You are on page 1of 13

Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22?

PPh yang dipungut oleh:


- Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
 
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdd KMK No. 392/KMK.03/ 2001


Kepdirjen No. KEP-417/PJ./2001

Siapa pemungut PPh Pasal 22


- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
- Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
- BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari
APBN/APBD;
- Bank Indonesia (BI), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian
barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan baker minyak jenis
premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya;
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003

Apa yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22?


     
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh (dengan SKB).
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai :
  1) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik.
  2) Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia.
  3) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
  4) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum.
  5) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
  6) Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
  7) Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
  8) Barang pindahan.
  9) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean.
  10) Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum.
  11) Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara (Yang termasuk sebagai
persenjataan dan amunisi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
139/KMK.05/1997).
  12) Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
  13) Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PlN).
  14) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
  15) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal ronda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penagkapan ikan nasional.
  16) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional.
  17) Kereta Api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PI Kereta Api Indonesia.
  18) Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
c. Impor sementara, yaitu impor yang nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan jumlah yang terpecah-pecah (tanpa SKB);
e. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM), dan
benda-benda pos (tanpa SKB);
f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor (dengan SKB);
g. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara (tanpa SKB);
h. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian (tanpa SKB);
i. Pembayaran untuk pembelian beras dan/atau gabah oleh BULOG (tanpa SKB).
 
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003


Atas transaksi apa sajakah yang perlu dimintakan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk
memperoleh pembebasan dari pengenaan PPh atas pemungutan PPh Pasal 22?
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;
2. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia;
3. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
4. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum;
5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya;
7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. Barang pindahan;
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean;
10.Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum;
11.Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara (Yang termasuk sebagai
persenjataan dan amunisi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
139/KMK.05/1997);
12.Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
13.Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PlN);
14.Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;
15.Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal ronda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku
cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penagkapan ikan
nasional;
16.Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan
atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional;
17.Kereta Api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PT. (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
18.Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
c. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor.
 

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003


Kapan saat terutangnya PPh Pasal 22?
Pada saat penghasilan dibayarkan atau dibiayakan, yang mana terjadi lebih dahulu

Berapa tarif dan dasar pengenaan PPh Pasal 22 ?


     
- PPh Pasal 22 Bendaharawan sebesar 1,5% dari harga pembelian
- PPh Pasal 22 Impor
  a 2,5% dari Nilai Impor, bagi Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API);
  b 7,5% dari Nilai Impor, bagi Importir yang tidak menggunakan API;
  c 7,5% dari Harga Jual Lelang, bagi yang tidak dikuasai (barang-barang impor yang
dilelang oleh Ditjen Bea dan Cukai);
- PPh Pasal 22 atas industri tertentu :
  a industri semen sebesar 0,25 % dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai (PPN);
  b industri rokok sebesar 0,15 % dari harga bandrol. dan bersifat final;
  c industri kertas sebesar 0,1 % dari DPP PPN;
  d industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN;
  e industri otomotif sebesar 0,45 % dari DPP PPN;
- PPh Pasal 22 atas Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, Super TT dan Gas
  a Premium, tarifnya sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  b Solar, tarifnya sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  c Premix/Super TT sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  d Minyak Tanah sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
  e Gas LPG, 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
  f Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
- Hasil Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan Besarnya tarif adalah 0,5% dari
Harga Pembelian (tidak termasuk PPN) oleh badan industri dan eksportir.
 
   

KMK No.254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003


Kepdirjen No. KEP - 401/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 69/PJ./1995
Kepdirjen No. KEP - 01/PJ./1996
Kepdirjen No.. KEP - 32/PJ./1995 stdd Kepdirjen No. KEP - 65/PJ./1995
Kepdirjen No. KEP - 417/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 523/PJ/2001 stdd Kepdirjen No. KEP - 25/PJ./2003

Bagaimana tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22?


     
a. PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD;
  - PPh Pasal 22 yang dipungut, disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang.
  - Penyetoran PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah dengan menggunakan SSP yang
diisi atas nama Wajib Pajak rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah
tersebut.
b. PPh Pasal 22 Impor;
  - Dalam hal dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, disetor sehari setelah
pemungutan
  - Dalam hal dilakukan Importir harus melunasi sendiri PPh Pasal 22 yang terutang.
  - Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen impor (PIB).
c. PPh Pasal 22 atas industri tertentu;
  - Pemungutan dan penyetoran dilakukan oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak yang
dipungut;
  - Pemungut harus menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22;
  - Atas penjualan industri tertentu dipungut pada saat penjualan.
  - Penyetorannya dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
d. Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, Super TT, dan Gas;
  - Dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak (penyalur, dealer, agen) sebelum Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
e. Hasil Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
  - Dipungut pada saat pembelian.
  - Dipungut dan disetor oleh badan usaha industri dan eksportir yang melakukan pembelian
atas nama Wajib Pajak Penjual.
  - Pemungut menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.
  - Penyetoran PPh Pasal 22 dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya.
 

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003

Kurs apa yang digunakan untuk menghitung nilai impor dalam penghitungan PPh Pasal 22 ?
Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Bagaimana tata cara PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD) ?

A.  PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD) 

 Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo


SE - 13/PJ.43/2001 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003

 yaitu Pajak Penghasilan yang wajib dipungut oleh Ditjen Anggaran/Bendaharawan


Pemerintah atau BUMN/BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
atau jasa yang dananya berasal dari APBN/APBD. Jika dananya bukan APBN/APBD
bukan obyek PPh Pasal 22.

 Atas pembelian barang/jasa yang dilakukan oleh Pemerintah (dananya APBN/APBD)


wajib dipungut PPh Pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif efektif 1,5% x Harga
Jual (belum termasuk PPN).
 PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit pajak bagi wajib pajak penjual, sehingga dapat
diperhitungkan dengan jumlah PPh yang terutang pada akhir tahunn pajak.

Sebutkan pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ?

Berikut ini dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pengecualian
ini dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan
Pasal 22, yaitu :

 Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah) dan tidak
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.

 Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM) dan
benda-benda pos.

 Pembayaran / Pencairan dana Jaringan Pengaman Nasional (JPS) oleh Kantor


Pembendaharaan dan Kas Negara.

 Pembayaran yang diterima karena penyerahan sehubungan dengan pekerjaan yang


dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah luar
negeri.

 Pembayaran oleh bendaharawan kepada orang pribadi atas pengalihan hak tanag dan atau
bangunan untuk keperluan pembangunan yang memerlukan persyaratan khusus dengan
pihak pemerintah.

PPH PASAL 22 IMPOR

B. PPh Pasal 22 Impor (254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003


Jo SE - 13/PJ.43/2001)

1. Setiap wajib pajak yang melakukan impor akan dikenakan PPh Pasal 22 Impor oleh
Ditjen Bea dan Cukai kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh Surat
Keputusan Bersama).

2. Besarnya PPh Pasal 22 Impor adalah sbb :

a. Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% x Nilai Impor

b. Importir yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% x Nilai
Impor

3. Atas barang-barang impor yang dilelang oleh Ditjen Bea Cukai sebesar 7,5% x Nilai
Lelang.
4. Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea
Masuk).

5. Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs bedasarkan Keputusan Menteri Keuangan
(Kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia).

TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PPH PASAL 22

D. Tidak Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 22 ( 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001


Jo 236/KMK.03/2003 Jo SE - 13/PJ.43/2001)

1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari :

- Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik.
- Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia
yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.
- Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk kepentingan umum
- Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan kebudayaan.
- Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
- Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya
- Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara
- Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah  untuk kepentingan
umum
- Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
- Barang pindahan
- Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, barang kiriman
(sampai nilai pabean tertentu).
- Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan dan keamanan negara;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
- Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;

3. Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali


4. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian
barang/jasa yang nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa penerbitan SKB).
5. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian bahan
bakar minyak, listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda pos (tanpa penerbitan SKB).
6. Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan
ekspor.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara (tanpa SKB).
8. Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang yang
diimpor kembali untuk perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai. 
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG 

IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN YANG PPH-NYA FINAL

E.  Impor Barang untuk Kegiatan yang PPhnya Final ( SE - 28/PJ.43/1998 )

- Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan/jasa yang atas imbalannya semata-
mata dikenakan PPh Final tidak dikenakan PPh Pasal 22 Impor. Oleh karena itu, wajib
pajak agar meminta SKB kepada KPP setempat atas impor barang yang bersangkutan.
- Apabila di kemudian hari diketahui bahwa atas impor barang dimaksud dimanfaatkan
untuk kegiatan yang penghasilannya bukan merupakan obyek PPh final, maka PPh pasal
22 yang terutang akan ditagih berikut sanksi bunganya.

PPH PASAL 22 ATAS PRODUK-PRODUK TERTENTU

C. PPh Pasal 22 atas Produk-Produk Tertentu ( 450/KMK.04/1997 Jo SE - 16/PJ.43/1998 )

1. Gula Pasir dan Tepung Terigu Bulog :

 Penyalur atau grosir gula dan tepung terigu Bulog wajib menyetor PPh Pasal 22 Final
melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order).
 PPh Final yang terutang :

Pihak yang Menebus Tepung Terigu Gula Pasir

Grosir Rp 38,00 / Zak Rp 270,00 / Kuintal


Penyalur Rp 53,00 / Zak Rp 380,00 / Kuintal
Pembeli lain Rp 91,00 / Zak Rp 650,00 / Kuintal

 Sejak tanggal 1 Mei 2001, atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog tidak
lagi dipungut PPh Pasal 22 (254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo SE -
13/PJ.43/2001) 

2. Produk Migas dari Pertamina dan Premix dari Perusahaan Penyedia Premix :

 Penyalur atau agen premium, solar, pelumas, gas, dan minyak tanah dari Pertamina, atau
premix dari perusahaan-perusahaan penyedia premix wajib menyetor PPh Pasal 22 Final
melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau
Perusahaan Penyedia Premix tersebut.
 PPh Final yang terutang :

Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Swasta


Premium, Premix,Solar 0,25% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual
Minyak tanah 0,3% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual
Gas LPJ 0,3% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual
Pelumas 0,3% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual

3. Produk Semen, Baja, Otomotif, Rokok, dan Kertas :

 Pabrikan produk berupa semen, baja, rokok, dan kertas wajib memungut PPh Pasal 22
dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut.
 PPh Pasal 22 yang terutang adalah sebagai berikut :

PPh Pasal 22 Terutang PPh Pasal 22


Pemungut PPh Dasar Hukum Tidak Final Terutang Final

Pabrikan Semen KEP - 401/PJ./2001 0,25% x Harga Jual -


Pabrikan Baja KEP - 01/PJ./1996 0,30% x Harga Jual -
KEP - 32/PJ./1995 Jo
Pabrikan otomotif 0,45% x Harga Jual -
KEP - 65/PJ./1995
Pabrikan rokok KEP - 529/PJ./2001 - 0,15% x Harga
Bandrol
Pabrikan kertas KEP - 69/PJ./1995 0,10% x Harga Jual -

PPh 22 atas Industri dan ekportir sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan
Perikanan
Hasil Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan (Keputusan Dirjen Pajak : KEP -
523/PJ./2001 jo KEP - 25/PJ/2003

Badan usaha industri dan ekportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan
pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk industri dan ekspor dari pedagang pengumpul
sebesar 0,5% (setengah persen) dari harga pembelian sebelum PPn.

Contoh :

PT ABC membeli getah karet dari seorang pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn. Dengan demikian maka PT ABC wajib memungut PPh 22 dengan perhitungan
sbb :

Harga Pembelian                                                             Rp. 2.000.000

PPn                                                                                      Rp.    200.000

PPh 22 yang wajib dipungut 0,5% x Rp. 2.000.000                Rp.     10.000

Maka PT ABC akan membayar kepada pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.190.000

PEMUNGUT PPH PASAL 22

    Dasar Hukum :

 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003


 SE - 13/PJ.43/2001

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari belanja
negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
Logistik (BULOG) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank
BUMN, atas pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya
7. Industri dan Eksportir sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul

Sejak tanggal 1 Mei 2001, Bulog tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPh 22 atas penyaluran
gula pasir dan tepung terigu  (SE - 13/PJ.43/2001)

Siapa pemungut PPh atas penghasilan dari penjualan hasil produksi industri rokok di
dalam negeri?
Badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok kecuali badan usaha yang tergolong
pengusaha pabrik hasil tembakau golongan kecil sekali

PPh Pasal 22 UU PPh


KMK No.89/KMK.05/2000 stdtd KMK No.384/KMK.04/2001
Kepdirjen No. KEP - 529/PJ.2001

Apa kewajiban perpajakan PPh Pasal 22 bagi industri rokok dalam negeri?
Melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 atas:
1. Pembelian tembakau dari pedagang pengumpul;
2. Penjualan hasil produksi industri rokok dalam negeri.

KMK No. 249/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 22 atas penghasilan dari penjualan hasil produksi
industri rokok di dalam negeri, dalam hal terjadi pengembalian (retur) setelah masa
penjualan?
PPh Pasal 22 atas penjualan rokok yang dikembalikan (retur) setelah masa pajak terjadinya
penjualan, dapat dikurangkan dari PPh Pasal 22 terutang dalam masa pajak terjadinya
pengembalian, kecuali apabila dalam masa pajak terjadinya pengembalian industri rokok
mengganti dengan rokok yang sama, baik fisik maupun harganya
 
   

Pasal 4 ayat (1) Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001

Bagaimana tata cara penerbitan nota retur oleh pembeli atas pembelian hasil
produksi industri rokok di dalam negeri?
   
Nota Retur dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yang sekurang-kurangnya berisi :
·   Nomor dan tanggal Nota Retur;
 
·   Nama, alamat dan NPWP pembeli;
 
·   Nama, alamat dan NPWP industri rokok;
 
·   Nomor dan tanggal faktur pembelian rokok yang dikembalikan;
 
·   Macam, jenis, kwantum dan harga rokok yang dikembalikan;
 
·   Tanda tangan pembeli
 
 

Pasal 4 ayat (2) & (3) Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001

Berapa tarif PPh atas penghasilan dari penjualan hasil produksi industri rokok di dalam
negeri?
0,15% dari harga bandrol dan bersifat final

Pasal 2 Kepdirjen No. KEP-  529/PJ./2001

Bagaimana mekanisme pelunasan PPh yang terutang dari penjualan hasil produksi
industri rokok di dalam negeri?
 
Melalui pemungutan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok kecuali
badan usaha yang tergolong pengusaha pabrik hasil tembakau golongan kecil sekali.

Pasal 22 UU PPh
Pasal 1 ayat (1) Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001

Bagaimana tata cara penyetoran PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri
rokok di dalam negeri?
 
Pemungut PPh Pasal 22 wajib menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut ke Bank
persepsi atau kantor pos dan giro, paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

Pasal 5 Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001

  Bagaimana tata cara pelaporan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri
rokok di dalam negeri?
 
Pemungut PPh Pasal 22 wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada KPP
di tempat kedudukan pemungut pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
 
   

Pasal 6 Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001

You might also like