengoperasikan berbagai peralatan

pada umumnya tidak sama sekali terbebas dari resiko bahaya. Hal ini

harus mejadikan perhatian dari pihak manajemen dan unit-unit teknis

dan secara khusus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja.

Dengan demikian keselamatan kerja akan merupakan bagian yang

selalu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan dan penetapan

kebijakan sehingga upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat

kerja telah dimulai sejak perencanaan. Pada setiap perusahaan

diharuskan berdiri Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (P2K3), berdasarkan pada undang-undang nomor 1 tahun 1970.


Dengan pendekatan demikian, maka diharapkan manajemen

perusahaan mengambil sikap nyata yang mencakup:

1. mengidentifikasi setiap proses dan peralatan pengendalian

kerugian sebagai sumber resiko bahaya,

2. mengestimasi rencana program pengendalian kecelakaan dan

penyakit akibat kerja,

3. menyusun rencana program pengendalian kecelakaan dan

penyakit akibat kerja,

4. menyusun sistem komunikasi yang diperlukan, dan

5. menyiapkan sarana dan peralatan beserta personil yang terlaith

dan profesional.

Manajemen keselamatan kerja harus mampu mencari dan

mengungkapkan kelemahan operasional yang memungkinkan

terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan. Kebijaksanaan

manajerial yang dijabarkan dalam pelaksanaan operasional dengan

tingkat segi manajemen yang sangat esensial bagi kelangsungan

proses produksi dan keselamatan kerja yang mengarahkan pada

partisipasi semua pihak dalam sistem manajemen dan organisasi, akan

dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman sebagai landasan kuat

untuk kontinuitas usaha dan pengaman investasi dalam pembangunan.

Hiperkes dan keselamatan kerja haruslah dipandang sebagai upaya

teknis manajerial yang sangat besar fungsi dan peranannya dalam:

1. Mengamankan investasi.

2. Memelihara kelestarian dan kontinuitas usaha.

3. Mengembangkah potensi ekonomi.


4. Meningkatkan manfaat perangkat produksi.

5. Memelihara dan meningkatkan daya produktivitas kerja dari

tenaga kerja.

Mutu sumberdaya manusia ditingkatkan melaui tiga jalur dalam

peningkatan mutu pengetahuan dan ketrampilan, yaitu:

1. jalur pendidikan formal,

2. jalur latihan kerja, dan

3. jalur pengalaman kerja.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut sangat

penting bukan saja untuk meningkatkan kemampuan kerja secara

teknis operasional, akan tetapi juga kemampuan kerja secara aman

serta kemampuan menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang

aman dan sehat.

Cara Mencegah Kecelakaan

Setelah mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di

tempat kerja, maka dalam prakteknya, pencegahan kecelakaan kerja

dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu:

1. Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman.

Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang tugas

sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi

bahaya fisik. Gunakan risk assesment atau checklist inspeksi

alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan bahaya-bahaya

yang potensial.

2. Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman.


Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai

prosedur kerja) dapat dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara,

yaitu:

1) seleksi dan penempatan

2) propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan

kerja

3) pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja

serta dorongan positif (positive reinforcement)

4) komitme dari manajer tingkat atas (top management).

Untuk mengendalikan suatu proses diperlukan alat penujuk, alat

pengendali, dan supaya bahaya dapat diperkecil dibutuhkan juga alat

pengaman. Dalam rangka mengendalikan suatu proses, variabel

penting yang mudah dikendalikan meliputi, suhu, tekanan, dan

konsentrasi. Untuk penunjuk faktor bahaya yang lain, seperti adanya

kebocoran gas yang mudah terbakar, gas beracun, atau cairan yang

mudah merusak, umumnya masih digunakan panca indera manusia.

Kebocoran gas yang mudah terbakar atau berbahaya diketahui dari

bau yang khas, atau dapat dipantau dengan menempatkan binatang

percobaan seperti tikus, kelinci, dan lain-lainnya.

Alat pengendali proses dalam industri berkait langsung dengan

keselamatan kerja. Dengan adanya alat pengendali proses, bahaya

kebakaran, peledakan, dan keracunan dapat ditekan sampai batas

yang sekecil-kecilnya. Meskipun demikian peran manusia sebagai

pengendali masih tetap diperlukan terutama untuk mengawasi faktor-


faktor bahaya yang belum diketemukan cara pengendaliannya seperti

gas beracun atau gas mudah terbakar lainnya yang bocor dari reaktor.

Alat pengaman diperlukan agar kemungkinan timbulnya bahaya

dapat diperkecil. Alat pengaman dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu pengaman alat berbahaya dan pengaman manusia yang

melayani alat itu. Proses produksi barang dan jasa dapat

mengakibatkan kondisi kritis yang membahayakan sehingga timbul

malapetaka major accident dengan dampak yang luas dan sulit

ditanggulangi.

Dikenal istilah 5 K akibat kecelakaan, yaitu:

1. Kerusakan dan kerugian materi.

2. Kekacauan dan disorganisasi.

3. Keluhan dan kesedihanl.

4. Kelainan dan cacat.

5. Kematian.

Syarat-syarat keselamatan kerja (Pasal 3 ayat (1) UU 1/1970

tentang Keselamatan Kerja) :

• Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

• Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

• Mancegah dan mengurangi bahaya peledakan.

• Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

• Memberi pertolongan pada kecelakaan.

• Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.


• Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya

suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan

angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

• Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja

baik phisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

• Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

• Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

• Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

• Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

• Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,

lingkungan cara dan proses kerjanya.

• Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,

binatang, tanaman atau barang.

• Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

• Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,

perlakuan dan penyimpanan barang.

• Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

• Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada

pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah

tinggi.

Faktor-faktor penyakit akibat kerja :

1. Fisik, berupa :

• Suara yang berisik, tekanan udara yang berubah-ubah, suhu

yang tinggi, suhu yang rendah, getaran, penerangan yang

kurang, sinar infra merah dan ultra fiolet, radiasi.


2. Kimiawi, berupa :

• Gas (CO, HS, HCN Amoniak) yang dapat menyebabkan

keracunan.

• Uang logam yang dapat menyebabkan kulit meradang.

• Larutan zat kimia yang dapat menyebabkan penyakit kulit,

dermatitis dan luka bakar.

• Debu, penimbunan debu dalam paru-paru yang dapat

menyebabkan penyakit tertentu seperti : asbestosis oleh debu

asbes, byssinosis oleh debu kapas, stenosis oleh debu biji timah

dan siderosis oleh debu yang mengandung Fe202.

3. Faal, berupa :

• Sikap badan yang kurang tepat pada waktu kerja dan beban

berat yang dapat menyebabkan keluhan di pinggang.

• Kerja yang berdiri terus menerus yang dapat menyebabkan

varises pada tungkai bawah atau platvoet pada kaki.

4. Mental psikologik, berupa :

• Pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan pendidikan

• Beban dan tanggung jawab pekerjaan yang diluar batas

kemampuan.

• Tidak dapat bekerjasama dengan rekan sekerja, atasan atau

bawahan.

5. Hayati, berupa :

• Cacing yang dapat menyebabkan ankylostomiasis,

schitosomiasis.
• Serangga (kutu, nyamuk dan lebah) yang dapat menularkan

penyakit malaria dan filariasis.

• Bakteri antara lain penyakit anthrax yang ditularkan oleh hewan.

• Jamur yang dapat menyebabkan panu, fytyriasis, versicolor dan

blastomycosis.

• Getah yang dapat menyebabkan penyakit kulit.

Lingkungan kerja yang diharapkan :

• Teratur.

• Bersih dan tidak licin.

• Nyaman suhunya.

• Ada keseimbangan antara waktu kerja dan waktu istirahat.

• Harmonis tata warna dan tata letaknya.

• Kondisi mesin dan alat-alat produksi lainnya disesuaikan dengan

manusianya.

• Ada pengaturan intensitas dan penyebaran cahaya.

• Bahan-bahan beracun terkendali.

• Limbahnya dinetralisir.

• Ada suasana kekeluargaan.

Tindakan berbahaya (UNSAFE PRACTICES) :

• Mengoperasikan mesin tanpa wewenang.

• Mengoperasikan mesin dengan kecepatan berlebihan.

• Membuat alat keselamatan tidak bekerja/berfungsi.

• Gagal memberikan dan memastikan tanda peringatan

berbahaya.

• Menggunakan perkakas yang rusak.


• Menggunakan perkakas yang salah.

• Tidak menggunakan alat pelindung diri.

• Memuat atau menempatkan barang secara tidak benar.

• Mengangkat dengan cara yang salah.

• Mengambil posisi badan yang salah.

• Memperbaiki perkakas (mesin) yang sedang bergerak.

• Bersenda gurau pada waktu bekerja.

• Mabuk pada waktu bekerja.

Keadaan berbahaya :

• Penutup atau pelindung keselamatan berada pada posisi yang

tidak tepat.

• Tata rumah tangga (lingkungan kerja) yang jorok dan semrawut.

• Suara bising yang berlebihan.

• Ventilasi yang kurang tepat.

• Adanya penyebaran radiasi.

• Mesin, alat kerja dan bahan-bahan produksi dalam keadaan

rusak.

• Sistem pemberian peringatan/tanda yang tidak tepat.

• Atmosfir yang tidak terkontrol (gas, debu dan uap).

Macam kecelakaan :

• Tertumbuk pada ………….

• Tertumbuk oleh …………..

• Jatuh dari ketinggian yang berbeda.

• Tersangkut dalam …………


• Tersangkut pada ………….

• Tersangkut diantara ……….

• Kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi, caustic, suara

bising dan bahan beracun.

• Beban berlebihan.

Penerapan K3 di perusahaan :

1. Membentuk atau meningkatkan aktivitas Panitia Pembina

Keselamatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) yang terdiri dari unsur

pekerja/Serikat Pekerja dan Manajemen dengan anggota yang memiliki

kepedulian, pengetahuan dan ketrampilan tentang K3.

2. Membuat rencana kegiatan serta melaksanakan, memonitor dan

mengevaluasi rencana kegiatan.

3. Melakukan aktivitas harian dalam bentuk inspeksi, berbicara 5

menit tentang K3, peneguran dan penjelasan.

4. Melakukan aktivitas mingguan dalam bentuk pertemuan tentang

K3, evaluasi, pengecekan dan analisis.

5. Melakukan aktivitas bulanan dalam bentuk rapat pleno dengan

seluruh unsur-unsur manajemen dan pekerja, pelaporan, pengecekan

dan analisis.

6. Pada saat tertentu melakukan penyelidikan kecelakaan, analisis

keamanan pekerjaan, diagnosis, general chek up serta kampanye K3.

Peranan Serikat Pekerja dalam pengembangan K3 :

1. Mendorong pembentukan.

2. Meningkatkan kualitas P2K3 yang sudah ada.

3. Berpartisipasi aktif dalam P2K3.


4. Menyusun dan merundingkan klausul KKB tentang K3.

5. Mendidik kader-kader K3.

6. Menyusun chek list K3.

7. Memonitor pelaksanaan K3.


INDEKS AMAN PELEDAKAN

Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan

yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti

kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol. Proses pemgontrolan kegiatan

ini dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak,

proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakain

dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan

penting adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa

hal yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut :

A. Desain peledakan.

Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi

kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan.

Rancangan peledakan yang memadai akan mengidentifikasi jarak

aman; jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap

peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap

lubang ledak atau waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta

arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah peledakan sudah

dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus

berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan

penembakan (firing) dan radius jarak aman yang diperlukan. Ini perlu

dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya yang

berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang

(flyrock) yang mungkin terjadi.


B. Training kepada juru ledak.

Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini

memegang peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur

tambang yang membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur

dalam Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap juru ledak harus

mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang

ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat

melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang tertentu tidak

diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain

karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.

C. Prosedur kerja yang memadai.

Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating

Procedure) ini memegang peranan penting untuk memastikan semua

kegiatan yang berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan

aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan

pemerintah maupun peraturan di tambang yang bersangkutan.

Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan pengujian resiko (risk

assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut sebelum suatu

proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan

peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses perangakaian

bahan peledak , proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan

clearing daerah disekitar lokasi peledakan.

Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting parameter) saat

ini memang tidak mempunyai standard yang dibakukan, termasuk

tambang-tambang di Australia. Di dalam Keputusan Menteri-pun, tidak


dijelaskan secara detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari

lokasi peledakan. Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai

metode peledakan yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang

akan diledakkan dan tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki.

Akan tetapi bukan berarti setiap juru ledak boleh menentukan sendiri

jarak aman tersebut. Keputusan mengenai keselamatan khususnya

jarak aman tersebut berada pada seorang Kepala Teknik Tambang

yang ditunjuk oleh perusahaan setelah mendapat pengesahan dari

Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

Di tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap

manusia boleh dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam

kisaran 500 meter. Jarak ini diperoleh dari hasil risk assessment

(pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang-tambang

tersebut. Risk assessment ini tidak saja berbicara secara teknik

peledakan dan pelaksaannya, namun perlu juga dimasukkan contoh-

contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di

dalam ataupun luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah

yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuatan prosedur kerja dalam

lingkup pekerjaan peledakan di lapangan. Walaupun ada beberapa

tambang yang membuat standard yang lebih kecil dari 500 meter; tapi

hal itu diperbolehkan sepanjang risk assessment sudah dilakukan dan

sudah disetujui oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan.

Biarpun tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap

jarak aman dari peledakan, akan tetapi seorang juru ledak yang

kompeten semestinya akan mentaati aturan dan prosedur kerja.


Pelanggaran prosedur kerja akan berakibat fatal, baik bagi diri dia

sendiri, teman kerja maupun ada perusahaan tempat dia bekerja.

Pada saat charging dilokasi jarak aman antara orang/ kendaraan

bahan peledak yang sedang charging dengan alat lain yang bergerak

(drill/HD/etc) adalah 20m pada saat peledakan untuk jarak aman lokasi

peledakan yaitu :

o Untuk Alat : 300 m

o Untuk Manusia : 500 m

Diharapkan menjaga jarak aman pada saat peledakan jika kurang dari

300m maka dikhawatirkan flyrock menghantam unit yang diparkir di

radius areal peledakan.


TUGAS TEKNIK PELEDAKAN

PENTINGNYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


DALAM KEGIATAN PELEDAKAN/BLASTING
SERTA INDEKS AMAN DARI PEMUKIMAN PENDUDUK

NAMA : LA ODE SYUHADAR


STAMBUK : D 621 07 013

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2010

You might also like