Professional Documents
Culture Documents
Kurs apa yang digunakan untuk menghitung nilai impor dalam penghitungan PPh Pasal 22 ?
Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Bagaimana tata cara PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD) ?
Berikut ini dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pengecualian
ini dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan
Pasal 22, yaitu :
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah) dan tidak
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM) dan
benda-benda pos.
Pembayaran oleh bendaharawan kepada orang pribadi atas pengalihan hak tanag dan atau
bangunan untuk keperluan pembangunan yang memerlukan persyaratan khusus dengan
pihak pemerintah.
1. Setiap wajib pajak yang melakukan impor akan dikenakan PPh Pasal 22 Impor oleh
Ditjen Bea dan Cukai kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh Surat
Keputusan Bersama).
a. Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% x Nilai Impor
b. Importir yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% x Nilai
Impor
3. Atas barang-barang impor yang dilelang oleh Ditjen Bea Cukai sebesar 7,5% x Nilai
Lelang.
4. Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea
Masuk).
5. Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs bedasarkan Keputusan Menteri Keuangan
(Kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia).
1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari :
- Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik.
- Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia
yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.
- Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk kepentingan umum
- Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan kebudayaan.
- Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
- Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya
- Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara
- Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk kepentingan
umum
- Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
- Barang pindahan
- Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, barang kiriman
(sampai nilai pabean tertentu).
- Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan dan keamanan negara;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
- Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
- Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan/jasa yang atas imbalannya semata-
mata dikenakan PPh Final tidak dikenakan PPh Pasal 22 Impor. Oleh karena itu, wajib
pajak agar meminta SKB kepada KPP setempat atas impor barang yang bersangkutan.
- Apabila di kemudian hari diketahui bahwa atas impor barang dimaksud dimanfaatkan
untuk kegiatan yang penghasilannya bukan merupakan obyek PPh final, maka PPh pasal
22 yang terutang akan ditagih berikut sanksi bunganya.
Penyalur atau grosir gula dan tepung terigu Bulog wajib menyetor PPh Pasal 22 Final
melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order).
PPh Final yang terutang :
Sejak tanggal 1 Mei 2001, atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog tidak
lagi dipungut PPh Pasal 22 (254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo SE -
13/PJ.43/2001)
2. Produk Migas dari Pertamina dan Premix dari Perusahaan Penyedia Premix :
Penyalur atau agen premium, solar, pelumas, gas, dan minyak tanah dari Pertamina, atau
premix dari perusahaan-perusahaan penyedia premix wajib menyetor PPh Pasal 22 Final
melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau
Perusahaan Penyedia Premix tersebut.
PPh Final yang terutang :
Pabrikan produk berupa semen, baja, rokok, dan kertas wajib memungut PPh Pasal 22
dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut.
PPh Pasal 22 yang terutang adalah sebagai berikut :
PPh 22 atas Industri dan ekportir sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan
Perikanan
Hasil Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan (Keputusan Dirjen Pajak : KEP -
523/PJ./2001 jo KEP - 25/PJ/2003
Badan usaha industri dan ekportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan
pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk industri dan ekspor dari pedagang pengumpul
sebesar 0,5% (setengah persen) dari harga pembelian sebelum PPn.
Contoh :
PT ABC membeli getah karet dari seorang pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn. Dengan demikian maka PT ABC wajib memungut PPh 22 dengan perhitungan
sbb :
Maka PT ABC akan membayar kepada pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.190.000
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari belanja
negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
Logistik (BULOG) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank
BUMN, atas pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya
7. Industri dan Eksportir sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul
Sejak tanggal 1 Mei 2001, Bulog tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPh 22 atas penyaluran
gula pasir dan tepung terigu (SE - 13/PJ.43/2001)
Siapa pemungut PPh atas penghasilan dari penjualan hasil produksi industri rokok di
dalam negeri?
Badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok kecuali badan usaha yang tergolong
pengusaha pabrik hasil tembakau golongan kecil sekali
Apa kewajiban perpajakan PPh Pasal 22 bagi industri rokok dalam negeri?
Melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 atas:
1. Pembelian tembakau dari pedagang pengumpul;
2. Penjualan hasil produksi industri rokok dalam negeri.
Bagaimana penghitungan PPh Pasal 22 atas penghasilan dari penjualan hasil produksi
industri rokok di dalam negeri, dalam hal terjadi pengembalian (retur) setelah masa
penjualan?
PPh Pasal 22 atas penjualan rokok yang dikembalikan (retur) setelah masa pajak terjadinya
penjualan, dapat dikurangkan dari PPh Pasal 22 terutang dalam masa pajak terjadinya
pengembalian, kecuali apabila dalam masa pajak terjadinya pengembalian industri rokok
mengganti dengan rokok yang sama, baik fisik maupun harganya
Bagaimana tata cara penerbitan nota retur oleh pembeli atas pembelian hasil
produksi industri rokok di dalam negeri?
Nota Retur dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yang sekurang-kurangnya berisi :
· Nomor dan tanggal Nota Retur;
· Nama, alamat dan NPWP pembeli;
· Nama, alamat dan NPWP industri rokok;
· Nomor dan tanggal faktur pembelian rokok yang dikembalikan;
· Macam, jenis, kwantum dan harga rokok yang dikembalikan;
· Tanda tangan pembeli
Berapa tarif PPh atas penghasilan dari penjualan hasil produksi industri rokok di dalam
negeri?
0,15% dari harga bandrol dan bersifat final
Bagaimana mekanisme pelunasan PPh yang terutang dari penjualan hasil produksi
industri rokok di dalam negeri?
Melalui pemungutan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok kecuali
badan usaha yang tergolong pengusaha pabrik hasil tembakau golongan kecil sekali.
Pasal 22 UU PPh
Pasal 1 ayat (1) Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001
Bagaimana tata cara penyetoran PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri
rokok di dalam negeri?
Pemungut PPh Pasal 22 wajib menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut ke Bank
persepsi atau kantor pos dan giro, paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Bagaimana tata cara pelaporan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri
rokok di dalam negeri?
Pemungut PPh Pasal 22 wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada KPP
di tempat kedudukan pemungut pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22