You are on page 1of 2

Hipotermia, Trauma dingin 

(patofis)
Di  ILMU dasar medis!!  dalam  24/06/2009  pada 22:31
Jika suhu inti terancam menurun, sebagai upaya untuk mengatasinya adalah dengan
mengatur produksi panas (tremor otot dan gerak tubuh). Kedinginan yang mengancam
akan memicu “perubahan sikap”, tergantung penyebab yang mendasarinya (misalnya
dengan melindungi terhadap angin dengan penambahan pakaian, meninggalkan kolam
renang, berkemul, dll). Jika reaksi “perubahan sikap” ini tidak muncul (tidak dilakukan)
dapat terjadi hipotermia, yakni penurunan suhu inti di bawah 35 drajatC. Hal ini dapat
terjadi karena alasan fisik yang tidak memungkinkan keluar dari situasi tersebut, atau
bahaya hipotermia yang tidak disadari, atau akibat ganggua neurologist, hormon, atau
metabolic. Membenamkan diri di dalam air bersuhu 5 – 10 drajatC selama 10 menit dapat
menimbulkan hipotermia (tergantung ketebalan lemak). Memakai pakaian basah ditempat
dengan hembusan angin yang kuat bersuhu lingkungan 0 drajatC dapat menyebabkan
hipotermia dalam waktu kurang dari 1 jam. Risiko hipotermia terutama terdapat pada
orang yang sudah tua (rentang pengaturan suhunya mulai terbatas) dan bayi (terutama
bayi baru lahir) karena perbandingan luas permukaan dengan massa tubuh relatif besar,
produksi panas basal yang kurang, dan lapisan lemak subkutan yang masih tipis. Orang
dewasa muda yang tidak berpakaian tetap dapat mempertahankan suhu inti meskipun
suhu lingkungan turun menjadi 27 drajatC karena produksi panas basalnya cukup. Pada
neonatus, hipotermia dapat terjadi pada suhu lingkungan <34 drajatC.
Akibat akut dan gejala hipotermia dapat dibagi dalam 3 stadium:
Stadium Perangsangan (hipotermia ringan, 32 – 35 drajatC): terjadi tremor otot hingga
maksimal, akibatnya kecepatan metabolisme basal sangat meningkat, semua sumber
glukosa dipakai (hiperglikemia), dan penggunaan O2 meningkat sampai 6 kalinya.
Takikardia dan vasokonstriksi menimbulkan peningkatan tekanan darah; vasokonstriksi
di daerah ujun-ujung kaki menimbulkan nyeri. Pasien pada awalnya berada dalam
kesadaran penuh, lalu menjadi bingung dan bahkan apatis, dan akhirnya kemampuan
penilaiannya menjadi terganggu.
Stadium kelelahan (hipotermia sedang, 28 – 32 drajatC): sumber glukosa tidak ada lagi
(hipoglikemia); terjadi bradikardia, aritmia dan depresi pernapasan. Pasien mulai
berhalusinasi dan berperilaku menyimpang, yang segera menjadi tidak sadar dan tidak
dapat lagi merasakan nyeri.
Stadium paralysis (hipotermia berat, sekitar <28 drajatC): koma; refleks pupil hilang
(tetapi tidak ada tanda kematian otak); akhirnya diikuti fibrilasi ventrikel, asistol, dan
apnea. Semakin rendah penurunan suhu yang terjadi sampai aliran darah ke otak terhenti,
maka semakin lama otak bisa menoleransi terhentinya sirkulasi (30 drajatC: 10 – 15
menit, 18 drajatC: 60-90 menit). Hal ini menjelaskan mengapa beberapa orang dapat
bertahan dalam keadaan hipotermia yang sangat ekstrim (<20 drajatC). Terhentinya
sirkulasi yang lama dapat menoleransi suhu yang rendah dan hal ini juga digunakan
untuk hipotermia terapeutik (operasi jantung terbuka dan penyimpanan organ untuk
transplantasi) Upaya pemanasan kembali pada pasien hipotermia sebaiknya tetap dapat
dilakukan walaupun suhu inti telah turun sampai dibawah 20 drajatC. Akan tetapi,
pemanasan kembali dapat menimbulkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian,
terutama bila dilakukan dari luar dan terlalu cepat, artinya lebih cepat dari beberapa
drajatC/jam. Pada stadium 1 (>32 drajatC) dilakukan pemanasan dari luar dan secara
pasif (ruangan hangat, selimut, dialasi kertas timah). Pada stadium 2, pemanasan harus
dilakukan secara aktif (selimut listrik, infuse hangat, mungkin juga hemodialisis/cuci
darah dengan penggantian panas) di bawah pengawasan monitor. Pada hipotermia
stadium III dengan sirkulasi yang terhenti, pemanasan aktif dengan sirkulasi
ekstrakorporeal (mesin jantung-paru) merupakan metode pemanasan kembali yang paling
efektif.
Sekuele (gejala sisa) jangka panjang setelah pengobatan hipotermia yang berhasil
meliputi gagal jantung, gagal hati dan ginjal, gangguan eritropoiesis (pembentukan sel
darah), infark miokard, pankreatitis, serta gangguan neurologist.
Frosbite (kerusakan jaringan akibat dari pemajanan terhadap dingin). Bahkan pada
hipotermia ringan dan/atau pada suhu lingkungan rendah, aliran darah ke kulit dan
anggota badan sangat menurun, dan sesekali meningkat (reaksi lewis: pada suhu kulit
<10 drajatC sekitar setiap 20 menit, aliran darah ke kulit dan anggota badan meningkat).
Akan tetapi, frostbite dapat terjadi: derajat 1 di awali pucat dan kehilangan sensasi;
pembengkakan dan nyeri timbul setelah pemanasan kembali); derajat 2 (pembentukan
bula setelah 12-24 jam yang diikuti dengan penyembuhan); derajat 3 (setelah beberapa
hari dan minggu: terjadi nekrosis jaringan yang luas disertai penyembuhan oleh jaringan
parut).

You might also like